Anda di halaman 1dari 16

ISSN 1411 - 0393

PENERAPAN PSAK NO.52 DALAM


PERUBAHAN MATA UANG PENCATATAN
DAN PELAPORAN1
Akhmad Riduwan*)

ABSTRACT
As from January 1, 2000, business companies in Indonesia are permitted to issue
financial statement in currencies other than Rupiah asa long as the currency involved is
a functional currency. Financial currency is essential currency in economic substantial,
thai is dominant currency in the company’s operation. If the reporting currency uses
functional currency, the recording currency also use the same functional currency.
Consequently, the transactions which is stated ini other functional currency, Rupiah for
example) should first be calculated in the functional curreny as a new recording
currency. The procedure of converting recording and reporting is provided in the
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.52.

Key-words : PSAK No.52, recording currencreporting currency, functional currency.

1. PENDAHULUAN

Mata uang yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan -- selanjutnya disebut
mata uang pelaporan -- bagi perusahaan di Indonesia adalah Rupiah, dan karenanya,
mata uang yang digunakan dalam pencatatan transaksi -- selanjutnya disebut mata uang
pencatatan -- juga harus Rupiah. Dengan kata lain, mata uang pencatatan harus sama
dengan mata uang pelaporan. De-ngan demikian, apabila perusahaan melakukan transaksi
dalam mata uang asing, maka nilai tran-saksi tersebut harus dijabarkan (translate)
terlebih dahulu ke dalam Rupiah. Akuntansi transaksi dalam mata uang asing ini,
termasuk perlakuan akuntansi atas selisih kurs, diatur dalam PSAK No.10.

1
Tulisan ini pernah dipresentasikan dalam Kuliah Umum Akuntansi Keuangan yang diselenggara-
kan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi STIESIA Surabaya pada tanggal 11 Desember
1999.
*) Drs. Akhmad Riduwan, Ak., adalah dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya.


Perubahan Mata Uang Pencatatan dan Pelaporan (Akhmad Riduwan) 13
Di samping melakukan transaksi dalam mata uang asing, suatu perusahaan mungkin
pula menjalankan aktivitas usaha di luar negeri (foreign operation) -- berupa kantor ca-
bang atau anak perusahaan -- yang laporan keuangannya disajikan dalam satuan mata
uang asing (mata uang negara setempat). Karena laporan keuangan cabang atau anak
perusa-haan harus digabungkan atau dikonsolidasikan dengan laporan keuangan induk
perusaha-an, maka laporan keuangan ter-sebut harus dijabarkan (translate) terlebih
dahulu ke dalam Rupiah. Metode penjabaran pos-pos laporan keuangan dalam mata uang
asing, termasuk perlakuan atas selisih penjabaran, diatur da-lam PSAK No.11.
Dalam situasi di mana nilai tukar Rupiah terhadap suatu mata uang asing terus ber-
fluktuasi tidak menentu, penggunaan Rupiah sebagai mata uang pelaporan oleh perusaha-
an yang dalam kesehariannya banyak melakukan transaksi dalam mata uang asing,
ternya-ta telah menimbulkan persoalan tersendiri dalam penyajian laporan keuangan.
Laporan keuangan yang dimaksudkan untuk memberikan informasi finansial tentang
kinerja, posisi keuangan dan arus kas perusahaan, menjadi kehilangan makna dan
tujuannya, karena la-poran keuangan tidak lagi mencerminkan ki-nerja, posisi keuangan
serta arus kas perusa-haan yang sebenarnya. Sebagai contoh, perusahaan yang
mempunyai utang dalam mata uang asing sebesar USD 10 juta, dan nilai tukar Rupiah
terhadap USD pada tanggal neraca melemah Rp 500, maka sesuai dengan PSAK No. 10,
perusahaan harus menyesuaikan akun utangnya dan mengakui kerugian selisih kurs
sebesar Rp 5 milyar, yang berarti laba (rugi) perusahaan pada periode berjalan menjadi
berkurang (bertambah) dengan jumlah tersebut. Seandainya perusahaan menggunakan
USD sebagai mata uang pelaporan, tentu tidak akan terjadi pengakuan kerugian akibat
perubahan nilai tukar tersebut. Sehubungan dengan persoalan tersebut, Ikatan Akuntan
Indonesia menerbitkan PSAK No.52 yang mengatur tentang perubahan mata uang
pelaporan yang dapat dilakukan oleh perusahaan di Indonesia.

2. MATA UANG PELAPORAN DAN MATA UANG FUNGSIONAL

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa mata uang pelaporan adalah mata uang yang
digunakan dalam menyajikan laporan keuangan. Selama ini, mata uang pelaporan yang
diperbolehkan di Indonesia adalah Rupiah, demikian pula mata uang pencatatannya.
Penggunaan mata uang pelaporan selain Rupiah tidak diperbolehkan, kecuali memang
di-haruskan oleh suatu pera-turan atau undang-undang untuk tujuan khusus, misalnya :
(a) perusahaan harus menyampaikan laporan keuangannya kepada (investor) luar negeri
kare-na ia mencatatkan sahamnya pada bursa efek luar negeri; atau (b) perusahaan
merupakan subsidiari dari induk perusahaan di luar negeri, sehingga harus
menyampaikan laporan ke-uangannya dengan menggunakan mata uang negara setempat
untuk keperluan konsolidasi.
Pada saat ini, perusahaan di Indonesia dapat menggunakan mata uang selain Rupiah
sebagai mata uang pelaporannya, dengan syarat bahwa mata uang tersebut harus merupa-


