Anda di halaman 1dari 12

ULUMUL QUR’AN

(Kajian Sejarah dan Perkembangannya)

Oleh: Abd.Gani Isa


Dosen Fak.Syari’ah dan Ekonomi Islam IAIN Ar-Raniry

Abstrak

In Quran tradition, Tafsir and Ilmu Tafsir are two forms of scientific tradition that
specifically examine the Qur'an.Tafsir studied about the meaning of the verses of the Quran,
while the tafsir or Ushul al-Tafsir (Ulum al-Qur'an) was a set of theories and rules to
understand the Qur'an. Various books on tafsir and ilmu tafsir can be found in developed the
sciences of the Qur'an (ulum al-Quran). There is also various approach and methodology in
interpreting the Qur'an, like Tafsir al-ma'tsur, Tafsir bi al-ra'yi, tahlīli method, ijmāli,
muqāran and maudhu ' I, also linguistic approach and philosophy of language. This paper
will explore a number of works in the field of the Quran sciences (Ulum al-Qur'an) , as well
as observe a tendency of writing in each works, and its development up to the present.

Keywords; Ulum al-Qur'an, Understanding, and Urgency

A. PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah kalam dan wahyu Allah (QS. Asy-Syu’ara:2), kitab suci bagi umat
Islam, tidak ada keraguan di dalamnya (QS.Al-Baqarah:2). Diturunkan kepada Nabi
Muhammad melalui Malaikat Jibril. Kitab terakhir ini merupakan sumber utama ajaran Islam
dan pedoman hidup bagi setiap Muslim (QS. Al-Baqarah:185). Al-Qur’an bukan sekedar
memuat petunjuk tentang hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan
manusia dengan sesamanya ( Hablun min Allah wa hablun min an-nas), serta manusia
dengan alam sekitarnya. Untuk memahami ajaran Islam secara sempurna (kaffah), diperlukan
pemahaman terhadap kandungan al-Qur’an dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-
hari secara sungguh-sungguh dan konsisten.
Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar nabi Muhammad SAW (QS.Al-Baqarah:23).
Diturunkan dalam bahasa Arab (QS.Yusuf:2), baik lafaz maupun uslub-nya. Suatu bahasa
yang kaya kosa kata dan sarat makna. Kendati al-Qur’an berbahasa Arab, tidak berarti semua
orang Arab atau orang yang mahir dalam bahasa Arab, dapat memahami al-Qur’an secara
rinci. Al-Qur’an adalah kitab yang agung, memiliki nilai sastra yang tinggi. Meskipun
diturunkan kepada bangsa Arab yang lima belas abad lalu terkenal dengan jiwa yang kasar.
Al-Qur’an mampu meruntuhkan dominasi sya’ir-sya’ir Sastrawan Arab, hingga tidak berdaya
di hadapan Al-Qur’an.
Kitab suci al-Qur’an sebagai pedoman umat Islam harus dipahami dengan benar.
Hasbi Ash-Shidieqi menyatakan untuk dapat memahami al-Qu’ran dengan sempurna, bahkan
untuk menerjemahkannya sekalipun, diperlukan sejumlah ilmu pengetahuan, yang disebut
Ulumul Qur’an.1

B. Pengertian Ulumul Qur’an


Istilah Ulumul Qur’an, secara etimologis merupakan gabungan dari dua kata bahasa
Arab ulum dan al-Qur’an. Kata ulum bentuk jama’ dari kata ‘ilm yang merupakan bentuk
masdhar dari kata ‘alima, ya’lamu yang berarti mengetahui.2 Dalam kamus al-Muhith kata
‘alima disinonimkan dengan kata ‘arafa (mengetahui, mengenal).3 Kata ‘ilm semakna dengan
ma’rifah yang berarti “pengetahuan”. Sedangkan ‘ulum berarti sejumlah pengetahuan.
Kata al-Qur’an dari segi bahasa adalah bentuk masdhar dari kata kerja Qara’a, berarti
“bacaan”. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:
Artinya: Apabila kami telah selesai membacanya, maka ikutilah bacaannya. ( QS. Al
– Qiyamah: 18)4
Kemudian dari makna masdhar ini dijadikan nama untuk kalamullah mukjizat bagi
nabi Muhammad SAW.5 Lebih lanjut terdapat beberapa pandangan ulama tentang nama al-
Qur’an itu sendiri, sebagaimana yang terungkap dalam kitab al- Madkhal li Dirasah al-
Qur’an al-Karim,6 sebagai berikut:
1. Qur’an adalah kata sifat dari al-Qar’u yang bermakna al-jam’u (kumpulan). Selanjutnya
kata ini digunakan sebagai salah satu nama bagi kitab suci yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, karena al-Qur’an terdiri dari sekumpulan surah dan ayat, memuat
kisah-kisah, perintah dan larangan, dan mengumpulkan inti sari dari kitab-kitab yang
diturunkan sebelumnya. Pendapat ini dikemukakan al-Zujaj(w. 311)
2. Kata al-Qur’an adalah ism alam, bukan kata bentukan dan sejak awal digunakan
sebagaimana bagi kitab suci umat Islam. Pendapat ini diriwayatkan dari Imam Syafi’I (
w.204).

