Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

PERSALINAN NORMAL, PRETERM DAN KPD

A. PERSALINAN NORMAL
1. Definisi
Persalinan adalah serangkaian proses yang berakhir dengan
pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini di mulai dengan
kontraksi persalinan sejati, yang di tandai oleh perubahan
progresif pada serviks dan di akhiri dengan kelahiran plasenta
(varney, 2007:672).
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban
keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya
terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa
disertai adanya penyulit (asuhan persalinan normal, 2007:37).
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan
pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul
pengeluaran plasenta dan selaput ketuban dari tubuh ibu (bagian
obstetric dan ginokelogi fakultas kedokteran universitas padjadjaran
Bandung:221).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin
dan uri) yang dapat hidup ke dunia luar dari rahim melalui jalan lahir
(mochtar, 1998:91).
Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (sarwono,
2006:180).
2. Etiologi
Sebab-sebabnya belum di ketahui dengan jelas. Agaknya banyak
faktor yang memegang peranan dan bekerja sama sehingga terjadi
persalinan, yang ada hanya beberapa teori yang kompleks.
a. Penurunan kadar progesterone
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim. Sebaliknya
estrogen meninggikan kerentanan otot-otot rahim. Pada akhir
kehamilan kadar progesteron menurun sehingga timbul his.
b. Teori oxytocin
Pada akhir kehamilan kadar oxytocin bertambah sehingga timbul
kontraksi otot-otot rahim.
c. Keregangan otot-otot
Dengan majunya kehamilan makin terenggang otot-otot sehingga
timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya.
d. Pengaruh janin
Hifofise dan kelenjar suprarenal janin memegang peranan oleh
karena pada ancephalus persalinan lebih lama dari biasanya.
e. Teori prostaglandin
Prostaglandin yang di hasilkan desidua di sangka menjadi salah
satu permulaan persalinan.
f. Teori plasenta menual
Karena plasenta menjadi tua yang menimbulkan kontraksi rahim.
g. Teori iritasi mekanik
Di belakang serviks terdapat ganglion serviks (fleksus franken
hauser) bila ganglion ini di geser dan ditekan oleh kepala janin
akan timbul kontraksi uterus. ( Praworohardjo,2000 )
3. Bentuk Persalinan
a. Persalinan spontan adalah persalinan yang berlangsunng dengan
kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir.
b. Persalinan buatan adalah persalinan yang di bantu dengan tenaga
dari luar misalnya ekstraksi dengan forcep atau di lakukan operasi
sectio caesarea.
c. Persalinan anjuran adalah pada umumnya persalinan terjadi bila
bayi sudah cukup besar untuk hidup di luar, tetapi tidak
sedemikian besarnya sehingga menimbulkan kesulitan dalam
persalinan. Kadang- kadang persalinan tidak mulai dengan
sendirinya tetapi baru berlangsung setelah pemecahan ketuban,
pemberian pitocin atau prostaglandin.
( Praworohardjo,2000 )
4. Faktor-Faktor Yang Berperan Dalam Pembukaan Serviks
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persalinan antara lain :
a. Passenger
Malpresentasi atau malformasi janin dapat mempengaruhi
persalinan normal (Taber, 1994). Pada faktor passenger, terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi yakni ukuran kepala janin,
presentasi, letak, sikap dan posisi janin. Karena plasenta juga
harus melalui jalan lahir, maka ia dianggap sebagai penumpang
yang menyertai janin (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
b. Passage away
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang yang
padat, dasar panggul, vagina, dan introitus (lubang luar vagina).
Meskipun jaringan lunak khususnya lapisan-lapisan otot dasar
panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu jauh
lebih berperan dalam proses persalinan. Janin harus berhasil
menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relatif kaku
(Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
c. Powers
His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan
serviks membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi
kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai
masuk ke dalam rongga panggul (Wiknjosastro dkk, 2005). Ibu
melakukan kontraksi involunter dan volunteer secara bersamaan
(Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
d. Position
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi
persalinan. Posisi tegak memberi sejumlah keuntungan.
Mengubah posisi membuat rasa letih hilang, memberi rasa
nyaman, dan memperbaki sirkulasi. Posisi tegak meliputi posisi
berdiri, berjalan, duduk dan jongkok (Bobak, Lowdermilk &
Jensen, 2004).
e. Psychologic Respons
Proses persalinan adalah saat yang menegangkan dan
mencemaskan bagi wanita dan keluarganya. Rasa takut, tegang
dan cemas mungkin mengakibatkan proses kelahiran berlangsung
lambat (Depkes RI, 1999). Pada kebanyakan wanita, persalinan
dimulai saat terjadi kontraksi uterus pertama dan dilanjutkan
dengan kerja keras selama jam-jam dilatasi dan melahirkan
kemudian berakhir ketika wanita dan keluarganya memulai proses
ikatan dengan bayi. Perawatan ditujukan untuk mendukung
wanita dan keluarganya dalam melalui proses persalinan supaya
dicapai hasil yang optimal bagi semua yang terlibat. Wanita yang
bersalin biasanya akan mengutarakan berbagai kekhawatiran jika
ditanya, tetapi mereka jarang dengan spontan
menceritakannya(Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004)
5. Tanda-tanda permulaan persalinan
Burvill (2002) menerangkan sebelum mengalami persalinan akan
mengalami pergeseran prioritas mereka ketika kelahiran semakin
mendekat, di tandai dengan adanya dorongan energi dan aktivitas
nesting (persiapan melahirkan). Sebelum terjadi persalinan sebenarnya
beberapa minggu sebelumnya wanita memasuki bulannya atau
minggunya atau harinya yang disebut kala pendahuluan yang di
tandai:
a. Lightening atau droping yaitu kepala turun memasuki pintu atas
panggul terutama pada primigravida sedangkan pada multipara
tidak begitu kentara.
b. Perut kelihatan lebih melebar fundus uteri menurun.
c. Perasaan susah kencing karena kandung kemih tertekan oleh
bagian terbawa janin.
d. Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-
kontraksi lemah dari uterus,kadang-kadang disebut fase labor
pains.
e. Serviks menjadi mendatar dan sekresinya bertambah, bisa
bercampur darah.
6. Tanda - tanda Inprtu
a. Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan
teratur.
b. Keluar lendir bercampur darah yang lebih banyak karene
robekan-robekan kecil pada serviks.
c. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
d. Pada pemeriksaan dalam serviks mendatar dan pembukaan telah
ada. ( Praworohardjo,2000 )
7. Proses Persalinan
Secara klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan
wanita tersebut mengeluarkan lendir yang disertai darah (bloody
show). Lendir yang disertai darah ini berasal dari lendir kanalis
servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan
darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada di
sekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseranpergeseran ketika
serviks membuka (Wiknjosastro dkk, 2005).
a. Kala I (Pembukaan Jalan Lahir)
Kala I persalinan dimulai dengan kontraksi uterus yang
teratur dan diakhiri dengan dilatasi serviks lengkap. Dilatasi
lengkap dapat berlangsung kurang dari satu jam pada sebagian
kehamilan multipara. Pada kehamilan pertama, dilatasi serviks
jarang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam. Rata-rata durasi
total kala I persalinan pada primigravida berkisar dari 3,3 jam
sampai 19,7 jam. Pada multigravida ialah 0,1 sampai 14,3 jam
(Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Ibu akan dipertahankan
kekuatan moral dan emosinya karena persalinan masih jauh
sehingga ibu dapat mengumpulkan kekuatan (Manuaba, 2006).
Proses membukanya serviks sebaga akibat his dibagi dalam 2
fase, yaitu:
1) Fase laten : berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi
sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm. Fase
laten diawali dengan mulai timbulnya kontraksi uterus yang
teratur yang menghasilkan perubahan serviks.
2) Fase aktif : dibagi dalam 3 fase lagi yakni :
a) Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm
tadi menjadi 4 cm.
b) Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
c) Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali.
Dalam waktu 2 jam, pembukaan dari 9 cm menjadi
lengkap.
Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida
pun terjadi demikian akan tetapi terjadi dalam waktu yang lebih
pendek (Taber, 1994; Wiknjosastro dkk, 2005).
b. Kala II (Pengeluaran)
Kala II persalinan adalah tahap di mana janin dilahirkan.
Pada kala II, his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2
sampai 3 menit sekali. Saat kepala janin sudah masuk di ruang
panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar
panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan.
Wanita merasakan tekanan pada rektum dan hendak buang air
besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar
dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama
kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his.
Dengan his dan kekuatan mengedan maksimal, kepala janin
dilahirkan dengan presentasi suboksiput di bawah simfisis, dahi,
muka dan dagu. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk
mengeluarkan badan dan anggota badan bayi (Wiknjosastro dkk,
2005).
Masih ada banyak perdebatan tentang lama kala II yang
tepat dan batas waktu yang dianggap normal. Batas dan lama
tahap persalinan kala II berbeda-beda tergantung paritasnya.
Durasi kala II dapat lebih lama pada wanita yang mendapat blok
epidural dan menyebabkan hilangnya refleks mengedan. Pada
Primigravida, waktu yang dibutuhkan dalam tahap ini adalah 25-
57 menit (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Rata-rata durasi
kala II yaitu 50 menit (Kenneth et al, 2009; Koniak, Martin &
Reeder, 1992). Pada tahap ini, jika ibu merasa kesepian, sendiri,
takut dan cemas, maka ibu akan mengalami persalinan yang lebih
lama dibandingkan dengan jika ibu merasa percaya diri dan
tenang (Simkin, 2008).
c. Kala III (Kala Uri)
Kala III persalinan berlangsung sejak janin lahir sampai
plasenta lahir (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Setelah bayi
lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat.
Beberapa menit kemudian, uterus berkontraksi lagi untuk
melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas
dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan
atau dengan tekanan pada fundus uteri (Wiknjosastro dkk, 2005).
Pada tahap ini dilakukan tekanan ringan di atas puncak rahim
dengan cara Crede untuk membantu pengeluaran plasenta.
Plasenta diperhatikan kelengkapannya secara cermat, sehingga
tidak menyebabkan gangguan kontraksi rahim atau terjadi
perdarahan sekunder (Manuaba, 2006).
d. Kala IV (2 Jam Setelah Melahirkan)
Kala IV persalinan ditetapkan berlangsung kira-kira dua
jam setelah plasenta lahir. Periode ini merupakan masa pemulihan
yang terjadi segera jika homeostasis berlangsung dengan baik
(Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Pada tahap ini, kontraksi
otot rahim meningkat sehingga pembuluh darah terjepit untuk
menghentikan perdarahan. Pada kala ini dilakukan observasi
terhadap tekanan darah, pernapasan, nadi, kontraksi otot rahim
dan perdarahan selama 2 jam pertama. Selain itu juga dilakukan
penjahitan luka episiotomi. Setelah 2 jam, bila keadaan baik, ibu
dipindahkan ke ruangan bersama bayinya (Manuaba, 2006).
8. Mekanisme Persalinan
Mekanisme persalinan dibagi atas tujuh bagian yaitu engagement
merupakan apabila diameter biparietal kepala melewati pintu atas
panggul. Penurunan merupakan gerakan bagian presentasi melewati
panggul. Fleksi merupakan segera setelah kepala yang turun tertahan
oleh serviks, dinding panggul. Putaran paksi dalam adalah pintu atas
panggul ibu memiliki bidang paling luas pada diameter transversanya.
Ekstensi merupakan saat kepala janin mencapai perinium, kepala akan
defleksi kearah anterior oleh perinium. Restitusi dan putaran paksi
luar merupakan setelah kepala lahir, bayi berputar hingga mencapai
posisi yang sama dengan saat ia memasuki pintu atas panggul.
Ekspulsi merupakan setelah bahu keluar, kepala dan bahu diangkat ke
atas tulang pubis ibu dan badan bayi dikeluarkan dengan gerakan
fleksi lateral ke arah simfisis pubis (Bobak, 2005).
9. Pimpinan Persalinan
Perlu didasari persalinan adalah suatu tugas dari seorang ibu yang
harus di hadapi dengan tabah walaupun tidak jarang mereka cemas
dalam menghadapi masalah tersebut. Oleh karena itu mereka
membutuhkan penolong yang dapat dipercaya dan selalu siap didepan
dalam mengatasi kesukaran.
a. Pimpinan persalinan kala I
Pekerjaan penolong adalah mengawasi wanita inpartu
sebaik-baiknya dan melihat apakah semua persiapan untuk
persalinan sudah dilakukan. Pemberian obat atau tindakan hanya
dilakukan bila ada indikasi untuk ibu maupun janin. Apabila
kepala janin telah masuk ke dalam PAP dan ketuban belum
pecah, ibu bisa duduk atau berjalan-jalan di sekitar kamar
bersalin. Apabila kepala janin belum masuk sebaiknya berbaring
terlentang karena bila ketuban pecah, mungkin terjadi
komplikasi-komplikasi seperti prolaps tali pusat, prrolaps
tangan. Jika ketuban sudah pecah dilarang jalan, harus
berbaring. Pemeriksaan vagina dilarang kecuali ada indikasi
karena mempertinnggi resiko infeksi. Pada kala I dilarang
mengejan karena belum waktunya dan menghabiskan tenaga
ibu. Kala I berakhir apabila pembukaan sudah lengkap sampai
10 cm.
b. Pimpinan persalinan kala II
Kepala janin telah masuk ruang panggul dan umumnya
ketuban sudah pecah. Bila masih utuh harus dipecahkan. Jika
wanita hamil merasa adanya dorongan mengeran maka
penolong harus memimpin mengejan.
Cara memimpin mengejan:
1) Mengejan bersifat refleks dan akan terjadi dengan
sendirinya, tetapi ada beberapa yang perlu bimbingan
karena pengejanan tidak efektif. Mengejan hanya
diperbolehkan pembukaan sudah lengkap dan adanya his.
2) Letak terlentang, kedua kaki di fleksikan, kedua tangan
memegang kaki atau tepi tempat tidur sebelah atas. Bila
keadaan janin kurang baik mengejan dalam posisi miring.
3) Pada permulaan his dianjurkan menarik nafas dalam, tutup
mulut, mengejan sekuat tenaga dan selama mungkin. Bila
his tidak ada dianjurkan istirahat sampai adanya his lagi.
4) DJJ diperiksa setiap 10-15 menit diantara dua his. Selain
itu nadi perlu diawasi karena nadi cepat antara lain
menunjukkan kelelahan dan perlu dipikirkan apakah
pengejanan masih dapat dilanjutkan.
Bila kepala janin sampai diluar panggul, vulva mulai
terbuka, rambut kepala kelihatan, tiap his kepala lebih maju,
anus terbuka, perinium menegang. Penolong harus menahan
perinium dengan kanan beralaskan kain kasa supaya tidak
terjadi robekan.
Bila perinium menegang dan menipis, maka tangan kiri
penolong menekan bagian belakang kepala janin ke arah anus.
Tangan kanan diperinium dengan ujung-ujung jari tangan kanan
yang melalui kulit perinium di coba mengait dagu janin dan di
tekan kearah sympisis pelan-pelan. Dengan pimpinan yang baik
maka lahirlah kepala dengan ubun-ubun kecil (subocciput) di
bawah sympisis sebagai hipomoclion secara berturut-turut
kelihatan: Bregma(UUB), dahi, muka, dagu. Perhatikan apakah
tali pusat melilit leher, kalau ada bebaskan. Kepala akan
mengadakan putaran restitusi kearah dimana punggung janin
berada. Lahirlah bahu depan dengan menarik kepala kearah anus
(bawah) lalu bahu belakang dengan menarik pelan kearah
sympisis (atas). Melahirkan badan, bokong, dan kaki lebih
mudah yaitu dengan mengait kedua ketiak janin.
c. Pimpinan persalinan kala III
Setelah bayi lahir harus tentukan tinggi fundus uteri dan
kontraksi uterus. Jika kontraksi uterus keras dan tak ada
perdarahan, penolong hanya menunggu sampai plasenta lepas.
Tangan penolong diletakkan diatas fundus untuk menjaga
supaya tidak naik dan tidak menggelebung karena terisi
darah.Tanda-tanda pelepasan plasenta:
1) Fundus uteri naik
2) Tali pusat terlihat lebih panjang
3) Uterus bulat dan keras
4) Pengeluaran darah dengan tiba-tiba
5) Dengan prasat-prasat antara lain:
a) Prasat kustner
Tangan kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri
menekan daerah diatas symphisis bila tali pusat tidak
masuk lagi kedalam vagina berarti plasenta telah
lepas.
b) Prasat strasman
Tangan kanan mengkat tali pusat, tangan kiri
mengetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada
tangan kanan berarti plasenta belum lepas.
c) Prasat klien
Ibu diminta mengejan, tali pusat akan turun bila
berhenti mengejan tali plasenta masuk lagi berarti
plasenta belum lepas.
6) Tanda perlepasan plasenta terlihat 5-10 menit setah bayi
lahir
7) Tekanan pada fundus uteri hanya boleh dilakukan setelah
kontraksi uterus baik untuk mencegah inversio uteri
( Praworohardjo,2000 )
d. Kala IV atau kala pengawasan
Adalah masa kritis yang dihadapi ibu karena bisa terjadi
perdarahan. Penyebab utama dari perdarahan adalah kontraksi
uterus yang kurang baik.
Penting untuk di ingatkan jangan meninggalkan wanita
bersalin 1 jam sesudah bayi dan uri lahir. Sebelum
meninggalkan ibu, periksa ulang dan perhatikanlah 7 pokok
penting berikut ini:
1) Kontraksi rahim, dapat diketahui dengan palpasi, bila perlu
lakukan massage dan uterotonika.
2) Perdarahan, ada atau tidak, banyak atau sedikit.
3) Kandung kemih, harus ada dalam keadaan kosong, kalau
perlu anjurkan ibu BAK bila tidak bisa lakukan katerisasi.
4) Luka-luka, jahitnya baik atau tidak, ada perdarahan atau
tidak.
5) Uri dan selaput ketuban harus lengkap.
6) Keadaan umum ibu (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan,
rasa sakit).
7) Bayi dalam keadaan baik ( Praworohardjo,2007 )
10. 60 langkah Asuhan Persalinan Normal
1) Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala II.
2) Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan
termasuk mematahkan ampul oksitosin dan memasukan alat
suntik sekali pakai 2½ ml ke dalam wadah partus set.
3) Memakai celemek plastik.
4) Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci
tangan degan sabun dan air mengalir.
5) Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yang
akan digunakan untuk pemeriksaan dalam.
6) Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung
tangan, isi dengan oksitosin dan letakan kembali ke dalam
wadah partus set.
7) Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah
dengan gerakan vulva ke perineum.
8) Melakukan pemeriksaan dalam (pastikan pembukaan sudah
lengkap dan selaput ketuban sudah pecah).
9) Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam
larutan klorin 0,5%, membuka sarung tangan dalam keadaan
terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
10) Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus
selesai (pastikan DJJ dalam batas normal (120-160 x/menit).
11) Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan
janin baik, meminta ibu untuk meneran saat ada his apabila
ibu sudah merasa ingin meneran.
12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu
untuk meneran (pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi
setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman.
13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai
dorongan yang kuat untuk meneran.
14) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau
mengambil posisi nyaman, jika ibu belum merasa ada
dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
15) Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di
perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan
diameter 5-6 cm.
16) Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong
ibu.
17) Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali
kelengkapan alat dan bahan.
18) Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19) Tangan kanan enahan perineum saat kepala janin Nampak 5-
6cm di depan vulva dan tangan kiri di vertex kepala janin.
20) Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin.
21) Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran
paksi luar secara spontan.
22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara
biparental. Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat
kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala ke arah bawah dan
distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan
kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan
bahu belakang.
23) Setelah bahu lahir, lakukan sangga dengan geser tangan
bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah kepala,
lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk
menelusuri dan memegang tangan dan siku sebelah atas.
24) Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri
punggung ke arah bokong dan tungkai bawah janin untuk
memegang tungkai bawah (selipkan jari telunjuk tangan kiri
di antara kedua lutut janin).
25) Melakukan penilaian selintas : (a) Apakah bayi menangis
kuat dan atau bernafas tanpa kesulitan? (b) Apakah bayi
bergerak aktif ?
26) Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan
bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa
membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan
handuk/kain yang kering. Membiarkan bayi di atas perut ibu.
27) Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi
bayi dalam uterus.
28) Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar
uterus berkontraksi baik.
29) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin
10 unit IM (intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal
lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
30) Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan
klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali
pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2
cm distal dari klem pertama.
31) Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit
(lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat
di antara 2 klem tersebut.
32) Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu
sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan
mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya
33) Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan
memasang topi di kepala bayi.
34) Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm
dari vulva.
35) Meletakan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi
atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan
tali pusat.
36) Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan
penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul
kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur.
37) Melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga
plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong
menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian
ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan
tekanan dorsokranial).
38) Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan
plasenta dengan hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan),
pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran
searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah
robeknya selaput ketuban.
39) Segera setelah plasenta lahir, melakukan massase (pemijatan)
pada fundus uteri dengan menggosok fundus uteri secara
sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri
hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
40) Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan
tangan kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon
dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukan ke
dalam kantong plastik yang tersedia.
41) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
Melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan
perdarahan.
42) Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak
terjadi perdarahan pervaginam.
43) Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan
kedalam larutan klorin 0,5%, bersihkan noda darah dan
cairan tubuh, lepaskan secara terbalik dan rendam sarung
tangan dalam larutan klorin 0,5 % selama sepuluh menit.
Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir,
keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang
bersih dan kering. Kemudian pakai sarung tangan untuk
melakukan pemeriksaan fisik bayi.
44) Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di
dada ibu paling sedikit 1 jam.
45) Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi,
beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1 mg
intramaskuler di paha kiri anterolateral.
46) Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan
imunisasi Hepatitis B di paha kanan anterolateral.
47) Celupkan tangan dilarutan klorin 0,5% ,dan lepaskan secara
terbalik dan rendam, kemudian cuci tangan dengan sabun
dan air bersih yang mengalir, keringkan dengan handuk
bersih dan pakai sarung tangan.
48) Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah
perdarahan pervaginam.
49) Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan massase uterus
dan menilai kontraksi.
50) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
51) Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap
15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap
30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
52) Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi
bernafas dengan baik.
53) Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan
klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas
peralatan setelah di dekontaminasi.
54) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah
yang sesuai.
55) Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT.
Membersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu
ibu memakai memakai pakaian bersih dan kering.
56) Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk
membantu apabila ibu ingin minum.
57) Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin
0,5%.
58) Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5%
melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan
merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
59) Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
60) Melengkapi partograf.
11. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
a. Definisi
Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah proses menyusu segera
yang dilakukan dalam satu jam pertama setelah bayi lahir. Satu
jam pertama kelahiran bayi adalah saat paling penting, karena
di masa satu jam pertama ini terjadi fase kehidupan yang
mempengaruhi proses menyusui. Setelah bayi lahir, semua bayi
dari ras manapun akan mengalami fase yang sama, yakni fase
untuk mempertahankan fungsi kehidupannya yaitu insting
untuk mencari sumber makanan (menyusui).
b. Manfaat IMD
1) Mencegah perdarahan pada ibu pasca bersalin, karena
hisapan bayi pada puting akan merangsang hormon
oksitosin sehingga otot rahim akan berkontraksi
2) Termoregulasi, suhu tubuh ibu akan naik untuk
menghangatkan bayi sehingga mencegah bayi mengalami
hipothermia.
3) Pembentukan koloni bakteri baik pertama, pada saat IMD
bayi akan menjilati kulit ibunya, sehingga terjadi
pemindahan bakteri dari kulit ibunya ke sakuran cerna bayi
4) Bounding, terbentuk ikatan yang kuat antara ibu, bayi dan
ayah yang mendampingi proses IMD
5) Membantu keberhasilan proses menyusui, karena pada saat
IMD bayi akan belajar menghisap dan melekat pada
payudara. Pada satu jam pertama, insting bayi yang
terbentuk akan terlatih dan diingat oleh bayi.
6) Bayi mendapatkan kolostrum yang banyak mengandung
protein anti infektif sehingga melindungi bayi dari infeksi.

