Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia senantiasa mengembangkan daya khayalnya untuk menciptakan

variasi aktivitas demi mendapatkan kenikmatan seksual. Dari sinilah timbul istilah

kelainan seksual, meskipun ini bersifat subyektif karena apa yang disebut kelainan

bagi seseorang biasanya merupakan kegiatan normal bagi yang lain.1

Abnormalitas kejiwaan banyak ditemui kasusnya dalam masyarakat,

abnormalitas kejiwaan tidak kemudian menjadikan semua penderitanya tidak bisa

diajak berkomunikasi dengan orang lain atau layak dimasukkan rumah sakit jiwa.

Menurut Ulmann (Fausiah dan Widury, 2008) Perilaku abnormal memiliki makna

yang sama dengan gangguan perilaku, gangguan mental/jiwa, sakit mental, dan

gangguan emosional. Terdapat banyak kasus yang dapat dikategorikan sebagai

abnormalitas. Diantaranya adalah gangguan seksualitas dan gangguan

kepribadian. Gangguan seksualitas terdiri dari penyimpangan seksual (parafilia)

dan gangguan disfungsi seksual.2 Parafilia merupakan satu dari kelainan seksual

yang boleh dibagi lagi kepada beberapa subtype. Parafilia adalah istilah yang

menggambarkan seksual arousal yang terjadi terhadap suatu objek, atau pada

suatu situasi, atau pada seseorang bukan disebabkan oleh stimulasi normal dan ini

dapat menimbulkan distress atau masalah pada orang tersebut atau pasangannya,

atau orang lain yang dilibatkan daam hal ini.

Parafilia dapat berkisar dari perilaku yang hampir normal hingga perilaku

yang bersifat merusak atau menyakiti hanya bagi satu orang atau mengancam
2

masyarakat secara luas. Edisi revisi keempat Diagnostic and statistical manual of

mental disorders telah mengkategorikan parafilia kedalam subtype diantaranya,

pedofilia, froteurisme, veyourisme, ekshibisonisme, sadisme, fetisisme, dan

zoofilia. Dalam makalah ini lebih dijelaskan tentang fetitisme. Pada fetisisme

focus seksual adalah pada objek seperti sepatu, sarung tangan, celana dalam, dan

stoking. Biasanya gangguan fetisisme bermula saat remaja, walaupun fetis dapat

terjadi pada masa kanak-kanak.1 Gangguan ini terbatas hampir hanya pada laki-

laki saja.3

1.2 Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam makalah ini akan membahas mengenai gangguan preferensi seksual

yaitu Fetishisme.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas Kepaniteraan

Klinik Senior bagian Psikiatri di RSU Haji Medan, FK Universitas Malahayati.

Dan untuk meningkatkan pemahaman ilmu dan pengetahuan mahasiswa mengenai

fetishisme.
3

BAB II
PENDAHULUAN

2.1 Fetishisme

2.1.1 Definisi Fetishisme

Fetishisme merupakan serapan dari bahasa inggris fetishism yang berasal

dari bahasa latin facticius (“buatan”) dan facere (“untuk membuat”). Mulanya

fetish dikenal sebagai sebutan pada obyek yang memiliki kekuatan spiritual.

Namun berubah ketika Alfred Binet, pakar ahli dari barat memperkenalkan fetish

seksual (obyek seksual) yang lama kelamaan akhirnya kata fetish dianggap

sebagai sinonim dari fetish seksual tersebut.

Menurut pedoman diagnostik PPDGJ-III, Fetishisme yaitu suatu gangguan

preferensi seksual dimana mengandalkan pada beberapa benda mati (non-living

object) sebagai rangsangan untuk membangkitkan keinginan seksual dan

memberikan kepuasan seksual. Kebanyakan bedan tersebut (objek fetish) yang

digunakan adalah ekstensi dari tubuh manusia, seperti pakaian, atau sepatu.3

Fetisisme adalah kegairahan atau kepuasan yang didapat dari sesuatu objek,

sesorang yang mempunyai perilaku ini mendapatkan kegairahan seksual dengan

memakai atau menyentuh objek tersebut.2

2.1.2 Epidemiologi Fetishisme

Diantara kasus-kasus parafilia yang telah diidentifikasi secara legal,

fetisisme jarang ditemukan. Orang dengan perilaku fetisisme tidak banyak


4

ditangkap dan salah disisi hukum. Orang dengan perilaku transvertik fetisisme

kadang-kadang dapat ditangkap karena mengganggu ketenangan atau atas

tuntutan pelanggaran ringan jika mereka secara jelas merupakan laki-laki yang

mengenakan pakaian perempuan, tetapi penangkapan lebih lazim pada orang

dengan gangguan identitas gender. Fetisisme hampir terjadi pada laki-laki. Lebih

50 persen parafilia memiliki awitan sebelum usia 18 tahun. Pasien dengan

parafilia sering memiliki tiga hingga lima parafilia, baik terjadi bersamaan atau

pada waktu yang berbeda di dalam kehidupannya. Pola kejadian ini terutama pada

kasus dengan ekshibisionisme, fetishisme, masokisme seksual, sadism seksual,

fetisisme transvestik, voyeurism, dan zoofilia. Kejadian perilaku ini sering sering

memuncak pada usia diantara 15 dan 25 tahun dan menurun secara bertahap.

