Anda di halaman 1dari 2

, memadukan antara level kekerasan dengan fase konflik.

Grafik Konflik dan Fase Konflik

Sumber: Schmid (1998), “Chapter I: Introduction to Conflict” terdapat dalam tulisan Stanley
Samarasinghe, Brian Donaldson & Collen McGinnp, Conflict Vulnerability Analysis: Issues, Tools &
Responses, hal. 7, diakses dari http://www4.carleton.ca/cifp/app/serve.php/1069.pdf pada tanggal 30 Maret
2017, pukul 01.30 WITA.
Schmid membagi level kekerasan dalam lima tingkatan dengan penjelasan rinci

sebagai berikut (Samarasinghe, Donaldson, & McGinnp, 2001, hal. 7):

Level 1: Situasi Perdamaian Stabil. Ditandai dengan tinggi tingkat legitimasi rezim.

Tidak ada kekerasan politik, bahkan sampai pada kondisi terburuk pun, jarang

terjadi.

Level 2: Situasi Ketegangan Politik. Ditandai dengan tumbuhnya sejumlah level

ketegangan yang sistematis dan meningkatnya perpecahan sosial dan politik,

yang seringkali terjadi di jalur-jalur faksional. Kekerasan sporadis yang

dihasilkan kurang dari 50 kematian dari kekerasan politik per tahun.

Level 3: Kekerasan Konflik Politik. Ditandai pengikisan legitimasi politik pemerintah

nasional, dan atau peningkatan penerimaan keras dari faksi politik.

Pembunuhan, aksi teroris, dan represi kekerasan pemerintah terjadi. Tetapi

kematian dari tindakan-tindakan politik tetap kurang dari 100 per tahun.

Level 4: Konflik Intensitas Rendah. Ditandai permusuhan terbuka dan konflik

bersenjata di antara kelompok-kelompok faksi, penindasan oleh rezim dan


insurgensi. Kematian secara politik dibawah angka 1000 tetapi lebih dari 100

per tahun. Perpindahan populasi atau dislokasi secara total harus dibawah 5%.

Level 5: Konflik Intensitas Tinggi. Ditandai perang terbuka diantara kelompok-

kelompok yang bermusuhan atau terjadi pengerusakan massal dan pemindahan

sektor-sektor populasi sipil. Kematian melampaui 1000 per tahun. Atau

perpindahan populasi atau dislokasi totalnya melampaui 5%.

Sedangkan untuk fase konflik, Schmid membagi dalam lima fase pula, dengan

perincian sebagai berikut (Samarasinghe, Donaldson, & McGinnp, 2001, hal. 8):

1. Pra Konflik (Pre Conflict). Fase ini menunjukkan kondisi normal bagi perhatian

masyarakat. Pada tahap ini perselisihan antar kelompol tidak menghasilkan

kekerasan. Jika negara memiliki institusi yang demokratis seperti kebebasan memilih

legislator dengan keterwakilan yang minim dan kebebasan media, protes akan

tersalurkan dengan damai melalui saluran-saluran internasional. Bagaimanapun, bagi

negara dengan ketiadaan institusi yang demokratis, protes akan dilakukan secara

informal dan pemantauan terhadap perbedaan pendapat lebih sulit dilakukan.

Idealnya, peringatan dini terjadi pda tahap ini. Perkembangan berbagai kebijakan

strategis harus memeriksa penyebab-penyebab struktural dari potensi kekerasan

konflik dan mengatasinya. Pengembangan strategis harus dirancang untuk

menguatkan mekanisme yang dapat menyalurkan perbedaan-perbedaan normal

melalui cara-cara non-kekerasan.

2. Munculnya konflik (Conflict Emergence). Pada fase ini, perbedaan menjadi jelas.

Anda mungkin juga menyukai