Anda di halaman 1dari 24

PAPER GEOLOGI TEKNIK

LONGSOR TAMBANG BATU BARA

Disusun Oleh :

1.Delviani Pasang 1501115

2.Fahreza Dharmawan 1501247

3.Yehezkiel Imai Sinaga 1501052

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI

BALIKPAPAN

2018
ABSTRAK

Geoteknik adalah ilmu yang mempelajari perilaku tanah maupun batuan.


Di dalam dunia pertambangan peran seorang geotek sangatlah penting. Tidak
hanya untuk mendesain atau menganalisis lereng agar aman, akan tetapi geoteknik
engineer juga diperlukan untuk mendesain stock pile, barge loading Conveyor/
Jety Manual maupun pelabuhan. Seorang geotek akan melakukan perhitungan
seberapa besar beban yang dapat diterima oleh suatu tanah/batuan, sehingga dapat
mencegah terjadinya longsor akibat beban yang berlebihan yang ditanggung oleh
tanah/batuan tersebut.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Banyak perusahaan tambang kita yang masih mengabaikan peran


geoteknik di dalam tambang. Anggapan bahwa penyelidikan geoteknik itu mahal
adalah salah. Biaya yang dikeluarkan untuk penyelidikan geoteknik tidaklah
semahal biaya yang akan terbuang bila terjadi longsor di tambang, stock pile,
barge loading atau bahkan pelabuhan. Sebagai contoh, perusahaan tambang yang
baru sekitar satu minggu memasang hopper seberat 200 ton di lokasi barge
loading conveyor, tiba-tiba mengalami longsor. Hopper terlepas dari pondasinya
dan menggeser semua bangunan yang sudah terpasang disekitar BLC. Kaki
conveyor terangkat, dolpin bergerak dan jatuh ke sungai akibat terjadinya
pergerakan tanah disekitarnya. Kerugian struktur yang diderita mencapai lebih
dari 1M, belum lagi kerugian yang timbul akibat terhentinya aktifitas disekitar
BLC. Banyak juga perusahaan tambang yang membuat lokasi stock pilenya dekat
dengan sungai. Akibat beban yang berlebihan dari penumpukan batubara, lebih
besar maka sebagian dari batubara tersebut longsor ke sungai. Dapat dibayangkan
berapa kerugian yang diderita oleh perusahaan akibat hilangnya batubara dan
pencemaran yang ditimbulkan. Untuk itulah peran geotek cukup penting agar
terhindar dari kerugian-kerugian tersebut.

A. Kelongsoran Lereng
Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa
batuan, bahan rombakan,tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke
bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan
sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot
tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan
sebagai bidang gelincir, maka tanah atau batuan menjadi licin dan tanah
pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.
Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan
tertentu dengan bidang horizontal. Lereng dapat terbentuk secara alami
maupun buatan manusia. Lereng yang terbentuk secara alami misalnya:
lereng bukit dan tebing sungai, sedangkan lereng buatan manusia antara lain:
galian dan timbunan untuk membuat bendungan, tanggul dan kanal sungai
serta dinding tambang terbuka (Arief, 2007). Adapun jenis-jenis longsor yang
dikenal dalam tambang terbuka adalah:
1. Longsor Bidang
Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi
sepanjang bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat
berupa bidang kekar, rekahan (joint) maupun bidang perlapisan batuan.
Syarat-syarat terjadinya longsoran bidang :
 Terdapat bidang lincir bebas (daylight) berarti kemiringan bidang lurus
lebih kecil daripada kemiringan lereng
 Arah bidang perlapisan (bidang lemah) sejajar atau mendekati dengan
arah lereng (maksimum berbeda 200).
 Kemiringan bidang luncur atau lebih besar daripada sudut geser dalam
batuannya.
 Terdapat bidang geser (tidak terdapat gaya penahan) pada kedua sisi
longsoran.

Gambar 1. Longsor Bidang

2. Longsoran Baji
Longsoran baji dapat terjadi pada suatu batuan jika lebih dari satu
bidang lemah yang bebas dan saling berpotongan. Sudut perpotongan
antara bidang lemah tersebut lebih besar dari sudut geser dalam batuannya.
Bidang lemah ini dapat berupa bidang sesar, rekahan (joint) maupun
bidang perlapisan. Cara longsoran baji dapat melalui satu atau beberapa
bidang lemahnya maupun melalui garis perpotongan kedua bidang
lemahnya. Longsoran baji dapat terjadi dengan syarat geometri sebagai
berikut :
 Permukaan bidang lemah A dan bidang lemah B rata, tetapi kemiringan
bidang lemah B lebih besar daripada bidang lemah A.
 Arah penunjaman garis potong harus lebih kecil daripada sudut
kemiringan lereng.
 Bentuk longsoran dibatasi oleh muka lereng, bagian atas lereng dan
kedua bidang lemah.

