Anda di halaman 1dari 13

Pengertian kepribadian Muslim

Kepribadian berasal dari kata “pribadi” yang berarti diri sendiri, atau perseorangan.
Sedangkan dalam bahasa inggris digunakan istilah personality, yang berarti kumpulan kualitas
jasmani, rohani, dan susila yang membedakan seseorang dengan orang lain.
Menurut Allport, kepribadian adalah organisasi sistem jiwa raga yang dinamis dalam diri
individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya.1[1]
Carl Gustav Jung mengatakan, bahwa kepribadian merupakan wujud pernyataan
kejiwaan yang ditampilkan seseorang dalam kehidupannya.2[2]
Pada dasarnya kepribadian bukan terjadi secara serta merta akan tetapi terbentuk
melalui proses kehidupan yang panjang. Oleh karena itu banyak faktor yang ikut ambil bagian
dalam membentuk kepribadian manusia tersebut.. dengan demikian apakah kepribadian
seseorang itu baik, buruk, kuat, lemah, beradap atau biadap sepenuhnya ditentukan oleh faktor
yang mempenggaruhi dalam pengalaman hidup seseorang tersebut. Dalam hal ini pendidikan
sangat besar penanamannya untuk membentuk kepribadian manusia itu.3[3]
Kepribadian secara utuh hanya mungkin dibentuk melalui pengaruh lingkungan,
khususnya pendidikan. Adapun sasaran yang dituju dalam pembentukan kepribadian ini adalah
kepribadian yang dimiliki akhlak yang mulia. Tingkat kemuliaan akhlak erat kaitannya dengan
tingkat keimanan. Sebab Nabi mengemukakan “ Orang mukmin yang paling sempurna
imannya adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya.
Seseorang yang islam disebut muslim. Muslim adalah orang atau seseorang yang
menyerahkan dirinya secara sungguh – sungguh kepada Allah. Jadi, dapat dijelaskan bahwa
“wujud pribadi muslim” itu adalah manusia yang mengabdikan dirinya kepada Allah, tunduk
dan patuh serta ikhlas dalam amal perbuatannya, karena iman kepada-Nya. Pola sesorang yang
beriman kepada Tuhan, selain berbuat kebajikan yang diperintahkan adalah membentuk
keselarasan dan keterpaduan antara faktor iman, islam dan ikhsan.

Orang yang dapat dengan benar melaksanakan aktivitas hidupnya seperti mendirikan
shalat, menunaikan zakat, orang – orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang
– orang yang sabar dalam kesempitan penderitaan dan peperangan maka mereka disebut
sebagai muslim yang takwa, dan dinyatakan sebagai orang yang benar. Hal ini merupakan pola
takwa sebagai gambaran dari kepribadian yang hendak diwujudkan pada manusia islam.
Apakah pola ini dapat “mewujud” atau “mempribadi” dalam diri seseorang, sehingga Nampak
perbedaannya dengan orang lain, karena takwanya, maka; orang itu adalah orang yang
dikatakan sebagain seseorang yang mempunyai “Kepribadian Muslim”.

Secara terminologi kepribadian Islam memiliki arti serangkaian perilaku normatif


manusia, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial yang normanya diturunkan
dari ajaran islam dan bersumber dari Al-Quran dan al-Sunnah.4[4]

Kepribadian muslim dalam kontek ini barang kali dapat diartikan sebagai identitas yang
dimiliki seseorang sebagai ciri khas bagi keseluruhan tingkah laku sebagai muslim, baik yang
disampaikan dalam tingkah laku secara lahiriyah maupun sikap batinnya. Tingkah laku
lahiriyah seperti cara berkata-kata, berjalan, makan, minum, berhadapan dengan orang tua,
guru, teman sejawat, sanak famili dan sebagainya. Sedangkan sikap batin seperti penyabar,
ikhlas, tidak sengaja, dan sikap terpuji yang timbul dari dorongan batin.