14 Ekuitas Vol.4. No.1 Maret 2000 : 13-28
kan mata uang fungsional. PSAK No.52 (02) mendefinisikan mata uang fungsional
sebagai mata uang utama dalam arti substansi ekonomi, yaitu mata uang yang
dicerminkan dalam kegiatan operasi perusa-haan. Berdasarkan definisi ini, dapat
dijelaskan bahwa ma-ta uang fungsional adalah mata uang yang mendominasi nilai
transaksi keuangan perusa-haan. Mata uang fungsional tidak selalu beru-pa mata uang
lokal. Sebagai contoh, mata uang lokal (Indonesia) adalah Rupiah, tetapi bila transaksi-
transaksi perusahaan didomi-nasi oleh suatu mata uang asing (misalnya USD), maka
mata uang fungsional bagi perusa-haan ini adalah USD dan bukan Rupiah -- meskipun
perusahaan beroperasi di Indonesia. Mata uang pelaporan bagi perusahaan (di Indonesia)
tersebut adalah Rupiah; tetapi bila perusahaan menghendaki untuk merubah mata uang
pelaporannya ke dalam mata uang USD, hal tersebut diperbolehkan karena USD
merupakan mata uang fungsional baginya.
Dalam beberapa hal, menentukan mata uang fungsional suatu perusahaan seringkali
cukup sulit dan memerlukan pertimbangan. Sebagai pedoman untuk itu, PSAK No.52
(08) menyatakan bahwa suatu mata uang merupakan mata uang fungsional apabila
memenuhi indikator berikut ini secara menyeluruh (kumulatif) :
(a) Indikator arus kas : arus kas yang berhubungan dengan kegiatan utama perusahaan
didominasi oleh mata uang tertentu.
Contoh : penerimaan kas PT A yang berasal dari hasil penjualan didominasi oleh
mata uang USD, atau jumlah kas yang diterima (dalam Rupiah) sangat dipengaruhi
oleh nilai tukar USD, karena patokan harga jual produknya ditetapkan berdasarkan
mata uang USD. Demikian pula pengeluaran kas untuk aktivitas produksinya, kare-
na seluruh atau sebagian besar pembelian bahan baku harus dibayar dengan patok-
an mata uang USD. Dalam hal iniUSD merupakan mata uang fungsional bagi PT A
(b) Indikator harga jual : harga jual produk perusahaan dalam periode jangka pendek
sangat di-pengaruhi oleh pergerakan nilai tukar mata uang tertentu, atau produk
perusahaan secara do-minan dipasarkan untuk ekspor.
Contoh : sebagian besar produk PT A dijual ke USA yang penjualannya dinyatakan
dalam mata uang USD; atau harga jual produk (dalam Rupiah) yang ditetapkan
oleh PT A untuk pasar domestik sangat dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar USD
tersebut. Dalam hal ini, USD me-rupakan mata uang fungsional bagi PT A.
(c) Indikator biaya : biaya-biaya perusahaan secara dominan sangat dipengaruhi oleh
pergerakan mata uang tertentu.
Contoh : seluruh atau sebagian besar bahan baku PT A diimpor dari USA yang ha-
rus dibayar dalam mata uang USD; demikian pula biaya-biaya lainnya, sebagian
besar dibayar (dalam Rupiah) dengan patokan USD. Dalam hal ini, USD merupa-
kan mata uang fungsional bagi PT A.

3. PENGUKURAN KEMBALI AKUN-AKUN LAPORAN KEUANGAN


Perubahan Mata Uang Pencatatan dan Pelaporan (Akhmad Riduwan) 15
Mata uang pelaporan harus sama dengan mata uang pencatatan. Oleh sebab itu
pengguna-an mata uang fungsional sebagai mata uang pelaporan, harus diikuti pula
penggunaan ma-ta uang fungsional tersebut sebagai mata uang pencatatan. Sebagai
contoh, sebuah perusa-haan (di Indonesia) yang merubah mata uang pelaporannya dari
Rupiah ke USD (mata uang fungsional), harus pula merubah mata uang pencatatannya
dari Rupiah ke USD -- artinya, transaksi keuangan selanjutnya harus dicatat dengan
menggunakan mata uang USD. Transaksi yang dilakukan dalam mata uang Rupiah harus
dipandang sebagai transaksi dalam mata uang asing, di mana prosedur akuntansinya
berpedoman pada PSAK No.10 -- transaksi dalam Rupiah harus dijabarkan ke da-lam
USD sebagai mata uang da-sar (base currency).
Perubahan mata uang pencatatan dan pelaporan harus dilakukan perusahaan pada
awal tahun buku, tidak di tengah tahun buku. Dalam rangka perubahan mata uang
penca-tatan dan pelaporan ini, perusahaan harus melakukan pengukuran kembali
(remeasure-ment) terhadap akun-akun laporan keuangan, seolah-olah mata uang
fungsional tersebut telah digunakan sejak tanggal terjadinya transaksi. Prosedur
pengukuran kembali akun-akun laporan keuangan, sebagaimana dinyatakan dalam PSAK
No.52 (14), adalah sebagai berikut:
(i) Aktiva dan kewajiban moneter2 diukur kembali dengan menggunakan kurs tanggal
neraca;
(ii) Aktiva dan kewajiban non-moneter serta modal saham diukur kembali dengan
menggunakan kurs historis atau kurs tanggal terjadinya transaksi perolehan aktiva
tetap, terjadinya kewajiban atau penyetoran modal saham;
(iii) Selisih antara aktiva, kewajiban dan modal saham dalam mata uang pelaporan
baru, yang merupakan hasil perhitungan (i) dan (ii) di atas, diperhitungkan pada
saldo laba atau akumulasi kerugian pada periode tersebut;
(iv) Pendapatan dan beban diukur kembali dengan menggunakan kurs rata-rata tertim-
bang selama periode yang diperbandingkan, kecuali untuk beban penyusutan aktiva
tetap atau amortisasi aktiva non-moneter yang diukur kembali dengan
menggunakan kurs historis aktiva yang bersangkutan;
(v) Dividen diukur kembali dengan menggunakan kurs tanggal pencatatan dividen tsb.

