Anda di halaman 1dari 9

EFEKTIVITAS METODE PENEMUAN TERBIMBING DENGAN

PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN


KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA

Disusun Oleh:

Rokyul Amin(15600033)

Progam Studi Pendidikan Matematika

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Intisari

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika


dengan metode penemuan terbimbing dengan pendekatan kontekstual lebih efektif
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional terhadap peningkatan kemampuan
pemecahan masalah siswa. Metode yang dipilih oleh peneliti ini didasarkan bahwa
kemampuan pemecahan masalah matematika akan berguna di kehidupan nyata, agar
pembelajaran dalam penelitian ini lebih maksimal dikolaborasikan dengan
pendekatan kontekstual.

Kata Kunci: pemecahan masalah, metode penemuan terbimbing, dan


pendekatan kontekstual

Pendahuluan

Matematika mata pelajaran yang dicantumkan dalam semua kurikulum


yang pernah berlaku di Indonesia di semua jenjang pendidikan baik pendidikan dasar
maupun pendidikan menengah. Erman Suherman (2003:4) mengatakan bahwa tujuan
dari pembelajaran matematika di sekolah adalah untuk mempersiapkan peserta didik
agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan
sehari-hari sehingga diharapkan dapat menerapkan matematika dalam penyelesaian
masalah sehari- hari. Selain itu, salah satu tujuan belajar matematika bagi siswa
adalah agar siswa mempunyai kemampuan atau ketrampilan dalam memecahkan
masalah atau soal-soal matematika, sebagai sarana untuk mengasah penalaran yang
cermat, kritis, dan kreatif (Djamilah Bondan Wijayanti, 2009).

Salah satu kemampuan penting dalam matematika yang harus dimiliki


siswa adalah kemampuan pemecahan masalah matematika, seperti yang termuat
dalam Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi. Kementerian
Pendidikan Singapura (Clark, 2009: 1) juga mengungkapkan bahwa pemecahan
masalah memiliki peranan yang sangat penting dalam pembelajaran matematika
karena melibatkan perolehan serta penerapan konsep dan keterampilan matematika
dalam berbagai situasi, seperti masalah non-rutin, open-ended dan masalah kehidupan
nyata. O’Connell (2007: 3) mengartikan pemecahan masalah sebagai proses yang
mengharuskan siswa mengikuti serangkaian langkah-langkah untuk menemukan
sebuah penyelesaian. Menurut Polya (Musser et.al, 2011: 4-5) langkah-langkah
pemecahan masalah terdiri atas memahami masalah, merencanakan penyelesaian
masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan mengecek kembali.

Secara formal pemecahan masalah sudah menjadi tujuan pembelajaran


matematika di Indonesia, akan tetapi prestasi belajar siswa Indonesia masih berada
pada level rendah berdasarkan benchmark internasional, dan berada pada peringkat
40 dari 45 negara peserta yang mengikuti TIMSS 2011. Kemampuan matematika
siswa Indonesia berdasarkan benchmark internasional pada tingkat rendah adalah
43%, tingkat menengah 15%, tingkat tinggi 2 %, dan tingkat mahir 0%. Modus
kemampuan matematika siswa Indonesia terletak pada tingkat rendah. Selain itu, hasil
tes yang diselenggarakan oleh PISA tahun 2012 menunjukkan bahwa kemampuan
matematika siswa di Indonesia terletak pada peringkat 64 dari 65 negara peserta.

Kenyataan di lapangan pembelajaran matematika masih cenderung


berfokus pada buku teks, masih sering dijumpai guru matematika masih terbiasapada
kebiasaan mengajarnya dengan menggunakan langkah- langkah pembelajaran seperti:
menyajikan materi pembelajaran, memberikan contoh-contoh soal dan meminta siswa
mengerjakan soal-soal latihan yang terdapat dalam buku teks yang mereka gunakan
dalam mengajar dan kemudian membahasnya bersama siswa.Hal ini sesuai hasil
temuan Wahyudin (1999) yaitu sebagian besar siswa tampak mengikuti dengan baik
setiap penjelasan atau informasi dari guru, siswa sangat jarang mengajukan
pertanyaan pada guru sehingga guru asyik sendiri menjelaskan apa yang telah
disiapkannya, berati siswa hanya menerima saja apa yang disampaikan oleh guru.
Guru pada umumnya mengajar dengan metode ceramah dan ekspositori(Wahyudin,
1999). Hal ini didukung oleh Ruseffendi (2006) yang menyatakan bahwa selama ini
dalam proses pembelajaran matematika di kelas, pada umumnya siswa mempelajari
matematika hanya diberi tahu oleh gurunya dan bukan melalui kegiatan eksplorasi.
Itu semua mengindikasikan bahwa siswa tidak aktif dalam belajar. Melalui proses
pembelajaran seperti ini, kecil kemungkinan kemampuan matematis siswa dapat
berkembang. Dari pemaparan fakta ini, perlu adanya pembelajaran yang
mengkondisikan siswa aktif dalam belajar matematika. Henningsen dan Stein (1997)
mengutarakan bahwa untuk mengembangkan kemampuan matematis siswa maka
pembelajaran harus menjadi lingkungan dimana siswa mampu terlibat secara aktif
dalam banyak kegiatan matematika yang bermanfaat. Siswa harus aktif dalam belajar,
tidak hanya menyalin atau mengikuti contoh-contoh tanpa tahu maknanya.