Kemudian ciri khas dari tingkah laku tersebut dapat dipertahankan sebagai kebiasaan
yang tidak dapat dipengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain yang bertentangan dengan sikap
yang dimiliki. Ciri khas tersebut hanya mungkin dapat dipertahankan jika sudah terbentuk
sebagai kebiasaan dalam waktu yang lama. Selain itu sebagai individu setiap muslim memiliki
latar belakang pembawaan yang berbeda-beda. Perbedaan individu ini diharapkan tidak akan
mempengeruhi perbedaan yang akan menjadi kendala dalam pembentukan kebiasaan ciri khas
secara umum.5[5]
B. Aspek-aspek Pembentuk Kepribadian Muslim

Konsep pembentuk kepribadian dalam pendidikan islam menurut Syaikh Hasan al-Banna
ada 10 aspek:
a. Bersihnya akidah,
b. Lurusnya ibadah,
c. Kukuhnya akhlak,
d. Mampu mencari penghidupan,
e. Luasnya wawasan berfikir,
f. Kuat fisiknya,
g. Teratur urusannya,
h. Perjuangan diri sendiri,
i. Memperhatikan waktunya, dan
j. Bermanfaat bagi orang lain.6[6]

Disini terlihat ada dua sisi penting dalam pembentukan kepribadian muslim, yaitu iman
dan akhlak. Bila iman dianggap sebagai konsep batin, maka batin adalah implikasi dari konsep
itu yang tampilanya tercermin dalam sikap perilaku sehari-hari. Keimanan merupakan sisi
abstrak dari kepatuhan kepada hukum-hukum Tuhan yang ditampilkan dalam lakon akhlak
mulia.

Untuk itu membentuk kepribadian dalam pendidikan islam harus direalisasikan sesuai
Al-Qur’an dan al-Sunnah nabi sebagai identitas kemuslimannya, dan mampu mengejar
ketinggalan dalam bidang pembangunan sekaligus mampu mengentas kebodohan dan
kemiskinan. Konsep kepribadian dalam pendidikan islam identik dengan ajaran islam itu
sendiri, keduanya tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan.

Faktor-faktor Pembentuk Kepribadian

a. Faktor Internal
 Instink Biologis, seperti lapar, dorongan makan yang berlebihan dan berlangsung lama
akan menimbulkan sifat rakus. Maka sifat itu akan menjadi perilaku tetap.
 Kebutuhan Psikologis, seperti rasa aman, penghargaan, penerimaan, dan aktualisasi diri.
 Kebutuhan Pemikiran, yaitu akumulasi informasi yang membentuk cara berfikir seseorang,
seperti mitos, agama, dan sebagainya.
b. Faktor Ekstrnal
 Lingkungan Keluarga,
 Lingkungan Sosial, dan
 Lingkungan Pendidikan.

C. Langkah-langkah Pembentuk Kepribadian Muslim

Dalam membentuk kepribadian dalam pendidikan islam islam diperlukan beberapa


langkah yang berperan dalam perubahannya, antara lain:
a. Peran Keluarga
Keluarga mempunyai peran yang sangat besar dalam membentuk kepribadian dalam
pendidikan islam. Orang tua menjadi penanggung jawab bagi masa depan anak-anaknya, maka
setiap orang tua harus menjalankan fungsi edukasi. Mengenalkan islam sebagai ideologi agar
mereka mampu membentuk pola pikir dan pola sikap islami yang sesuai dengan akidah dan
syari’at islam.
b. Peran Negara
Negara harus mampu membangun pendidikan yang mampu untuk membentuk pribadi
yang memiliki karakter islami dengan cara menyusun kurikulum yang sama bagi seluruh
sekolah dengan berlandaskan akidah islam, melakukan seleksi yang ketat terhadap calon-calon
pendidik, pemikiran diajarkan untuk diamalkan, dan tidak meninggalkan pengajaran sains,
teknologi maupun seni. Semua diajarkan tetap memperhatikan kaidah syara’.

c. Peran Masyarakat
Masyarakat juga ikut serta dalam pembentuk kepribadian dalam pendidikan islam karena
dalam masyarakat kita bisa mengikuti organisasi yang berhubungan dengan kemaslahatan
lingkungan. Dari sini tanpa kita sadari pembentukan kepribadian dapat terealisasi. Dalam
masyarakat yang mayoritas masyarakatnya berpendidikan, maka baiklah untuk menciptakan
kepribadian berakhlakul karimah.
Ketiga peraran diatas sangat berperan aktif dalam pembentukan kepribadian dalam
pendidikan islam karena semua saling mempengaruhi untuk pembentukannya.
Untuk merealisasikan kepribadian dalam pendidikan islam yang ada maka diperlukan
tiga proses dasar pembentukan:
1. Pembentukan Pembiasaan
Pembentukan ini ditujukan pada aspek kejasmanian dari kepribadian yang memberi
kecakapan berbuat dan mengucapkan sesuatu, seperti puasa, sholat, dan lain-lain.
2. Pembentukan Pengertian
Pembentukan yang meliputi sikap dan minat untuk memberi pengertian tentang aktifitas
yang akan dilaksanakan, agar seseorang terdorong ke arah perbuatan yang positif.
3. Pembentukan Kerohanian yang Luhur
Pembentukan ini tergerak untuk terbentuknya sifat takwa yang mengandung nilai-nilai
luhur, seperti jujur, toleransi, ikhlas, dan menepati janji.
Proses pembentukan kepribadian dalam pendidikan islam berlangsung secara bertahap
dan berkesinambungan. Dengan demikian pembentukan kepribadian merupakan rangkaian
kegiatan yang saling berhubungan dan saling tergantung sesamanya.

