Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL PENELITIAN

EFEKTIVITAS METODE PENEMUAN TERMBIMBING DENGAN


PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
PEMECAHAN MASALAH UNTUK SISWA SMP

Proposal ini disusun guna memenuhi tugas akhir Mata Kuliah Metode Penelitian Kuantitatif

Dosen Pengampu Mata Kuliah: Dr. Ibrahim ,S.Pd.,M.Pd.

Disusun Oleh:

Rokyul Amin

15600033
PROGAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2017
A. Judul
“EFEKTIVITAS METODE PENEMUAN TERMBIMBING DENGAN
PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
PEMECAHAN MASALAH UNTUK SISWA SMP”
B. Latar Belakang
Matematika mata pelajaran yang dicantumkan dalam semua kurikulum yang
pernah berlaku di Indonesia di semua jenjang pendidikan baik pendidikan dasar maupun
pendidikan menengah. Erman Suherman (2003:4) mengatakan bahwa tujuan dari
pembelajaran matematika di sekolah adalah untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat
menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari
sehingga diharapkan dapat menerapkan matematika dalam penyelesaian masalah sehari-
hari. Selain itu, salah satu tujuan belajar matematika bagi siswa adalah agar siswa
mempunyai kemampuan atau ketrampilan dalam memecahkan masalah atau soal-soal
matematika, sebagai sarana untuk mengasah penalaran yang cermat, kritis, dan kreatif
(Djamilah Bondan Wijayanti, 2009).

Salah satu kemampuan penting dalam matematika yang harus dimiliki siswa
adalah kemampuan pemecahan masalah matematika, seperti yang termuat dalam
Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi. Kementerian Pendidikan
Singapura (Clark, 2009: 1) juga mengungkapkan bahwa pemecahan masalah memiliki
peranan yang sangat penting dalam pembelajaran matematika karena melibatkan
perolehan serta penerapan konsep dan keterampilan matematika dalam berbagai situasi,
seperti masalah non-rutin, open-ended dan masalah kehidupan nyata. O’Connell (2007:
3) mengartikan pemecahan masalah sebagai proses yang mengharuskan siswa
mengikuti serangkaian langkah-langkah untuk menemukan sebuah penyelesaian.
Menurut Polya (Musser et.al, 2011: 4-5) langkah-langkah pemecahan masalah terdiri
atas memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah
sesuai rencana, dan mengecek kembali.

Secara formal pemecahan masalah sudah menjadi tujuan pembelajaran


matematika di Indonesia, akan tetapi prestasi belajar siswa Indonesia masih berada pada
level rendah berdasarkan benchmark internasional, dan berada pada peringkat 40 dari
45 negara peserta yang mengikuti TIMSS 2011. Kemampuan matematika siswa
Indonesia berdasarkan benchmark internasional pada tingkat rendah adalah 43%,
tingkat menengah 15%, tingkat tinggi 2 %, dan tingkat mahir 0%. Modus kemampuan
matematika siswa Indonesia terletak pada tingkat rendah. Selain itu, hasil tes yang
diselenggarakan oleh PISA tahun 2012 menunjukkan bahwa kemampuan matematika
siswa di Indonesia terletak pada peringkat 64 dari 65 negara peserta.
Kenyataan di lapangan pembelajaran matematika masih cenderung berfokus
pada buku teks, masih sering dijumpai guru matematika masih terbiasapada kebiasaan
mengajarnya dengan menggunakan langkah- langkah pembelajaran seperti: menyajikan
materi pembelajaran, memberikan contoh-contoh soal dan meminta siswa mengerjakan
soal-soal latihan yang terdapat dalam buku teks yang mereka gunakan dalam mengajar
dan kemudian membahasnya bersama siswa.Hal ini sesuai hasil temuan Wahyudin
(1999) yaitu sebagian besar siswa tampak mengikuti dengan baik setiap penjelasan atau
informasi dari guru, siswa sangat jarang mengajukan pertanyaan pada guru sehingga
guru asyik sendiri menjelaskan apa yang telah disiapkannya, berati siswa hanya
menerima saja apa yang disampaikan oleh guru. Guru pada umumnya mengajar dengan
metode ceramah dan ekspositori(Wahyudin, 1999). Hal ini didukung oleh Ruseffendi
(2006) yang menyatakan bahwa selama ini dalam proses pembelajaran matematika di
kelas, pada umumnya siswa mempelajari matematika hanya diberi tahu oleh gurunya
dan bukan melalui kegiatan eksplorasi. Itu semua mengindikasikan bahwa siswa tidak
aktif dalam belajar. Melalui proses pembelajaran seperti ini, kecil kemungkinan
kemampuan matematis siswa dapat berkembang. Dari pemaparan fakta ini, perlu
adanya pembelajaran yang mengkondisikan siswa aktif dalam belajar matematika.
Henningsen dan Stein (1997) mengutarakan bahwa untuk mengembangkan kemampuan
matematis siswa maka pembelajaran harus menjadi lingkungan dimana siswa mampu
terlibat secara aktif dalam banyak kegiatan matematika yang bermanfaat. Siswa harus
aktif dalam belajar, tidak hanya menyalin atau mengikuti contoh-contoh tanpa tahu
maknanya.

