Anda di halaman 1dari 4

Definisi Toksin Polysiklik Aromatik Hidrokarbon

Polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) atau juga dikenal sebagai polycyclic organic matter (POM) adalah
molekul aromatik yang terdiri atas dua atau lebih molekul cincin aromatik yang disusun oleh atom
karbon dan hidrogen. PAH dalam hal ini termasuk indole, quinoline, dan benzothiophene yang memiliki
fungsi biologis pada makhluk hidup dan juga senyawa karsinogenik dan genotoksik seperti benzo
(a)piren, benzo(a)antrasen, benzo(b)fluoranten, dan benzo (a,h)antrasen. Polisiklik aromatik
hidrokarbon adan beberapa turunannya berada secara alami di alam dan juga dapat terbentuk pada saat
proses pemabakaran tidak sempurna (suhu 500-8000C) atau saat pemanasan bahan organik pada suhu
200-3000C. Secara alami PAH dapat berada di udara, air permukaan tanah, pertambangan batu bara dan
daerah gunung berapi. Sumber lain PAH adalah rokok. Rokok mengandung kadar tar cukup tinggi dan
pembakaran tar dapat memicu terbentuknya molekul PAH terutama jenis PAH karsinogenik.

Secara alami PAH dengan bobot molekul rendah terdapat di atmosfer dalam konsentrasi yang
cukup rendah, sedangkan PAH dengan bobot molekul tinggi umumnya terbentuk karena proses
pemanggangan. Namun demikian, kontaminasi PAH dari lingkunngan hanya terjadi pada makhluk laut
vertebrata, seperti kerang dan tiram yang tidak dapat melakukan metabolisme PAH. Sedangkan pada
hewan vertebrata, seperti sapi, ayam, dan ikan molekul PAH, dalam konsentrasi sangat rendah dapat
dimetabolisme lebih lanjut sehingga tidak mengkontaminasi daging yang berasal dari hewan tersebut.
Senyawa ini mudah tercampur dengan minyak dari air sehingga banyak ditemukan dalam tanah dan
endapan yang berminyak. Namun terkadang juga tercampur dengan partikel air di udara. Minyak
mentah alam dan batubara mengandung sejumlah besar PAH. Bahan ini juga ditemukan dalam bahan
bakar fosil olahan, tar dan minyak nabati. Bahan ini dapat terbentuk oleh pembakaran tidak sempurna
dari karbon yang mengandung bahan bakar seperti kayu, batu bara, diesel, lemak, dan tembakau.

1.2 PAH dalam makanan

Senyawa PAH dalam makanan dapat berasal dari berbagai macam sumber seperti kontaminasi
lingkungan, pemberian panas pada makanan, dan juga berasal dari bahan baku itu sendiri. Penelitian
pertama tentang senyawa PAH dalam makanan yang dilakukan oleh Faizo pada 1973 terhadap analisis
zat dalam makanan yang menyerap cahaya pada panjang gelombang UV dan melakukan pemisahan
dengan kromatografi lapis tipis. Larsson et al (1983) meneliti tentang pengaruh pemasakan daging
terhadap kandungan PAH. Penggorengan dan pemasakan dengan menggunakan oven elektrik tidak
menyebabkan terbentuknya senyawa PAH, sedangkan proses pemasakan dengan menggunakan arang
menunjukkan peningkatan PAH yang signifikan. Penelitian ini menemukan bangan bahahwa pemasakan
dengan kontak langsung antara api dari pembakaran kayu dengan bahan organik pada matriks pangan
menunjukkan pembentukan PAH karsinogenik yang sangat tinggi.

Kazerouni et al(2001) melakukan penelitian kandungan PAH pada 2000 sampel makanan di Amerika.
Peneliti menemukan bahwa kandungan PAH tergantung pada cara pengolahan dan tingkat kematangan
dari daging tersebut dan kandungan PAH tertinggi ditemukan pada ayam dan daging sapi yang dibakar
hingga matang. Selain itu peneliti juga menemukan adanya PAH dalam jumlah cukup tinggi pada
beberapa jenis sayuran dan gandum-ganduman dan dikonsumsi dalam jumlah banyak oleh masyarakat
Amerika. Hal ini menunjukkan bahwa PAH tidak hanya berasal dari proses pemasakan tetapi juga
cemaran lingkungan sekitar. Beberapa peneliti juga menemukan kandungan PAH pada makanan yang
tidak mengandung protein namun mengandung lemak tinggi. Guillen et al(2004), menentukan
kandungan PAH dengan konsentrasi cukup tinggi dalam minyak zaitun. PAH pada minyak zaitun ini
diduga berasal dari kontaminan lingkungan, proses pengeringan dengan suhu tinggi, dan ekstasi dari
minyak zaitun yang menggunakan pelarut organik. Selain itu juga terdapat pada proses pemanggangan
roti terhadap kandungan PAH dari roti bakar. Penelitia ini membuktikan bahwa proses pemansan
dengan api langsung dapat memicu pembentukan PAH hingga mencapai diatas 100 ug/gr smapel,
sedangkan pemansan dengan bread rooster dan oven tidak memicu pembentukan PAH.