D. Tujuan Pembentuk Kepribadian

Menjadi diri sendiri harus dimulai dari nalar berpikir kearah mana tujuan hidup individu
selama dia hidup. Adapun tujuan yang diinginkan dalam membentuk kepribadian yaitu:
a. Membentuk sikap disiplin terhadap waktu,
b. Mampu mengendalikan hawa nafsu,
c. Memelihara diri dari perilaku menyimpang,
d. Mengarahkan hidup menuju kepada kebaikan dan tingkah laku yang benar,
e. Mempelajari perubahan-perubahan dalam gaya hidup,
f. Meningkatkan pengertian diri, nilai-nilai diri, kebutuhan diri, agar dapat membantu orang lain
melakukan hal yang sama, dan
g. Mengembangkan perasaan harga diri dan percaya diri melalui aspek dukungan dan tanggung
jawab yang bersifat timbal balik.
Dalam islam, pendidikan mengacu pada tujuan hidup manusia itu sendiri. Dalam hakikat
tujuan hidup manusia adalah mengabdikan dirinya pada Tuhan, dengan penyerahan mutlak.
Dengan kata lain sorang muslim selalu mengaitkan segala aktifitas kegiatannya dengan melihat
dan menyesuaikannya di atas ketentuan norma – norma yang ditetapkan Allah.
Pendidikan islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan
seseorang untuk memimpin kehidupannya, sesuai dengan cita-cita islam karena nilai-nilai
islam telah menjiwai kepribadian seseorang dan mempedomani kehidupan manusia muslim
dalam aspek duniawi dan ukhrawi.7[7]
Muhammad Omar al-Toumy al-Syaibani mengatakan, bahwa tujuan pendidikan islam
adalah untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai nilai akhlak al-karimah.
Adapun beberapa tujuan dalam pendidikan islam antara lain:8[8]
a. Membimbing manusia agar dapat menempatkan diri dan berperan sebagai individu yang taat
dalam menjalankan ajaran agama allah,
b. Pembentuk sikap takwa,
c. Menumbuhkan pola kepribadian manusia yang sempurna,
d. Menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berbudi luhur menurut ajaran
islam,
e. Penguasaan ilmu terhadap agama islam,
f. Mencapai keseimbangan pertumbuhan pribadi manusia secara menyeluruh melalui latihan-
latihan kejiwaan, akal pemikiran, kecerdasan, dan pancaindra,
g. Pembentuk kepribadian yang akhlakul karimah,
h. Menopang keselamatan dan kesejahteraan hidup didunia sesuai dengan perintah syari’at islam,
dan
i. Memiliki keterampilan yang serasi dengan bakat yang dimiliki.

E. MACAM-MACAM KEPRIBADIAN MUSLIM

1. Kepribadian Kemanusiaan (Basyariah)


a. Kepribadian individu; yang meliputi ciri khas seseorang dalam bentuk sikap dan tingkah laku
serta intelektual yang dimiliki masing-masing secara khas sehingga ia berbeda dengan orang
lain. Menurut pandangan Islam memang manusia mempunyai dan memiliki potensi yang
berbeda (Al-farq al-fardiah) yang meliputi aspek fisik dan psikis.
Firman Allah Swt:
Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan ‫ن نَّ نَ فَ نَْ ك ْ ن ظُْن‬ ‫ظِ َنل ظوضضنع بن ظا ن‬
ْ ‫ل كع ظْ نهضنع بن ظا‬ ‫كْ َ ظ ك‬
‫ْ ظْ نَُ ن‬
sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). ‫لَد‬ ‫ت نَّْن ظُ نْ كْ تن ظَ ف‬
ْ ‫الن نِ نْع‬
Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi
tingkatnya dan lebih besar keutamaannya.
Artinya:
“Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan mereka sebagian atas sebagian lain”. (Q.S. Al-
Isra’ : 21)
b. Kepribadian ummah: yang meliputi ciri khas kepribadian muslim sebagai suatu ummah
(bangsa/negara) muslim yang meliputi sikap dan tingkah laku ummah muslim yang berbeda
dengan ummah lainnya, mempunyai ciri khas kelompok dan memiliki kemampuan untuk
mempertahankan identitas tersebut dari pengaruh luar, baik ideology maupun lainnya yang
dapat memberi dampak negative.