Melihat pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematika untuk


dimiliki siswa, maka diperlukan pembenahan dalam proses pembelajaran agar dapat
mengembangkan kemampuan tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
mengubah paradigma pembelajaran yang semula berpusat pada guru menjadi berpusat
pada siswa, sebagaimana tercantum dalam Permendikbud nomor 81 A tahun 2013.
Secara individu atau berkelompok, mereka mendapat kesempatan untuk aktif
membangun pengetahuan mereka sendiri dari berbagai sumber belajar di sekitarnya dan
tidak hanya berasal dari guru, sehingga pengetahuan tersebut akan lebih bermakna bagi
dirinya.

Salah satu pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah metode penemuan.
Bruner (dalam Dahar, 1996) menganggap bahwa belajar dengan metode penemuan
sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia. Berusaha sendiri untuk
mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan
pengetahuan yang benar-benar bermakna bagi siswa.
Penemuan yang dimaksud yaitu siswa menemukan konsep melalui
bimbingan dan arahan dari guru karena pada umumnya sebagian besar siswa masih
membutuhkan konsep dasar untuk dapat menemukan sesuatu. Abel dan Smith (1994)
mengungkapkan bahwa guru memiliki pengaruh yang paling penting terhadap
kemajuan siswa dalam proses pembelajaran. Dalam metode penemuan terbimbing, guru
berperan sebagai fasilitator yang membimbing siswa melalui pertanyaan- pertanyaan
yang mengarahkan siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang lalu dengan
pengetahuan yang sedang ia peroleh. Siswa didorong untuk berpikir sendiri,
menganalisis sendiri, sehingga dapat menemukan konsep, prinsip, ataupun prosedur
berdasarkan bahan ajar yang telah disediakan guru.

Dengan metode ini, guru menganjurkan siswa membuat dugaan, intuisi, dan
mencoba- coba. Melaluidugaan, intuisi, dan mencoba- coba ini diharapkan siswa tidak
begitu saja menerima langsung konsep, prinsip, ataupun prosedur yang telah jadi dalam
kegiatan belajar- mengajar matematika, akan tetapi siswa lebih ditekankan pada aspek
mencari dan menemukan konsep, prinsip, ataupun prosedurmatematika. Untuk
menghasilkan suatu penemuan, siswa harus dapatmenghubungkan ide- ide matematis
yang mereka miliki. Untuk menghubungkan ide-ide tersebut, mereka dapat
merepresentasikan ide tersebut melalui gambar, grafik, simbol, ataupun kata-kata
sehingga menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami. Membiasakan siswa dengan
belajar penemuan, secara tidak langsung juga membiasakan siswa dalam
merepresentasikan informasi, data, ataupun pengetahuan untuk menghasilkan suatu
penemuan.

