Disusun Oleh :
BALIKPAPAN
2018
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Latar Belakang
A. Kelongsoran Lereng
Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa
batuan, bahan rombakan,tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke
bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan
sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot
tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan
sebagai bidang gelincir, maka tanah atau batuan menjadi licin dan tanah
pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.
Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan
tertentu dengan bidang horizontal. Lereng dapat terbentuk secara alami
maupun buatan manusia. Lereng yang terbentuk secara alami misalnya:
lereng bukit dan tebing sungai, sedangkan lereng buatan manusia antara lain:
galian dan timbunan untuk membuat bendungan, tanggul dan kanal sungai
serta dinding tambang terbuka (Arief, 2007). Adapun jenis-jenis longsor yang
dikenal dalam tambang terbuka adalah:
1. Longsor Bidang
Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi
sepanjang bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat
berupa bidang kekar, rekahan (joint) maupun bidang perlapisan batuan.
Syarat-syarat terjadinya longsoran bidang :
Terdapat bidang lincir bebas (daylight) berarti kemiringan bidang lurus
lebih kecil daripada kemiringan lereng
Arah bidang perlapisan (bidang lemah) sejajar atau mendekati dengan
arah lereng (maksimum berbeda 200).
Kemiringan bidang luncur atau lebih besar daripada sudut geser dalam
batuannya.
Terdapat bidang geser (tidak terdapat gaya penahan) pada kedua sisi
longsoran.
2. Longsoran Baji
Longsoran baji dapat terjadi pada suatu batuan jika lebih dari satu
bidang lemah yang bebas dan saling berpotongan. Sudut perpotongan
antara bidang lemah tersebut lebih besar dari sudut geser dalam batuannya.
Bidang lemah ini dapat berupa bidang sesar, rekahan (joint) maupun
bidang perlapisan. Cara longsoran baji dapat melalui satu atau beberapa
bidang lemahnya maupun melalui garis perpotongan kedua bidang
lemahnya. Longsoran baji dapat terjadi dengan syarat geometri sebagai
berikut :
Permukaan bidang lemah A dan bidang lemah B rata, tetapi kemiringan
bidang lemah B lebih besar daripada bidang lemah A.
Arah penunjaman garis potong harus lebih kecil daripada sudut
kemiringan lereng.
Bentuk longsoran dibatasi oleh muka lereng, bagian atas lereng dan
kedua bidang lemah.
3. Longsoran Busur
Longsoran busur adalah yang paling umum terjadi di alam,
terutama pada batuan yang lunak (tanah). Pada batuan yang keras
longsoran busur hanya terjadi jika batuan tersebut sudah mengalami
pelapukan dan mempunyai bidang-bidang lemah (rekahan) yang sangat
rapat dan tidak dapat dikenali lagi kedudukannya. Pada longsoran bidang
dan baji, kelongsoran dipengaruhi oleh struktur bidang perlapisan dan
kekar yang membagi tubuh batuan kedalam massa diskontinuitas.
Pada tanah pola strukturnya tidak menentu dan bidang gelincir
bebas mencari posisi yang paling kecil hambatannya. Longsoran busur
akan terjadi jika partikel individu pada suatu tanah atau massa batuan
sangat kecil dan tidak saling mengikat. Oleh karena itu batuan yang telah
lapuk cenderung bersifat seperti tanah. Tanda pertama suatu longsoran
busur biasanya berupa suatu rekahan tarik permukaan atas atau muka
lereng, kadang-kadang disertai dengan menurunnya sebagian permukaan
atas lereng yang berada disamping rekahan. Penurunan ini menandakan
adanya gerakan lereng yang pada akhirnya akan terjadi kelongsoran
lereng, hanya dapat dilakukan apabila belum terjadi gerakan lereng
tersebut .
Gambar 3. Longsoran Busur
4. Longsoran Guling
Longsoran guling terjadi pada batuan yang keras dan memiliki
lereng terjal dengan bidang-bidang lemah yang tegak atau hampir tegak
dan arahnya berlawanan dengan arah kemiringan lereng. Longsoran ini
bisa berbentuk blok atau bertingkat. Kondisi untuk menggelincir atau
meluncur ditentukan oleh sudut geser dalam dan kemiringan bidang
luncurnya, tinggi balok dan lebar balok terletak pada bidang miring.
Namun demikian, seringkali tipe longsoran yang ada merupakan
gabungan dari beberapa longsoran utama sehingga seakan-akan
membentuk suatu tipe longsoran yang tidak beraturan (raveling failure)
atau seringkali disebut sebagai tipe longsoran kompleks.
B. Kestabilan Lereng
b. Kohesi
Kohesi adalah gaya tarik menarik antara partikel dalam
batuan, dinyatakan dalam satuan berat per satuan luas. Kohesi batuan
akan semakin besar jika kekuatan gesernya makin besar. Nilai kohesi
(c) diperoleh dari pengujian laboratorium yaitu pengujian kuat geser
langsung (direct shear strength test) dan pengujian triaxial (triaxial
test).
2. Struktur geologi
Keadaan struktur geologi yang harus diperhatikan pada
analisa kestabilan lereng penambangan adalah bidang-bidang lemah
dalam hal ini bidang ketidakselarasan (discontinuity).
Ada dua macam bidang ketidakselarasan yaitu :
a. Mayor discontinuity, seperti kekar dan patahan.
b. Minor discontinuity, seperti kekar dan bidang-bidang perlapisan.