2.1.3 Etiologi Fetishisme

a) Faktor psikososial

Didalam model psikoanalitik klasik, orang dengan fetisisme gagal

menyelesaikan proses perkembangan normal dalam penyesuaian

heteroseksual. Kegagalan menyelesaikan krisis Oedipus dengan

mengidentifikasi aggressor ayah (untuk laki-laki) atau aggressor ibu

(untuk perempuan) menimbulkan baik identifikasi yang tidak sesuai

dengan orang tua dengan jenis kelamin berlawan atau pilihan objek yang

tidak tepat untuk penyaluran libido. Teori psikoanalitik klasik berpegangan

bahwa transeksualisme dan fetisisme transvetik adalah gangguan karena

keduanya mengidentifikasi diri dengan orang tua berjenis kelamin

berlawanan bukannya berjenis kelamin sama. Contohnya, seorang laki-laki


5

yang berpakaian seperti seorang perempuan diyakini mengidentifikasi diri

dengan ibunya. Fetisisme adalah suatu upaya menghindari kecemasan

dengan menggantikan impuls libido dengan objek yang tidak sesuai.

Adapun beberapa dari pendapat para ahli telah menyimpulkan hal yang

kemungkinan dapat menjadi penyebab fetisisme, diantaranya adalah :

- Pengalaman masa lalu atau traumatic masa lalu akibat pelecehan

seksual

- Imitasi atau meniru orang lain yang melakukan fetishisme

- Rasa ingin tahu atau ketertarikan akan benda-benda milik lawan jenis

- Traumatik akibat tidak biasa melakukan hubungan seksual pada lawan

jenis

- Ketakutan akan kemampuan diri atau maskulinitas diri, potensi, dan

takut ditolak dan mendapat penghinaan

- Kekurang mampuan diri dalam pergaulan bebas

b) Faktor Biologis

Beberapa studi mengidentifikasi temuan organik abnormal pada orang

dengan parafilia. Diantara pasien yang dirujuk ke pusat medis besar, yang

memiliki temuan organik positif mencakup 74% pasien dengan kadar

hormon abnormal, 27% dengan tanda neurologis yang ringan atau berat

24% dengan kelainan kromosom, 9% dengan kejang, 9% dengan dileksia,

4% dengan gangguan jiwa berat, 4% dengan elektroensefalogram (EEG)

abnormal, dan 4% dengan cacat mental. Pertanyaan yang masih tidak

terjawab adalah apakah kelaianan ini menyebabkan minat parafilik atau


6

merupakan temuan insidental yang tidak memiliki relevansi dengan

timbulnya parafilia.

2.1.4 Jenis Fetishisme

Fetisisme terdiri dari beberapa jenis yang dapat dibagi kepada fetisisme

dan fetisisme transvestik. Selain itu, terdapat juga jenis-jenis fetisisme lain seperti:

1) Agalmatophilia – kegairahan seksual yang timbul terhadap manekin atau

patung.

2) Mechanophilia/mechaphilia – kegairahan seksual yang timbul terhadap

mesin.

3) Psychrophilia – kegairahan seksual yang timbul dari objek yang sejuk.

4) Salirophilia – kegairahan seksual yang timbul terhadap tanah/kotoran.

5) Mucophilia – kegairahan seksual yang timbul kdari mucus.

6) Symorophilia – kegairahan seksual yang timbul dengan melihat

kecelakaan.

7) Dendrophilia – kegairahan seksual yang timbul oleh pokok-pokok.

8) Autonepiophilia – kegairahan seksual yang timbul dengan memakai

pakaian anak.

Satu lagi jenis fetisisme adalah objectofilia yang merupakan kegairahan

seksual yang didapat dari benda-benda seperti bulu, balon, celana dalam

perempuan, sepatu tumit tinggi, karet, dan banyak lagi.