2 Pos moneter adalah kas dan setara kas, serta aktiva dan kewajiban lain yang akan diterima atau dibayar
dalam jumlah yang sudah pasti atau dapat ditentukan. [PSAK No.10 (5)]
Aktiva moneter adalah klaim terhadap satuan uang yang tetap jumlahnya meskipun daya belinya berubah,
misalnya: kas, piutang dagang, piutang wesel, dan investasi yang membayarkan sejumlah bunga dan dividen
yang tetap dan investasi itu akan diterima kembali di kemudian hari dalam jumlah yang tetap. Sedangkan
kewajiban moneter adalah kewajiban untuk membayar kembali sejumlah uang di kemudian hari dalam
jumlah yang tetap meskipun daya belinya berubah, misalnya: utang dagang, utang wesel serta utang jangka
panjang dan kewajiban lainnya yang akan dilunasi dalam jumlah yang tetap. Pendapatan diterima di muka
seperti sewa, royalti merupakan kewajiban non-moneter karena pelunasannya akan berbentuk barang dan
jasa yang harganya bisa berfluktuasi. Pembedaan antara monetary dan nonmonetary items sebenarnya
bersifat arbitrer dan memerlukan pertimbangan. (Tuannakotta, 1984)


16 Ekuitas Vol.4. No.1 Maret 2000 : 13-28
(vi) Prosedur (iv) dan (v) di atas akan menghasilkan selisih pengukuran kembali yang
diperhitungkan pada saldo laba atau akumulasi kerugian pada periode tersebut;
(vii) Selisih pengukuran kembali merupakan hasil dari perhitungan berikut : saldo laba
atau akumulasi kerugian akhir tahun [hasil dari prosedur (iii)] ditambah dengan
dividen [hasil dari prosedur (v)] dan dikurangi dengan hasil perhitungan laba
(rugi) bersih selama periode yang di-perbandingkan [hasil dari prosedur (iv)].

4. ILUSTRASI PENERAPAN PSAK No.52

Untuk lebih memperjelas prosedur pengukuran kembali akun-akun laporan keuangan,


dalam rangka perubahan mata uang pencatatan dan pelaporan, sebagaimana diatur dalam
PSAK No.52, berikut ini diberikan ilustrasi sederhana.
Dianggap bahwa selama lima tahun operasinya, PT A menggunakan mata uang
penca-tatan dan pelaporan dalam Rupiah. Transaksi-transaksi dalam mata uang asing
(selain Rupiah) telah di-jabarkan dan dicatat sesuai dengan PSAK No.10. Laporan laba-
rugi serta neraca PT A untuk pe-riode yang berakhir 31 Desember 1999 adalah sebagai
berikut :

PT A
LAPORAN LABA-RUGI
untuk periode yang berakhir 31 Desember 1999

Penjualan Rp 700.000.000

Beban Pokok Penjualan :
Persediaan, 1 Januari 1999 Rp 156.650.000
Pembelian 422.890.000

Persediaan siap dijual tahun 1999 Rp 579.540.000
Persediaan, 31 Desember 1999 240.000.000

Rp 339.540.000

Laba kotor penjualan Rp 360.460.000

Beban usaha dan beban lainnya :
Beban-beban operasional Rp 160.000.000
Beban penyusutan aktiva tetap 16.000.000
Rugi selisih kurs 64.000.000

Rp 240.000.000

Laba bersih Rp 120.460.000
══════════════


Perubahan Mata Uang Pencatatan dan Pelaporan (Akhmad Riduwan) 17
PT A
NERACA
31 Desember 1999

Kas Rp 140.000.000
Kas dalam valuta asing - USD 114.240.000
Piutang usaha 68.000.000
Piutang usaha dalam valuta asing - USD 27.200.000
Persediaan (at cost - FIFO) 240.000.000
Asuransi dibayar di muka 12.000.000
Tanah 164.000.000
Pabrik dan perlatan 200.000.000
Inventaris kantor 60.000.000
Akumulasi penyusutan (80.000.000)