c. Teknik IMD
Teknisnya, sesaat setelah bayi lahir dan dipotong tali
pusatnya, bayi segera diletakkan di dada ibu dengan posisi
tengkurap, di mana antara kulit bayi dengan kulit ibu kontak
langsung. Proses Inisiasi Menyusu Dini ini bisa dilakukan, jika
proses persalinan ibu dilakukan secara normal, sehingga
memungkinkan ibu untuk melakukan IMD sesuai yang
dianjurkan. Sedangkan, bagi ibu yang melahirkan secara
caesar, peluang untuk melakukan IMD lebih kecil, mengingat
kondisi kesehatan ibu pasca operasi belum memungkinkan
untuk melakukan itu.

B. KEHAMILAN PRETERM
1. Pengertian
Persalian preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur
kehamilan 20-37 minggu dihitung dari pertama haid terakhir (ACOD
1995). Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi
prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 minggu atau
kurang. Persalinan preterm merupakan hal yang berbahaya kerena
potensial meningkatkan kematian perinatal sebesar 65%-75%,
umumnya berkaitan dengan berat lahir rendah. Berat lahir rendah dapat
disebabkan oleh kelahiran preterm dan pertumbuhan janin yang
terhambat.
Keduanya sebaiknya harus dicegah karena dampaknya yang
negatif; tidak hanya kematian perinatal tetapi juga morbiditas, potensi
generasi akan datang, kelainan mental dan beban ekonomi bagi
keluarga dan bangsa secara keseluruhan. Pada kebanyakan kasus,
penyebab pasti persalianan preterm tidak ketahui.
Berbagai sebab dan faktor demografik diduga sebagai penyebab
persalinan preterm, seperti: solusi plasenta, kehamilan ganda, kelainan
uterus, polihidramnion, kelainan kongenital janin, ketuban pecah dini
dan lain-lain. Penyebab persalinan preterm bukan tunggal tetapi
multikompleks, antara lain karena infeksi. Infeksi pada kehamilan akan
menyebabkan suatu respon imunologik spesifik melalui aktifasi sel
limfosit B dan T dengan hasil akhir zat-zat yang menginisasi kontraksi
uterus. Terdapat makin banyak bukti yang menunjukan bahwa mungkin
sepertiga kasus persalinan preterm berkaitan dengan infeksi membran
korioamnion.
Himpunan Kedokteran fetomaternal POGI di Semarang tahun
2005 menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yg terjadi
pada usia kehamilan 22-37 minggu .

