Anda di halaman 1dari 17

TUGAS UJIAN FORENSIK

Disusun oleh:

Kelompok 5

Eva Meltyza 12100115127

Program Pendidikan Profesi Dokter


SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman
RS Bhayangkara Sartika Asih
2017
1. Tatalaksana Pembuatan Visum Et Repertum

a. Definisi

Visum et repertum adalah laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter
berdasarkan sumpah/janji yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter,
memuat berita tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti
berupa tubuh manusia/benda yang berasal dari tubuh manusia yang diperiksa sesuai
pengetahuan dengan sebaik-baiknya atas permintaan penyidik untuk kepentingan
peradilan. (Amir, 1995)
Visum et repertum merupakan pengganti barang bukti,Oleh karena barang
bukti tersebut berhubungan dengan tubuh manusia (luka, mayat atau bagian tubuh).
KUHAP tidak mencantum kata visum et repertum. Namun visum et repertum adalah
alat bukti yang sah. Bantuan dokter pada penyidik : Pemeriksaan Tempat Kejadian
Perkara (TKP), pemeriksaan korban hidup, pemeriksaan korban mati. Penggalian
mayat, menentukan umur seorang korban / terdakwa, pemeriksaan jiwa seorang
terdakwa, pemeriksaan barang bukti lain (trace evidence). (Idries, 1997)
Yang berhak meminta visum et repertum adalah :
1. Penyidik
2. Hakim pidana
3. Hakim perdata
4. Hakim agama
Yang berhak membuat visum et repertum.(KUHAP Pasal 133 ayat 1) :
1. Ahli kedokteran kehakiman
2. Dokter atau ahli lainnya.
b. Prosedur Permintaan Visum Et Repertum

Tata cara permintaan visum et repertum sesuai peraturan perundang undang


adalah diminta oleh penyidik, permintaan tertulis, dijelaskan pemeriksaan untuk apa,
diantar langsung oleh penyidik, mayat dibuat label, tidak dibenarkan visum et
repertum diminta tanggal yang lalu. (Idries, 1997)
Seperti yang telah di cantumkan dalam pasal 133 KUHP ayat 1 Dalam hal
penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana,
ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya. Ayat 2 Permintaan keterangan ahli sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan
dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat. Ayat 3 Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan
terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilakukan
dengan diberi cap jabatan yang diletakkan pada ibu jari atau bagian lain badan mayat.
(Idries, 1997)

c. Bentuk dan Isi Visum Et Repertum

Bentuk dan isi visum et repertum ( Idries, 1997)


1. Pro justisia, pada bagian atas, untuk memenuhi persyaratan yuridis,
pengganti materai.
2. Visum et repertum, menyatakan jenis dari barang bukti atau pengganti
barang bukti
3. Pendahuluan, memuat identitas dokter pemeriksa pembuat visum et
repertum, identitas peminta visum et repertum, saat dan tempat
dilakukanya pemeriksaan dan identitas barang bukti (manusia), sesuai
dengan identitas yang tertera di dalam surat permintaan visum et repertum
dari pihak penyidik dan lebel atau segel
4. Pemberitaan atau hasil pemeriksaan, memuat segala sesuatu yang di lihat
dan ditemukan pada barang bukti yang di periksa oleh dokter, dengan
atau tanpa pemeriksaan lanjutan (pemeriksaan laboratorium), yakni bila
dianggap perlu, sesuai dengan kasus dan ada tidaknya indikasi untuk itu
5. Kesimpulan, memuat inti sari dari bagian pemberitaan atau hasil
pemeriksaan, yang disertai dengan pendapat dokter yang bersangkutan
sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya
6. Penutup, yang memuat pernyataan bahwasanya visum et repertum
tersebut dibuat atas sumpah dokter dan menurut pengetahuan yang
sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya

d. Peranan dan Fungsi Visum Et Repertum

Peranan dan fungsi visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah
sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam
proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia,
dimana visum et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan
medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap
sebagai pengganti barang bukti. Visum et repertum juga memuat keterangan atau
pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam
bagian kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah
menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum
et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan
para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana
yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.( Afif, 2010)
Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di
sidang pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya
bahan baru, seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan
dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul
keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu
hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan pasal 180 KUHP.( Afif, 2010)
Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk
mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk
menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi hakim sebagai alat bukti
formal untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari tuntutan hukum.
Untuk itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional Prosedur (SPO) pada
suatu Rumah Sakit tentang tata laksana pengadaan visum et repertum.( Histar
Situmorang, 2007)

