Anda di halaman 1dari 7

PENGARUH RASIO KELANGSINGAN

TERHADAP SIFAT PROFIL

A. Pendahuluan
Baja struktur adalah suatu jenis baja yang berdasarkan pertimbangan ekonomi, kekuatan
dan sifatnya, cocok untuk pemikul beban. Baja struktur banyak dipakai untuk kolom serta
balok bangunan bertingkat, sistem penyangga atap, hanggar, jembatan, menara antena, penahan
tanah, fondasi tiang pancang, dan lain-lain.
Salah satu keuntungan yang diperoleh baja sebagai bahan struktur adalah mempunyai
kekuatan yang cukup tinggi serta merata, menurut Kozai Club (1983) kekuatan baja terhadap
tarik maupun tekan tidak banyak berbeda dan bervariasi dari 300 MPa sampai 2000 MPa.
Kekuatan yang tinggi ini mengakibatkan struktur yang terbuat dari baja pada umumnya
mempunyai ukuran tampang yang relatif kecil jika dibandingkan dengan struktur dari bahan
lain, dan banyak dijumpai batang-batang struktur yang langsing. Oleh karena itu bahaya tekuk
(buckling) mudah terjadi. Menurut kondisi tersebut, perlu dikaji bentuk tampang maupun
sistem struktur yang mempunyai kemampuan dalam hal menahan bahaya tekuk (buckling)
tersebut. Disamping hal tersebut juga harus dikaji tentang kelemahan profil yang berupa
tegangan residu pada tepi sayap akibat kurang meratanya proses pendinginan (uneven cooling)
pada saat pabrikasi, yang dapat menimbulkan daerah inelastic.
Untuk dapat memperoleh struktur baja yang mempunyai daya tahan terhadap tekuk perlu
dikaji terlebih dahulu perilaku tekuk pada profil baja. Profil baja merupakan rangkaian dari
beberapa elemen-elemen yang berupa pelat, sehingga jika ingin mengkaji tentang profil maka
harus mengetahui terlebih dahulu perilaku pelat.

B. Batasan Kelangsingan.
Yang disebut sebagai kelangsing batang adalah rasio antara panjang batang dan jari-jari
inersia batang. Semakin kecil angka kelangsingan suatu batang, akan semakin rigid atau kaku
batang tersebut. Sebaliknya semakin besar angka kelangsingannya, batang tersebut akan mudah
melentur. Baik angin atau beban getar yang berasal dari kendaraan berat dapat menyebabkan
batang yang terlalu langsing tersebut bergetar. Batang yang terlalu langsing juga menyebabkan
defleksi terlalu besar juga akan menyulitkan dalam perakitan karena batang mudah melentur.
Pada Kasus tertentu beban tarik dapat berubah menjadi beban tekan. Adapun batas
kelangsingan suata batang dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1. Batas kelangsingan L/r suatu batang.


Jenis Batang PPBBG AISCS AREA AASHTO
Batang Utama  240  200  200  200
Batang Sekunder  300  300  200  240
Yang mengalami pembalikan tegangan  140

dengan : L = Panjang batang.


r = Jari-jari inersia minimum.

C. Tegangan Sisa.

Tegangan sisa (residual stress) adalah tegangan yang tertinggal pada batang struktur
setelah proses fabrikasi. Hal ini dapat disebabkan oleh (a) pendinginan setelah penggilasan
profil, (b) pengerjaan secara dingin, (c) pelubangan atau pemotongan, dan (d) pengelasan.
Pada umumnya, tegangan sisa yang paling penting akibat pendinginan dan pengelasan.
Tegangan sisa positif biasanya berada pada pertemuan plat, sedang tegangan tekan
terdapat pada bagian yang jauh dari pertemuan plat tersebut. Sesuai dengan persyaratan
kesetimbangan, maka resultan gaya dan momen akibat tegangan sisa yang terdapat pada suatu
tampang sepenuhnya adalah nol.
Tegangan sisa tidak berpengaruh pada kekuatan elemen struktur yang dianalisis secara
plastis, baik pada batang tarik, batang tekan yang pendek (stocky columns), maupun batang
lentur. Pada elemen struktur tekan, tegangan sisa ini dapat mengakibatkan premature buckling,
sekalipun demikian penelitian Morisco (1986) memperlihatkan bahwa tegangan sisa yang
terdistribusi linier, dengan tegangan sisa ekstrim 30 persen dari tegangan leleh, hanya
menimbulkan penurunan kapasitas batang tekan dari profil batang WF, antara 0 sampai 4
persen.