Selain itu, Borthick dan Jones (2000) mengemukakan bahwa metode


penemuanmenjelaskan tentang siswa belajar untuk mengenal suatu masalah,
karakteristik dari solusi, mencari informasi yang relevan, membangun stategi untuk
mencari solusi, dan melaksanakan strategi yang dipilih. Dengan kata lain, metode
penemuan juga membiasakan siswa dalam memecahkan masalah. Dengan
membiasakan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah, diharapkan kemampuan
dalam menyelesaikan berbagai masalahakan meningkat.

Dalam model pembelajaran dengan penemuan terbimbing, peran siswa


cukup besar karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi pada siswa. Guru
memulai kegiatan belajar mengajar dengan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan
siswa dan mengorganisir kelas untuk kegiatan seperti pemecahan masalah, investigasi
atau aktivitas lainnya (Markaban, 2008: 17). Hasil penelitian dari Nugroho (2016) juga
menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan penemuan
terbimbing pada kompetensi kubus dan balok efektif ditinjau dari kemampuan
pemecahan masalah siswa Kelas VIII SMP.

Pembelajaran yang inovatif sangat bagus diterapkan dalam pembelajaran


matematika salah satu pembelajaran inovatif tersebut adalah pembelajaran dengan
Pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual merupakan salah satu alternatif
pembelajaran yang dapat menciptakan situasi dan kondisi kelas yang kondusif dan lebih
memberdayakan siswa. Kontruktivisme yang terdapat dalam pendekatan kontekstual
mengharuskan siswa untuk membangun/mengkontruksi dirinya terutama unsur kognitif.
Ketika anak mampu mengkontruksi dirinya maka akan timbul dalam diri siswa untuk
mengatur diri dalam belajar, mengikutsertakan kemampuan metakognisi, motivasi dan
perilaku aktif. Untuk menyelesaikan masalah diperlukan kemampuan untuk
mengkonstruksi pengetahuan siswa. Disaat siswa mendapatkan masalah maka pada saat
itu siswa dituntut untuk berusaha membangun dirinya untuk berusaha menyelesaikan
masalah atau persoalan tersebut. Oleh karena itu, dengan pembelajaran kontekstual
hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna dan proses pembelajaran berlangsung
secara alamiah, jadi dalam pembelajaran ini proses lebih dipentingkan dari pada hasil.

Sejumlah penelitian menunjukkan efektifitas dari pembelajaran kontekstual


dalam mengembangkan kemampuan siswa sebagai sosok problem solver (Widadi,
2009; Nurdani, 2011; Arlis, 2008; Abbas, 2010) dimana ditemukan bahwa penerapan
pendekatan kontekstual dapat meningkatkan life skill siswa, pemahaman konsep,
prestasi, dan kualitas pembelajaran. Hal ini disebabkan karena pendekatan
pembelajaran kontekstual berorientasi pada penyelesainya masalah kehidupan sehari-
hari yang dapat memicu proses berfikir kritis, logis, dan kreatif sehingga siswa
memiliki kemampuan sebagai sosok problem solver. Akan tetapi penelitian-penelitian
tersebut dilakukan dalam konteks pembelajaran sain. Sedangkan, kemampuan
pemecahan masalah dengan menggunakan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran
matematika masih minim dilakukan oleh para peneliti. Sehubungan dengan hal-hal
tersebut di atas, maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian untuk
mengujicobakan pembelajaran metematika melalui model pembelajaran penemuan
terbimbing dengan pendekatan kontekstual terhadap kemampuan pemecahan siswa.