e. Manfaat Visum Et Repertum

Manfaat dari visum et repertum ini adalah untuk menjernihkan suatu perkara
pidana, bagi proses penyidikan dapat bermanfaat untuk pengungkapan kasus
kejahatan yang terhambat dan belum mungkin diselesaikan secara tuntas.
(Soeparmono, 2002)
Visum et repertum juga berguna untuk membantu pihak tersangka atau
terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi ahli dan atau seseorang
yang memiliki keahlian khusus untuk memberikan keterangn yang meringankan atau
menguatkan bagi dirinya yaitu saksi ahli. (Soeparmono, 2002)
Visum et repertum ini juga dapat bermanfaat sebagai petunjuk, dimana
petunjuk itu adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaianya,
baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri,
menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. (Hamzah,
1996)
f. Jenis-jenis Visum Et Repertum

Jenis visum et repertum pada orang hidup terdiri dari (Idries, 2009)
1. Visum seketika adalah visum yang dibuat seketika oleh karena korban tidak
memerlukan tindakan khusus atau perawatan dengan perkataan lain korban
mengalami luka - luka ringan
2. Visum sementara adalah visum yang dibuat untuk sementara berhubung
korban memerlukan tindakan khusus atau perawatan. Dalam hal ini dokter
membuat visum tentang apa yang dijumpai pada waktu itu agar penyidik
dapat melakukan penyidikan walaupun visum akhir menyusul kemudian
3. Visum lanjutan adalah visum yang dibuat setelah berakhir masa perawatan
dari korban oleh dokter yang merawatnya yang sebelumnya telah dibuat
visum sementara untuk awal penyidikan. Visum tersebut dapat lebih dari satu
visum tergantung dari dokter atau rumah sakit yang merawat korban.

Seperti yang telah kita ketahui permintaan visum et repertum orang hidup
lebih banyak dari pada permintaan pada mayat, karena mayat masih banyak
diperdebatkan oleh karena pihak keluarga yang tidaka mengizinkan (Amir, 2005)

Visum et repertum orang hidup dapat terdiri dari luka (Abdussalam, 2006)
1. Luka yang paling banyak terjadi adalah luka mekanis, biasanya luka ini bisa
Karena
a. Luka benda tumpul
b. Luka benda tajam
c. Luka tembakan senjata api
2. Kemudian luka akibat kekerasan fisis diantaranya adalah
a. Luka akibat suhu tinggi atau luka bakar
b. Luka akibat listrik.
3. Luka akibat zat kimia terdiri dari
a. Luka akibat asam kuat
b. Akibat basa kuat
Semua luka yang tertera diatas dapat diperiksa sesuai lokalisasi, ukuran, jenis
kekerasan yang menjadi penyebab luka. Sehingga dapat digunakan untuk pembuktian
pada suatu kasus.

Jenis visum et repertum pada orang mati atau mayat


1. Pemeriksaan luar adalah dapat diminta oleh penyidik tanpa pemeriksaan
dalam atau otopsi berdasarkan KUHP pasal 133.
2. Pemeriksaan luar dan dalam adalah jenazah : sesuai dengan KUHAP pasal
134 ayat 1 Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian
bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan
terlebih dahulu kepada keluarga korban. Ayat 2 Dalam hal keluarga korban
keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang
maksud dan tujuan dilakukan pembedahan tersebut. Ayat 3 Apabila dalam
waktu 2 hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga pihak yang perlu
diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud Pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

2. Peran dan Fungsi traumatology dalam bidang forensik


Dengan melakukan pemeriksaan yang teliti, akan dapat ditentukan :
- Luka terjadi antemortem atau postmortem.
- Umur luka.
- Cara melakukan kekerasan

A. Luka Antemortem dan Postmortem


Jika pada tubuh jenazah ditemukan luka maka pertanyaannya ialah luka itu terjadi
sebelum atau sesudah mati. Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dicari ada tidaknya
tanda-tanda intravital. Jika ditemukan berarti luka terjadi sebelum mati dan demikian pula
sebaliknya.
Tanda intravital itu sendiri pada hakekatnya merupakan tanda yang menunjukan bahwa :
- Jaringan setempat masih hidup ketika terjadi trauma.
- Organ dalam masih berfungsi ketika terjadi trauma.

