Anda di halaman 1dari 10

Resume Jurnal

1. Nama Peneliti : Ni Made Wijayanti, dkk


2. Tujuan Penelitian :
Untuk mengetahui pengaruh terapi okupasi (waktu
luang) terhadap perubahan gejala halusinasi pada
pasien skizofrenia
3. Metode Penelitian : Pre eksperimental
4. Tempat dan Waktu Penelitian : Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali / Bulan Mei-Juni 2013
5. Populasi dan Sampel :
Populasi penderita halusinasi pendengaran di Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Bali dengan sampel 20 pasien.
6. Intervensi :
a. BHSP ( Bina Hubungan Saling Percaya)
b. Pengumpulan Data Pre eksperiment
c. Melakukan Terapi Okupasi ( Menyapu, membersihkan tempat tidur, membuat
canang atau sesajen) sehari 2 kali selama 7 hari.
d. Diukur kembali post test gejala halusinasi pada penderita skizofrenia.
7. Hasil Penelitian :
Dari 20 sampel yang ada yang telah dilakukan pretest ditemukan gejala halusinasi
pendengaran yang paling banyak adalah halusinasi sedang. Rata-rata pasien
mangalami tanda dan gejala yang hampir sama seperti tersenyum sendiri, tertawa,
bicara sendiri. Terapi okupasi berpengaruh terhadap perubahan gejala halusinasi
pendengaran pada pasien skizofrenia karena proses terapi okupasi adalah merangsang
atau menstimulasikan pasien melalui aktivitas yang disukai dan mendiskusikan
aktivitas yang telah dilakukan untuk mengalihkan halusinai pada dirinya. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni 2010 yang meneliti tentang
pengaruh terapi okupasi aktivitas menggambar terhadap frekuensi halusinasi pasien
skizofrenia. Hasil yang sebelum dilakukan terapi okupasi tersebut terdapat 17 orang
yang mengalami peningkatan frekuensi halusinasi. Hal ini juga terbukti dari penelitian
yang dilakukan oleh laela Elisia 2014 mengatakan ada Pengaruh yang signifikan terapi
okupasi terhadap kemampuan berinteraksi pada pasien isolasi sosial di RSJD dr. Amino
Gondhohutomo Semarang.

8. Saran Penelitian
Terapi okupasi dapat menurunkan gejala halusinasi jadi bisa digunakan lebih
pada tatanan kesehatan
Evidance Based Nursing
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental, dan
spiritual seseorang secara optimal serta selaras dengan perkembangan orang lain, yang
memungkinkan orang tersebut hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Gangguan jiwa
adalah kondisi gangguan dalam pikiran, perilaku dan suasana perasaan yang termanifestasi
dalam bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna dan dapat
menimbulkan penderitaan atau hambatan dalam menjalankan fungsi orang tersebut sebagai
manusia (UU kesehatan no. 36 tahun 2009). Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 35
juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5
juta terkena dimensia. Data Riskesdas 2013 memunjukkan prevalensi ganggunan mental
emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke
atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan
prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau
sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.
Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa yang terus
meningkat jumlahnya setiap tahun (WHO, 2015). Skizofrenia ditandai
dengan pikiran yang tidak koheren atau pikiran yang tidak logis, perilaku dan
pembicaraan yang aneh, delusi dan halusinasi (APA, 2015). Halusinasi
merupakan persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart dan Laraia, 2005). Pasien dengan
halusinasi cenderung tergantung pada orang lain, sehingga akan berdampak
pada keluarga dan masyarakat (Chang dan Johnson, 2008). Dampak terberat
yang dirasakan oleh keluarga dalam merawat pasien dengan halusinasi
adalah dampak pada psikologis, terutama stres (Mubin dan Andriani, 2013).
Dengan kondisi demikian keluarga sebagai caregiver memerlukan suatu
tindakan untuk mengatasi permasalahan dalam merawat.
Salah satu terapi yang cocok untuk pasien skizofrenia dengan halusinasi pendengaran
adalah terapi okupasi. Terapi okupasi merupakan suatu ilmu dan seni pengarahan
partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan, dimana
terapi ini berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang,
pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tdiak
tergantung pada pertolongan orang lain. Tujuan dan pelatihan okupasi itu sendiri adalah
untuk mengembalikan fungsi penderita semaksimal mungkin, dan kondisi abnormal ke
normal yang dikerahkan pada kecacatan fisik maupun mental, dengan memberikan
aktivitas yang terebcana dengan memperhatikan kondisi penderita sehingga penderita
diharapkan dapat mandiri didalam keluarga maupun masyarakat (Riyadi dan Purwanto,
2009).
Data dari RSJ dr.Radjiman Widiodiningrat Lawang Malang di ruang Cucakrowo selama 2
minggu didapatkan hasil penderita skizofrenia adalah 29 orang dengan halusinasi
pendengaran 18 pasien. Tetapi ada satu pasien yang menjadi kelolaan dari mini riset ini.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk Mengetahui Pengaruh Terapi Okupasi Terhadap Pasien Halusinasi Pendengaran
di Ruang Cucakrowo RSJ dr.Radjiman Widiodiningrat Lawang Malang.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tanda dan gejalan halusinasi pendengaran sebelum diberikan
Terapi Okupasi di Ruang Cucakrowo RSJ dr.Radjiman Widiodiningrat Lawang
Malang.
b. Mengidentifikasi tanda dan gejalan halusinasi pendengaran sebelum diberikan
Terapi Okupasi di Ruang Cucakrowo RSJ dr.Radjiman Widiodiningrat Lawang
Malang.
c. Menganalisis Pengaruh Terapi Okupasi Terhadap Pasien Halusinasi Pendengaran
di Ruang Cucakrowo RSJ dr.Radjiman Widiodiningrat Lawang Malang
BAB 2
APLIKASI PADA KASUS PRESENTASI