Struktur geologi ini merupakan hal yang penting di dalam
analisa kemantapan lereng karena struktur geologi merupakan
bidang lemah di dalam suatu masa batuan dan dapat menurunkan
atau memperkecil kestabilan lereng.
3. Geometri lereng
Geometri lereng yang dapat mempengaruhi kestabilan lereng
meliputi tinggi lereng, kemiringan lereng dan lebar berm (b), baik itu
lereng tunggal (Single slope) maupun lereng keseluruhan (overall
slope). Suatu lereng disebut lereng tunggal (Single slope) jika
dibentuk oleh satu jenjang saja dan disebut keseluruhan (overall
slope) jika dibentuk oleh beberapa jenjang.
Lereng yang terlalu tinggi akan cenderung untuk lebih mudah
longsor dibanding dengan lereng yang tidak terlalu tinggi dan
dengan jenis batuan penyusun yang sama atau homogen. Demikian
pula dengan sudut lereng, semakin besar sudut kemiringan lereng,
maka lereng tersebut akan semakin tidak stabil. Sedangkan semakin
besar lebar berm maka lereng tersebut akan semakin stabil.
4. Tinggi muka air tanah
Muka air tanah yang dangkal menjadikan lereng sebagian
besar basah dan batuannya mempunyai kandungan air yang tinggi,
kondisi ini menjadikan kekuatan batuan menjadi rendah dan batuan
juga akan menerima tambahan beban air yang dikandung, sehingga
menjadikan lereng lebih mudah longsor.
5. Iklim
Iklim berpengaruh terhadap kestabilan lereng karena iklim
mempengaruhi perubahan temperatur. Temperatur yang cepat sekali
berubah dalam waktu yang singkat akan mempercepat proses
pelapukan batuan. Untuk daerah tropis pelapukan lebih cepat
dibandingkan dengan daerah dingin, oleh karena itu singkapan
batuan pada lereng di daerah tropis akan lebih cepat lapuk dan ini
akan mengakibatkan lereng mudah tererosi dan terjadi kelongsoran.
6. Gaya luar
Gaya luar yang mempengaruhi kestabilan lereng
penambangan adalah beban alat mekanis yang beroperasi diatas
lereng, getaran yang diakibatkan oleh kegiatan peledakan, dll.
1. Metode Konvensional
1.1 Metode Empiris dan Analogi
Prinsip yang digunakan dalam metode empiris dan analogi yaitu
analisis kestabilan dilakukan berdasarkan pada pengalaman-
pengalaman sebelumnya terutama dari lereng-lereng dengan
karakteristik yang hampir sama. Penggunaan metode ini sangat
tergantung pada pengalaman dan keputusan yang dibuat oleh seorang
insinyur atau analis yang terlibat. Kadang-kadang penggunaan metode
ini juga digabung dengan metode lainnya seperti stability chart,
analisis kinematik, atau metode kesetimbangan batas.
Teori Blok
Teori blok merupakan pengembangan lebih lanjut dari analisis
kinematik. Teori ini dikembangkan oleh Goodman & Shi (1985).
Dasar dari teori blok yaitu mempertimbangkan mengenai
terbentuknya suatu blok batuan yang dihasilkan dari perpotongan
beberapa bidang takmenerus serta melakukan identifikasi terhadap
blok-blok yang kritis, yang disebut blok-blok kunci. Dalam teori blok
adanya retakan tarik pada permukaan lereng dan deformasi dari blok
batuan diabaikan.
Blok-blok batuan dikelompokkan menjadi blok-blok takhingga
dan blok-blok terhingga. Blok-blok takhingga merupakan blok yang
aman asalkan tidak terjadi retakan pada blok tersebut. Blok-blok yang
terhingga terdiri dari blok-blok yang tak dapat dipindahkan dan blok-
blok yang dapat dipindahkan. Blok yang dapat dipindahkan terdiri
beberapa tipe. Tipe pertama, blok-blok yang dapat langsung jatuh atau
tergelincir hanya oleh pengaruh gaya gravitasi saja, blok tipe ini
dinamakan sebagai blok kunci. Tipe kedua, adalah blok-blok yang
aman selama gaya gesek yang bekerja lebih besar dibanding dengan
gaya dorong yang bekerja pada blok batuan, blok tipe ini disebut
sebagi blok kunci potensial. Tipe ketiga, adalah blok yang sudah aman
dengan gaya gravitasi saja.
2. Metode Numerik
KESIMPULAN
Untuk mengetahui atau menghindari longsor pada tambang batubara perlu adanya
studi-studi yang banyak. Umumnya longsoran pada tambang batu bara terjadi
pada tambang terbuka. Dengan mengetahui lebih dalam yaitu longsoran, terlebih
dahulu harus mengerti dasar-dasar dari tanah terlebih dahulu, sehingga dari
karakteristik tanah yang ada dapat diketahui potensi longsoran tanah yang terjadi
DAFTAR PUSTAKA
http://matonimous.blogspot.co.id/2010/03/pekerjaan-geoteknik-pada-
penambangan.html
http://tambangunp.blogspot.co.id/2013/11/jenis-jenis-longsoran-pada-lereng.html
http://afanmining10.blogspot.co.id/2012/11/analisa-kesetabilan-lereng.html
https://www.slideshare.net/ayukulehputri/geotek-kestabilan-
lereng?from_action=save
https://id.scribd.com/doc/231290750/Metode-Metode-Dalam-Analisis-Kestabilan-
Lereng