1. Jaringan setempat masih hidup ketika terjadi trauma.

Tanda-tanda bahwa jaringan yang terkena trauma masih dalam keadaan hidup ketika
terjadi trauma antara lain :
a. Retraksi jaringan
Terjadi karena serabut-serabut elastis dibawah kulit terpotong dan kemudian mengkerut
sambil menarik kulit diatasnya. Jika arah luka memotong serabut secara tegak lurus
maka bentuk luka akan menganga, tetapi jika arah luka sejajar dengan serabut
elastis maka bentuk luka tak begitu menganga.
b. Reaksi vaskuler
Bentuk reaksi vaskuler tergantung dari jenis trauma, yaitu :
Pada trauma suhu panas, bentuk reaksi intravitalnya berupa :
- Eritema (kulit berwarna kemerahan)
- Vesikel atau bulla
Pada trauma benda keras dan tumpul, bentuk intravital berupa :
- Kontusi atau memar

c. Reaksi mikroorganisme (infeksi).


Jika tubuh dari orang yang masih hidup mendapat trauma dan meninggalkan luka
terbuka maka kuman-kuman akan masuk serta menimbulkan infeksi yang ciri-
cirinya sebagai berikut :
- Warna kemerahan.
- Terlihat bengkak.
- Terdapat pus.
- Bila sudah lama telihat adanya jaringan granulasi.
d. Reaksi biokimiawi.
Jika jaringan yang masih hidup mendapat trauma maka pada daerah tersebut akan
terjadi aktivitas biokimiawi berupa :
- Kenaikan kadar serotonin(kadar maksimal terjadi 10 menit sesudah trauma).
- Kanaikan kadar histamine (kadar maksimal terjadi 20-30 menit sesudah
trauma).
- Kanaikan kadar enzim (ATP, aminopeptidase, acid-phosphatase) yang terjadi
beberapa jam sesudah trauma sebagai akibat dari mekanisme pertahanan
jaringan.

2. Organ dalam masih berfungsi saat terjadi trauma.


Jika organ dalam (jantung atau paru-paru) masih dalam keadaan berfungsi ketika
terjadi trauma maka tanda-tandanya antara lain :
a. Perdarahan hebat (profuse bleeding)
Trauma yang terjadi pada orang hidup akan menimbulkan perdarahan yang
banyak sebab jantung masih bekerja sehingga terus-menerus memompa darah
keluar lewat luka. Berbeda sekali dengan trauma yang terjadi sesudah mati sebab
keluarnya darah disini secara pasif karena pengaruh gravitasi sehingga jumlahnya
tidak banyak.
Perdarahan pada luka intravital dibagi menjadi 2 yaitu perdarahan internal
dan eksternal. Perdarahan internal mudah dibuktikan karena darah tertampung
dirongga badan (rongga perut, rongga dada, rongga panggul, rongga kepala, dan
kantong perikardium) sehingga dapat diukur pada waktu otopsi. Sedangkan
perdarahan eksternal (darah tumpah ditempat kejadian) hanya dapat disimpulkan
jika pada waktu otopsi ditemukan tanda-tanda anemis (muka dan organ-organ
dalam pucat) disertai tanda-tanda limpa melisut, jantung dan nadi utama tidak berisi
darah.

b. Emboli udara
Terdiri atas emboli udara venosa (pulmoner) dan emboli udara arterial
(sistemik). Emboli udara venosa terjadi jika lumen dari vena yang terpotong tidak
mengalami kolap karena terfiksir dengan baik seperti misalnya vena jugularis
eksterna atau subclavia. Udara akan masuk ketika tekanan dijantung kanan negatif.
Gelembung udara yang terkumpul di jantung kanan dapat terus menuju kedaerah
paru-paru sehingga dapat mengganggu fungsinya.
Emboli arterial dapat terjadi sebagai kelanjutan dari emboli udara venosa
pada penderita foramen ovale persisten atau sebagai akibat dari tindakan
pneumotorak artefisial atau karena luka-luka yang menembus paru-paru. Kematian
dapat terjadi akibat gelembung udara masuk pembuluh darah koroner atau otak.

c. Emboli lemak
Emboli lemak dapat terjadi pada trauma tumpul yang mengenai jaringan
berlemak atau trauma yang mengakibatkan patah tulang panjang. Akibatnya,
jaringan lemak akan mengalami pencairan dan kemudian masuk kedalam pembuluh
darah vena yang pecah menuju atrium kanan, ventrikel kanan dan dapat terus
menuju daerah paru-paru.