Gambar 2. Longsoran Baji

3. Longsoran Busur
Longsoran busur adalah yang paling umum terjadi di alam,
terutama pada batuan yang lunak (tanah). Pada batuan yang keras
longsoran busur hanya terjadi jika batuan tersebut sudah mengalami
pelapukan dan mempunyai bidang-bidang lemah (rekahan) yang sangat
rapat dan tidak dapat dikenali lagi kedudukannya. Pada longsoran bidang
dan baji, kelongsoran dipengaruhi oleh struktur bidang perlapisan dan
kekar yang membagi tubuh batuan kedalam massa diskontinuitas.
Pada tanah pola strukturnya tidak menentu dan bidang gelincir
bebas mencari posisi yang paling kecil hambatannya. Longsoran busur
akan terjadi jika partikel individu pada suatu tanah atau massa batuan
sangat kecil dan tidak saling mengikat. Oleh karena itu batuan yang telah
lapuk cenderung bersifat seperti tanah. Tanda pertama suatu longsoran
busur biasanya berupa suatu rekahan tarik permukaan atas atau muka
lereng, kadang-kadang disertai dengan menurunnya sebagian permukaan
atas lereng yang berada disamping rekahan. Penurunan ini menandakan
adanya gerakan lereng yang pada akhirnya akan terjadi kelongsoran
lereng, hanya dapat dilakukan apabila belum terjadi gerakan lereng
tersebut .
Gambar 3. Longsoran Busur

4. Longsoran Guling
Longsoran guling terjadi pada batuan yang keras dan memiliki
lereng terjal dengan bidang-bidang lemah yang tegak atau hampir tegak
dan arahnya berlawanan dengan arah kemiringan lereng. Longsoran ini
bisa berbentuk blok atau bertingkat. Kondisi untuk menggelincir atau
meluncur ditentukan oleh sudut geser dalam dan kemiringan bidang
luncurnya, tinggi balok dan lebar balok terletak pada bidang miring.
Namun demikian, seringkali tipe longsoran yang ada merupakan
gabungan dari beberapa longsoran utama sehingga seakan-akan
membentuk suatu tipe longsoran yang tidak beraturan (raveling failure)
atau seringkali disebut sebagai tipe longsoran kompleks.

Gambar 4. Longsoran Guling

Pada dasarnya longsoran akan terjadi karena dua sebab, yaitu


naiknya tegangan geser (shear stress) dan menurunnya kekuatan geser
(shear strenght). Adapun faktor yang dapat menaikkan tegangan geser
adalah :
1. Pengurangan penyanggaan lateral, antara lain karena erosi, longsoran
terdahulu yang menghasilkan lereng baru dan kegiatan manusia.
2. Pertambahan tegangan, antara lain karena penambahan beban, tekanan
air rembesan, dan penumpukan.
3. Gaya dinamik, yang disebabkan oleh gempa dan getaran lainnya.
4. Pengangkatan atau penurunan regional, yang disebabkan oleh gerakan
pembentukan pegunungan dan perubahan sudut kemiringan lereng.
5. Pemindahan penyangga, yang disebabkan oleh pemotongan tebing oleh
sungai, pelapukan dan erosi di bawah permukaan, kegiatan
pertambangan dan terowongan, berkurangnya/hancurnya material
dibagian dasar.
6. Tegangan lateral, yang ditimbulkan oleh adanya air di rekahan serta
pembekuan air, penggembungan lapisan lempung dan perpindahan sisa
tegangan.
Sedangkan faktor yang mengurangi kekuatan geser adalah :
1. Keadaan atau rona awal, memang sudah rendah dari awal disebabkan
oleh komposisi, tekstur, struktur dan geometri lereng.
2. Perubahan karena pelapukan dan reaksi kimia fisik, yang menyebabkan
lempung berposi menjadi lunak, disinteggrasi batuan granular, turunnya
kohesi, pengggembungan lapisan lempung, pelarutan material
penyemen batuan.
3. Perubahan gaya antara butiran karena pengaruh kandungan air dan
tekanan air pori.
4. Perubahan struktur, seperti terbentuknya rekahan pada lempung yang
terdapat di tebing / lereng.