Firman Allah Swt:


“…dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa ْ‫عَِكَُ نَّ نْ نا ظضضنع كُ ظ‬
‫ااكُباع نَِّن نْع فِ نا فََ ن نا ن‬
‫ك‬
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal….”
Artinya:
“Kami jadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa supaya saling kenal-mengenal….”. (Q.S.
Al-Hujurat : 13)

2. Kepribadian Samaai (Kewahyuan)

Kepribadian samaai (Kewahyuan) yaitu corak kepribadian yang dibentuk melalui petunjuk
wahyu dalam kitab suci Al-Qur’an, yang antara lain difirmankan Allah sebagai berikut :
‫نْكا‬ َ ََ َُ‫ب نَْ ف َ ك ظنَن فَِ اتع َنعتو فْاكُسك نَِّ تنَو فْ كا‬ ‫نَّْ ن وس نونَ ف‬
ْ‫بع كُ ظْ بف فِ َنانضو ك ظْ تنَوِكُسن َنَنَن و‬
‫َّْفَ فض فِ بن فَ ك ظْ نَّ و‬
‫َن بف ك ظْ نه ظم ن‬
Artinya :
dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan
janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan
kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah (Q.S. Al-An’am : 153)
Kepribadian muslim sebagai individu dan sebagai ummah, terintergrasi dalam bentuk suatu
pola yang sama. Dalam hal ini dasar teori kepribadian muslim, baik sebagai individu maupun
sebagai suatu ummah yang satu, terjadi suatu bentuk dikotomi yang terintegrasikan.
Dikotomi terletak hanya dalam pembagian saja, namun dalam dasar yang sama (Filsafat
pendidikan Islam yang bersumberkan Al-Qur’an dan Hadits), serta tujuan yang satu yaitu
menjadi pengabdi Allah Swt yang taat sesuai dengan firmannya.
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia ‫كَّس‬ ‫نَّ ن ع نَضن ظِِك ظََ ف وم نََّو ظ ن‬
‫ن فِْ فََن ظاْك ف‬
melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Q.S.
Adz-Dzariyat:56)
Pengintegrasian kepribadian perseorangan dan ummah belum dapat menjamin terwujudnya
perilaku mulia sesuai dengan tuntutan hidup dunia ukhrawi. Oleh karena itu diperlukan
kepribadian samawi atau Islami dimana nilai-nilai Ketuhanan yang positif dan konstruktif
yang berorientasi kepada kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Di sinilah
nampaknya perbedaan pandangan antara teori kepribadian Barat dengan teori kepribadian
nuslim. Mungkin hal ini disebabkan oleh falsafah yang dianut masing-masing berbeda,
sehingga perbedaan dasar menyebabkan terjadinya perbedaan pandangan. (Wallahu A’lam).

Ada beberapa karakteristik yang harus dipenuhi seseorang sehingga ia dapat disebut
berkepribadian muslim, yaitu :

1. Salimul ‘Aqidah/ ‘Aqidatus Salima (Aqidah yang lurus/selamat)


Salimul aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah
yang lurus, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada ALLAH SWT, dan
tidak akan menyimpang dari jalan serta ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kelurusan
dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya
kepada ALLAH sebagaimana firman-Nya yang artinya : “Sesungguhnya shalatku,
ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam”. (QS. al-
An’aam [6]:162). Karena aqidah yang lurus/selamat merupakan dasar ajaran tauhid,
maka dalam awal da’wahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah SAW
mengutamakan pembinaan aqidah, iman, dan tauhid.
2. Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)
Shahihul ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam
satu haditsnya, beliau bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”.
Maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah
merujuk/mengikuti (ittiba’) kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh
ditambah-tambahi atau dikurang-kurangi.

3. Matinul Khuluq (akhlak kokoh)


Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim,
baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk2-Nya. Dengan akhlak
yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat.
Karena akhlak yang mulia begitu penting bagi umat manusia, maka salah satu tugas
diutusnya Rasulullah SAW adalah untuk memperbaiki akhlak manusia, dimana beliau
sendiri langsung mencontohkan kepada kita bagaimana keagungan akhlaknya sehingga
diabadikan oleh ALLAH SWT di dalam Al Qur’an sesuai firman-Nya yang artinya:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung”. (QS. al-
Qalam [68]:4).