d. Pneumotorak
Jika dinding dada menderita luka tembus atau paru-paru menderita luka,
sementara paru-paru itu sendiri tetap berfungsi maka luka tersebut dapat berfungsi
sebagai ventil. Akibatnya, udara luar atau udara paru-paru akan masuk ke rongga
pleura setiap inspirasi.
Semakin lama udara yang masuk kerongga pleura, semakin banyak yang
pada akhirnya akan menghalangi pengembangan paru-paru sehingga pada akhirnya
paru-paru menjadi kolap.
e. Emfisema kulit (krepitasi kulit)
Jika trauma pada dada mengakibatkan tulang iga patah dan menusuk paru-
paru maka pada setiap ekspirasi udara paru-paru dapat masuk ke jaringan ikat
dibawah kulit.
Pada palpasi akan terasa ada krepitasi disekitar daerah trauma. Keadaan
seperti ini tidak mungkin terjadi jika trauma terjadi sesudah orang meninggal dunia.
Jika trauma terjadi sesudah orang meninggal dunia maka kelainan-kelainan tersebut
diatas tidak mungkin terjadi mengingat pada saat itu jantung dan paru-parunya
sudah berhenti bekerja.
B. Umur Luka
Untuk mengetahui kapan terjadinya kekerasan, perlu diketahui umur luka. Hanya saja,
tidak ada satupun metode yang dapat digunakan untuk menilai dengan tepat kapan suatu
kekerasan (baik pada korban hidup ataupun mati) dilakukan mengingat adanya faktor
individual, penyulit (misalnya infeksi, kelainan darah atau penyakit defisiensi) serta faktor
kualitas dari kekerasan itu sendiri.
Kendati demikian ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk memperkirakannya, yaitu
dengan melakukan :
- Pemeriksaan makroskopik.
- Pemeriksaan mikroskopik (histologik).
- Pemeriksaan histokemik (histochemical examination).
- Pemeriksaan biokemik (biochemical examination).