C. Rumusan Masalah
Apakah metode penemuan termbimbing dengan pendekatan kontekstual lebih
efektif dibanding dengan metode konvensional ditinjau dari peningkatan kemampuan
pemecahan masalah untuk siswa SMP?
D. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah metode penemuan termbimbing dengan pendekatan
kontekstual lebih efektif dibanding dengan metode konvensional ditinjau dari peningkatan
kemampuan pemecahan masalah untuk siswa SMP.
E. Manfaat Penelitian

a. Bagi Siswa
1. Terciptanya suasana pembelajaran yang efektif, sehingga dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah siswa.
2. Mampu memberikan sikap positif terhadap mata pelajaran matematika.
b. Bagi Guru
1. Memberikan alternative bagi guru untuk menentukan metode dalam mengajar
dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
2. Memotivasi untuk terus mencipta metode-metode pembelajaran matematika
yang lebih baik dan efektif.
c. Bagi Sekoah
1. Sebagai bahan masukan guna perkembangan progam pembeljaran di sekolah.
2. Sebagai wacana untuk memberikan motivasi kepada guru matematika dan
bidang studi lainya, untuk mengembangkan proses pembelajarannya.
d. Bagi Peneliti
1. Mendapatkan pengalaman langsung dalam pelaksanaan pembelajaran.
2. Sebagai ajang belajar dan menambah wawasan dalam dunia pendidikan
matematika.
F. Asumsi Dasar
Metode pembelajaran yang begitu banyak dapat dipilih dan digabungkan
dengan teknik-teknik pembelajaran agar meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah untuk siswa SMP.. Metode yang sangat mungkin untuk kondisi di atas adalah
metode pembelajaran penemuan termbimbing dengan pendekatan kontekstual, yang
memungkinkan siswa aktif dalam pembelajaran serta diakitkan dengan permasalahan-
permasalahan dalam kehidupan nyata akan sangat membantu dalam meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah siswa.
G. Definisi Operasional
Untuk menghindari adanya penafsiran yang berbeda serta mewujudkan
persatuan pandangan dan pengertian yang berkaitan dengan judul dari skripsi yang peneliti
ajukan, maka perlu ditegaskan beberapa istilah sebagai berikut:
1. Efektivitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan,
ketepatan waktu, adanya partisipasi aktif dari anggota. Efektivitas yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang dikelola semaksimal mungkin sehingga
nantinya model pembelajaran Penemuan Terbimbing dengan pendekatan Kontekstual
lebih efektif dari pada Metode Konvensional terhadap peningkatan kemampuan
pemecahan masalah untuk siswa SMP.
2. Penemuan terbimbing adalah pendekatan pembelajaran dimana siswa diberikan
bimbingan oleh gurunya untuk menemukan konsep yang akan dipelajari.
3. Pendekatan Kontekstual di penelitian adalah pembelajaran dikaitkan dengan
permasalahan-permasalahan yang ada di dunia nyata.
H. Hipotesis Penilitian
Metode Penemuan Termbimbing dengan Pendekatan Kontekstual lebih efektif
dibanding dengan metode konvensional dalam meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah untuk siswa SMP
I. Kajian Pustaka
1. Penemuan Terbimbing
Metode pembelajaran penemuan adalah suatu metode pembelajaran dimana
dalam proses belajar mengajar dimana guru memberi siswa contoh-contoh topik
spesifik dan memandu siswa untuk memahami topik tersebut (Jenny dalam Eggen
2012: 177). Metode pembelajaran ini merupakan suatu cara untuk memahami
suatu topik. Fungsi pengajar disini bukan untuk menyelesaikan masalah bagi peserta
didiknya, melainkan membuat peserta didik mampu menyelesaikan masalah itu
sendiri.
Menurut Marks dalam Syarif (2012: 2) yang mengatakan bahwa pembelajaran
penemuan mencakup penciptaan suasana lingkungan atau cara yang memungkinkan
siswa melakukan penyelidikan dan menemukan sesuatu yang baru bagi mereka.
Metode ini memberikan pemahaman kepada siswa untuk menemukan,
menyelidiki suatu permasalahan yang ada dilingkungan sekitar, siswa
mendapat pengalaman baru yang belum pernah mereka katahui sebelumnya.
Sedangkan Menurut Ruseffendi (dalam Misriyadi, 2013:19), metode
penemuan adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa
sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya
itu tidak melalui pemberitahuan, tetapi sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.
Berdasarkan penjelasan di atas penemuan terbimbing memungkinkan siswa
dapat menemukan suatu masalah yang diberikan guru, melalui keterlibatannya secara
aktif dalam pembelajaran yang didasarkan pada serentetan pengalaman- pengalaman
belajar yang lampau. Yang dimaksud keterlibatan secara aktif dapat berupa kegiatan
mengadakan percobaan/penemuan sebelum membuat kesimpulan, atau memanipulasi,
membuat struktur, dan mentransfer informasi sehingga menemukan informasi baru
yang berupa kebenaran alam. Selama proses penemuan, siswa mendapat bimbingan
guru baik berupa petunjuk secara lisan maupun petunjuk tertulis yang dituangkan
dalam bentuk lembar kerja siswa. Guru menciptakan lingkungan atau cara yang
memungkinkan siswa melakukan penyelidikan dan menemukan sesuatu.
Pemberian bimbingan dimaksudkan untuk membangkitkan perhatian pada tugas yang
sedang dihadapi, mengurangi pemborosan waktu, dan menghindari kegagalan proses
penemuan.
2. Pendekatan Kontekstual
Secara harfiah, kontekstual berasal dari kata context yang berarti “hubungan,
konteks, suasana, dan keadaan konteks”. Sehingga, pembelajaran kontekstual diartikan
sebagai pembelajaran yang berhubungan dengan konteks tertentu. Menurut
Suprijono (2009: 79), pendekatan pembelajaran kontekstual atau Contexstual
Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata, dan
mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan prosedur pendidikan
yang bertujuan membantu peserta didik memahami makna bahan pelajaran yang
mereka pelajari, dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka
sendiri dalam lingkungan sosial dan budaya masyarakat. Sehingga, proses belajar tidak
hanya berpengaruh pada hasil belajar yang menjadi tujuan pembelajaran, namun
memberikan kebermaknaan pengetahuan dan pengalaman yang bermanfaat dalam
konteks dunia nyata peserta didik