B. Kestabilan Lereng

Kemantapan (stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang sangat


penting dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan
penimbunan tanah, batuan dan bahan galian, karena menyangkut persoalan
keselamatan manusia (pekerja), keamanan peralatan serta kelancaran
produksi. Keadaan ini berhubungan dengan terdapat dalam bermacam-macam
jenis pekerjaan, misalnya pada pembuatan jalan, bendungan, penggalian
kanal, penggalian untuk konstruksi, penambangan dan lain -lain.
Kestabilan dari suatu lereng pada kegiatan penambangan dipengaruhi
oleh kondisi geologi daerah setempat , bentuk keseluruhan lereng pada lokasi
tersebut , kondisi air tanah setempat , faktor luar seperti getaran akibat
peledakan ataupun alat mekanis yang beroperasi dan juga dari teknik
penggalian yang digunakan dalam pembuatan lereng. Faktor pengontrol ini
jelas sangat berbeda untuk situasi penambangan yang berbeda dan sangat
penting untuk memberikan aturan yang umum untuk menentukan seberapa
tinggi atau seberapa landai suatu lereng untuk memastikan lereng itu akan
tetap stabil.
Dalam operasi penambangan masalah kemantapan lereng ini akan
diketemukan pada penggalian tambang terbuka, bendungan untuk cadangan
air kerja, tempat penimbunan limbah buangan (tailing disposal) dan
penimbunan bijih (stockyard). Apabila lereng-lereng yang terbentuk sebagai
akibat dari proses penambangan (pit slope) maupun yang merupakan sarana
penunjang operasi penambangan (seperti bendungan dan jalan) tidak stabil,
maka akan mengganggu kegiatan produksi.
Kestabilan lereng penambangan dipengaruhi oleh geometri lereng ,
struktur batuan , sifat fisik dan mekanik batuan serta gaya luar yang bekerja
pada lereng tersebut. Suatu cara yang umum untuk menyatajan kestabilan
suatu lereng penambangan adalah dengan faktor keamanan. Faktor ini
merupakan perbandingan antara gaya penahan yang membuat lereng tetap
stabil , dengan gaya penggerak yang menyebabkan terjadinya longsor.
Dari keterangan diatas, dapat dipahami bahwa analisis kemantapan
lereng merupakan suatu bagian yang penting untuk mencegah terjadinya
gangguan terhadap kelancaran produksi maupun terjadinya bencana yang
fatal. Dalam keadaan tidak terganggu (alamiah), tanah atau batuan umumnya
berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya-gaya yang timbul dari dalam.
Kalau misalnya karena sesuatu sebab mengalami perubahan keseimbangan
akibat pengangkatan, penurunan, penggalian, penimbunan, erosi atau aktivitas
lain, maka tanah atau batuan itu akan berusaha untuk mencapai keadaaan
yang baru secara alamiah. Cara ini biasanya berupa proses degradasi atau
pengurangan beban, terutama dalam bentuk longsoran-longsoran atau
gerakan-gerakan lain sampai tercapai keadaaan keseimbangan yang baru.
Pada tanah atau batuan dalam keadaan tidak terganggu (alamiah) telah
bekerja tegangan-tegangan vertikal, horisontal dan tekanan air dari pori.
Ketiga hal di atas mempunyai peranan penting dalam membentuk kestabilan
lereng.
Sedangkan tanah atau batuan sendiri mempunyai sifat-sifat fisik asli
tertentu, seperti sudut geser dalam (angle of internal friction), gaya kohesi dan
bobot isi yang juga sangat berperan dalam menentukan kekuatan tanah dan
yang juga mempengaruhi kemantapan lereng. Oleh karena itu dalam usaha
untuk melakukan analisis kemantapan lereng harus diketahui dengan pasti
sistem tegangan yang bekerja pada tanah atau batuan dan juga sifat-sifat fisik
aslinya. Dengan pengetahuan dan data tersebut kemudian dapat dilakukan
analisis kelakuan tanah atau batuan tersebut jika digali atau “diganggu”.
Setelah itu, bisa ditentukan geometri lereng yang diperbolehkan atau
mengaplikasi cara-cara lain yang dapat membantu lereng tersebut menjadi
stabil dan mantap.
1. Faktor Kestabilan Lereng

Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal


istilah faktor keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan
antara gaya-gaya yang menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang
menggerakkan tanah tersebut dianggap stabil, bila dirumuskan sebagai
berikut :

Faktor kemanan (F) = gaya penahan / gaya penggerak


Dimana untuk keadaan :
• F > 1,0 : lereng dalam keadaan mantap
• F = 1,0 : lereng dalam keadaan seimbnag, dan siap untuk longsor
• F < 1,0 : lereng tidak mantap
Jadi dalam menganalisis kemantapan lereng akan selalu berkaitan dengan
perhitungan untuk mengetahui angka faktor keamanan dari lereng tersebut.
Data yang diperlukan dalam suatu perhitungan sederhana untuk mencari
nilai FK (Faktor keamanan lereng) adalah sebagai berikut :
1. Data lereng atau geometri lereng (terutama diperlukan untuk membuat
penampang lereng). Meliputi : sudut Kemiringan lereng, tinggi lereng
dan lebar jalan angkut atau berm pada lereng tersebut.
2. Data mekanika tanah
a. Sudut geser dalam (ɸ)
b. Bobot isi tanah atau batuan (γ)
c. Kohesi (c)
d. Kadar air tanah (ω)
3. Faktor Luar
a. Getaran akibat kegiatan peledakan,
b. Beban alat mekanis yang beroperasi, dll.

Data mekanika tanah yang diambil sebaiknya dari sampel tanah


yang tidak terganggu (Undisturb soil). Kadar air tanah (ω) diperlukan
terutama dalam perhitungan yang menggunakan computer (terutama bila
memerlukan data γdryatau bobot satuan isi tanah kering, yaitu : γdry = γ
wet / ( 1 + ω).
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisa
kestabilan lereng penambangan adalah sebagai berikut : (Ir. Karyono M.T,
Diklat Perencanaan Tambang Terbuka, Unisba).
1. Kuat Geser Tanah atau Batuan
Kekuatan yang sangat berperan dalam analisa kestabilan lereng
terdiri dari sifat fisik dan sifat mekanik dari batuan tersebut. Sifat fisik
batuan yang digunakan dalam menganalisa kemantapan lereng adalah
bobot isitanah, sedangkan sifat mekaniknya adalah kuat geser batuan
yang dinyatakan dengan parameter kohesi (c) dan sudut geser dalam.
Kekuatan geser batuan ini adalah kekuatan yang berfungsi sebagai gaya
untuk melawan atau menahan gaya penyebab kelongsoran.
a. Bobot Isi Tanah Atau Batuan
Nilai bobot isi tanah atau batuan akan menentukan besarnya
beban yang diterima pada permukaan bidang longsor, dinyatakan
dalam satuan berat per volume. Bobot isi batuan juga dipengaruhi
oleh jumlah kandungan air dalam batuan tersebut. Semakin besar
bobot isi pada suatu lereng tambang maka gaya geser penyebab
kelongsoran akan semakin besar. Bobot isi diketahui dari pengujian
laboratorium. Nilai bobot isi batuan untuk analisa kestabilan lereng
terdiri dari 3 parameter yaitu nilai Bobot isi batuan pada kondisi asli,
kondisi kering dan Bobot
isi pada kondisi basah.