1. Pemeriksaan makroskopik.
Pemeriksaan dengan mata telanjang atas luka dapat memperkirakan berapa umur luka
tersebut. Pada korban hidup, perkiraan dihitung dari saat trauma sampai saat diperiksa dan
pada korban mati, mulai dari saat trauma sampai saat kematiannya.
Pada kekerasan dengan benda tumpul, umur luka dapat diperkirakan dengan mengamati
perubahan-perubahan yang terjadi. Mula-mula pada daerah yang mengalami trauma akan
terlihat pembengkakan akibat ekstravasasi dan inflamasi, berwarna merah kebiruan. Sesudah
4 samapai 5 hari warna tersebut berubah menjadi kuning kehijauan dan sesudah lebih dari
seminggu menjadi kekuningan.
Pada luka robek atau terbuka juga dapat diperkirakan umurnya dengan mengamati
perubahan–perubahannya. Dalam selang waktu 12jam sesudah trauma akan terjadi
pembengkakan pada tepi luka, selanjutnya kondisi luka akan di dominasi oleh tanda-tanda
inflamasi dan kemudian di susul tanda-tanda penyembuhan.
2. Pemeriksaan mikroskopik.
Mengingat hasil pemeriksaan makroskopik sangat variatif dan jauh dari ketetapan maka
perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik pada korban mati. Selain berguna bagi penentuan
intravitalisasi luka, pemeriksaan mikroskopik juga dapat menentukan umur luka secara lebih
teliti. Caranya ialah dengan mengamati perubahan-perubahan histologiknya.
Menurut Walcher, Robertson dan Hodge, infiltrasi perivaskuler dari leukosit
polimorfonukler dapat dilihat dengan jelas pada kasus-kasus dengan periode survival sekitar
4 jam atau lebih. Dilatasi kapiler dan marginasi sel leukosit mungkin dapat dilihat lebih dini
lagi, bahkan dalam beberapa menit sesudah trauma. Leukosit yang mula-mula masuk
kejaringan adalah jenis polimorfonuklear. Pada stadium berikutnya akan tampak monosit,
namun leukosit jenis ini jarang ditemukan pada eksudat kurang dari 12 jam sesudah trauma.
Pada trauma dengan inflamasi aseptik, proses eksudasi akan mencapai puncaknya dalam
waktu 48 jam.
Epitelisasi baru terjadi pada hari ketiga, sedangkan sel-sel fibroblast mulai menunjukan
perubahan reaktif ( dalam bentuk proliferasi ) sekitar 15 jam sesudah trauma. Tingkat
proliferasi tersebut serta proses pembentukan kapiler-kapiler baru sangat variatif, tetapi
biasanya jaringan granulasi lengkap dengan vaskularisasinya akan terbentuk paling tidak
sesudah 3 hari.serabut-serabut kolagen yang baru juga mulai tebentuk 4 atau 5 hari sesudah
trauma.
Pada luka-luka kecil, kemungkinan jaringan perut tampak pada akhir minggu pertama.
Biasanya sekitar 12 hari sesudah trauma, aktifitas sl-sel epitel dan jaringan dibawah nya
mengalami tahapan regresi. Akibatnya jaringan epitel akan mengalami atrofi, vaakularisasi
jaringan di bawahnya juga berkurang diganti serabut-serabut kolagen,sampai beberapa
minggu sesudah penyembuhannya, serabut-serabut elastis masih tampak lebih banyak dari
jaringan yang tak terkena trauma. Perubahan-perubahan histologik dari luka ini sangat
dipengaruhi oleh ada tidaknya infeksi dan perlu diketahui bahwa infeksi akan
memperlambat proses penyembuhan luka.
3. Pemeriksaan Histokemik
Perubahan-perubahan morfologik dari jaringan hidup yang mendapat trauma
merupakan akibat dari fenomena fungsional yang sering sejalan dengan aktifitas enzim,
yaitu protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi biologik. Oleh sebab itu di
temukannya enzim yang bertanggung jawab terhadap perubahan tersebut dapat
membuktikan lebih dini tentang adanya trauma sebelum perubahan morfologiknya dapat
dilihat.
Pemeriksaan histokemik ini didasarkan pada reaksi yang dapat dilihat dengan
pemeriksaan mikroskopik dengan menambahkan zat-zat tertentu. Mula-mula luka atau
bagian dari luka dipotong dengan mengikutsertakan jaringan disekitarnya, kira-kira setengah
inci. Separo dari potongan itu difiksasi dengan menggunakan formalin 10% didalam
refrigerator dengan suhu 4 derajat celcius sepanjang malam untuk membuktikan adanya
aktifitas esterase dan fosfatase. Separonya lagi dibekukan dengan isopentane dengan
menggunakan es kering (dry ice) guna mendeteksi adanya adenosine triphosphatase dan
aminopeptidase.
Peningkatan aktifitas adenosine triphosphatase dan esterase dapat dilihat lebih dini,
yaitu setengah jam setelah trauma. Peningkatan aktifitas aminopeptidase dapat dilihat
sesudah 2 jam, sedangkan peningkatan acid phosphatase dan alkali phosphatase sesudah 4
jam.
4. Pemeriksaan Biokemik.
Meskipun pemeriksaan histokemik lebih banyak menolong, tetapi reaksi trauma yang
dapat ditunjukkannya masih memerlukan waktu yang relatif panjang yaitu beberapa jam
sesudah trauma. Padahal yang sering terjadi korban mati beberapa saat sesudah trauma
sehingga belum dapat dilihat reaksinya dengan metode tersebut. Oleh sebab itu perlu
dilakukan pemeriksaan biokemik.
Perlu diketahui bahwa histamine dan serotonin merupakan zat vasoaktif yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya inflamasi akut, terutama pada stadium yang paling
awal dari trauma. Penerapannya bagi kepentingan forensik telah dipublikasikan untuk yang
pertama kali pada tahun 1965 oleh Vazekas dan Viragos-Kis. Mereka melaporkan adanya
kenaikan histamine bebas pada jejas jerat antemortem pada kasus menggantung. Oleh
peneliti lain dibuktikan bahwa kenaikan histamin terjadi 20-30 menit sesudah trauma
sedangkan serotonin naik setelah 10 menit.