Jumlah aktiva Rp 945.440.000
══════════════
Utang usaha Rp 45.000.000
Utang usaha dalam valuta asing - USD 131.920.000
Utang bank 95.000.000
Utang bank dalam valuta asing - USD 146.880.000
Modal saham 300.000.000
Tambahan modal disetor 50.000.000
Saldo laba 176.640.000

Jumlah kewajiban dan ekuitas Rp 945.440.000
══════════════

Dari catatan akuntansi dan catatan lain PT A selama tahun 1999, dapat dijelaskan hal-hal
yang berikut :
(1) Penjualan sebesar Rp 700.000.000 merupakan hasil penjualan ekspor dan penjualan
lokal dengan rincian :

Penjualan ekspor USD 30,000 @ Rp 6.800 (spot rate) Rp 204.000.000


USD 25,000 @ Rp 7.400 (spot rate) 185.000.000
USD 30,000 @ Rp 7.800 (spot rate) 234.000.000
 
USD 85,000 Rp 623.000.000
Penjualan lokal 77.000.000

Jumlah penjualan Rp 700.000.000
══════════════


18 Ekuitas Vol.4. No.1 Maret 2000 : 13-28
(2) Pembelian sebesar Rp 422.890.000 merupakan pembelian impor dan pembelian lo-
kal, dengan rincian:
Pembelian impor USD 15,000 @ Rp 6.600 (spot rate) Rp 99.000.000
USD 14,500 @ Rp 6.900 (spot rate) 100.050.000
USD 21,600 @ Rp 7.400 (spot rate) 159.840.000
 
USD 51,100 Rp 358.890.000
Pembelian lokal 64.000.000

Jumlah pembelian Rp 422.890.000
══════════════

(3) Pos-pos dalam valuta asing sebagaimana tampak dalam neraca pada tanggal 31 De-
sember 1999 telah dijabarkan dengan menggunakan kurs tanggal neraca (closing
rate) Rp 6.800 / USD, yaitu :
 Kas dalam valuta asing : USD 16,800 @ Rp 6.800 Rp 114.240.000
 Piutang usaha dalam valuta asing : USD 4,000 @ Rp 6.800 27.200.000
 Utang usaha dalam valuta asing : USD 19,400 @ Rp 6.800 131.920.000
 Utang bank dalam valuta asing : USD 21,600 @ Rp 6.800 146.880.000

(4) Persediaan dinilai sebesar biaya perolehan (cost) atas dasar FIFO. Nilai persediaan
pa-da tanggal 1 Januari 1999 sebesar Rp 156.650.000 dihitung berdasarkan harga
pem-belian ter-akhir pada bulan Desember 1998 di mana kurs pada saat itu adalah Rp
7.200 / USD. Sedangkan nilai persediaan pada tanggal 31 Desember 1999 sebesar Rp
240.000.000 dihitung berdasarkan harga pembelian terakhir pada bulan Nopember
1999, di mana kurs pada saat itu adalah Rp 7.400 / USD.

(5) Asuransi dibayar di muka sebesar Rp 12.000.000 merupakan premi asuransi kebakar-
an untuk periode tahun 2000 yang dibayar tanggal 30 Desember 1999. Kurs pada
tanggal tersebut Rp 6.950 / USD.

(6) Aktiva tetap diperoleh pada tanggal-tanggal berikut :

Aktiva Tanggal Biaya Perolehan


Tetap Perolehan USD Spot Rate per- Rupiah
USD
Tanah 15 Juli 1994 -- Rp 2.500 164.000.000
Pabrik & Peralatan 20 Septemb 1994 -- Rp 2.800 50.000.000
27 Maret 1995 50,000 Rp 3.000 150.000.000
Inventaris kantor 19 Februari 1995 -- Rp 3.750 60.000.000


Perubahan Mata Uang Pencatatan dan Pelaporan (Akhmad Riduwan) 19
Pabrik dan peralatan disusutkan dengan tarip 5%, sedangkan inventaris kantor 10%.
Seluruh aktiva tetap mulai disusutkan pada tahun 1995, yaitu saat dimulainya
aktivitas komersial perusahaan.
(7) Saham-saham perusahaan diterbitkan dan dijual pada awal tahun 1995, total nilai
nominal sebesar Rp 300.000.000 dengan nilai jual Rp 350.000.000. Kurs pada saat
itu adalah Rp 3.000 / USD.
(8) Pada tanggal 30 Desember 1999 perusahaan telah membayarkan dividen sebesar Rp
50.000.000. Kurs pada saat itu adalah Rp 6.950 / USD.

Apabila pada awal tahun 2000 PT A mengubah mata uang pelaporannya dari Rupiah ke
USD, maka prosedur yang harus dilakukan sebagaimana diatur dalam PSAK No.52 (14)
adalah sebagai berikut :

Prosedur 1 : Pengukuran kembali akun aktiva, kewajiban dan modal saham.