Menurut Abu Syuhbah, dari beberapa pendapat di atas, yang paling tepat adalah
pendapat yang mengatakan al-Qur’an bentuk masdhar dari kata Qara-a.7
Sedangkan al-Qur’an menurut istilah adalah: “ Firman Allah Swt, yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw., yang memiliki kemukjizatan lafal, membacanya bernilai
ibadah, diriwayatkan secara mutawatir, yang tertulis dalam mushaf, dimulai dengan surat al-
Fatihah dan di akhiri dengan surat an-Nas.8

1
T.M. Hasbi Ash-Shidieqi, Sejarah dan pengantar Ilmu Al-Qur’an/ Tafsir, (Jakarta: Bulan Bintang,
1980), Cet. VII, h. 112
2
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), Cet. VIII, h. 277
3
Mujid al-Din Muhammad bin Ya’qub al-Farizi, al-Qamus al- Muhith, (Mesir: Mustafa al-Baby al-
Halaby, 1952/1371 H ), Juz. IV, Cet. II, h. 155
4
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, ( Jakarta: PT. Syamil Cipta Media, 2004), h.
507
5
Muhammad ‘Abdul ‘Azhim Az-Zarqani, Manahil al- Irfan fi Ulum al-Qur’an, ( Beirut: Dar al-Kutub
al-‘Ilmi’ah, 1996/1416 H), Juz I, h.16
6
Lihat: Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah, al- Madkhal li Dirasah al- Qur’an al- Karim,
(Beirut: Dar al- Jil, 1992/1412), h.19-20
7
Muhammad bin Muhammad Abu Sya’bah, al- Madkhal li Dirasah al-Qur’an al- Karim, h. 19-20
8
Ibid.,
Kata ‘ulum yang disandarkan kepada kata “al-Qur’an” telah memberikan pengertian
bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an,
baik dari segi keberadaannya sebagai al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap
petunjuk yang terkandung di dalamnya. Secara istilah, para ulama telah merumuskan
berbagai defenisi Ulumul Qur’an.
1. Al-Zarqani merumuskan pengertian Ulumul Qur’an sebagai berikut: beberapa
pembahasan yang berhubungan dengan AL-Qur’an al-Karim, dari segi turunnya, urut-
urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemukjizatannya,
nasikh dan mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan
terhadapnya, dan sebagainya.9
2. Manna’ al- Qathan memberikan defenisi bahwa Ulumul Qur’an adalah ilmu yang
mencakup pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an, dari segi
pengetahuan tentang sebab-sebab turunnya, pengumpulan Al- Qur’an dan urut-urutannya,
pengetahuan tentang ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah, hal –hal lain yang ada
hubungannya dengan al-Qur’an.10
3. Menurut T.M Hasbi As-Shiddiqie
‘Ulumul Qur’an ialah pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an,
dari segi nuzulnya, tertibnya, mengumpulnya, menulisnya, membacanya dan
menafsirkannya, I’jaznya, nasikh mansukhnya, menolak syubhat-syubhat yang
dihadapkan kepadanya.11
Defenisi nomor satu dan dua di atas pada dasarnya sama. Keduanya menunjukkan
bahwa ulumul Qur’an adalah kumpulan sejumlah pembahasan yang pada mulanya
merupakan ilmu-ilmu yang berdiri sendiri. Ilmu-ilmu ini tidak keluar dari ilmu agama dan
bahasa. Masing-masing menampilkan sejumlah aspek pembahasan yang dianggap penting.
Objek pembahasannya adalah Al-Qur’an.
Adapun perbedaannya terletak pada tiga hal:
1. Aspek pembahasannya; defenisi pertama menampilkan sembilan aspek pembahasannya
dan yang kedua menampilkan hannya lima daripadanya.
2. Meskipun ke duanya tidak membatasi pembahasannya pada aspek-aspek yang
ditampilkan, namun defenisi pertama lebih luas cakupannya dari yang ke dua. Sebab,
defenisi pertama diawali dengan kata Mabahitsu ( ‫ﻣﺒﺎ ﺣﺚ‬ ) yang merupakan bentuk
jama’ yang tidak berhingga dan menyebut secara eksplisit penolakan hal-hal yang bisa
menimbulkan keragu-raguan terhadap al-Qur’an sebagai bagian dari pembahasannya.
Sedangkan defenisi yang kedua tidak demikian.
3. Pada perbedaan aspek pembahasan yang ditampilkan tidak semuanya sama di antara ke
duanya. Defenisi pertama disebutkan bahwa penulisan al-Qur’an, Qiraat, penafsiran dan
kemu’jizatan Al-Qur’an sebagai bagian pembahasannya. Sementara itu, dalam defenisi ke
dua semua itu tidak disebutkan.12