2.1 Terapi Okupasi Aktivitas Klien


Klien berinisial Tn.M umur 46 tahun dengan halusinasi pendengaran, tanda dan
gejala sering berbicara sendiri, tersenyum sendiri, dan menyendiri. Klien baru diantar
keruangan cucakrowo setelah dua hari berada di ruang IPCU, klien datang dengan
keadaan tenang, tidak mau berbicara, kontak mata kurang. Setalah dikaji klien sering
mendengar bisikan dari temannya yang bernama sio beruur 10 tahun. Selama di ruangan
klien tidak pernah melakukan kegiatan yang ada, sehingga perawat berinisiatif unutk
memberikan kegiatan yang dapat mengalihkan frekuensi halusinasinya. Salah satunya
menggunakan terapi okupasi. Terapi okupasi merupakan suatu cara atau bentuk
psikoterapi suportif yang penting dilakukan untuk meningkatkan kesembuhan pasien
(Djunaedi & Yitnarmuti, 2008).
Terapi okupasi membantu menstimulasi pasien melalui aktivitas yang disenangi
pasien. Satu jenis terapi okupasi yang diindikasikan untuk pasien halusinasi adalah
aktivitas mengisi waktu luang. Aktivitas ini bertujuan untuk memberi motivasi dan
memberikan kegembiraan, hiburan, serta mengalihkan perhatian dari halusinassi yang
dialami sehingga pasien tidak terfokus pada halusinasinya (Djunaedi & Yitnamurti,
2008). Aktivitas waktu luang dapat membantu pasien mencegah terjadinya stimulasi
panca indera tanpa adanya rangsang dari luar dan membantu pasien untuk berhubungan
dengan orang lain atau lingkungannya secara nyata ( Creek, 2010).
Dari data yang ada diatas peneliti ingin memberikan terapi okupasi aktivitas
luang bagi klien, terapi aktivitas yang sering dilakukan di RSJ dr.Radjiman Widiodingrat
Lawang seperti terapi religius, mengayam, menulam dan melukis. Sedangkan dalam
terapi okupasi aktivitas waktu luang yang kami lakukan di ruangan cucakrowo adalah
senam setiap pagi, menyapu, mencuci piring, bermain musik serta bernyanyi bersama.
Dari beberapa hal yang dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. BHSP (Bina Hubungan Saling Percaya)
2. Pretest Pasien yang menderita halusinasi pendengaran.
3. Kontrak waktu, tempat dan tujuan.
4. Kesediaan mengikuti kegiatan.
5. Melakukan terapi okupasi (senam, menyapu, mencuci piring, bermain musik serta
bernyanyi bersama).
2.2 Metode yang dilakukan
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang pasien antara lain dengan
menggunakan: komunikasi (wawancara), pengamatan (observation), pemeriksaan fisik.
Teknik analisa menggunakan transkrip wawancara, peneliti memberikan tindakan terapi
okupasi ketika pasien mendengar suara-suara atau bisikan pada klien, serta dijadikan
terapi okupasi kegiatan wajib bagi klien.