D. Kekuatan Pasca Tekuk.

Pelat merupakan elemen pembentuk profil, dimana kekuatan profil tersebut didasarkan
atas rasio kelangsingannya. Hal ini dapat terpenuhi jika elemen pelat tidak mengalami local
buckling (tekuk local). Tekuk lokal pada elemen pelat dapat menyebabkan terjadinya kegagalan
prematur pada keseluruhan penampang, atau setidaknya akan menyebabkan tegangan tidak
merata dan mengurangi kekuatan keseluruhan.
Pendekatan dasar terhadap stabilitas elastik pelat, menghasilkan tegangan tekuk elastik
teoritik yang dapat dituliskan :
2E
Fcr  k (1)
12 (1   2 )( b / t ) 2

dimana k merupakan sebuah konstanta yang tergantung pada tipe tegangan, kondisi tumpuan
tepi, dan rasio panjang terhadap lebar dari pelat, modulus elastisitas E, rasio Poisson  , dan
rasio lebar/tebal b/t.
Secara umum, elemen tekan pelat dapat dipisahkan menjadi dua kategori :
1. Elemen dengan pengaku, yakni yang diberi tumpuan disepanjang kedua tepi yang sejajar
dengan arah tegangan tekan, misalnya : badan profil I.
2. Elemen tanpa pengaku, yakni yang diberi tumpuan pada salah satu tepi dan bebas di tepi
lainnya yang sejajar dengan arah tegangan tekan, misalnya : sayap profil I.
Gambar 1 memperlihatkan contoh tipikal kedua situasi tersebut, disamping
menggambarkan adanya elemen yang memiliki berbagai derajat kekangan rotasi tepi. Gambar 2
menunjukan variasi k terhadap rasio aspek a/b untuk sebagian besar kondisi tepi ideal, yakni :
jepit, tumpuan sederhana dan bebas.

Gambar 1. Elemen-elemen tertekan dengan dan tanpa pengaku.

Gambar 2. Koefisien tekuk elastik untuk tekan pada pelat segiempat.

Kekuatan pelat aktual dalam tekan tergantung pada banyak faktor yang sama seperti yang
mempengaruhi kekuatan kolom secara keseluruhan, khususnya tegangan sisa. Gambar 3
menunjukan perilaku tipikal pelat tertekan yang dibebani sampai dengan beban ultimitnya.
Dengan mengasumsikan bahwa material bersifat elastik-plastik ideal dan tidak mengandung
tegangan sisa, distribusi tegangan akan tetap merata sampai tegangan tekuk elastik F cr tercapai.
Peningkatan beban lebih lanjut dapat dilakukan, namun bagian pelat yang paling jauh dari sisi
tumpuannya akan melendut keluar dari bidang asalnya. Defleksi keluar dari bidang ini akan
menyebabkan distribusi tegangan menjadi tidak merata, meskipun beban dikenakan melalui
ujung-ujung yang rigid dan lurus sempurna.
Gambar 3. Perilaku pelat akibat tekanan tepi.

Gambar 3 menunjukan bahwa kekuatan pelat yang menerima tekanan tepi terdiri dari dua
jumlah komponen yang berupa :
1. Tegangan tekuk elastik atau tak elastik yang diwakili oleh persamaan 1.
2. Kekuatan pasca tekuk.
Kekuatan pasca tekuk akan menjadi lebih tinggi pada saat rasio lebar/tebal b/t bertambah
besar. Untuk harga b/t yang rendah, bukan hanya kekuatan pasca tekuk yang akan hilang,
melainkan keseluruhan pelat pun mungkin telah meleleh dan mencapai kondisi pengerasan
regangan (strain hardening), sehingga Fcr/Fy akan menjadi lebih besar dari satu.

E. Batas Rasio Kelangsingan Untuk Mencapai Tegangan Leleh Tanpa Tekuk Lokal.

Defleksi tekuk dapat terjadi pada pelat yang mendapat gaya tekan secara merata, seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 4, dimana dapat dijumpai dua kategori :
1. Elemen pelat “tanpa pengaku” dengan satu tepi bebas yang sejajar dengan pembebanannya.
2. Elemen pelat “dengan pengaku” yang ditumpu di sepanjang kedua tepi yang sejajar dengan
pembebanannya.

Gambar 4. Defleksi tekuk pelat yang ditekan secara merata.

Seperti yang dijelaskan di muka bahwa untuk b/t yang rendah, pengerasan regangan dapat
tercapai tanpa terjadinya tekuk. Sedang untuk harga b/t menengah, tegangan sisa dan
ketidaksempurnaan menyebabkan tekuk tak elastik yang diawali oleh kurva transisi. Untuk b/t
yang besar, tekuk terjadi sesuai dengan Persamaan 1. Kekuatan aktual pelat dengan rasio b/t
yang besar akan melampaui kekuatan tekuk, yakni bahwa pelat itu akan menunjukan adanya
kekuatan pasca tekuk. Dengan demikian, kekuatan pelat dapat diekspresikan tanpa dimensi
seperti pada Gambar 5.

Gambar 5. Representasi tanpa dimensi untuk kekuatan pelat pada tekanan tepi.