b. Kohesi
Kohesi adalah gaya tarik menarik antara partikel dalam
batuan, dinyatakan dalam satuan berat per satuan luas. Kohesi batuan
akan semakin besar jika kekuatan gesernya makin besar. Nilai kohesi
(c) diperoleh dari pengujian laboratorium yaitu pengujian kuat geser
langsung (direct shear strength test) dan pengujian triaxial (triaxial
test).

c. Sudut Geser Dalam


Sudut geser dalam merupakan sudut yang dibentuk dari
hubungan antara tegangan normal dan tegangan geser di dalam
material tanah atau batuan. Sudut geser dalam adalah sudut rekahan
yang dibentuk jika suatu material dikenai tegangan atau gaya
terhadapnya yang melebihi tegangan gesernya. Semakin besar sudut
geser dalam suatu material maka material tersebut akan lebih tahan
menerima tegangan luar yang dikenakan terhadapnya.
Untuk mengetahui nilai kohesi dan sudut geser dalam, dinyatakan
dalam persamaan berikut :
τnt = σn tan ϕ + c
Dimana :
τnt = Tegangan Geser
σn = Tegangan Normal
ϕ = Sudut Geser Dalam
C = Kohesi
Prinsip pengujian direct shear strength test atau juga dikenal
dengan shear box test adalah menggeser langsung contoh tanah atau
batuan di bawah kondisi beban normal tertentu. Pergeseran diberikan
terhadap bidang pecahnya, sementara untuk tanah dapat dilakukan
pergeseran secara langsung pada conto tanah tersebut. Beban normal
yang diberikan diupayakan mendekati kondisi sebenarnya di
lapangan.

2. Struktur geologi
Keadaan struktur geologi yang harus diperhatikan pada
analisa kestabilan lereng penambangan adalah bidang-bidang lemah
dalam hal ini bidang ketidakselarasan (discontinuity).
Ada dua macam bidang ketidakselarasan yaitu :
a. Mayor discontinuity, seperti kekar dan patahan.
b. Minor discontinuity, seperti kekar dan bidang-bidang perlapisan.
Struktur geologi ini merupakan hal yang penting di dalam
analisa kemantapan lereng karena struktur geologi merupakan
bidang lemah di dalam suatu masa batuan dan dapat menurunkan
atau memperkecil kestabilan lereng.

3. Geometri lereng
Geometri lereng yang dapat mempengaruhi kestabilan lereng
meliputi tinggi lereng, kemiringan lereng dan lebar berm (b), baik itu
lereng tunggal (Single slope) maupun lereng keseluruhan (overall
slope). Suatu lereng disebut lereng tunggal (Single slope) jika
dibentuk oleh satu jenjang saja dan disebut keseluruhan (overall
slope) jika dibentuk oleh beberapa jenjang.
Lereng yang terlalu tinggi akan cenderung untuk lebih mudah
longsor dibanding dengan lereng yang tidak terlalu tinggi dan
dengan jenis batuan penyusun yang sama atau homogen. Demikian
pula dengan sudut lereng, semakin besar sudut kemiringan lereng,
maka lereng tersebut akan semakin tidak stabil. Sedangkan semakin
besar lebar berm maka lereng tersebut akan semakin stabil.
4. Tinggi muka air tanah
Muka air tanah yang dangkal menjadikan lereng sebagian
besar basah dan batuannya mempunyai kandungan air yang tinggi,
kondisi ini menjadikan kekuatan batuan menjadi rendah dan batuan
juga akan menerima tambahan beban air yang dikandung, sehingga
menjadikan lereng lebih mudah longsor.

5. Iklim
Iklim berpengaruh terhadap kestabilan lereng karena iklim
mempengaruhi perubahan temperatur. Temperatur yang cepat sekali
berubah dalam waktu yang singkat akan mempercepat proses
pelapukan batuan. Untuk daerah tropis pelapukan lebih cepat
dibandingkan dengan daerah dingin, oleh karena itu singkapan
batuan pada lereng di daerah tropis akan lebih cepat lapuk dan ini
akan mengakibatkan lereng mudah tererosi dan terjadi kelongsoran.

6. Gaya luar
Gaya luar yang mempengaruhi kestabilan lereng
penambangan adalah beban alat mekanis yang beroperasi diatas
lereng, getaran yang diakibatkan oleh kegiatan peledakan, dll.

C. Metode Analisis Kestabilan Lereng


Analisis kestabilan lereng dilakukan untuk mengevaluasi kondisi
kestabilan dan unjuk kerja dari lereng galian, lereng timbunan maupun lereng
alami. Secara umum tujuan dari analisis kestabilan lereng adalah sebagai
berikut:
1. Untuk menentukan kondisi kestabilan suatu lereng.
2. Memperkirakan bentuk keruntuhan atau longsoran yang mungkin terjadi.
3. Menentukan tingkat kerawanan lereng terhadap longsoran.
4. Menentukan metode perkuatan atau perbaikan lereng yang sesuai.
5. Merancang suatu lereng galian atau timbunan yang optimal dan memenuhi
kriteria keamanan dan kelayakan ekonomis.

Terdapat sejumlah metode yang dapat digunakan dalam analisis


kestabilan lereng mulai dari yang sederhana, seperti metode kesetimbangan
batas, sampai dengan yang rumit dan canggih, seperti metode finite-element
dan metode discrete-element. Setiap metode mempunyai keunggulan dan
keterbasan masing-masing.
Secara garis besar metode-metode yang digunakan dalam analisis
kestabilan lereng dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu metode
konvensional dan metode numerik.