2. Masalah persalinan preterm


Angka kejadianpersalinan preterm pada umunya adalah sekitar
6-10% .Hanya 1,5 % persalinan terjadi pada usia kehamilan kuarang
dari 32 minggu dan 0,5 % pada kehamilan kurang diri 28 minggu
namun,kehamilan ini merupakan 2/3 dari kematian neonatal.Kesulitan
utama dalam persalian preterm ialah perawatan bayi preterm,yg
semakin usia kehamilan yg semakin besar morbiditas dan
mortalitas.Penelitian lain menunjukan bahwa umur kehamilan dan
berat bayi lahir saling berkaitan dengan resiko kematian perinatal.

3. Etiologi dan Faktor Predisposisi


Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang
multifaktorial. Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan
faktor medik mempunyai pengaruh terhadap terjadinya persalinan
prematur. Kadang hanya risiko tunggal dijumpai seperti distensi
berlebih uterus, ketuban pecah dini, atau trauma. Banyak kasus
persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik yang merupakan
mediator biokimia yang mempunyai dampak yang terjadinya kontraksi
rahim dan perubahan serviks, yaitu:
1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik
pada ibu maupun janin, akibat stres pada ibu atau janin
2. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi
asenden dari traktus gebitourinaria atau infeksi sistemik
3. Perdarahan desidua
4. Peregangan uterus patologik
5. Kelianan pada uterus atau serviks
Dengan demikian, untuk memprediksi kemungkinan terjadinya
persalinan prematur harus dicermati beberapa kondisi yang dapat
menimbulkan kontraksi, menyebabkan persalianan prematur atau
seorang dokter terpaksa mengakhiri kehamilan pada saat kehamilan
belum genap bulan.
Kondisi selama kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan
preterm adalah
1. Janin dan plasenta
- Perdarahan trimester awal
- Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta,
vasa previa)
- Ketuban pecah dini (KPD)
- Pertumbuhan janin terhambat
- Cacat bawaan janin
- Kehamilan ganda/gameli
- Polihidramnion

2. Ibu
- Penyakit berat pada ibu
- Diabetes mellitus
- Preeklamsia/ hipertensi
- Infeksi saluran kemih/ genetal/ intrauterin
- Penyakit infeksi dengan demam
- Stres psikologik
- Kelainan bentuk uterus/serviks
- Riwayat persalinan preterm/abortus berulang
- Inkompetensi serviks (panjang serviks kurang dari 1cm)
- Pemakaian obat narkotik
- Trauma
- Perokok berat
- Kelainan imunologi/ kelainan resus
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan preterm
Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya persalianan
preterm dapat diklasifikasikan secara rinci sebagai berikut:
1. Kondisi umum
2. Keadaan sosial ekomoni rendah
3. Kurang gizi
4. Anemia
5. Perokok berat, dengan lebih dari 10batang/hari.
6. Umur hamil terlalu muda kurang dari atau terlalu tua di atas 35
tahun.
7. Penyakit ibu yang menyertai kehamilan
8. Penyulit kebidanan
Perkembangan dan keadaan hamil dapat meningkatkan
terjadinya persalinan perterm diantaranya:
1. Kehamilan dengan hidramnion, ganda, pre-eklamsia.
2. Kehamilan dengan perdarahan antepartum pada solusio plasenta,
plasenta previa, pecahnya sinus marginalis
3. Kehamilan dengan ketuban pecah dini: gawat janin, temperatur
tinggi.
4. Kelainan anatomi rahim
5. Keadaan rahim yang sering menimbulkan kontraksi dini: serviks
inkompeten karena kondisi serviks, amputasi serviks.
6. Kelainan kongenital rahim
7. Infeksi pada vagina aseden (naik) menjadi amninitis
Sedangkan menurut Mochtar (1998:220), faktor yang
mempengaruhi prematuritas adalah sebagai berikut:
1. Umur ibu, suku bangsa, sosila ekonomi
2. Bakteriura (infeksi saluran kencing)
3. BB ibu sebelum hamil, dan sewaktu hamil
4. Kawin dan tidak kawin: tak syah 15% prematur; kawin syah 13%
prematur
5. Prenatal (antenatal) care
6. Anemia, penyakit jantung
7. Jarak antara opersalian yang terlalu dekat
8. Pekerjaan yang terlalu berat sewaktu hamil berat
9. Keadaan bayi yang harus dilahirkan prematur, misalnya pada
plasenta previa, toksemia gravidarum, solusio plasentae atau
kehamilan ganda.
5. Gejala klinis dari persalinan preterm
Tanda-tanda klinis dari persalinan preterm adalah didahului
dengan adanya kontrkasi uterus dan rasa menekan pada panggul
kemudian diikuti dengan keluarnya cairan vagina yang mengandung
darah

6. Indikator-indikator untuk meramalkan terjadinya persalinan preterm


Pengenalan dini wanita yang berisiko untuk terjadinya persalinan
preterm adalah hal yang sangat penting. Berbagai indikator telah
dikemukakan untuk pengenalan dini resiko terjadinya persalinan
preterm antara lain sebagai berikut.
1. Indikator klinik
Seperti persalinan pada umumnya, kontraksi uterus,
penipisan atau pemendekan serviks baik dengan pemeriksaan
klinis(manual) ataupun alat tokodinaminometer (untuk mengetahui
adanya kontraksi uterus yang adekuat), serta ultrasonografi(untuk
mengetahui pemendekan serviks) merupakan indikator klinis yang
sangat penting diketahui untuk meramalkan pakah persalianan
preterm akan terjadi dalam waktu singkat atau masih adapat
dipertahankan untuk meningkatkan usia hamil.
2. Indikator laboratorik
Jumlah leokosit dalam air ketuban dengan nilai batas 20
atau lebih perml mempunyai arti dalam menentukan adanya
korioamnionitis dengan OR 74,0 dibanding dengan pemeriksaan
CRP(0,7mg/ml). Leokosit dalam serum ibu(13rb/ml) pemeriksaan
tersebut lebih bermakna
3. Indikator biokimiawi
Fibronektin janin adalah protein pada selaput korio amnion
desidua dan dalam air ketuban. Fungsinya sebagai perekat antara
buah kehamilan dengan permukaan dalam dinding uterus. Produksi
fibronektin janin oleh sel korion manusia akan meningkat oleh
reaksi peradangan. Beberapa peneliti telah membuktikan peran
fibronektin janin ini untuk meramalkan kejadian persalinan
preterm. Peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina serviks
dan air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada
hubungan antara korion dengan desidua. Pada kehamilan
24minggu atau lebih kadar fibronektin janin dalam cairan
servikskovagina 50mg/ml atau lebih kan meningkatkan risiko
terjadinya persalinan preterm dengan sensitifitas 80% dan nilai
prediksi positif 83% lebih jauh peningkatan kadar fibronektin janin
pada kehamilan 8-22mg pada wanita yang berisiko tinggi akan
meningkatkan resiko terjadinya persalinan preterm secara
bermakna.