Untuk menetapkan persyaratan desain, kriteria kinerja yang dikehendaki harus ditentukan.
Tekuk lokal sebuah komponen profil secara logis dapat dicegah sebelum profil tersebut
mencapai kekuatan penuh berdasarkan rasio kelangsingan keseluruhannya KL/r. Maka,
persyaratan kinerjanya akan menjadi :

Fcr elemen komponen (pelat)  Fcr keseluruhan komponen (profil) (2)

yang berarti bahwa rasio b/t yang dapat diterima akan berbeda-beda tergantung pada rasio
kelangsingan profil tersebut. Bila kekuatan pasca tekuk ikut diperhitungkan akan bertambah
rumit.
Persyaratan untuk mencapai tegangan leleh tanpa adanya tekuk lokal adalah :
 2E
Fcr  k  Fy (3)
12 (1   2 )( b / t ) 2

Dengan menggunakan  = 0.3 untuk baja dan E = 29.000.000 psi dan F y dalam psi,
maka di dapat persamaan :
b k
 5120 (4)
t Fy psi

yang pada gambar 5 diwakili oleh titik A pada  c = 1, titik yang terletak di atas kurva
transisinya. Dengan demikian harus digunakan harga  c yang direduksi untuk meminimumkan
deviasi antara Fy dan kurva transisi yang memperhitungkan tegangan sisa dan
ketidaksempurnaan profil. Dengan demikian  c = 0,7 diambil harga yang rasional, yang
memberikan b/t sebesar :
b k k
 5120 c = 3580 (5)
t Fy Fy

dimana Fy dalam psi.


F. Batas Rasio Kelangsingan untuk Mencapai Deformasi Plastik yang Sigifikan.

Kadangkala elemen pelat dari penampang lintangnya tidak boleh tertekuk sampai
mengalami regangan pelat signifikan yang melampaui regangan  y pada leleh pertama, yakni
tegangan ke dalam daerah plastik seperti yang terlihat pada gambar 6. Semakin rendah rasio
lebar/tebal, semakin besar pula regangan  y yang dapat diserap tanpa mengalami tekuk.

Gambar 6. Daerah plastik dan pengerasan regangan dari hubungan tegangan dan
regangan untuk baja.

Dari gambar 5,  c harus diatasi agar tidak melampaui  0 bila dikehendaki tercapainya
pengerasan regangan tanpa adanya tekuk pelat, sehingga  c hendaknya tidak melampaui
sekitar 0,46 untuk elemen tekan tanpa pengaku dan 0,58 untuk elemen tekan dengan pengaku.
Untuk elemen tanpa pengaku persamaan 5, dengan  c = 0.46 memberikan :
b k k
 2350 atau 74,3 (6)
t Fy Fy

jika k = 0,425 (persamaan terkecilnya) akan didapat :


b 48,5
 (7)
t Fy

Karena pengaruh tegangan sisa akan hilang pada rentang plastik, sedangkan
ketidaksempurnaan material hanya sedikit berpengaruh, sehingga persamaan 7 menjadi batasan
yang terlalu ketat. Lagi pula, titik awal pengerasan regangan adalah 15 sampai 20 kali  y
sehingga besarnya regangan plastik tidak diperlukan lagi, meskipun untuk mencapai regangan
plastik sekitar 7 sampai dengan 9 kali  y , sekitar satu setengan kali regangan yang dibutuhkan
untuk mencapai pengerasan regangan. Dengan demikian, batas elemen tanpa pengaku p
adalah :
b 65
 (7)
t Fy

Untuk elemen dengan pengaku persamaan 5, dengan  c = 0.58 memberikan :


b k k
 2965 atau 93,7 (8)
t Fy Fy

jika k = 4 , yaitu harga minimum yang mengasumsikan kekangan rotasi tepi sebagai kondisi
sendi (sebenarnya k terletak di antara harga untuk kasus A dan C dari gambar 2) persamaan 8
akan didapat :
b 187
 (9)
t Fy

LRFD dan ASD menganjurkan batas untuk elemen tanpa pengaku sebagai berikut :
b 190
 (10)
t Fy

G. Kesimpulan.
Dari hasil kajian diatas dapat disimpulkan bahwa rasio kelangsingan dapat berpengaruh
terhadap sifat profil sebagai berikut :
1. Kekuatan pasca tekuk akan menjadi lebih tinggi pada saat rasio lebar/tebal b/t bertambah
besar.
2. Kekuatan pasca tekuk akan hilang dan seluruhan pelat akan mencapai kondisi strain
hardening jika harga b/t yang rendah, sehingga Fcr/Fy akan menjadi lebih besar dari satu.
3. Harga b/t menengah, mengakibatkan adanya tegangan sisa dan ketidaksempurnaan tekuk tak
elastik.
4. Tegangan sisa menimbulkan penurunan kapasitas batang tekan sebesar 30 nya.

Anda mungkin juga menyukai