Akun Sifat Akun Rupiah Kurs USD


    
Kas M 140.000.000 Rp 6.800 CR 20,588
Kas dalam valuta asing M 114.240.000 Rp 6.800 CR 16,800
Piutang usaha M 68.000.000 Rp 6.800 CR 10,000
Piutang usaha dalam valuta asing M 27.200.000 Rp 6.800 CR 4,000
Persediaan NM 240.000.000 Rp 7.400 HR 32,432
Asuransi dibayar di muka NM 12.000.000 Rp 6.950 HR 1,727
Tanah NM 164.000.000 Rp 2.500 HR 65,600
Pabrik dan peralatan NM 200.000.000 Rp 2.947 HRa) 67,857a)
Inventaris kantor NM 60.000.000 Rp 3.750 HR 16,000
Akumulasi penyusutan NM (80.000.000) -- 24,964b)

Jumlah aktiva (A) 205,040

Utang usaha M Rp Rp 6.800 CR 6.618
45.000.000
Utang usaha dalam valuta asing M 131.920.000 Rp 6.800 CR 19,400
Utang bank M 95.000.000 Rp 6.800 CR 13.971
Utang bank dalam valuta asing M 146.880.000 Rp 6.800 CR 21,600
Modal saham NM 300.000.000 Rp 3.000 HR 100,000
Tambahan modal disetor NM 50.000.000 Rp 3.000 HR 16,667

Kewajiban & modal saham (B) 178,256

Saldo laba (A-B) 26,784
════════
(M = Moneter; NM = Non-Moneter; CR = Current Rate atau Closing Rate; HR = Historical Rate)


20 Ekuitas Vol.4. No.1 Maret 2000 : 13-28
Penjelasan :
a) Biaya perolehan pabrik dan peralatan (dalam USD) adalah USD 67,857 yang diper-
oleh dari USD 50,000 ditambah USD 17,857 (Rp 50.000.000  Rp 2.800). Kurs pe-
ngukuran kembali sebesar Rp 2.947 diperoleh dari Rp 200.000.000  USD 67,857.
b) Akumulasi penyusutan aktiva tetap diukur kembali berdasarkan biaya perolehan akti-
va tetap yang telah dinyatakan dengan mata uang pelaporan baru. Dari hasil pengu-
kuran kembali diperoleh jumlah USD 24,964 [5 tahun x {5% (USD 67,857) + 10%
(USD 16,000)}]

Prosedur 2 : Pengukuran kembali (remeasurement) akun pendapatan dan beban.

Akun Jumlah Rupiah Kurs Jumlah USD


   
Penjualan Rp 700.000.000 -- USD 95,672 c)
 
Beban pokok penjualan :
Persediaan, 1 Januari 1999 Rp 156.650.000 Rp 7.200 HR USD 21,757
Pembelian 422.890.000 -- 59,970 d)
 
Persediaan siap dijual tahun 1999 Rp 579.540.000 USD 81,727
Persediaan, 31 Desember 1999 240.000.000 Rp 7.400 HR 32,432
 
Beban pokok penjualan Rp 339.540.000 USD 49,295
 
Laba kotor Rp 360.460.000 USD 46,377
Beban usaha dan beban lainnya :
Beban-beban operasional Rp 160.000.000 Rp 7.215 ARe) USD 22,176
Beban penyusutan aktiva tetap 16.000.000 -- 4,993f)
Rugi selisih kurs 64.000.000 -- 0g)
 
Jumlah beban usaha dan beban Rp 240.000.000 USD 27,169
lainnya
 
Laba Bersih Rp 120.460.000 USD 19,208
════════════ ════════════

(AR = Average Rate)

Penjelasan :
c) Dengan pertimbangan kepraktisan, kurs rata-rata tertimbang dihitung atas dasar
trans-aksi penjualan ekspor dan pembelian impor selama tahun 1999 sebagai berikut:


Perubahan Mata Uang Pencatatan dan Pelaporan (Akhmad Riduwan) 21
Transaksi Nilai Transaksi (USD) Nilai Transaksi (Rp)
  
Penjualan ekspor USD 85,000 Rp 623.000.000
Pembelian impor USD 51,100 Rp 358.890.000
 
Jumlah USD 136,100 Rp 981.890.000
═══════════════ ═════════════

Kura rata-rata (tertimbang) dalam tahun 1999 adalah Rp 7.215 per USD (yaitu Rp
981.890.000  USD 136,100). Penjualan lokal berjumlah Rp 77.000.000. Jumlah ini
setara dengan USD 10,672 (yaitu Rp 77.000.000  Rp 7.215). Dengan demikian, to-
tal penjualan yang diukur dalam USD adalah sebesar USD 95,672 (USD 85,000 +
USD 10,672).
Untuk tujuan ketelitian pengukuran kembali, pendapatan dan beban seharusnya
diukur berdasarkan kurs historis. Tetapi untuk alasan kepraktisan, dapat digunakan
kurs rata-rata. Bila perhitungan kurs rata-rata tertimbang seperti di atas sulit untuk
dilakukan, dapat pula digunakan kurs rata-rata seder-hana. Namun perlu disadari,
jika kurs ber-fluktuasi secara signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk suatu
periode tidak dapat diandalkan. [PSAK No.10 (08)]
d) Pembelian meliputi pembelian impor dan pembelian lokal. Pembelian impor berjum-
lah USD 51,100. Kurs rata-rata tertimbang dalam tahun 1999 adalah Rp 7.215 / USD
(lihat perhitungan di atas). Pembelian lokal berjumlah Rp 64.000.000. Jumlah ini se-
tara dengan USD 8,870 (yaitu Rp 64.000.000  Rp 7.215). Dengan demikian, total
penjualan yang diukur dalam USD adalah sebesar USD 59,970 (USD 51,100 + USD
8,870).
e) Lihat perhitungan pada penjelasan (c).
f) Beban penyusutan diukur kembali berdasarkan biaya perolehan aktiva tetap yang
telah dinyatakan dengan mata uang pelaporan yang baru, yaitu 5% (USD 67,857) +
10% (USD 16,000) = USD 4,993. Lihat keterangan (b).
g) Rugi selisih kurs sebesar Rp 64.000.000 merupakan selisih akibat adanya perbedaan
antara historical rate dengan closing rate atas pos-pos dalam valuta asing (USD)
pada tanggal neraca. Karena seka-rang mata uang pelaporan dalam Rupiah dirubah
men-jadi USD, maka selisih kurs tersebut harus dieliminasi (nol).