Jhonson (2006: 15) mengungkapkan bahwa pendekatan kontekstual adalah


pembelajaran yang bertujuan menolong siswa melihat makna di dalam materi
akademik dengan konteks kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks
keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Hal ini berarti, bahwa pembelajaran
kontekstual memungkinkan siswa menghubungkan isi materi dengan konteks
kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna.

Sanjaya (2006: 109) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran


kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses
keterlibatan siswa secara penuh, untuk dapat memahami materi yang dipelajari, dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga mendorong siswa
untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Penjelasan lebih lanjut
dikemukakan oleh Muchith (2008: 86), bahwa pendekatan kontekstual merupakan
pembelajaran yang bermakna dan menganggap tujuan pembelajaran adalah situasi
yang ada dalam konteks tersebut, konteks itu membantu siswa dalam belajar
bermakna dan juga untuk menyatakan hal-hal yang abstrak.

Pernyataan selaras juga diungkapkan oleh Komalasari (2010: 7), bahwa


pendekatan pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang
mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari,
baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan
tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan para ahli, peneliti


menyimpulkan bahwa pendekatan kontekstual merupakan pendekatan dengan konsep
belajar mengajar yang mengaitkan antara materi yang diajarkan oleh guru dengan
situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan nyata.

3. Pemecahan Masalah
Menurut Risnawati, kemampuan adalah kecakapan untuk melakukan suatu
tugas khusus dalam kondisi yang telah ditentukan. Pada proses pembelajaran
perolehan kemampuan merupakan tujuan dari pembelajaran. Kemampuan yang
dimaksud adalah kemampuan yang telah dideskrifsikan secara khusus dan dinyatakan
dalam istilah-istilah tingkah laku.