1. Metode Konvensional
1.1 Metode Empiris dan Analogi
Prinsip yang digunakan dalam metode empiris dan analogi yaitu
analisis kestabilan dilakukan berdasarkan pada pengalaman-
pengalaman sebelumnya terutama dari lereng-lereng dengan
karakteristik yang hampir sama. Penggunaan metode ini sangat
tergantung pada pengalaman dan keputusan yang dibuat oleh seorang
insinyur atau analis yang terlibat. Kadang-kadang penggunaan metode
ini juga digabung dengan metode lainnya seperti stability chart,
analisis kinematik, atau metode kesetimbangan batas.

1.2 Analisis Kinematik dan Teori Blok


Analisis Kinematik
Analisis kinematik adalah analisis tentang pergerakan benda
tanpa mempertimbangkan gaya-gaya yang menyebabkannya.
Pertimbangan utama dalam analisis ini yaitu kemungkinan terjadinya
keruntuhan translasional yang disebabkan oleh adanya formasi bidang
planar atau baji. Metode ini hanya berdasarkan pada evaluasi detail
mengenai struktur massa batuan dan geometri dari bidang-bidang
lemah yang dapat memberikan kontribusi terhadap ketidakstabilan
lereng. Analisis kinematik dapat dilakukan menggunakan stereonet
plot manual atau dengan program komputer.

Teori Blok
Teori blok merupakan pengembangan lebih lanjut dari analisis
kinematik. Teori ini dikembangkan oleh Goodman & Shi (1985).
Dasar dari teori blok yaitu mempertimbangkan mengenai
terbentuknya suatu blok batuan yang dihasilkan dari perpotongan
beberapa bidang takmenerus serta melakukan identifikasi terhadap
blok-blok yang kritis, yang disebut blok-blok kunci. Dalam teori blok
adanya retakan tarik pada permukaan lereng dan deformasi dari blok
batuan diabaikan.
Blok-blok batuan dikelompokkan menjadi blok-blok takhingga
dan blok-blok terhingga. Blok-blok takhingga merupakan blok yang
aman asalkan tidak terjadi retakan pada blok tersebut. Blok-blok yang
terhingga terdiri dari blok-blok yang tak dapat dipindahkan dan blok-
blok yang dapat dipindahkan. Blok yang dapat dipindahkan terdiri
beberapa tipe. Tipe pertama, blok-blok yang dapat langsung jatuh atau
tergelincir hanya oleh pengaruh gaya gravitasi saja, blok tipe ini
dinamakan sebagai blok kunci. Tipe kedua, adalah blok-blok yang
aman selama gaya gesek yang bekerja lebih besar dibanding dengan
gaya dorong yang bekerja pada blok batuan, blok tipe ini disebut
sebagi blok kunci potensial. Tipe ketiga, adalah blok yang sudah aman
dengan gaya gravitasi saja.

Gambar 5. Tipe-Tipe Blok

1.3 Diagram Kestabilan


Analisis kestabilan lereng dapat dilakukan secara cepat
menggunakan diagram kestabilan lereng. Diagram kestabilan lereng
dapat digunakan pada perhitungan tahap awal atau untuk memeriksa
hasil dari perhitungan detail. Diagram kestabilan lereng juga sangat
bermanfaat dalam perbandingan beberapa macam alternatif rancangan
lereng. Terdapat beberapa macam diagram untuk analisis kestabilan
lereng antara lain yang dikembangkan oleh Taylor (1937), Bishop dan
Morgenstern (1960), Janbu (1968), Hunter dan Schuster (1968), Hoek
dan Bray (1981), Duncan (1987).
Sayangnya diagram kestabilan dikembangkan hanya untuk
lereng dengan material homogen dan geometri yang sederhana.
Penerapan cara ini pada lereng yang komplek harus dilakukan
pendekatan tertentu sehingga diperoleh geometri dan material yang
ekuivalen. Pembuatan lereng ekuivalen diawali dengan membuat
penampang melintang, kemudian berdasarkan penampang melintang
tersebut dibuat sketsa geometri lereng yang sederhana namun sudah
dapat mewakili geometri lereng yang sebenarnya. Tahap berikutnya
adalah menghitung nilai rata-rata kuat geser dari material pada lereng
yang dianalisis.

1.4 Metode Kesetimbangan Batas


Metode kesetimbangan batas merupakan metode yang sangat
populer dan rutin dipakai dalam analisis kestabilan lereng untuk
longsoran tipe gelinciran translasional dan rotasional. Metode ini
relatif sederhana, mudah digunakan serta telah terbukti kehandalannya
dalam praktek rekayasa selama bertahun-tahun.
Dalam perhitungan analisis kestabilan lereng dengan metode
ini hanya digunakan kondisi kesetimbangan statik saja serta
mengabaikan adanya hubungan regangantegangan yang ada dalam
lereng. Asumsi lainnya yaitu geometri dari bentuk bidang runtuh harus
diketahui atau ditentukan terlebih dahulu.
1.4.1 Analisis Longsoran Tipe Translasional
Metode kesetimbangan batas telah digunakan secara
meluas dalam analisis kestabilan lereng yang dikontrol oleh
adanya bidang takmenerus, yang berupa bidang planar atau
baji yang dihasilkan oleh perpotongan dua buah bidang planar.
Longsoran diasumsikan terjadi sepanjang bidang planar atau
baji tersebut dan diasumsikan blok massa tidak mengalami
rotasi. Faktor keamanan lereng dihitung dengan
membandingkan kekuatan geser material dengan gaya geser
yang bekerja sepanjang bidang runtuh.