2.3 Evaluasi
Dari hasil catatan perkembangan selama 1 minggu pada klien Tn.M. untuk hari
pertama klien tidak mau berbicara kepada peneliti, sikap selalu waspada hanya bisa
menjawab perkenalan identitas diri klien. Dan hasilnya hari pertama peneliti hanya bisa
mengetahui identitas klien. Untuk hari kedua klien sudah mulai berbicara dan membuka
pembicaraan tentang masalahnya. Klien mengatakan mendengar suara bisikan dari
temannya yang bernama sio umur 10 tahun, klien mengatakan suara bisikan terdengar
saat klien sendiri dan sering pada siang hari. Klien mengatakan senang jika ada bisikan
dari sio.
Untuk hari ketiga peneliti memberikan latihan kepada Tn.M cara menghardik
halusinasi dengan mengatakan “Pergi kamu, kamu suara palsu. Aku percaya hanya
kepada Allah SWT”. Pada saat dilatih klien mengikuti perintah dari peneliti dengan
keadaan tenang. Klien juga minum obat 2x sehari.
Untuk hari keempat klien mengatakan telah melakukan latihan yang disuruh oleh
peneliti, peneliti melanjutkan pada latihan selanjutnya yaitu berbincang-boncang dengan
orang sekitar dan melakukan terapi okupasi. Klien mulai berkenalan dengan orang sekitar
dan mengajak bicara seadaanya. Setelah itu peneliti melakukan terapi okupasi senam pagi
dan berjalan-jalan santai disekitar pekarangan ruangan. Klien mengikuti intruksi oleh
peneliti.
Untuk hari ke lima sampai hari ketujuh, peneliti mengevaluasi kegiatan senam pagi
dan berjalan-jalan klien, dari data observasi yang dilakukan klien setiap pagi telah
melakukan kegiatan bersama-sama. Dari hasil yang dilakukan diatas klien mengatakan
sudah jarang mendengar suara bisikan dari sio, dan mulai berbincang0bincang dengan
orang sekitar.
Kesimpulan evaluasi diatas pengaruh okupasi terhadap halusinasi pendengaran pada
klien Tn.M ada pengaruh, terbukti klien mengatakan secara lisan, tidak ketawa sendiri,
sering berbicara dengan orang lain.

BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Perbandingan Isi Jurnal


1. Nama Peneliti : Ni Made Wijayanti, 1. Nama Peneliti : Laela Elisia, dkk
dkk 2. Tujuan Penelitian :
2. Tujuan Penelitian : untukmengetahui pengaruh pemberian
Untuk mengetahui pengaruh terapi terapi okupasi terhadap kemampuan
okupasi (waktu luang) terhadap berinteraksi pada pasien isolasi sosial di
perubahan gejala halusinasi pada pasien RSJD dr. Amino Gondohutomo
skizofrenia Semarang.
3. Metode Penelitian :
3. Metode Penelitian :
pra eksperimen dengan mengunakan one
pra eksperimen dengan mengunakan
group pretest – posttest design.
one group pretest – posttest design.
4. Tempat dan Waktu Penelitian :
4. Tempat dan Waktu Penelitian : Rumah
ruang Arimbi, Gatotkaca, Irawan, dan
Sakit Jiwa Provinsi Bali / Bulan Mei-
Srikandi RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Juni 2013
Semarang, dan dilaksanakan mulai
5. Populasi dan Sampel :
tanggal 10 April 2014 sampai 20 April
Populasi penderita halusinasi
2014.
pendengaran di Rumah Sakit Jiwa
5. Populasi dan Sampel :
Provinsi Bali dengan sampel 20 pasien. Populasi dalam penelitian ini adalah
6. Intervensi : pasien isolasi sosial yang berada di ruang
a. BHSP ( Bina Hubungan Saling
rawat inap RSJD Dr. Amino
Percaya)
Gondohutomo Semarang, dari populasi
b. Pengumpulan Data Pre
bulan Septembar sampai November 2013
eksperiment
c. Melakukan Terapi Okupasi sebanyak 181 pasien, dengan sampel 37
( Menyapu, membersihkan tempat pasien.
6. Intervensi :
tidur, membuat canang atau
sesajen) 7. Hasil Penelitian :
7. Hasil Penelitian : ada pengaruh terapi okupasi terhadap
Terapi okupasi berpengaruh terhadap kemampuan berinteraksi pada pasien
perubahan gejala halusinasi isolasi sosial.
8. Saran Penelitian :
pendengaran pada pasien skizofrenia
Agar dilakukan terapi okupasi pada
karena proses terapi okupasi adalah
pasien isolasi sosial dan pasien jiwa yang
merangsang atau menstimulasikan
lain.
pasien melalui aktivitas yang disukai
dan mendiskusikan aktivitas yang telah
dilakukan untuk mengalihkan halusinai
pada dirinya.
8. Saran Penelitian :
Terapi okupasi dapat menurunkan
gejala halusinasi jadi bisa digunakan
lebih pada tatanan kesehatan