7

2.1.5 Diagnosis Fetishisme

Menurut pedoman diagnostik PPDGJ-III diagnosis pada F65.0 Fetishisme

ditegakkan apabila objek fetish benar-benar merupakan sumber yang utama dari

rangsangan seksual atau penting sekali untuk respons seksual yang memuaskan.3

Beberapa studi mengidentifikasi temuan organik abnormal pada orang dengan

parafilia. Di antara pasien yang dirujuk ke pusat medis besar, yang memiliki

temuan organic positif mencakup 74% pasien dengan kadar hormon abnormal,

27% dengan tanda neurologis yang ringan atau berat. Kriteria diagnostik DSM-

IV-TR fetisisme yaitu :4

A. Untuk periode waktu sedikitnya 6 bulan, terdapat khayalan yang

merangsang secara seksual, dorongan atau perilaku seksual yang intens

dan berulang melibatkan penggunaan objek yang tidak hidup (contoh :

pakaian dalam perempuan)

B. Fantasi, dorongan seksual atau perilaku menimbulkan penderitaan yang

secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area

fungsi lain.

C. Objek fetis tidak terbatas pada barang pakaian perempuan yang digunakan

pada pakaian banci (seperti : pada fetisisme transvestik) atau alat yang

dirancang untuk tujuan stimulus perabaan genital.

2.1.6 Diagnosis Banding Fetishisme

Klinisi harus membedakan parafilia dengan tindakan eksperimental yang

tidak berulang atau kompulsif dan yang dilakukan karena masih bersifat baru.
8

Aktivitas parafilik paling besar kemungkinannya terjadi selama masa remaja.

Beberapa parafilia (terutama tipe aneh) dikatakan dengan gangguan jiwa lain

seperti skizofrenia. Penyakit otak juga dapat melepaskan impuls yang cabul.

2.1.7 Pengobatan Fetishisme

Empat jenis intervensi psikiatri digunakan untuk menerapi orang dengan

parafilia: kendali eksternal (pengurangan dorongan seksual), terapi obat

antipsikotik / antidepresan (seperti depresi atau anxietas), terapi perilaku kognitif,

dan psikoterapi dinamik. Penjara adalah mekanisme kendali eksternal untuk

kejahatan seksual yang biasanya tidak berisi kandungan terapi. Jika korban

terdapat di dalam keluarga atau lingkungan kerja, kendali eksternal datang dengan

memberitahu penyelia, teman sebaya, atau anggota keluarga dewasa lain

mengenal masalah menasehati untuk menghilangkan up korban kesempatan bagi

pelaku untuk melakukan dorongan. Terapi obat mencakup obat antipsikotik atau

antidepresan, diindikasikan untuk terapi skizofrenia atau gangguan depresif jika

parafilia dikaitkan dengan gangguan ini. Antiandrogen, seperti cypreterrone

acetate di Eropa dan mydroxyprogesteron acetate di Amerika Serikat, dapat

mengurangi dorongan perilaku seksual dengan menurunkan kadar testosterone

serum sampai pada konsentrasi dibawah normal. Agen serotonergik seperti

fluoxetine dari zat antiandrogen mempunyai efek samping yaitu pembesaran

mammae, nyeri kepala, peningkatan berat badan dan penurunan densitas tulang.

Terapi perilaku kognitif digunakan untuk mengubah pola parafilik yang dipelajari

dengan mengubah perilaku untuk pelakunya dapat diterima secara social.

Intervensi nya mencakup pelatihan keterampilan social, edukasi seks,


9

pembentukan ulang kognitif (melawan dan merusak rasionalisasi yang digunakan

untuk menyokong pencarian korban lain), dan pembelajaran hal yang memicu

impuls parafilik sehingga stimulus dapat dihindari juga diberikan. Pada modifikasi

latihan perilaku aversif, pelaku direkam sedang melakukan parafilianya terhadap

boneka, parafiliak kemudian dikonfrontasi oleh terapis dan suatu kelompok

pelaku yang lain yang menanyakan mengenai perasaan, pikiran, dan motif yang

berkaitan dengan tindakanya serta secara berulang mencoba memperbaiki distorsi

kognitif dan menunjukan kepada pasien mengenai tidak adanya empati terhadap

korban.

Psikoterapi berorientasi tilikan merupakan pendekatan terapi yang

berlangsung lama pasien memiliki kesempatan mengerti dinamik serta peristiwa

yang menyebabkan parafilia timbul. Secara khusus, mereka menjadi sadar akan

peristiwa sehari-hari yang menyebabkan mereka melakukan impuls mereka

(seperti penolakan sebenarnya ataupun khayalan). Terapi ini membantu

menghadapi stress kehidupan dengan lebih baik dan meningkatkan kapasitas

untuk berhubungan pasangan hidup. Psikoterapi juga memungkinkan pasien

memperoleh kembali kepercayaan dirinya, yang selanjutnya akan memungkinkan

mereka mendekati pasangan dengan cara seksual yang lebih normal. Terapi seks

merupakan tambahan yang tepat untuk terapi pada pasien yang merupakan

penderita disfungsi seksual spesifik ketika mereka mencoba aktivitas seksual yang