1.4.2 Analisa LongsoranTipe Rotasional


Untuk lereng tanah atau lereng batuan lemah pada
umumnya longsoran terjadi karena kekuatan geser material
sepanjang bidang runtuh tidak mampu menahan gaya geser
yang bekerja. Pada kasus ini, biasanya bidang runtuh berupa
sebuah busur lingkaran atau berupa bidang lengkung. Metode
kesetimbangan batas merupakan metode yang sangat populer
untuk tipe longsoran tersebut. Secara umum metode untuk
menganalisis longsoran tipe rotasional dapat dibagi dua yaitu:
metode massa dan metode irisan.
a. Metode Massa
Pendekatan yang digunakan dalam metode ini yaitu
massa di atas bidang runtuh dianggap sebagai sebuah benda
kaku dan bidang runtuh dianggap berupa sebuah busur
lingkaran. Asumsi lainnya yang digunakan yaitu paramater
kekuatan geser hanya ditentukan oleh kohesi saja. Metode
ini cocok sekali digunakan pada lereng lempung. Faktor
keamanan lereng merupakan perbandingan antara momen
penahan dan momen guling.
b. Metode Irisan

Metode irisan merupakan metode paling populer


dalam analisis kestabilan lereng dengan tipe keruntuhan
rotasional. Salah satu karakteristik dari metode irisan yaitu
geometri dari bidang gelinciran harus ditentukan atau
diasumsikan terlebih dahulu.
Untuk menyederhanakan perhitungan, bidang runtuh
biasanya dianggap berupa sebuah busur lingkaran,
gabungan busur lingkaran dengan garis lurus, atau
gabungan dari beberapa garis lurus.
Berdasarkan kondisi kesetimbangan yang dapat
dipenuhi, metode irisan dapat dikelompokkan menjadi dua
kategori:
1. Metode yang tidak memenuhi semua kondisi
kesetimbangan gaya dan momen, antara lain yaitu
metode Irisan Biasa, metode Bishop Yang
Disederhanakan (Simplified Bishop Method) dan metode
Janbu Yang Disederhanakan (Simplified Janbu Method).
2. Metode yang memenuhi semua kondisi kesetimbangan
gaya dan momen, antara lain yaitu Metode Spencer,
Metode Morgenstern-Price dan Metode Kesetimbangan
Batas Umum (Generalized Limit Equilibrium Method).
Terdapatnya sejumlah variasi dari metode irisan,
dikarenakan oleh perbedaan asumsi-asumsi yang
digunakan dan kondisi kesetimbangan yang dapat
dipenuhi.

1.4.3 Analisis Kerutuhan Gulingan


Metode kesetimbangan batas dapat juga diaplikasikan
pada keruntuhan gulingan tipe gulingan langsung (direct-
toppling). Suatu blok batuan dapat langsung terguling apabila
titik beratnya berada di luar dari zona kritis dan sudah
melewati batas kritis terhadap momen guling. Selain
kemungkinan tergulingnya blok batuan, hal lain yang harus
dipertimbangkan yaitu kemungkinan blok untuk tergelincir
saja atau blok akan tergelincir dan terguling secara bersamaan
1.5 Analisis Batuan Jatuh
Salah satu tujuan dari analisis kestabilan lereng batuan adalah
untuk merencanakan tindakan perbaikan atau pencegahan apabila
terjadi pergerakan batuan. Untuk kasus keruntuhan batuan adalah
hampir tidak mungkin untuk mengamankan semua blok batuan
sehingga harus dirancang suatu sistem pelindungan terhadap manusia
atau bangunan dari bahaya yang ditimbulkan oleh batuan-batuan yang
jatuh. Persoalan utama dari perancangan sistem perlindungan tersebut
adalah menentukan lintasan dan jalur dari batuan-batuan yang lepas
dan jatuh dari lereng.
Pengembangan terakhir dari permodelan batuan jatuh sudah
dapat dilakukan secara tiga dimensi. Data-data yang dibutuhkan untuk
permodelan tiga dimensi antara lain yaitu model digital permukaan
bumi, geologi dari blok batuan, lithologi, koefisien friksi hidraulik
serta geometri dari blok-blok batuan.

Gambar 6. Simulasi 3D dari Keruntuhan Tipe Jatuhan

1.6 Permodelan Fisik


Permodelan fisik merupakan cara yang populer untuk
menyelesaikan persoalan geoteknik pada tiga atau empat dekade yang
lalu. Permodelan fisik yang populer adalah permodelan sentrifugal
dan permodelan dengan menggunakan meja goyang.
Permodelan sentrifugal dapat memberikan hasil yang bagus
dalam memodelkan deformasi dan mekanisme keruntuhan yang
terjadi mungkin terjadi pada lereng, model lereng dapat dibuat
sedemikian rupa sehingga dapat mensimulasikan geometri dan kondisi
tegangan yang ada dilapangan. Keterbatasan dari permodelan
sentrifugal adalah membutuhkan biaya yang sangat besar serta
membutuhkan peralatan yang khusus.
Dalam penggunaan permodelan fisik harus dilakukan
penskalaan dari kondisi yang sebenarnya di alam ke dalam model
laboratorium. Hal ini menyebabkan adanya keterbatasan dari
permodelan fisik yaitu tidak mungkin melakukan penskalaan semua
aspek dari kondisi aktual di lapangan secara konsisten, sehingga
penskalaan hanya dilakukan untuk parameter-parameter yang penting
saja.