Pemecahan masalah merupakan kompetensi strategik yang ditunjukkan siswa


dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan, dan menyelesaikan
model untuk menyelesaikan masalah. Abdurrahman mendefinisikan pemecahan
masalah sebagai aplikasi dari konsep dan keterampilan. Menurut Bayer Sebagaimana
dikutip oleh Zakaria, pemecahan masalah adalah mencari jawaban atau penyelesaian
sesuatu yang menyulitkan. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, jelas bahwa
pemecahan masalah adalah kompetensi strategik berupa aplikasi dari konsep dan
keterampilan dalam memahami, memilih strategi pemecahan, dan menyelesaikan
masalah, sedangkan kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan
kemampuan siswa untuk menyelesaikan atau menemukan jawaban dari suatu
pertanyaan yang terdapat didalam suatu cerita, teks, dan tugas-tugas dalam pelajaran
matematika

J. Landasan Teori
Penelitian yang relevan yaitu dari penelitian Siwi Khomsiatun dan Heri Retnawati
di SMP Negeri 1 Patuk Gunungkidul 1 dari Universitas Negeri Yogyakarta. Mereka
meneliti tentang pemeblajara dengan menggunakan metode penemuan terbimbing untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Dalam Penelitian yang relevan diatas
hanya memakai metode penemuan terbimbing saja , oleh karena itu peneliti akan
melakukan penelitian dengan menambahkan pendekatan kontekstual.
K. Metode Penelitian

1. Desain Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan alam penelitian ini yaitu eksperimen.
Sugiyono (2013: 107) Dengan demikian penelitian eksperimen dapat diartikan
sebagai metode penilitan yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu
terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan.
Dalam penelitian ini menggunakan design true experimental yaitu pretest-
Posttest Only Control group Design. Terdapat 2 kelompok yang dipiliih, yaitu
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperiment yaitu
pembelajaran yang mendapatkan perlakuan model pembelajaran Penemuan
Terbimbing dengan pendekatan kontekstual dan kelompok kontrol mendapatkan
perlakuan dengan model pembelajaran konvensional.

b. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian yang dilakukan adalah Guru Matematika dan Siswa
SMP N 1 Bayat, Klaten.
c. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yakni variabel bebas dan variabel
terikat.
1) Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitiaan ini adalah metode penemuan terbimbing
dengan pendekatan kontekstual.
2) Variabe Terikat
Variabel terikat daam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah
siswa.

2. Populasi dan Sampel


a. Populasi
Menurut Arikunto (2010: 173) Populasi adalah keseluruhan subjek
penelitian. Peneliti dalam proses penilitan harus menentukan populasi sebagai objek
penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa Kelas
VII SMP N 1 Bayat yang masih tercatat aktif sebagai siswa di sekolah selama
penelitian ini dilakukan.

b. Sampel
Menurut Arikunto (2010: 174) Jika kita hanya akan meneliti sebagia dari
populasi, maka penelitian tersebut disebut penelitian sampel. Sampel dalam
penelitan ini yaitu Kelas VIIIA sebagai kelas kontrol sebanyak 32 siswa dan kelas
VIIIB sebagai kelas eksperiment sebanyak 32 siswa.
Kelompok eksperimen adalah kelompok siswa yang mendapat perlakuan
dengan menggunakan model pembelajaran penemuan termbimbing dengan
pendekatan kontekstual yakni sebanyak 18 siswa. Sedangkan untuk kelompok
kontrol adalah kelompok yang mendapat perlakuan dengan model konvensional.

3. Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini digunakan dua teknik dalam pengumpulan data, yaitu
metode dokumentasi dan penggunaan test.

a. Metode dokumentasi
Menurut Arikunto (2010: 274) metode dokumentasi yaitu mencari data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,
majalah, prasasti, notulen rapat, longger, agenda, dan sebagainya. Dalam penelitian
ini untuk mengetahui kondisi awal subjek yang diteliti. Metode dokumentasi dalam
penelitian ini dilakukan peneliti dengan cara meminta data awal nilai hasil belajar
siswa pada semester sebelumnya.

b. Penggunaan tes

Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan,
untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, sikap dan kemampuan atau bakat yang
dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto, 2010: 193).
Ada dua jenis test dalam penelitian ini yaitu pre-test dan post-test. Pre-
test digunakan untuk mengukur kemampuan awal siswa, sedangkan post-
testmengukur kemampuan siswa setelah diberi model pembelajaran penemuan
terbimbing dengan pendekatan kontekstual.