tidak menyimpang.
10

2.1.8 Prognosis Fetishisme

Prognosis pada fetisisme buruk, hal ini berhubungan dengan onset usia

yang awal, tingginya frekuensi tindakan, tidak adanya perasaan bersalah atau

malu terhadap tindakan tersebut, dan penyalahgunaan zat. Perjalanan penyakit dan

prognosisnya baik jika pasien memiliki motivasi tinggi untuk berubah dan jika

pasien datang berobat sendiri, bukannya dikirim oleh badan hukum.


11

BAB III
KESIMPULAN

Teori perkembangan psikoseksual yang dikemukakan oleh Freud

mengatakan bahwa setiap makhluk hidup pasti mengalami pertumbuhan dan

perkembangan, begitu pula manusia juga mengalaminya. Freud mengatakan

bahwa seksualitas adalah faktor pendorong terkuat untuk melakukan sesuatu dan

bahwa pada masa balita pun anak-anak mengalami ketertarikan dan kebutuhan

seksual. Tahap perkembangan psikoseksual yang dikemukakan Freud adalah

tahap oral berlangsung pada usia 0 – 18 bulan dimana kesenangan bayi terousat

disekitar mulut. Seperti, mengunyah, menghisap, dan menggigit yang merupakan

sumber kesenangan anak. Sumber kenikmatan pokok yang berasal dari mulut

adalah makanan. Makan meliputi, stimulasi terhadap bibir dan rongga mulut serta

menelan. Kemudian setelah gigi tumbuh maka mulut dipakai untuk menggigit dan

mengunyah. Dua aktifasi oral ini merupakan prototype bagi banyak cirri karakter

yang berkembang dikemudian karakter. Tahap anal berlangsung pada anak usia

1,5 tahun – 3 tahum. Libido dipusatkan didaerah anal dimana anal berfungsi

sebagai alat pemuas kenikmatan (baik dalam melepaskan atau mempertahankan

feses). Di fasi ini terjadi sifat ambivalensi pada anak dimana anak berusaha

mempertahankan peses sedangkan ibunya memerintah kan untuk dibuang. Fase

phallic berlangsung pada anak usia 3 – 6 tahun, kenikmatan terletak pada alat

kelaminnya. Pada tahap ini anak menyadari jenis kelaminnya bertepatan pada

kesadaran bahwa dirinya dipisahkan dari beberapa aspek dari kehidupan orang

tuanya. Tahap latency berlangsung pada anak usia 6 – 12 tahun (sampai usia
12

puberty) selama periode ini, anak menekan seluruh minat seksual dan

mengembangkan keterampilan dan itelektual. Di fase ini libido seksual relative

tenang dan anak beridentifikasi lebih luas lagi di luar objek orang tuanya seperti

teman, orang tua, dan guru. Tahap genital terjadi mulai dari masa pubertas dan

seterusnya. Fase ini di bagi menjadi 3 fase yaitu, fase pubertas usia 11 – 13 tahun,

fase adelocens usia 14 – 18 tahun, dan fase dewasa usia 18 tahun keatas.

Penyebab fetisisme paling sering adalah akibat faktor psikososial dan faktor

biologis.

Kriteria diagnostik DSM-IV fetisisme yaitu untuk periode waktu

sedikitnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual, dorongan,

atau perilaku seksual yang intens dan berulang yang melibatkan penggunaan

objek yang tidak hidup (contoh: pakaian dalam). Fantasi, dorongan seksual, atau

perilaku menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaknya

fungsi social, Pekerjaan, atau area fungsi penting lain. Objek fetis tidak terbatas

pada barang pakaian perempuan yang digunakan pada pakaian banci (seperti pada

fetisisme transvestik) atau alat yang dirancang untuk tujuan stimulus perabaan

genital. Gangguan fetishisme harus dibedakan dari transvestisme fetishistik

dimana pakaian sebagai objek fetish bukan hanya sekedar dipakai, tetapi juga

untuk menciptakan penampilan seorang dari lawan jenis kelaminnya. Biasanya

lebih dari satu jenis barang yang dipakai dan seringkali suatu perlengkapan yang

menyeluruh, termasuk rambut palsu dan tat arias wajah. Fantasi fetishtik adalah

lazim, tidak menjadi suatu gangguan kecuali apabila menjurus kepada suatu ritual
13

yang begitu memaksa dan tidak semestinya sampai mengganggu hubungan

seksual dan menyebabkan penderitaan bagi individu.

Anda mungkin juga menyukai