PAH dalam daging asap dari:

· PAH yang diisolasi produk asap sebagian besar ber –BM <216

· Kandungan BaP dalam daging asap tidak boleh >1ng/g

· Kisaran konsentrasi BaP dalam ham, bacon , franktures : 0,4 sampai dengan 56,6 ng/g.

Sedangkan PAH dalam produk ikan :

· Seafood segar (tidak diasap) mengandung sejumlah kecil PAH yang berasal dari air laut yang
tercemar.

· Ikan lebih cepat mengeksresi PAH daripada moluska (kerang). Kerang dari perairan yang terkena
polusi minyak dapat mengandung PAH 215 ng/g.

· Ikan asap mengandung PAH lebih banyak dari pada ikan segar. Selama penyimpanan BaP dalam
produk dapat menurun karena terdegradas

1.3 Mekanisme

Senyawa PAH bersifat karsinogenik. Senyawa tersebut bisa terbentuk selama pemanggangan atau
pembakaran ikan,daging,atau makanan laindengan panas yang tinggi dan berasal dari lemak yang
menetes ke dalam api. Toksisitas PAHs sangat tergantung pada strukturnya; isomerisasi dapat
mengubahnya menjadi non toksik atau sangat toksik. Jadi, PAHs yang sangat karsinogenik bisa
berukuran kecil atau besar. PAH yang paling banyak terdapat dalam makanan adalah BaP
(benzo(a)pyrene) dan BaA (benzo(a)antracene). BaP merupakan PAH yang karsinogen pada manusia.

Dibenzo(a,h)antrasen (DBA) merupakan salah satu jenis PAH memiliki rumus kimia yang mirip dengan
benzo(a)piren (BAP) namun rumus bangun dari molekul ini berbeda. Sifat karsinogen dari DBA
dikategorikan kedua tertinggi setelah BAP. Sifat karsinogen dari molekul DBA baru terlihat setelah
terjadi metilasi oleh promotor kanker seperti tetradecanoylphorobol-asetat (TPA), sehingga seperti
chrysene molekul ini lebih sering dikategorikan sebagai inisiator terjadinya kanker. Reaksi metilasi
dari molekul DBA akan membentuk 7,12-dimetilbenz(a,h)antrasen (DMBA) yang memiliki potensi
karsinogenik lebih besar dibandingkan molekul awalnya dan bahkan lebih besar dari BAP.

Molekul BAP dan DBA dapat mengadakan ikatan kovalen dengan DNA dan setelah terikat dengan
DNA molekul ini baru bersifat karsinogen. Salah satu enzim yang diduga berperan pada tahap awal
adalah enzim P-450 yang berada di retikulum endoplasma. Enzim ini akan mengoksidasi molekul BAP
dan DBA dan membentuk molekul oksida dari BAP dan DBA yang tidak stabil dan berubah menjadi
turunan fenol, quinone, dan diol-epoksida-nya. Molekul turunan dari reaksi awal enzim P-450 ini dapat
mengadakan ikatan kovalen dengan DNA. Ikatan kovalen antara molekul ini dengan DNA akan
menyebabkan terjadinya kerusakan dan mutasi DNA. Mutasi yang umum terjadi adalah perubahan
basa Guanin (dG) menjadi Timin (dG) dan perubahan dari Adenosin (dA) menjadi Timin (dA). Mutasi ini
umum terjadi pada sel kanker. Selain itu pembentukan epoksida dapat memicu terbentuknya radikal
kation yang dapat merusak ikatan dalam DNA (Gibney,2009).

Gambar 2 Mekanisme pembentukan ikatan kovalen BAP dan DNA

Penggorengan dan pemasakan merupakan faktor penting terbentuknya PAH dalam makanan. Pada
beberapa penelitian pemanggangan dengan menggunakan oven elektrik tidak menyebabkan
terbentuknya senyawa PAH, sedangkan proses pemasakan dengan menggunakan arang menunjukkan
peningkatan PAH yang signifikan. Pemasakan dengan kontak langsung antara api dari pembakaran kayu
dengan bahan organik pada matriks pangan menimbulkan terbentuknya PAH karsinogenik yang
sangat tinggi. Selain itu,tingkat kematangan bahan yang dibakar juga mempengaruhi adana senyawa ini,
kandungan PAH pada bahan yang dibakar seperti daging dan ayam akan semakin tinggi jika semakin
matang. Selain faktor-faktor tersebut, bahan makanan lain juga bisa mengandung PAH karena cemaran
dari lingkungan yang mengandung PAH seperti pada daerah perminyakan atau karena kontaminasi
akibat pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar berkarbon seperti kayu, batubara, diesel, lemak
atau tembakau atau dari limbah-limbah industri minyak (Prangdimurti,2007).