4. Mutsaqqoful Fikri (wawasan yg luas)


Mutsaqqoful fikriwajib dipunyai oleh pribadi muslim. Karena itu salah satu sifat
Rasulullah SAW adalah fatonah (cerdas). Al Qur’an juga banyak mengungkap ayat-
ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah yang artinya:
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: ” pada
keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”.(QS al-Baqarah
[2]:219)Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali
harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki
wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Untuk mencapai wawasan yg luas maka
manusia dituntut utk mencari/menuntut ilmu, seperti apa yg disabdakan beliau SAW :
“Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim”.(Muttafaqun ‘alaihi).Dan
menuntut ilmu yg paling baik adalah melalui majelis2 ilmu spt yg digambarkan
ALLAH SWT dlm firman-Nya:“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan
kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”,
maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. al-Mujadilaah [58]: 11).Oleh
karena itu ALLAH SWT mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas
seseorang, sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah: “samakah orang yang
mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?, sesungguhnya orang-orang
yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.(QS. az-Zumar [39]:9).

5. Qowiyyul Jismi (jasmani yg kuat)


Seorang muslim haruslah memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan
ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji
merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan kondisi fisik yang
sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan
lainnya.Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim
dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun
demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang
terjadi. Namun jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Bahkan Rasulullah SAW
menekankan pentingnya kekuatan jasmani seorang muslim spt sabda beliau yang
artinya: “Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah”. (HR.
Muslim).

6. Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)


Hal ini penting bagi seorang muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan
pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan
menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan itu akan
ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada
pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah SAW
bersabda yang artinya: “Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan
hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)”. (HR. Hakim).

7. Harishun Ala Waqtihi (disiplin menggunakan waktu)


Harishun ala waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu
mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT banyak
bersumpah di dalam Al Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad
dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu
dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk
disiplin mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan
yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW
adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni
waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang
sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.

8. Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)


Munazhzhaman fi syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan
oleh Al Qur’an maupun sunnah. Dimana segala suatu urusan mesti dikerjakan secara
profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan.
Bersungguh-sungguh, bersemangat , berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu
pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian
tugas-tugas.

9. Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri)


Qodirun alal kasbi merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Ini
merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang
menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian
terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah
dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena pribadi
muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus
kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan
mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat
banyak di dalam Al Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat
tinggi.Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut
memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat
rizki dari Allah SWT. Rezeki yang telah Allah sediakan harus diambil dan untuk
mengambilnya diperlukan skill atau ketrampilan.

10. Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)


Manfaat yang dimaksud disini adalah manfaat yang baik sehingga dimanapun dia
berada, orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang
muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan.Ini berarti setiap
muslim itu harus selalu mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa
bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Rasulullah SAW
bersabda yang artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi
orang lain”. (HR. Qudhy dari Jabir).

Untuk meraih kriteria Pribadi Muslim di atas membutuhkan mujahadah dan mulazamah
atau kesungguhan dan kesinambungan. Allah swt berjanji akan memudahkan hamba-Nya yang
bersungguh-sungguh meraih keridloan-Nya. “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari
keridhaan) kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. dan
Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” QS. Al Ankabut :
69. Allahu A’lam9[9]

KESIMPULAN
Pembentuk kepribadian dalam pendidikan islam meliputi sikap, sifat, reaksi, perbuatan,
dan perilaku. Pembentukan ini secara relatif menetap pada diri seseorang yang disertai
beberapa pendekatan, yakni pembahasan mengenai tipe kepribadian, tipe kematangan
kesadaran beragama, dan tipe orang-orang beriman. Melihat kondisi dunia pendidikan di
indonesia sekarang, pendidikan yang dihasilkan belum mampu melahirkan pribadi-pribadi
muslim yang mandiri dan berkepribadian islam. Akibatnya banyak pribadi-pribadi yang
berjiwa lemah seperti jiwa koruptor, kriminal, dan tidak amanah. Untuk itu membentuk
kepribadian dalam pendidikan islam harus direalisasikan sesuai Al-Qur’an dan al-Sunnah nabi
sebagai identitas kemuslimannya, dan mampu mengejar ketinggalan dalam bidang
pembangunan sekaligus mampu mengentas kebodohan dan kemiskinan. Konsep kepribadian
dalam pendidikan islam identik dengan ajaran islam itu sendiri, keduanya tidak dapat
dipisahkan karena saling berkaitan.

Membentuk kepribadian dalam pendidikan islam dibutuhkan beberapa langkah-langkah.


Membicarakan kepribadian dalam pendidikan islam, artinya membicarakan cara untuk menjadi
seseorang yang memiliki identitas dari keseluruhan tingkah laku yang berbasis agama.

Anda mungkin juga menyukai