C. Cara Melakukan Kekerasan


Dengan melihat bentuk serta ciri-ciri luka, dapat juga diketahui cara benda penyebabnya
digunakan. Sudah barang tentu tergantung dari jenis benda penyebab luka tersebut.
Untuk senjata tajam, cara senjata itu digunakan dapat dibedakan, yaitu:
 Diiriskan
 Ditusukkan
 Dibacokkan

Untuk senjata api, cara senjata itu ditembakkan juga dapat ditentukan, yaitu:
 Secara tegak lurus atau miring
 Dengan jarak tembak tempel, dekat, sedang atau jauh
1. DIIRISKAN
Diiriskan artinya bahwa mata tajam dari senjata tersebut ditekankan lebih dahulu ke suatu
bagian dari tubuh kemudian digeser ke arah yang sesuai dengan arah senjata. Luka yang
ditimbulkannya merupakan luka iris (incised wound) yang ciri-cirinya:
 Sesuai ciri-ciri umum luka akibat senjata tajam
 Panjang luka lebih besar dari dalamnya luka

2. DITUSUKKAN
Ditusukkan artinya bagian ujung dari senjata tajam ditembakkan pada suatu bagian dari tubuh
dengan arah tegak lurus atau miring dan kemudian ditekan ke dalam tubuh sesuai arah tadi.
Luka yang ditimbulkan merupakan luka tusuk (stab wound) yang ciri-cirinya:
 Sesuai ciri-ciri umum luka akibat senjata tajam
 Dalam luka lebih besar dari panjangnya luka

3. DIBACOKKAN
Dibacokkan artinya bahwa senjata tajam yang ukurannya relatif besar dan diayunkan dengan
tenaga yang kuat sehingga mata tajam dari senjata tersebut mengenai suatu bagian dari
tubuh. Tulang-tulang dibawahnya biasanya berfungsi sebagai bantalan sehingga ikut
menderita luka. Luka yang ditimbulkannya merupakan luka bacok (chop wound) yang ciri-
cirinya:
 Sesuai ciri-ciri umum luka akibat senjata tajam
 Ukuran luka besar dan menganga
 Panjang luka kurang lebih sama dengan dalam luka
 Biasanya tulang-tulang dibawahnya ikut menderita luka

Jika senjata yang digunakan tidak begitu tajam maka disekitar garis batas luka terdapat
memar.

4. DITEMBAKKAN
Jika ditembakkan tegak lurus ke arah permukaan tubuh, maka ciri-cirinya:
 Letak lubang luka terhadap cincin lecet konsentris

Jika ditembakkan secara miring ke arah permukaan tubuh maka ciri-cirinya:


 Letak lubang luka terhadap cincin lecet episentris

Jika ditembakkan dengan jarak kontak maka luka yang terjadi mempunyai ciri-ciri:
 Bentuknya seperti bintang (cruciform)
 Terlihat memar berbentuk sirkuler akibat hentakan balik dari moncong senjata

Jika ditembakkan dengan jarak dekat (1 inci – 2 kaki) maka ciri-ciri dari luka yang terjadi
adalah:
 Berupa lubang berbentuk bulat yang dikelilingi cincin lecet
 Terdapat produk dari mesiu (tatto, sisa-sisa mesiu atau jelaga)

Jika ditembakkan dengan jarak jauh (lebih dari 2 kaki) maka ciri-ciri dari luka yang terjadi
adalah:
 Berupa lubang berbentuk bulat yang dikelilingi cincin lecet
 Tidak ditemukan produk mesiu

3. Tatalaksana Kematian DOA

Kasus tiba mati adalah suatu keadaan dimana penderita yang datang di IGD sudah dalam keadaan
meninggal
Kebijakan Pemeriksaan fisik terhadap pasien DOA tetap harus dilakukan dan
didokumentasikan pada status rawat jalan
Prosedur
 Identifikasi jenazah dan catat peristiwa kematian di kartu status pasien.
 Dokter jaga IGD memeriksa kondisi jenazah untuk memperkirakan
sebab kematian
 Bila diduga mati wajar, jenazah dirawat sesuai prosedur, Surat kematian
dapat diperoleh di bagian Rekam Medik Puskesmas Jatirejo pada jam
kerja
 Bila diduga mati tidak wajar, maka petugas :
Ø Lapor polisi sesuai TKP
Ø Melakukan pemeriksaan pada jenazah sesuai dengan prosedur pembuatan
Visum et Repertum.
Ø Apabila dipandang perlu diadakan Otopsi, maka jenazah di kirim ke RSUD
5. Bila keluarga/pengantar jenazah menolak untuk dilakukan pemeriksaan
dalam pada jenazah, maka keluarga/pengantar menandatangani surat pulang
paksa dan tidak diberikan surat kematian