Melihat pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematika untuk


dimiliki siswa, maka diperlukan pembenahan dalam proses pembelajaran agar dapat
mengembangkan kemampuan tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
mengubah paradigma pembelajaran yang semula berpusat pada guru menjadi
berpusat pada siswa, sebagaimana tercantum dalam Permendikbud nomor 81 A tahun
2013. Secara individu atau berkelompok, mereka mendapat kesempatan untuk aktif
membangun pengetahuan mereka sendiri dari berbagai sumber belajar di sekitarnya
dan tidak hanya berasal dari guru, sehingga pengetahuan tersebut akan lebih
bermakna bagi dirinya.

Salah satu pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah metode


penemuan. Bruner (dalam Dahar, 1996) menganggap bahwa belajar dengan metode
penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia. Berusaha
sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya,
menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna bagi siswa.

Penemuan yang dimaksud yaitu siswa menemukan konsep melalui


bimbingan dan arahan dari guru karena pada umumnya sebagian besar siswa masih
membutuhkan konsep dasar untuk dapat menemukan sesuatu. Abel dan Smith (1994)
mengungkapkan bahwa guru memiliki pengaruh yang paling penting terhadap
kemajuan siswa dalam proses pembelajaran. Dalam metode penemuan terbimbing,
guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing siswa melalui pertanyaan-
pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang lalu
dengan pengetahuan yang sedang ia peroleh. Siswa didorong untuk berpikir sendiri,
menganalisis sendiri, sehingga dapat menemukan konsep, prinsip, ataupun prosedur
berdasarkan bahan ajar yang telah disediakan guru.

Dengan metode ini, guru menganjurkan siswa membuat dugaan, intuisi,


dan mencoba- coba. Melaluidugaan, intuisi, dan mencoba- coba ini diharapkan siswa
tidak begitu saja menerima langsung konsep, prinsip, ataupun prosedur yang telah
jadi dalam kegiatan belajar- mengajar matematika, akan tetapi siswa lebih ditekankan
pada aspek mencari dan menemukan konsep, prinsip, ataupun prosedurmatematika.
Untuk menghasilkan suatu penemuan, siswa harus dapatmenghubungkan ide- ide
matematis yang mereka miliki. Untuk menghubungkan ide-ide tersebut, mereka dapat
merepresentasikan ide tersebut melalui gambar, grafik, simbol, ataupun kata-kata
sehingga menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami. Membiasakan siswa dengan
belajar penemuan, secara tidak langsung juga membiasakan siswa dalam
merepresentasikan informasi, data, ataupun pengetahuan untuk menghasilkan suatu
penemuan.

Selain itu, Borthick dan Jones (2000) mengemukakan bahwa metode


penemuanmenjelaskan tentang siswa belajar untuk mengenal suatu masalah,
karakteristik dari solusi, mencari informasi yang relevan, membangun stategi untuk
mencari solusi, dan melaksanakan strategi yang dipilih. Dengan kata lain, metode
penemuan juga membiasakan siswa dalam memecahkan masalah. Dengan
membiasakan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah, diharapkan kemampuan
dalam menyelesaikan berbagai masalahakan meningkat.

Dalam model pembelajaran dengan penemuan terbimbing, peran siswa


cukup besar karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi pada siswa.
Guru memulai kegiatan belajar mengajar dengan menjelaskan kegiatan yang akan
dilakukan siswa dan mengorganisir kelas untuk kegiatan seperti pemecahan masalah,
investigasi atau aktivitas lainnya (Markaban, 2008: 17). Hasil penelitian dari Nugroho
(2016) juga menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
penemuan terbimbing pada kompetensi kubus dan balok efektif ditinjau dari
kemampuan pemecahan masalah siswa Kelas VIII SMP.