Prosedur 3 : Pengukuran kembali akun dividen.

Dividen yang dibayarkan pada tahun 1999 adalah sebesar Rp 50.000.000. Kurs pada saat
itu adalah Rp 6.950 / USD. Dengan demikian, dividen yang dibayarkan tersebut diukur
kembali menjadi sebesar USD 7,194.


22 Ekuitas Vol.4. No.1 Maret 2000 : 13-28
Prosedur 4 : Menghitung selisih pengukuran kembali.

Pengukuran kembali akun-akun laporan keuangan dari mata uang Rupiah ke USD seba-
gaimana telah dilakukan di atas, akan menghasilkan “selisih pengukuran kembali”, yang
harus dilaporkan dalam perhitungan laba-rugi tahun berjalan. Selisih tersebut dihitung se-
bagai berikut :

Saldo laba (hasil dari prosedur 1) USD 26,784


Ditambah : Dividen (hasil dari prosedur 4) 7,194
Dikurangi : Laba bersih (hasil dari prosedur 2) ( 19,208)

Jumlah selisih pengukuran kembali (laba) USD 14,770
════════════

5. LAPORAN KEUANGAN DALAM MATA UANG PELAPORAN YANG BARU

Setelah proses pengukuran kembali akun-akun laporan keuangan selesai dilakukan, maka
lapor-an keuangan PT A yang disajikan dalam mata uang pelaporan yang baru (USD)
adalah seperti yang tampak berikut ini :

PT A
LAPORAN LABA-RUGI
untuk periode yang berakhir 31 Desember 1999

Penjualan USD 95,672

Beban Pokok Penjualan :
Persediaan, 1 Januari 1999 USD 21,757
Pembelian 59,970

Persediaan siap dijual tahun 1999 USD 81,727
Persediaan, 31 Desember 1999 32,432

Jumlah beban pokok penjualan USD 49,295

Laba kotor penjualan USD 46,377


(bersambung ke halaman berikutnya)

(sambungan dari halaman sebelumnya)


Perubahan Mata Uang Pencatatan dan Pelaporan (Akhmad Riduwan) 23
Beban usaha :
Beban-beban operasional USD 22,176
Beban penyusutan aktiva tetap 4,993

Jumlah beban usaha USD 27,169

Laba bersih usaha USD 19,208
Pendapatan lain-lain : selisih pengukuran kembali 14,770

Laba bersih USD 33,978
══════════════

PT A
NERACA
31 Desember 1999

Kas USD 37,388
Piutang usaha 14,000
Persediaan 32,432
Asuransi dibayar di muka 1,727
Tanah 65,600
Pabrik dan perlatan 67,857
Inventaris kantor 16,000
Akumulasi penyusutan (24,964)

Jumlah aktiva USD 205,040
══════════
Utang usaha USD 26.018
Utang bank 35,571
Modal saham 100,000
Tambahan modal disetor 16,667
Saldo laba 26,784

Jumlah kewajiban dan ekuitas USD 205,040
══════════

Catatan :


24 Ekuitas Vol.4. No.1 Maret 2000 : 13-28
Akun “saldo laba” atau akun “akumulasi kerugian” tidak dapat diukur kembali berda-
sarkan kurs tertentu, karena jumlah yang melekat pada akun ini pada dasarnya adalah
jumlah akumulasi laba (rugi) dari tahun-tahun yang lalu. Dalam proses pengukuran kem-
bali (remeasurement) akun-akun laporan keuangan, jumlah akun saldo laba yang dinyata-
kan dalam mata uang pelaporan yang ba-ru, merupakan “residu dari proses pengukuran
kembali” tersebut. Dalam contoh di atas, saldo laba pada akhir tahun sebesar USD
26,784 adalah selisih antara total aktiva sebesar USD 205.040 dengan jumlah kewajiban
dan modal saham sebesar USD 178,256. Karena tidak dapat diukur kembali berdasarkan
kurs tertentu, maka dalam proses pengukuran kembali akun-akun laporan keuangan,
saldo laba pada awal tahun dianggap tidak ada. Sebagai konsekuensinya, jumlah sal-do
laba awal ta-hun tersebut akan masuk dalam “selisih pengukuran kembali” yang
diperhitungkan dalam laporan laba-rugi periode berjalan. Pada contoh di atas, jumlah
saldo laba awal tahun su-dah termasuk dalam “selisih pengukuran kembali (laba)” yang
berjumlah sebesar USD 14,770.