2. Metode Numerik

Metode konvensional hanya cocok digunakan untuk menganalisis


lereng yang relatif sederhana. Untuk lereng dengan mekanisme keruntuhan
yang cukup komplek, lereng dengan material yang bersifat anisotropi,
lereng yang mempunyai karakteristik tegangan-regangan yang nonlinier,
metode konvensional tidak dapat memberikan hasil analisis yang
memuaskan. Oleh sebab itu pada kasus-kasus yang rumit tersebut untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan, maka analisis kestabilan lereng harus
dilakukan dengan menggunakan metode numerik.
Beberapa keuntungan lain dari penggunaan metode numerik dalam
analisis kestabilan lereng antara lain yaitu:
 Dapat digunakan untuk menganalisis lereng dengan mekanisme
longsoran yang komplek.
 Kondisi tegangan dan regangan yang ada pada lereng dapat dimasukkan
dalam perhitungan kestabilan lereng.
 Berbagai macam kriteria keruntuhan baik yang linear maupun nonlinier
dapat digunakan.
 Efek perkuatan pada lereng dapat dimasukkan dengan mudah dalam
analisis kestabilan lereng.

Secara garis besar terdapat dua pendekatan yang digunakan untuk


menyelesaikan persoalan geomekanika yaitu:
 Pertama, batuan atau tanah dianggap sebagai suatu massa yang kontinu
atau menerus (Metode Kontinum)
 Kedua, batuan atau tanah dianggap sebagai suatu benda yang tidak
kontinu/tidak menerus (Metode Diskontinum).
Kedua pendekatan tersebut dapat juga digabung untuk memperoleh
kelebihan dari masing-masing metode, pendekatan ini disebut Metode
Campuran (hybrid).
2.1 Metode Kontinum

Metode kontinum sangat cocok digunakan untuk menganalisis


kestabilan lereng tanah, lereng batuan yang masif, dan lereng batuan
dengan rekahan yang sangat intensif.
Analisis kestabilan lereng dengan metode kontinum dapat
dilakukan dengan menggunakan dua metode sebagai berikut:
 Metode beda hingga (Finite-difference method)
 Metode elemen hingga (Finite-element method).
Pada metode kontinum tidak ada bidang runtuh aktual yang
terbentuk, akan tetapi dengan mempertimbangkan konsentrasi
tegangan geser pada model, lokasi bidang runtuh dapat ditentukan.

2.1.1 Metode Beda Hingga


Metode beda-hingga berdasarkan pembagian domain
kedalam sejumlah sekumpulan simpul yang saling berkaitan
dimana sistem persamaan diferensial pengatur diterapkan.
Sistem persamaan diferensial pengatur yaitu persamaan
kondisi kesetimbangan, hubungan tegangan-regangan dan
hubungan regangan-perpindahan.

2.1.2 Metode Elemen Hingga


Dalam metode elemen-hingga domain dari daerah yang
dianalisis dibagi kedalam sejumlah zone-zone yang lebih kecil.
Zone-zone kecil tersebut dinamakan elemen. Elemen-elemen
tersebut dianggap saling berkaitan satu sama lain pada
sejumlah titiktitik simpul. Perpindahan pada setiap titik-titik
simpul dihitung terlebih dahulu, kemudian dengan sejumlah
fungsi interpolasi yang diasumsikan, perpindahan pada
sembarang titik dapat dihitung berdasarkan nilai perpindahan
pada titik-titik simpul. Selanjutnya regangan yang terjadi pada
setiap elemen dihitung berdasarkan besarnya perpindahan pada
masing-masing titik simpul. Berdasarkan nilai regangan
tersebut dapat dihitung tegangan yang bekerja pada setiap
elemen.
Terdapat dua pendekatan yang umum digunakan dalam
analisis kestabilan lereng dengan menggunakan metode elemen
hingga, yaitu:
 Metode Pengurangan Kekuatan Geser (Strength
reduction method)
 Metode Penambahan Gravitasi (Gravity increase
method)

2.2 Metode Diskontinum


Metode diskontinum mengasumsikan domain dari daerah yang
dianalisis merupakan kumpulan dari blok-blok yang saling
berinteraksi satu sama lainnya, blok-blok tersebut dapat mengalami
pembebanan dari gaya-gaya luar serta dapat mengalami pergerakan
atau perpindahan dalam rentang waktu tertentu. Permodelan
diskontinum cocok diterapkan pada lereng dimana mekanisme
keruntuhannya dikontrol oleh adanya bidang-bidang takmenerus.
Metode ini kadang-kadang juga disebut sebagai metode elemen diskrit
(discrete element).

Gambar 6. Siklus perhitungan yang digunakan dalam metode


distrik elemen

Karakteristik utama dari metode diskrit element yaitu


 Sebuah elemen dapat mengalami perpindahan translasional
maupun rotasional, serta dapat terlepas atau terpisah ikatannya
dari elemen lainnya.
 Kondisi kontak atau persentuhan diantara elemen akan dirubah
dan disesuaikan pada setiap proses perhitungan berlangsung.
Beberapa metode yang termasuk pada metode discrete element, yaitu:
 Distinct element methods
 Discontinuum deformation analysis
 Particle flow codes
2.2.1 Distinct Element Method

Metode distinct-element yang dikembangkan oleh


Cundall (1971) merupakan metode pertama yang
mengganggap massa batuan yang takmenerus sebagai
kumpulan blok semi-rigid yang dapat terdeformasi, dimana
blok-blok tersebut dapat saling berinteraksi. Metode distinct-
element menggunakan hukum gaya-perpindahan untuk
mengatur interaksi diantara blok-blok batuan yang dapat
terdeformasi, serta hukum pergerakan untuk menentukan
perpindahan dari blok-blok yang berada dalam kondisi tidak
setimbang.