7. Diagnosis dari persalinan


Diagnosis suatu persalinan preterm yang membakat (preterm
labor) didasarkan atas gejala klinis yang ditandai dengan suatu
kontraksi rahim yang teratur dengan interval <5-8 menit pada
kehamilan 20-37mg, yang disertai dengan satu atau lebih gejala-gejala
berikut.
1. Perubahan serviks yang progresif
2. Pembukaan serviks 2cm atau lebih
3. Pendaftaran serviks 80% atau lebih
Lams dkk, mengemukakan tentang cara menentukan risiko
terjadinya persalinan preterm dengan USG dan pemeriksaan vagina
pada kehamilan 24-34mg dan sebelum 36mg.
8. Pemeriksaan penunjang
1. Laboraturium
- Pemeriksaan kultur urine
- Pemeriksaan gas dan pH darah janin
- Pemeriksaan darah tepi ibu
Jumlah leokosit
C-reactive protein (CRP) ada pada serum penderita yang
menderita infeksi akaut adan didekteksi berdasarkan kemampuannya
untuk mempresipitasi fraksi polisakarida somatik nonspesifik kuman
Pneumococcus yang disebut fraksi C.
2. Amniosentesis
- Hitung leokosit
- Perwarnaan gram bakteri (+) pasti ammnionitis
- Kultur
- Kadar glukosa cairan amnion,
3. Pemeriksaan ultrasonografi
- Oligohidramnion :
Goulk dkk. (1985) mendapati hubungan antara oligohidramnion
dengan korioamnionitis klinis antepartum.
- Penipisan serviks :
Lams dkk. (1994) mendapati bila ketebalan serviks <3cm
(USG), dapat dipastikan akan terjadi persalina preterm.
- Kardiotokografi :
Kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan kontraksi

9. Penatalaksanaan
Ibu hamil yang diidentifikasi memiliki risiko persalinan preterm
akibat amnionitis dan yang mengalami gejala persalinan preterm
membakat harus ditangani seksama untuk meningkatkan keluaran
noenatal. Pada kasus-kasus amnionitis yang tidak mungkin ditangani
akspektatif, harus dilakukan intervensi, yaitu dengan :
1. Akselerasi pematangan fungsi paru
Terapi glukokortikoid, misalnya dengan betamethasone 12mg im.
2kali selang 24jam. Atau dexamethasone 5mg tiap 12jam(IM)
sampai 4 dosis.
Thyrotropin releasing hormone 400ug iv, akan meningkatkan
kadar tri-iodothyronine yang dapat meningkatkan produksi
surfaktan. Suplemen inositol, karena inositol merupakan komponen
membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan surfaktan
2. Pemberian antibiotik
Mercer dan arheart (1995) menunjukan bahwa pemberian
antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian
korioamnionitis dan spesies neonatorum. Diberikan 2 gram ampicilin
(iv) tiap 6 jam sampai persalinan selesai (ACOG). Peneliti lain
memberikan antibiotika kombinasi untuk kuman aerob. Yyang
terbaik bila sesuai dengan kultur dan tes sensitivitas setelah itu
dilakukan deteksi dan penanganan terhadap faktor risiko persalinan
preterm, bila tidak ada kontra indikasi, diberi tokolitik.
3. Pemberian tokolitik
a. Nifedin 10mg diulang tiap 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam.
Umumnya hanya diperlukan 20 mg dan dosis perawatan 3 x 10
mg.
b. Golongan beta – mimetik
- Salbutamol
- Per infus : 20 – 50
- Per oral : 4 mg ,2- 4 kali/hari( maintenance)
10. Penanganan
Penanganan umum
1. Lakukan evaluasi cepat keadaan ibu
2. Upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi
Prinsip penanganan
1. Coba hentikan kontraksi uterus atau penundaan kehamilan
2. Persalinan berjalan terus dan siapkan penanganan selanjutnya
Oleh karena usia hamil dan berat lahir merupakan faktor penentu dari
fetal survival,maka yang menjadi tujuan utama pengelolaan
persalinan adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan usia hamil
2. Meningkatkan berat lahir
3. Menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal.
Prinsip pengelolaan persalinan preterm yang membakat adalah
bergantung pada hal-hal berikut ini.
1. Kondisi ketuban masih untuh atau sudah pecah
2. Usia kehamilan dan perkiraan berat janin
3. Ada atau tidak adanya gejala klinis dari infeksi intrauterin
4. Ada atau tidak petanda-petanda yang meramalkan persalinan
dalam waktu yang relatif dekat( kontraksi ,penipisan serviks,
dan kadar IL – dalam air ketuban ).

11. Pengelolaan persalinan preterm dengan ketuban yang masih lunak


Pada dasarnya apabila tidak ada bahaya untuk ibudan janin,
maka pengelolaan persalinan preterm yang membakat adalah
konservatif, yaitu sebagai berikut.
1. Menunda persalinan dengan tirah baring dan pemberian
obat – obat tokolitik.
2. Memberikan obat-obat untuk memacu pematangan paru
janin.
3. Memberikan obat-obat antibiotik untuk mencegah risiko
terjadinya infeksi perinatal
4. Merencanakan cara persalinan preterm yang aman dan
dengan trauma yang minimal
5. Mempersiapkan perawatan neonatal dini yang intensif
untuk bayi-bayi prematur.