6. PERUBAHAN KEMBALI MATA UANG PELAPORAN

Setelah memutuskan untuk mengganti mata uang pelaporan dari Rupiah ke USD, PT A
dalam contoh di atas, harus mencatat transaksi keuangannya dalam mata uang USD.
Akun-akun laporan keuangan -- terutama akun riil -- yang telah diukur kembali ke dalam
mata uang USD, dijadikan sebagai saldo awal untuk memulai pencatatan berdasarkan
mata uang fungsional yang baru. Transaksi yang dinyatakan dalam mata uang selain USD
harus dipandang sebagai transaksi da-lam mata uang asing, dan karenanya, harus
ditransla-sikan lebih dahulu ke USD.
Namun demikian, dalam perjalanan hidup perusahaan, sebagai akibat perubahan ope-
rasi atau pasar, mata uang fungsional perusahaan dapat saja mengalami perubahan.
Apabi-la hal ini terjadi, maka perusahaan dapat mengubah kembali mata uang
pencatatan dan pelaporannya ke mata uang fungsional yang baru. Sebagai contoh, apabila
mata uang fungsional PT A berubah dari USD ke JPY (Japanese Yen), maka PT A dapat
mengubah kembali mata uang pelaporannya dari USD ke JPY. Perubahan kembali mata
uang pen-catatan dan pelaporan ini pun harus dilakukan pada awal tahun buku. Frasa
“dapat mengu-bah kembali” harus diartikan bahwa meskipun JPY telah memenuhi syarat
sebagai mata uang fungsional, perusahaan boleh untuk tidak menggunakan mata uang
tersebut sebagai mata uang pencatatan dan pelaporan. Tetapi, karena USD sudah tidak
lagi memenuhi sya-rat sebagai mata uang fungsional, mata uang tersebut tidak boleh
digunakan sebagai mata uang pelaporan. Implikasi dari situasi tersebut adalah, bahwa
perusahaan harus kembali menggunakan Rupiah sebagai mata uang pencatatan dan
pelaporannya.
PSAK No.52 (17) mengharuskan perusahaan untuk mengubah mata uang pencatatan
dan pelaporan ke Rupiah, apabila mata uang fungsional berubah dari bukan Rupiah ke


Perubahan Mata Uang Pencatatan dan Pelaporan (Akhmad Riduwan) 25
Rupiah. Pernyataan ini juga harus diartikan bahwa penggunaan kembali Rupiah sebagai
mata uang pelaporan adalah wajib, bila tidak ada lagi mata uang lain yang memenuhi
syarat sebagai mata uang fungsional.

7. MATA UANG FUNGSIONAL PERUSAHAAN YANG MEMILIKI OPERASI


TERPISAH

Sebagaimana telah dijelaskan di muka, bahwa untuk menentukan mata uang fungsio-
nal bagi suatu perusahaan, diperlukan pertimbangan mengenai pengaruh suatu mata uang
terhadap arus kas, harga jual dan biaya-biaya. Menentukan mata uang fungsional bagi pe-
rusahaan yang beroperasi secara tunggal, mungkin cukup mudah dilakukan. Tetapi lain
halnya bagi perusahaan yang memiliki (lebih dari satu) operasi yang terpisah -- seperti
anak perusahaan3, kantor cabang atau divisi -- yang dalam operasinya diketahui mata
uang fungsionalnya berbeda-beda. Misalnya, PT X di Surabaya (kantor pusat)
transaksinya di-dominasi oleh mata uang USD; transaksi cabang PT X di Dili didominasi
oleh mata uang AUD (Australian Dollar); dan transaksi cabang PT X di Batam
didominasi mata uang SGD (Singapore Dollar).
Walaupun PT X dan cabang-cabangnya adalah perusahaan-perusahaan yang operasi-
nya terpisah, tetapi secara ekonomis, perusahaan-perusahaan tersebut adalah satu
kesatuan. Oleh karena itu, mata uang pencatatan dan pelaporan masing-masing
perusahaan harus sa-ma, karena laporan keuangannya harus digabungkan. Dalam hal ini,
tidak akan timbul persoalan jika PT X menggunakan Rupiah (bukan mata uang
fungsional) sebagai mata uang pelaporan. Tetapi, apabila PT X akan menggunakan mata
uang selain Rupiah sebagai mata uang pelaporannya, maka masing-masing mata uang
fungsional (USD, AUD dan SGD) tersebut harus dinilai tingkat relevansi dan
keandalannya untuk dapat digunakan se-bagai mata uang pelaporan perusahaan secara
keseluruhan.
Tingkat relevansi dan keandalan masing-masing mata uang fungsional tersebut di
atas sebagai mata uang pelaporan, dapat dinilai melalui pemberian bobot pada masing-
masing indikator (arus kas, harga jual dan biaya) -- dalam hal ini, arus kas masuk
memiliki bo-bot paling besar. Selanjutnya, atas bobot indikator individu ini ditentukan
bobot secara keseluruhan.
Selain pemberian bobot, perlu pula dipertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi kondisi ekonomi dalam jangka panjang. Faktor-faktor utama yang dapat
mempengaruhi pe-nentuan mata uang fungsional perlu ditentukan, agar perusahaan mem-
punyai tolok ukur yang konsisten. Apabila faktor-faktor tersebut tidak dapat secara jelas

3 Dalam konteks ini, anak perusahaan adalah suatu entitas yang merupakan bagian integral dari induk peru-
sahaan, di mana aktivitasnya merupakan kepanjangan tangan dari induk perusahaan tersebut, yang arus
kasnya mempengaruhi arus kas induk perusahaan secara langsung.