3.2 Perbandingan Teori


Isolasi sosial merupakan suatu keadaan perubahan yang dialami pasien.Suatu pengalaman
menyendiri dari seseorang dan perasaan malu terhadap orang lain sebagai sesuatu yang
negatif. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui pengaruh pemberian terapi okupasi terhadap
kemampuan berinteraksi pada pasien isolasi sosial di RSJD dr. Amino Gondohutomo
Semarang. Terapi- terapi yang digunakan untuk pasien isolasi sosial salah satunya terapi
modalitas, terapi modalitas banyak jenisnya seperti terapi psikoterapi, terapi kelompok, terapi
psikodrama, terapi lingkungan, dan Terapi rehabilitas. Dengan menggunakan program
rehabilitas yang dapat digunakan sejalan terapi modalitas lain atau dapat berdiri sendiri, terapi
ini terdiri atas terapi okupasi, rekreasi, terapi gerak, terapi musik yang masing-masing
mempunyai tujuan khusus (Kusumawati & Hartono, 2010, hlm. 138).
Terapi okupasi yaitu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan suatu tugas terpilih yang telah ditentukan dengan maksud mempermudah
belajar fungsi dan keahlian yang dibutuhkan dalam proses penyesuaian diri dengan
lingkungan(Kusumawati & Hartono, 2010, hlm. 147). Terapi okupasi waktu luang terhadap
perubahan gejala halusinasi pendengaran pada pasien Skizofrenia. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh okupasi (aktivitas waktu luang) terhadap perubahan gejala
halusinasi pada pasien Skizofrenia. Pasien Skizofrenia dengan Halusinasi, memiliki tingkat
frekuensi halusinasi yang berbeda-beda pada tiap individunya, semakin awal pasien ditangani
dapat mencegah pasien mengalami halusinasi fase yang lebih berat sehingga risiko prilaku
kekerasan dapat dicegah (Megayhanti, 2009). Satu diantaranya penanganan pasien Skizofrenia
yang mengalami halusinasi adalah dengan terapi okupasi. Terapi okupasi merupakan suatu
cara atau bentuk psikoterapi suportif yang penting dilakukan untuk meningkatkan kesembuhan
pasien (Djunaidi dan Yitnar Murti, 2008). Terapi okupasi membantu menstimulasi pasien
melalui aktivitas yang disenangi pasien. Satu jenis terapi okupasi yang diindikasikan untuk
pasien halusinasi adalah aktivitas mengisi waktu luang. Aktivitas ini bertujuan untuk
memberi motivasi dan memberikan kegembiraan, hiburan, serta mengalihkan perhatian
dari halusinassi yang dialami sehingga pasien tidak terfokus pada halusinasinya (Djunaedi
& Yitnamurti, 2008). Aktivitas waktu luang dapat membantu pasien mencegah terjadinya
stimulasi panca indera tanpa adanya rangsang dari luar dan membantu pasien untuk
berhubungan dengan orang lain atau lingkungannya secara nyata ( Creek, 2010).
BAB 4
IMPLIKASI KEPERAWATAN

Terapi okupasi berpengaruh terhadap perubahan gejala halusinasi pendengaran pada


pasien skizofrenia karena proses terapi okupasi adalah merangsang atau menstimulasikan
pasien melalui aktivitas yang disukai dan mendiskusikan aktivitas yang telah dilakukan untuk
mengahlikan halusinasi pada dirinya. Selain itu, adanya pengaruh terapi okupasi terhadap
gejala halusinasi pada pasien skizofrenia ini disebabkan karena pada saat pelaksanaan terapi
okupasi diberikan reinforcement positif atau penguatan positif yang salah satunya melalui
pujian pada tugas-tugas yang telah berhasil pasien lakukan seperti pasien mampu melakukan
aktivitas waktu luang dengan baik.
Dengan memberikan reinforcement positif, respon merasa dihargai dan keinginan
bertambah kuat untuk mengurangi perilaku tersebut sehingga terjadi pengalihan halusinasi
dengan aktivitas-aktivitas yang dilakukan dan disenangi pasien. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Sudiatmika (2010) bahwa metode penguatan positif atau reinforcement
positif memiliki pengaruh berarti terhadap pengulangan perilaku. Penguatan positif memiliki
kekuatan yang mengesankan sebagai alat pembentuk perilaku. Aktivitas waktu luang yang
dapat menurunkan gejala halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia.

Anda mungkin juga menyukai