1.4 Efek Dari PAH

Pencemaran PHA menjadi masalah yang serius setelah diketahui bahwa beberapa PHA berpotensi
untuk menimbulkan kanker. Oleh karena itu Environmental Protection Agency (EPA) menetapkan 16
jenis PHA yang berbahaya dari 100 jenis HPA yang telah diketahui. Keenambelas senyawa tersebut
adalaha senaftena, benzo(a)antrasena, benzo(a) pirena, benzo(b)fluorantena, benzo(k)fluorantena,
benzo(g,h,i) perilena, krisena, fluorantena, fluorena, indeno(1,2,3-cd)pirena, naftalena, fenantrena dan
pirena. Dari keenambelas jenis tersebut, benzo(a)pirena merupakan komponen yang paling toksik,
sehingga batas maksimumnya dalam makanan tidak boleh lebih dari 10 ppb.

Efek dari PAH lebih dikenal dari hewan percobaan, tetapi karena kesamaan sistem biologis dalam
spesies yang berbeda ,ada kemungkinan bahwa semua mamalia ,termasuk manusia akan terpengaruh
dengan cara yang sama. Kecuali jika mereka memetabolisme zat ini secara berbeda , karena secara
umum yang menimbulkan toksisitas itu adalah produk metabolik dari PAH.

· Dapat menyebabkan kanker

Senyawa PAH bersifat karsinogenik. Dibenzo(a,h)antrasen (DBA) merupakan salah satu jenis PAH
memiliki rumus kimia yang mirip dengan benzo(a)piren (BAP) namun rumus bangun dari molekul ini
berbeda. Sifat karsinogen dari DBA dikategorikan kedua tertinggi setelah BAP.Sifat karsinogen dari
molekul DBA baru terlihat setelah terjadi metilasi oleh promotor kanker seperti
tetradecanoylphorobol-asetat (TPA), sehingga seperti chrysene molekul ini lebih sering
dikategorikan sebagai inisiator terjadinya kanker. Reaksi metilasi dari molekul DBA akan
membentuk 7,12-dimetilbenz(a,h)antrasen (DMBA) yang memiliki potensi karsinogenik lebih besar
dibandingkan molekul awalnya dan bahkan lebih besar dari BAP (Gibney,2009).
· Menyebabkan mutasi gen

Molekul BAP dan DBA dapat mengadakan ikatan kovalen dengan DNA dan setelah terikat dengan
DNA molekul ini baru bersifat karsinogen. Salah satu enzim yang diduga berperan pada tahap
awal adalah enzim P-450 yang berada di retikulum endoplasma. Enzim ini akan mengoksidasi
molekul BAP dan DBA dan membentuk molekul oksida dari BAP dan DBA yang tidak stabil dan
berubah menjadi turunan fenol, quinone, dan diol-epoksida-nya. Molekul turunan dari reaksi awal
enzim P-450 ini dapat mengadakan ikatan kovalen dengan DNA. Ikatan kovalen antara molekul ini
dengan DNA akan menyebabkan terjadinya kerusakan dan mutasi DNA. Mutasi yang umum terjadi
adalah perubahan basa Guanin (dG) menjadi Timin (dG) dan perubahan dari Adenosin (dA)
menjadi Timin (dA). Mutasi ini umum terjadi pada sel kanker. Selain itu pembentukan epoksida
dapat memicu terbentuknya radikal kation yang dapat merusak ikatan dalam DNA (Gibney,2009).

· PAH mengganggu hormon reproduksi dan proses reproduksi

Saat ini data yang menunjukan efek terhadap reproduksi masih kurang dan bahkan untuk BAP data
masih bertentangan. Penelitian pada hewan menunjukkan efek pada kualitas sperma, tetapi pada
perempuan mungkin pada peningkatan risiko disfungsi reproduksi karena kehancuran oosit dan folikel
dapat terjadi sebagai akibat dari paparan. Karena testis dan ovarium mengandung sel yang berkembang
biak cepat, mereka mungkin sangat rentan terhadap kerusakan oleh PAH. BAP tentu dapat
mempengaruhi produksi telur ikan. Ditemukan pengurangan jumlah oosit primer, testosteron, serta
estrogen. Percobaan juga menunjukkan bahwa PAH tertentu dapat ditransfer ke telur dari ikan betina ,
dan dapat menyebabkan penurunan jumlah telur yang dihasilkan. Sebagian besar berkaitan dengan efek
dari BAP menunjukkan bahwa PAH memiliki potensi

untuk menginduksi perkembangan kehamilan, malformasi, kemandulan pada keturunan, perubahan


testis termasuk berkurangnya sperma , imunosupresi dan tumor . Mekanisme kerja dari PAH tidak jelas ,
tetapi jumlah PAH telah menunjukkan bertindak melawan hormon estrogen pada wanita dan
menunjukkan anti- estrogenefek in vitro dan in vivo.

· PAH mempengaruhi Imunokompetensi

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui hubungan antara polutan dengan kerentanan
penyakit. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa PAH dapat mempengaruhi immuno-
kompetensi satwa liar dan manusia. Pada dosis tinggi BAP telah terbukti nyata menghambat sistem
kekebalan tubuh. Selain itu, para ilmuwan telah menunjukkan penekanan reaksi kekebalan pada ikan
yang diambil dari lingkungan yang sangat terkontaminasi dengan PAH.

Anda mungkin juga menyukai