4. Tatalaksana Pembuatan Visum Kejahatan Seksual

 PROSEDUR MEDIKOLEGAL

 ANAMNESIS

 PEMERIKSAAN STATUS GENERALIS


 PEMERIKSAAN STATUS GENITAL

 LABORATORIUM

Yang perlu diperhatikan sebelum pemeriksaan :

- ijin tertulis untuk pemeriksaan

- sebaiknya polisi & dokter memeriksa dalam waktu yang bersamaan

- dokter didampingi perawat perempuan / bidan

- dokter menjelaskan apa yang akan dilakukan dan manfaat pemeriksaan

Dua aspek yang perlu diperhatikan :

- Bukti-bukti persetubuhan :

- robekan selaput dara

- cairan mani dan atau sel mani

- Tanda-tanda kekerasan :

- riwayat kehilangan kesadaran dengan obat2an

- luka-luka pada bagian tubuh yang lain

Anamnesis

- Identitas pasien :

- umur (tempat dan tanggal lahir)

- Pertumbuhan gigi geligi

- Perkembangan sex sekunder

- Alamat

- Riwayat menstruasi :

- menars,

- haid terakhir

- siklus haid

- Status perkawinan

- Aktifitas seksual, kapan persetubuhan terakhir.

- Mengenai kejadian :

- waktu
- kekerasan sebelum kejadian

- rincian kejadian

- terjadi atau tidak penetrasi

- pelaku mengalami ejakulasi diluar atau didalam

Pemeriksaan fisik

Status generalis

- Keadaan umum : kesadaran, penampilan secara keseluruhan, keadaan emosional (tenang, sedih
/ gelisah)

- Tanda vital

- Periksa gigi-geligi (pertumbuhan gigi ke 7 & 8)

- periksa lecet, bintik perdarahan /memar pada palatum, lakukan swab pada laring dan tonsil

- Perkembangan seks sekunder (pertumbuhan mammae, rambut axilla dan rambut pubis)

- Jika pada baju ada bercak mani (kaku), bila mungkin pakaian diminta, masukkan dalam amplop

- Periksa luka-luka seluruh tubuh

Status ginekologi

- Posisi litotomi

- Periksa luka-luka sekitar vulva, perineum dan paha

- Jika ada bercak, kerok dengan skalpel dan masukkan dalam amplop

- Rambut pubis disisir, rambut yang lepas dimasukkan dalam amplop

- Jika ada rambut pubis yang menggumpal, gunting dan masukkan dalam amplop

- cabut 3-10 lembar rambut dan masukkan dalam amplop lain

- Periksa selaput dara, besarnya orifisium

- Swab daerah vestibulum, buat sediaan hapus

- Jika memungkinkan swab forniks posterior, buat sediaan hapus

- Vagina dan besar uterus

- Pada persetubuhan dubur, periksa colok dubur dan lakukan swab, bila perlu proktoskopi

- Kuku jari tangan dipotong, masukkan dalam amplop yang berbeda kanan dan kiri
- Tanda kehilangan kesadaran (pemberian obat tidur / bius) needle marks indikasi pemeriksaan
darah dan urin

Laboratorium

- Cairan / sekret vagina

 Ambil cairan dari forniks posterior

 Atau swab vagina dengan kapas lidi

 Buat sediaan hapus, untuk pemeriksaan sperma & GO

- Pemeriksaan darah & urin (bila dicurigai pemberian obat-obatan)

- Tes kehamilan (bila dicurigai)

Pemeriksaan pria tersangka

- Pemeriksaan golongan darah

- Menentukan adanya sel epitel vagina pada glans penis, menggunakan larutan lugol

- Pemeriksaan sekret uretra

5. Teknik Penulisan Luka Pada Visum

a. Regio

Deskripsi luka sebaiknya diawali dengan menentukan region luka terlebih dahulu, contoh:
region lengan kanan atas bagian dalam

b. Ordinat

Lokasi luka harus dijelaskan secara detail dengan menggunakan ordinat berdasarkan pada
titik-titik tertentu ataupun garis sumbu tubuh

c. Luka

Luka yang terdapat pada korban harus dijelaskan dari jenis luka, bersudut tumpul atau
tajam, dasar luka dan warna luka

d. Ukuran

Ukuran luka harus diukur sesuai dengan jenis luka, termasuk panjang, lebar dan tinggi luka

Anda mungkin juga menyukai