Pembelajaran yang inovatif sangat bagus diterapkan dalam pembelajaran


matematika salah satu pembelajaran inovatif tersebut adalah pembelajaran dengan
Pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual merupakan salah satu alternatif
pembelajaran yang dapat menciptakan situasi dan kondisi kelas yang kondusif dan
lebih memberdayakan siswa. Kontruktivisme yang terdapat dalam pendekatan
kontekstual mengharuskan siswa untuk membangun/mengkontruksi dirinya terutama
unsur kognitif. Ketika anak mampu mengkontruksi dirinya maka akan timbul dalam
diri siswa untuk mengatur diri dalam belajar, mengikutsertakan kemampuan
metakognisi, motivasi dan perilaku aktif. Untuk menyelesaikan masalah diperlukan
kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuan siswa. Disaat siswa mendapatkan
masalah maka pada saat itu siswa dituntut untuk berusaha membangun dirinya untuk
berusaha menyelesaikan masalah atau persoalan tersebut. Oleh karena itu, dengan
pembelajaran kontekstual hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna dan proses
pembelajaran berlangsung secara alamiah, jadi dalam pembelajaran ini proses lebih
dipentingkan dari pada hasil.

Sejumlah penelitian menunjukkan efektifitas dari pembelajaran


kontekstual dalam mengembangkan kemampuan siswa sebagai sosok problem solver
(Widadi, 2009; Nurdani, 2011; Arlis, 2008; Abbas, 2010) dimana ditemukan bahwa
penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan life skill siswa, pemahaman
konsep, prestasi, dan kualitas pembelajaran. Hal ini disebabkan karena pendekatan
pembelajaran kontekstual berorientasi pada penyelesainya masalah kehidupan sehari-
hari yang dapat memicu proses berfikir kritis, logis, dan kreatif sehingga siswa
memiliki kemampuan sebagai sosok problem solver. Akan tetapi penelitian-penelitian
tersebut dilakukan dalam konteks pembelajaran sain. Sedangkan, kemampuan
pemecahan masalah dengan menggunakan pendekatan kontekstual pada mata
pelajaran matematika masih minim dilakukan oleh para peneliti. Sehubungan dengan
hal-hal tersebut di atas, maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian untuk
mengujicobakan pembelajaran metematika melalui model pembelajaran penemuan
terbimbing dengan pendekatan kontekstual terhadap kemampuan pemecahan siswa.

Tujuan penelitian daam makalah ini adalah untuk mengetahui apakah


metode penemuan termbimbing dengan pendekatan kontekstual lebih efektif
dibanding dengan metode konvensional ditinjau dari peningkatan kemampuan
pemecahan masalah untuk siswa SMP. Penelitian dalam makalah ini mempunyai
banyak manfaat seperti:

a. Bagi Siswa
1. Terciptanya suasana pembelajaran yang efektif, sehingga dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
2. Mampu memberikan sikap positif terhadap mata pelajaran matematika.
b. Bagi Guru
1. Memberikan alternative bagi guru untuk menentukan metode dalam
mengajar dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
2. Memotivasi untuk terus mencipta metode-metode pembelajaran
matematika yang lebih baik dan efektif.
c. Bagi Sekoah
1. Sebagai bahan masukan guna perkembangan progam pembeljaran di
sekolah.
2. Sebagai wacana untuk memberikan motivasi kepada guru matematika dan
bidang studi lainya, untuk mengembangkan proses pembelajarannya.
d. Bagi Peneliti
1. Mendapatkan pengalaman langsung dalam pelaksanaan pembelajaran.
2. Sebagai ajang belajar dan menambah wawasan dalam dunia pendidikan
matematika.

Kajian Teori

Penemuan Terbimbing adalah suatu metode pembelajaran dimana dalam


proses belajar mengajar dimana guru memberi siswa contoh-contoh topik spesifik dan
memandu siswa untuk memahami topik tersebut (Jenny dalam Eggen 2012: 177).
Metode pembelajaran ini merupakan suatu cara untuk memahami suatu topik.
Fungsi pengajar disini bukan untuk menyelesaikan masalah bagi peserta didiknya,
melainkan membuat peserta didik mampu menyelesaikan masalah itu sendiri.

Menurut Marks dalam Syarif (2012: 2) yang mengatakan bahwa


pembelajaran penemuan mencakup penciptaan suasana lingkungan atau cara yang
memungkinkan siswa melakukan penyelidikan dan menemukan sesuatu yang baru
bagi mereka.
Metode ini memberikan pemahaman kepada siswa untuk menemukan,
menyelidiki suatu permasalahan yang ada dilingkungan sekitar, siswa
mendapat pengalaman baru yang belum pernah mereka katahui sebelumnya.
Sedangkan Menurut Ruseffendi (dalam Misriyadi, 2013:19),
metode penemuan adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian
rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum
diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, tetapi sebagian atau seluruhnya
ditemukan sendiri.
Berdasarkan penjelasan di atas penemuan terbimbing memungkinkan
siswa dapat menemukan suatu masalah yang diberikan guru, melalui keterlibatannya
secara aktif dalam pembelajaran yang didasarkan pada serentetan pengalaman-
pengalaman belajar yang lampau. Yang dimaksud keterlibatan secara aktif dapat
berupa kegiatan mengadakan percobaan/penemuan sebelum membuat kesimpulan,
atau memanipulasi, membuat struktur, dan mentransfer informasi sehingga
menemukan informasi baru yang berupa kebenaran alam. Selama proses penemuan,
siswa mendapat bimbingan guru baik berupa petunjuk secara lisan maupun
petunjuk tertulis yang dituangkan dalam bentuk lembar kerja siswa. Guru
menciptakan lingkungan atau cara yang memungkinkan siswa melakukan
penyelidikan dan menemukan sesuatu. Pemberian bimbingan dimaksudkan untuk
membangkitkan perhatian pada tugas yang sedang dihadapi, mengurangi
pemborosan waktu, dan menghindari kegagalan proses penemuan.