26 Ekuitas Vol.4. No.1 Maret 2000 : 13-28
dikaitkan dengan salah satu mata uang sebagai mata uang fungsional, maka diperlukan
pertimbangan profesional (professional judgement) dengan mempertimbangkan operasi
dan kegiatan perusahaan secara rinci, dan harus dilakukan dengan tingkat relevansi dan
ke-andalan yang paling tinggi.

8. LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI

Di samping memiliki beberapa kegiatan atau operasi yang terpisah, suatu perusahaan
mungkin pula memiliki (beberapa) anak perusahaan4 yang laporan keuangannya harus di-
konsolidasikan. Dalam hal ini, mata uang fungsional induk perusahaan mungkin berbeda
dengan mata uang fungsional anak perusahaan.
Laporan keuangan konsolidasi harus disajikan dalam mata uang fungsional setelah
mempertimbangkan indikator arus kas, harga jual dan biaya-biaya, terhadap induk
perusahaan dan tiap anak perusahaan. Pada umumnya, laporan keuangan konsolidasi
disa-jikan dalam mata uang fungsional induk perusahaan. Untuk itu, laporan keuangan
anak perusahaan -- jika mata uang fungsionalnya berbeda dengan induk perusahaan --
harus dijabarkan (translate) ke mata uang fungsional induk perusahaan. Penjabaran
laporan ke-uangan anak perusahaan ini pada prinsipnya mengacu pada PSAK No.11
tentang “Penja-baran Laporan Keuangan Dalam Mata uang Asing” yang ditegaskan
kembali dalam PSAK No.52 (19), yaitu bahwa penjabaran laporan keuangan anak
perusahaan ke mata uang fungsional pada laporan keuangan konsolidasi dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
(i) Aktiva dan kewajiban dijabarkan dengan menggunakan kurs tanggal neraca;
(ii) Ekuitas dijabarkan dengan menggunakan kurs historis;
(iii) Pendapatan dan beban dijabarkan dengan menggunakan kurs rata-rata tertimbang;
(iv) Dividen diukur dengan menggunakan kurs tanggal pencatatan dividen tersebut;
(v) Prosedur (i) sampai (iv) di atas akan menghasilkan selisih penjabaran kembali yang
disajikan dalam akun ekuitas sebagai “selisih penjabaran”.

9. PENGUNGKAPAN

Pada saat pertama kali perusahaan mengadopsi PSAK No.52, dalam catatan atas laporan
keuangannya harus diungkapkan hal-hal berikut :
(a) Alasan penentuan mata uang pelaporan berdasarkan indikator yang dipertimbangkan
(indikator arus kas, harga jual dan biaya).

4
Dalam konteks ini, anak perusahaan merupakan suatu entitas yang bebas, di mana aktivitasnya bukan me-
rupakan bagian integral dari aktivitas induk perusahaan, demikian pula, arus kasnya tidak mempengaruhi
secara langsung arus kas induk perusahaan.


Perubahan Mata Uang Pencatatan dan Pelaporan (Akhmad Riduwan) 27
(b) Perubahan mata uang pelaporan dan alasan perubahannya :
i) alasan perubahan berdasarkan indikator yang dipertimbangkan.
ii) kurs yang digunakan dalam pengukuran kembali atau penjabaran -- kurs historis,
kurs sekarang, atau kurs rata-rata tertimbang.
iii) ikhtisar neraca dan laporan laba-rugi yang disajikan sebagai perbandingan dalam
mata uang pelaporan sebelumnya.

10. DAFTAR PUSTAKA

Beams, Floyd A., Advanced Accounting, Fifth Edition, New Jersey: Prentice Hall Inc.,
1992.

Boatsman, James R., Charles H. Griffin, Don W. Vickrey dan Thomas H. Williams,
Advanced Accounting, Seventh Edition, Richard D. Irwin Inc., 1994

Fischer, Paul M., William James Taylor dan J. Arthur Leer, Advanced Accounting, Third
Edition, South Western Publishing Co., Cincinnati, Ohio, 1986

Ijiri, The Foundation Of Accounting Measurement, Englewood Cliffs, New Jersey:


Prentice Hall Inc., 1967.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.10 “Transaksi Dalam Mata Uang Asing”,
Ikatan Akuntan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, 1999.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.11 “Penjabaran Laporan Keuangan


Dalam Mata Uang Asing”, Ikatan Akuntan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta,
1999.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.52 “Mata Uang Pelaporan”, Ikatan


Akuntan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, 1999.

Suwardjono, Teori Akuntansi : Perekayasaan Akuntansi Keuangan, Edisi Kedua,


Cetakan Perta-ma, BPFE Yogyakarta, 1989.

Tuanakotta, Theodorus M., Teori Akuntansi, Buku Satu, Edisi 1, LPFE Universitas
Indonesia, Jakarta, 1984.




28 Ekuitas Vol.4. No.1 Maret 2000 : 13-28

Anda mungkin juga menyukai