Usia hamil <34 minggu


1. Tokolitik untuk menghentikan kontraksi uterus
Bermacam-macam tokolitik yang dikenal dengan titik
tangkap dan cara kerja yang berbeda dapat diberikan baik secara
tunggal maupun kombinasi sesuai dengan prosedur pemberian
yang dianjurkan dengan tetap memperhatikan kemungkinan efek
samping yang dapat timbul pada ibu / atau janin.
a. Beta -2 agonis
Terbutalin
Prosedur pengobatan dengan terabutalin.
1000 mcg (2 amp) terabutalin dalam 500 ml NaCL sehingga
diperoleh konsentrasi 2 mcg/ml atau 0,5 mcg/tetes.
Dosis awal diberikan 1 mcg/menit atau 10tetes/menit. Dosis
dinaikan setiap 15 menit dengan 0,5 mcg(5 tetes) sampai his
menghilang atau timbul tanda-tanda efek samping yang dirasakan
membahayakan ibu dan atau janin.
Dosis maksimum yang dianjurkan adalah 5mcg/menit (5
tetes/menit).bila his berhenti,maka dosis dipertahankan pada
kecepatan tersebut selama 1 jam, kemudian diturunkan 0,5mgc
atau 5 tetes setiap 15 menit sampai dosis pemeliharaan (
maintenance) sebesar 2 mcg/menit atau 20 tetes/menit dan
dipertahankan sampai 8jam kemudian. Bila sebelum 8 jam terjadi
kontraksi lagi, maka dosis dinaikan lagi seperti diatas. Dosis total
yang dianjurkan sampai dengan 2.000 mgc (4amp) salam 1.000
ml NaCL. Bila tidak timbul his lagi, setengah jam sebelum
pemberian parenteral dihentikan (7,5jam dalam dosis
pemeliharaan), penderita boleh mulai diberikan terbutalin oral
(2,5 mg/tab) setiap 8 jam sampai 5 hari atau sampai ada tanda-
tanda efek samping yang membahayakan ibu dan atau janin.
Beta -2 agonis yang lain dapat diberikan sesuai dengan
prosedur yang dianjurkan pada masing – masing obat.
Efek samping samping pemberian obat tersebut adalah sebagai
berikut :
Ibu : efek beta – 1 terhadap jantung ibu berupa
palpitasi hebat.
Janin : gangguan paada sirkulasi feto-plasental yang
mengakibatkan hipoksia janin intrauterin.
b. Non – steroid anti – inflamatory agents
Cox -2 inhibitor (nimesulid) oral dengen dosis 3x100 mg/hari.
Obat-obat NSAIAs yang lain ( seperti indomethasin dan lain-lain,
saat ini tidak dianjurkan lagi terutama pada kehamilan >32minggu
karena efek samping penutupan dini duktus arteriosus)
c. Calsium Antagonis
Nifedipine oral dengan dosis 3x10 mg/hari. Pada dasarnya obat
ini cukup aman terhadap ibu dan janin, akan tetapi dalam
beberapa penelitian pernah ditemukan efek samping pada ibu
berupa sakit kepala dan hipotensi.
d. Progesteron
Obat-obat progesteron diberikan parenteral maupun oral sesuai
dosis yang di anjurkan.
e. Oxytocin analog
Atosiban ( Belum beredar di Indonesia )
2. Kortkosteroid untuk memacu pematangan paru janin
intarauterine.
Betamethason 12-16 mg (3-4 amp ) /IM,/hari diberikan
selama 2 hari ( liggin dan Howie 1972 ) atau Dexamethason 6
mg/IM, diberikana 4 dosis tiap 6 jam sekali ( Parkland Hospital,
1994). Pemberian ini hanya dianjurkan sekali saja, tidak
dianjurkan untuk mengulangi pemberian setelah ini karena efek
samping terhadap ibu ( hipertensi ) dan janin ( gangguan
perkembangan syaraf ) (NIHCDC-2000 ).
3. Antibiotik untuk mencegah infeksi perinatal ( ibu dan bayi ).
Ampisilin Sulbactam parenteral 2x1,5 g selama 2 hari,
kemudian dilanjutkan oral 3x 375 mg/hari selama 5 hari. Obat
antibiotik yang lain sebaiknya dipilih obat-obat golongan B (
Klasifikasi FDA untuk obat-obat untuk ibu hamil ) terutama
dianjurkan derivat penisilin/ ampisilin mengingat efek
teratogenikterhadap janin. Pemberian antibiotik ini masih banyak
kontroversi karena satu pihak berhasil menurunkan kejadian
infeksi pada amnion/janin dan memperpanjang usia kehamilan (
karena bisa meningkatkan efek obat-obat tokolitik ), akan tetapi
pihak lain menolak memberikan karena ternyata pemberian
antibiotik ini tidak memperbaiki hasil akhir (outcome) janin
seperti kejadian-kejadian Necrotising Enterocolitis (NEC),
Respiratory Distress Syndrome (RDS), dan Intracranial
Haemorhage (Mercer dan Arheart 1995). Kyle dan turner (1996 )
menolak memberikan antibiotik dalam jangka waktu lama karena
alasan meningkatkan resiko terjadinya infeksi dari bakteri lain
dan resistensi bakteri terhadap antibiotik.
4. Cara Persalinan.
Upayakan persalinan preterm yang man dan non-traumatis,
serta perawatan intensif untuk bayi prematur. Cara persalinan
yang dianjurkan adalah spontan pervaginam atau SC atas indikasi
obstetrik yang ada ( Kelainan letak, gawat janin ).

Usia Hamil 34 Minggu/ Lebih


Oleh karena Survival Rate dan jangka kejadian RDS bayi
prematur dengan usia hamil 34 minggu tidak berbeda secara
bermakna, maka pada kasus demikian menuunda persalinan untuk
meningkatkan usia hamil tidak terlalu diutamakan. Akan tetapi,
pemberian tokolitik hanya untuk menunda sampai dengan 48 jam
yang bertujuan untuk memberi kesempatan memberikan obat-obat
kortikosteroid kecuali bila pada pemeriksaan ditemukan L/S ratio
>2 atau tes lain yang menunjukan maturitas paru janin.
Selanjutnya, pemberian antibiotik dan mengupayakan persalinan
yang aman dapat menghindari trauma persalinan yang beresiko
untuk terjadinya hipoksia janin selama persalinan.

