Anda di halaman 1dari 2

Bandara Ngurah Rai aman meski

semalam Gunung Agung meletus


Selasa, 2 Januari 2018 09:42 WIB

Bandara Ngurah Rai aman meski


semalam Gunung Agung meletus.
Wisatawan beraktivitas di Pura Besakih
yang berlatar belakang Gunung Agung
meletus di Karangasem, Bali, Selasa
(28/11/2017). Kawasan Pura Besakih
termasuk dalam zona awas Gunung Agung yaitu sekitar 9 km dari kawah, namun masih ada sejumlah
wisatawan nekat ke obyek wisata tersebut.
Pengelola Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai menyatakan operasional penerbangan
berlangsung aman dan lancar setelah Gunung Agung mengalami gempa letusan dengan menyemburkan
abu setinggi sekitar 1.500 meter dari puncak kawah pada Senin (1/1) malam.
Kepala Komunikasi Bandara
Internasional I Gusti Ngurah Rai Arie
Ahsanurrohim di Denpasar, Selasa
menjelaskan tidak ada penerbangan yang
terganggu dan tidak ada maskapai yang
membatalkan penerbangan. Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) Wilayah III Denpasar
menyebutkan satelit cuaca Himawari
mendeteksi pergerakan debu gunung mengarah ke barat daya Senin malam tadi.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyebutkan terjadi hujan abu intensitas tipis di Desa Badeg,
Yeha, Temukus, Besakih dan Muncan. Selain itu juga di Desa Angantaka Kabupaten Badung dan
Peguyangan di Denpasar Utara.
Hujan abu tipis hingga di luar Karangasem kni terbawa angin yang bertiup ke arah barat daya dan
barat. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyebutkan hujan abu juga terjadi di
Pos Pengamatan Gunung Agung di Desa Rendang, Karangasem, berjarak sekitar 12 kilometer jika ditarik
garis lurus dari kaki gunung.
Pada pengamatan setiap enam jam mulai 18.00-24.00 WITA Senin malam lalu, PVMBG merekam
gempa letusan sebanyak satu kali dengan amplitudo 25 mm berdurasi sekitar empat menit pukul 22.02
WITA. PVMBG mencatat adanya hembusan sebanyak empat kali, vulkanik dangkal dan vulkanik dalam
dengan arah angin yang tertiup lemah arah barat daya dan barat. Sementara itu pada pengamatan pukul
00.00 hingga 06.00 WITA hari ini PVMBG merekam asap kawah tidak teramati dan angin bertiup lemah
ke arah barat daya dan barat, selain mencatat hembusan sebanyak empat kali dan vulkanik dalam tiga kali.
27 Agustus 1883:
Krakatau Meledak Dahsyat, Bulan menjadi Biru
27 Agu 2017, 10:35 WIB
Hari ini, 134 tahun lalu, Selat Sunda bak
neraka. Gunung Krakatau yang tidur panjang selama
200 tahun menggeliat. Ia tak sekadar meletus,
melainkan meledakkan diri hingga hancur
berkeping-keping.
Puncaknya terjadi Senin, 27 Agustus 1883,
tepat pukul 10.20, Krakatau meletus dahsyat.
Kekuatannya setara 150 megaton TNT, lebih 10.000
kali kekuatan bom atom yang meluluhlantakkan
Hiroshima dan Nagasaki di Jepang. Melenyapkan pulau dan memicu dua tsunami, dengan tinggi 40 meter,
menewaskan lebih dari 35 ribu orang. Itu versi resmi.
Sejumlah laporan menyebut, korban mencapai 120 ribu. Kerangka-kerangka manusia ditemukan
mengambang di Samudera Hindia hingga pantai timur Afrika sampai satu tahun setelah letusan. Suara
ledakan dan gemuruh letusan Krakatau terdengar sampai radius lebih dari 4.600 km hingga terdengar
sepanjang Samudera Hindia, dari Pulau Rodriguez dan Sri Lanka di barat, hingga ke Australia di timur.
Letusan tersebut masih tercatat sebagai suara letusan paling keras yang pernah terdengar di muka
bumi. Siapapun yang berada dalam radius 10 kilometer niscaya menjadi tuli. The Guiness Book of
Records mencatat bunyi ledakan Krakatau sebagai bunyi paling hebat yang terekam dalam sejarah.
“Akibatnya tak hanya melenyapkan
sebuah pulau beserta orang-orangnya,
melainkan membuat mandeg perekonomian
kolonial yang berusia berabad-abad,"
demikian ungkap Simon Winchester, penulis
buku Krakatoa: The Day the World
Exploded, August 27, 1883.
Letusan Krakatau juga menciptakan
fenomena angkasa. Lewat abu vulkaniknya.
Abu yang muncrat ke angkasa, membuat Bulan berwarna biru. Pasca letusan tersebut, Krakatau hancur
sama sekali. Mulai pada 1927 atau kurang lebih 40 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, muncul
gunung api yang dikenal sebagai Anak Krakatau. Ia sangat aktif dan terus bertumbuh. Akankah ia akan
meletus seperti induknya? Tak ada yang tahu.
Anak Krakatau adalah satu dari 100 gunung berapi yang terus dipantau NASA melalui satelit
Earth Observing-1 atau EO-1. Ada dua alasan yang membuat NASA terus mengamati Anak Krakatau.
Selain karena terus-menerus bererupsi, ini juga dilatarbelakangi faktor historis.

Anda mungkin juga menyukai