Model Distinct Elemetnt untuk keruntuhan


translational bi-linear
Model Distinct Element untuk keruntuhan tipe
flexural toppling

Model Distinct Element untuk keruntuhan yang


kompleks

2.2.2 Discontinous Deformation Analisys


Metode discontinuous deformation analysis (DDA)
yang dikembangkan oleh Shi (1989, 1993) juga dapat
memberikan hasil yang cukup memuaskan pada permodelan
longsoran dengan mekanisme gelinciran, gulingan maupun
jatuhan pada lereng dengan massa batuan yang tak menerus.

Contoh analisis lereng batuan menggunakan metode


DDA

Prinsip yang sama dapat diterapkan dapat diterapkan


untuk gelinciran dan geseran yang terjadi diantara blok-blok
yang berdekatan. Metode ini juga dapat dikembangkan lebih
lanjut untuk mensimulasikan terjadi rekahan pada blok-blok
berdasarkan kriteria propagasi fraktur yang disebabkan oleh
gaya geser maupun gaya tarik.
2.2.3 Partcle Flow Codes (PFC)
PFC merupakan salah satu dari perkembangan terakhir
dari metode distinct element. Dalam metode ini massa batuan
dianggap sebagai gabungan dari beberapa partikel bulat yang
berinteraksi satu sama lainnya dengan kontak gelinciran geser.
Gabungan atau gugusan partikel bulat juga dapat saling terikat
dengan kekuatan ikat tertentu sehingga dapat mensimulasikan
adanya joint bounded blocks. Siklus perhitungan yang
digunakan dalam metode ini berdasarkan penerapan dari
hukum perpindahan dari setiap partikel dan hukum gaya-
perpindahan pada setiap kontak di antara partikel.
Metode ini dapat digunakan untuk memodelkan suatu
aliran dari material yang berbutir, pergerakan translasional dari
blok-blok, rekahan yang terjadi pada batuan utuh maupun
simulasi dari respon lereng terhadap gaya dinamik.
Terlepaskan ikatan-ikatan diantara partikel merupakan
simulasi dari suatu proses retakan dan keruntuhan yang terjadi
pada batuan utuh. Deformasi diantara partikel akibat pengaruh
dari gaya geser atau gaya tarik juga dapat dimasukkan, dimana
gelinciran diantara partikel ditentukan oleh koefisien gesek
yang membatasi kontak dari gaya geser.
PFC dapat juga digunakan untuk melakukan simulasi
dalam ukuran makro pada blok-blok batuan yang mengandung
rekahan-rekahan dan sesar, maupun untuk simulasi skala mikro
dari kontak antar butiran partikel.
Dengan menggunakan metode ini memungkinkan
untuk dilakukan suatu simulasi dari beberapa mekanisme
keruntuhan yang dapat terjadi pada lereng batuan dan
kemudian bergeraknya material yang runtuh ke arah bawah
dari lereng dan kemudian menuju ke lembah di bawahnya.

2.3 Pendekatan Campuran


Metode campuran mulai dipergunakan secara meluas dalam
analisis kestabilan lereng. Contoh metode hibrid antara lain yaitu
kombinasi dari metode irisan dengan metode elemen hingga,
kombinasi dari metode particle flow dengan finite difference,
kombinasi metode element hingga dengan metode elemen diskrit.
Meskipun analisis dengan menggunakan pendekatan kontinum
dan diskontinum secara terpisah memberikan hasil yang cukup
memuaskan pada beberapa kasus, akan tetapi untuk tipe keruntuhan
dengan mekanisme yang kompleks yang melibatkan bidang tak
menerus yang sudah ada dan rekahan getas pada batuan utuh,
gandengan dari metode finite elemen dengan distinct element
memungkinkan suatu permodelan keruntuhan lereng baik yang
melibatkan bidang takmenerus serta terjadi proses rekahan pada
batuan utuh. Hal ini dilakukan dengan menggunakan jaring finite
element untuk mewakili lereng atau blok-blok (joint bounded blocks)
dan discrete element untuk memungkinkan adanya deformasi pada
joints. Apabila tegangan yang bekerja pada lereng melebihi kekuatan
material pada lereng, yang mana perhitungan ini dilakukan dengan
metode finite element, kemudian setelah itu dimulai terjadinya retakan
diskrit. Propagasi retakan pada jaring finite elemen dapat
disimulasikan dengan menggunakan pendekatan adaptive remeshing.

KESIMPULAN
Untuk mengetahui atau menghindari longsor pada tambang batubara perlu adanya
studi-studi yang banyak. Umumnya longsoran pada tambang batu bara terjadi
pada tambang terbuka. Dengan mengetahui lebih dalam yaitu longsoran, terlebih
dahulu harus mengerti dasar-dasar dari tanah terlebih dahulu, sehingga dari
karakteristik tanah yang ada dapat diketahui potensi longsoran tanah yang terjadi
DAFTAR PUSTAKA
http://matonimous.blogspot.co.id/2010/03/pekerjaan-geoteknik-pada-
penambangan.html
http://tambangunp.blogspot.co.id/2013/11/jenis-jenis-longsoran-pada-lereng.html
http://afanmining10.blogspot.co.id/2012/11/analisa-kesetabilan-lereng.html

https://www.slideshare.net/ayukulehputri/geotek-kestabilan-
lereng?from_action=save

https://id.scribd.com/doc/231290750/Metode-Metode-Dalam-Analisis-Kestabilan-
Lereng

Anda mungkin juga menyukai