Secara harfiah, kontekstual berasal dari kata context yang berarti


“hubungan, konteks, suasana, dan keadaan konteks”. Sehingga, pembelajaran
kontekstual diartikan sebagai pembelajaran yang berhubungan dengan konteks
tertentu. Menurut Suprijono (2009: 79), pendekatan pembelajaran kontekstual atau
Contexstual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata, dan
mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan prosedur pendidikan
yang bertujuan membantu peserta didik memahami makna bahan pelajaran yang
mereka pelajari, dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka
sendiri dalam lingkungan sosial dan budaya masyarakat. Sehingga, proses belajar
tidak hanya berpengaruh pada hasil belajar yang menjadi tujuan pembelajaran,
namun memberikan kebermaknaan pengetahuan dan pengalaman yang bermanfaat
dalam konteks dunia nyata peserta didik

Jhonson (2006: 15) mengungkapkan bahwa pendekatan kontekstual


adalah pembelajaran yang bertujuan menolong siswa melihat makna di dalam materi
akademik dengan konteks kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks
keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Hal ini berarti, bahwa pembelajaran
kontekstual memungkinkan siswa menghubungkan isi materi dengan konteks
kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna.

Sanjaya (2006: 109) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran


kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada
proses keterlibatan siswa secara penuh, untuk dapat memahami materi yang
dipelajari, dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Penjelasan
lebih lanjut dikemukakan oleh Muchith (2008: 86), bahwa pendekatan kontekstual
merupakan pembelajaran yang bermakna dan menganggap tujuan pembelajaran
adalah situasi yang ada dalam konteks tersebut, konteks itu membantu siswa dalam
belajar bermakna dan juga untuk menyatakan hal-hal yang abstrak.

Pernyataan selaras juga diungkapkan oleh Komalasari (2010: 7), bahwa


pendekatan pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang
mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari,
baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan
tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan para ahli,


peneliti menyimpulkan bahwa pendekatan kontekstual merupakan pendekatan
dengan konsep belajar mengajar yang mengaitkan antara materi yang diajarkan oleh
guru dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa untuk membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan nyata.

Menurut Risnawati, kemampuan pemecahan masalah adalah kecakapan


untuk melakukan suatu tugas khusus dalam kondisi yang telah ditentukan. Pada
proses pembelajaran perolehan kemampuan merupakan tujuan dari pembelajaran.
Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan yang telah dideskrifsikan secara
khusus dan dinyatakan dalam istilah-istilah tingkah laku.

Pemecahan masalah merupakan kompetensi strategik yang ditunjukkan


siswa dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan, dan
menyelesaikan model untuk menyelesaikan masalah. Abdurrahman
mendefinisikan pemecahan masalah sebagai aplikasi dari konsep dan
keterampilan. Menurut Bayer Sebagaimana dikutip oleh Zakaria, pemecahan
masalah adalah mencari jawaban atau penyelesaian sesuatu yang menyulitkan.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, jelas bahwa pemecahan masalah adalah
kompetensi strategik berupa aplikasi dari konsep dan keterampilan dalam
memahami, memilih strategi pemecahan, dan menyelesaikan masalah, sedangkan
kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan kemampuan siswa untuk
menyelesaikan atau menemukan jawaban dari suatu pertanyaan yang terdapat
didalam suatu cerita, teks, dan tugas-tugas dalam pelajaran matematika.

Daftar Pustaka

Sariningsih,Ratna (2014).Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan


Pemahaman Matematis Siswa Smp . Jurnal Ilmiah Program Studi
Matematika STKIP Siliwangi Bandung, 3(2).

Siwi Khomsiatun & Heri Retnawati(2015) .Pengembangan perangkat pembelajaran dengan


penemuan terbimbing untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
Volume 2 – Nomor 1, (92 - 106)

Effendi , Leo Adhar.(2012). Pembelajaran Matematika Dengan Metode Penemuan


Terbimbing Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Dan
Pemecahan Masalah Matematis Siswa Smp. Jurnal Penelitian Pendidikan
,13(2).

Anda mungkin juga menyukai