12. KETUBAN PECAH DINI


1. Definisi
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum
terjadi proses persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan
cukup waktu atau kurang waktu (Donald, 2002).
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir
kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD
preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang
memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum
waktunya melahirkan.
2. Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua
faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh
adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu
ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri.
Penyebab lainnya adalah sebagai berikut :
a. Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan
pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu
lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah
kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang
semakin besar (manuaba, 2002).
b. Peninggian tekanan inta uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihandapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
Misalnya:
1) Trauma : Hubungan seksual, pemeriksaan dalam,
amniosintesis
2) Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin
atau lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus
yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya
ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi
karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar
dan kantung (selaput ketuban) relative kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga
mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah
pecah (Saifudin, 2002).
3) Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram
kehamilan dengan makrosomia menimbulkan distensi
uterus yang meningkat atau over distensi dan
menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah
sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan
selaput ketuban menjadi teregang, tipis dan kekuatan
membran menjadi berkurang, menimbulkan selaput
ketuban mudah pecah (Winkjosastro, 2006).
4) Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan
amnion >2000mL. Uterus dapat mengandung cairan
dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis
adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara
berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut
meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi
nyata dalam waktu beberapa hari saja.
c. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang dan letak
lintang.
d. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum
masuk PAP (sepalo pelvic disproporsi).
e. Korioamnionitis
Adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh
penyebaran organisme vagina ke atas. Dua faktor predisposisi
terpenting adalah pecahnya selaput ketuban > 24 jam dan
persalinan lama.
f. Penyakit infeksi
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh
sejumlah mikroorganisme yang meyebabkan infeksi selaput
ketuban. Infeksi yang terjadi menyebabkan terjadinya proses
biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik
sehingga memudahkan ketuban pecah.
g. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C
rendah dan kelainan genetik).
h. Riwayat KPD sebelumya.
i. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.
j. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia
kehamilan 23 minggu.
3. Tanda dan Gejala
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes
melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau
amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes,
dengan ciri pucat dan warna darah bergaris. Cairan ini tidak akan
berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi
bila ibu bersalin duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak
di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran
untuk sementara. Adapun tanda dan gejala yaitu demam, bercak
vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah
cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.
4. Patofisiologi
amnion, fibroblast, jaringan retikuler korion dan trofoblas, sintesis
maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh system aktifitas
dan inhibisi interleukin -1 dan prostaglandin, tetapi karena ada
infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan
prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi
depolimerasi kolagen pada selaput korion/amnion, menyebabkan
ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan sehingga terjadi
ketuban pecah dini (Maria, 2009).
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis ketuban pecah dini adalah:
a. Keluarnya air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning
atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
b. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi.
c. Janin mudah diraba.
d. Pada periksa dalam sepaput ketuban tidak ada, air ketuban
sudah bersih.
e. Inspekulo: tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban
tidak ada dan air ketuban sudah kering.
6. Komplikasi
a. Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah
Dini. Pada ibu terjadi Korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi
septikemia, pneumonia dan omfalitis. Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban Pecah
Dini premature, infeksi lebih sering dari pada aterm.
b. Persalinan Premature
Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah
ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50%
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26
minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
c. Hipoksia atau Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang
menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia.
Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin
gawat.
d. Syndrome deformitas janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi
muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan leukosit darah: >15.000/ul bila terjadi infeksi.
b. Tes lakmus merah berubah menjadi biru.
c. Amniosentisis.
8. Pengaruh Ketuban Pecah Dini
a. Terhadap Janin
Pada saat ibu belum menunjukan gejala-gejala infeksi tetapi
janin mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin
lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala
pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan morrtalitas dan
morbiditas perinatal.
b. Terhadap Ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi
intrapartum, dan apabila terlalu sering diperiksa dalam. Selain
itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis atau nifas,
peritonitis dan septikemia, serta dry-labor. Ibu akan merasa
lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi
lama, maka suhu badan naik, nadi cepat dan akan
timbul gejala-gejala infeksi.
9. Penatalaksanaan
a. Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering
kali didahului kondisi ibu yang menggigil.
b. Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum
persalinan adalah tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam
batas normal. Pemantauan DJJ ketat dengan alat pemantau janin
elektronik secara kontinu dilakukan selama induksi oksitosin
untuk melihat tanda gawat janin akibat kompresi tali pusat atau
induksi. Takikardia dapat mengindikasikan infeksi uteri.
c. Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.
d. Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar
diperlukan, perhatikan hal-hal berikut:
1) Dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa
2) Bau rabas atau cairan di sarung tangan
3) Warna rabas atau cairan di sarung tangan
e. Beri perhatian lebih seksama terhadap penderita agar dapat
diperoleh gambaran jelas dari setiap infeksi yang timbul. Sering
kali terjadi peningkatan suhu tubuh akibat dehidrasi.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Gary, M.D. Obstetri Williams. Jakarta, EGC, 2002.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pelatihan APN Bahan Tambahan IMD. Jakarta :
JNPKKR-JHPIEGO.

Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran


:EGC

Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri. Jakarta, EGC, 2008.

Prasetyono, Dwi Sunar. 2009. Buku Pintar ASI Eksklusif. Jakarta : Diva Press.

Prawiroharjo, Sarwono: Ilmu Kebidanan, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka, 2011.

Roesli, U. 2008. Inisiasi Menyusu Dini plus ASI Ekslusif. Jakarta : Pustaka Bunda
Saadong Djuhadiah.2010.Asuhan Kebidanan Persalinan Normal: Makassar

Saifuddin. 2010. Ilmu kebidanan. Jakarta : Pt Bina Pustaka Sarwono


Prawiroharjo.

Prawiroharjo, Sarwono.2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawiroharjo.

Prawiroharjo, Sarwono. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.

Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka

Varney, Helen Dkk.2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1. Jakarta.EGC

http://akubaiq.blogspot.co.id/2012/05/jenis-kehamilan-kurangcukuplebih.html

http://adi-spog.com/hepatitis-hamil-persalinan-menyusui-pengobatan-hbsag/

http://www.kerjanya.net/faq/12125-hbsag.html
http://www.medicinestuffs.com/2015/06/asuhan-persalinan-normal-apn.html

http://www.indonesian-publichealth.com/mengapa-inisiasi-menyusui-dini-imd/

Anda mungkin juga menyukai

  • Karang Taruna
    Karang Taruna
    Dokumen2 halaman
    Karang Taruna
    Ida Perimadanii
    Belum ada peringkat
  • Fifin SAP
    Fifin SAP
    Dokumen2 halaman
    Fifin SAP
    Ida Perimadanii
    Belum ada peringkat
  • KASUS
    KASUS
    Dokumen1 halaman
    KASUS
    Ida Perimadanii
    Belum ada peringkat
  • Atonia Uteri
    Atonia Uteri
    Dokumen2 halaman
    Atonia Uteri
    Ida Perimadanii
    Belum ada peringkat
  • Atonia Uteri
    Atonia Uteri
    Dokumen2 halaman
    Atonia Uteri
    Ida Perimadanii
    Belum ada peringkat
  • Gumoh
    Gumoh
    Dokumen5 halaman
    Gumoh
    Ida Perimadanii
    Belum ada peringkat