4. Instrumen Penelitian
a. Bentuk tes
Tes yang digunakan adalah ulangan harian yang berupa soal-soal pilihan
ganda.

b. Metode Penyusunan Perangkat Tes


Penyusunan perangkat tes dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1) Membuat kisi-kisi soal.
2) Menentukan tipe soal.
3) Menentukan jumlah butir soal.
4) Menentukan waktu mengerjakan soal.
5) Melakukan pembatasan mata pelajaran yang diujikan.
6) Menuliskan petunjuk mengerjakan soal.
7) Membuat kunci jawaban, dan penentuan skor.
8) Menguji cobakan instrument.
9) Menganalisis hasil uji coba dalam hal validitas, reliabilitas, daya pembeda
dan tingkat kesukaran.
10) Memilih item soal yang sudah teruji berdasarkan analisis yang sudah
dilakukan.
11) Menulis butir soal yang sudah diuji. .

5. Teknik Analisis Data


a. Analisis data
Data yang didapat dari hasil penelitian adalah berupa angka yang didapatkan
dari hasil posttest kepada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Pada
analisis dilakukan uji normalitas, uji homogenitas, dan uji t.

1) Uji Normalitas
Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui apakah hasil belajar
siswa pada suatu kelas berdistribusi normal atau tidak. .

2) Uji Homogenitas
Pada tahap ini, akan diuji homogenitas dari kelas eksperimen dan kelas
kontrol dengan menggunakan data dari nilai ujian siswa semester
sebelumnya. Uji kesamaan varians ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah
kelompok dalam sampel memiliki varians yang sama atau tidak.
3) Uji Hipotesis 1
Untuk menguji hipotesis pertama pada penelitian ini digunakan uji
linieritas atau uji efektifitas yaitu untuk mengetahui efektifitas metode
penemuan terbimbing dengan pendekatan kontekstual terhadap kemampuan
pemecahan masalah pada kelas VIII SMP N 1 Bayat.
4) Uji Hipotesis 2
Uji ini untuk mengetahui rata-rata hasil belajar antara kelaskontrol dan
kelas eksperimen. Uji ini menggunakan uji t pihak kanan.
Daftar Pustaka
Fitriani I & Lestari ,H M(2017). Efektivitas Model Penemuan Terbimbing
Dan Problem Based Learning Ditinjau Dari Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika.
http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/pmath/article/view/7844

Sariningsih,Ratna (2014).Pendekatan Kontekstual Untuk


Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Smp .
Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung,
3(2).

Siwi Khomsiatun & Heri Retnawati(2015) .Pengembangan perangkat


pembelajaran dengan penemuan terbimbing untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah Volume 2 – Nomor 1, (92 - 106)

Anggo, Mustamin (2011). Pemecahan Masalah Matematika


Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Metakognisi Siswa.
Edumatica ,1(2).

Taufiq.(2016).Pendekatan Kontekstual Dan Strategi Think-Talk-Write


Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Disposisi
Matematik Siswa Smp. .

Nugroho, Dheni. (2016). Efektivitas Pendekatan Penemuan Terbimbing


Dan Ekspositori Ditinjau Dari Kemampuan Pemecahan Masalah.
Effendi , Leo Adhar.(2012). Pembelajaran Matematika Dengan
Metode Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan
Kemampuan Representasi Dan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa Smp. Jurnal Penelitian Pendidikan ,13(2).

Kurniawati, Sulistya. Efektivitas Model Pembelajaran


Problem Solving Dengan Pendekatan Open-Ended
Terhadap Motivasi Belajar Dan Kemampuan Berpikir
Kreatif Siswa Kelas Vii Mtsn Sleman Kota.

Mulhamah & Putrawangsa,Susilahudin. Penerapan


Pembelajaran Kontekstual Dalam Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika.

Anda mungkin juga menyukai