9
Muhammad Abdul ‘Azim, Manahil al- ‘Irfan fi ulum al- Qur’an, ( Beirut: Dar al-Fikr, 1988), h. 27
10
Manna’ Al-Qathan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qu’an. ( Beirut: Al- Syarikah al-Muttahidah li al-tauzi’,
1973), h. 15
11
T.M. Hasbi As-Shiddiqie, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h.10-11
12
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, ( Jakarta: PT RajaGrafindo, 2002), Cet. Ke IV, h. 9
Dengan melihat persamaan dan perbedaan antara kedua defenisi di atas dapat
diketahui bahwa defenisi pertama lebih lengkap dibanding dengan defenisi ke dua. Dengan
demikian defenisi kedua lebih akomodatif terhadap ilmu-ilmu Al- Qur’an yang selalu
berkembang sebagaimana akan terlihat pada uraian sejarah pertumbuhan dan perkembangan
Ulumul Qur’an.
Penjelasan-penjelasan di atas juga menunjukkan adanya dua unsur penting dalam
defenisi Ulumul Qur’an. Pertama, bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah
pembahasan. Kedua, pembahasan-pembahasan ini mempunyai hubungan dengan Al-Qur’an,
baik dari aspek keberadaannya sebagai al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandungannya
sebagai pedoman dan petunjuk hidup bagi manusia.
C. Ruang lingkup ‘Ulum AL-Qur’an
Berdasarkan pengertian ‘Ulum AL-Qur’an di atas dapat dipahami tentang ruang
lingkup Ulum Al-Qur’an, yaitu semua ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an berupa
ilmu agama dan ilmu ‘Ibrah Al-Qur’an. Bahkan As-Suyuthi sebagaimana dikutip oleh Ahmad
Syadali memperluasnya sehingga memasukkan kedokteran, ilmu ukur, astronomi dan
sebagainya ke dalam pembahasan ‘Ulumul Qur’an.13
Namun As-Shiddiqie sebagaimana yang dikutip oleh Ramli Abdul Wahid mengatakan
bahwa segala macam pembahasan ‘Ulumul Qur’an kembali kepada beberapa pokok
persoalan sebagai berikut:
1. Persoalan Nuzul, ayat-ayat Makiyah atau Madaniyah, sebab turun ayat, yang mula-mula
turun dan yang terakhir turun, yang berulang-ulang turun, yang turun terpisah pisah, dan
yang turun sekaligus
2. Persoalan sanad, meliputi hal-hal yang berhubungan dengan sanad yang muthawatir, yang
ahad, yang Syaz, bentuk-bentuk Qiraat, para periwayat dan penghafal Al-Qur’an dan cara
tahammul ( penerimaan riwayatnya)
3. Persoalan adab Qiraat, masalah waqaf (berhenti), ibtida’ (cara memulai), imalah( cara
memanjangkan) takhfif Hamzah (cara meringankan Hamzah), idgham (memasukkan
bunyi huruf nun mati ke dalam huruf sesudahnya)
2. Persoalan yang menyangkut lafaz Al-Qur’an yaitu Gharib (pelik), Mu’rab (menerima
perubahan akhir kata), majaz (metafora), musytarak, muradif (sinonim), isti’arah
(metaphor), tasybih (penyerupaan).
3. Persoalan makna al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum yaitu ayat yang bermakna
umum yang dikhususkan oleh sunnah, yang nash, yang zhahir, yang mujmal (global),
yang munfashal (yang terinci), yang manthuq (makna yang berdasarkan pengutaraan),
nasikh mansukh, mutlaq (tidak terbatas) dan muqayyad (terbatas) dan lain sebagainya
4. Persoalan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan lafaz fashl (pisah), washal
(berhubungan), ijaz ( singkat), ithnab ( panjang) musawah (sama) dan Qashr (pendek).14

D. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan ‘Ulumul Qur’an


Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, ‘Ulumul Qur’an tidak
lahir sekaligus. Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu cabang disiplin ilmu setelah melalui

13
Ahmad Syadali, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 11
14
Ramli Abdul Wahid, op.cit., h8
proses pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam hal ini tentu banyak Pribadi dan kondisi
yang membuatnya sebagai cabang ilmu yang penting untuk memahami kitab suci Al Qur’an.
Berikut ini kita lihat bagaimana alur lahirnya cabang ilmu ini.
1. Masa Sebelum Penulisan
Di masa Rasulullah dan para sahabat, Ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu
ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat adalah orang Arab asli yang dapat
merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada
Rasul SAW. Bila mereka menemukan ksulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka
dapat menanyakan langsung kepada Rasul SAW. Sebagai contoh, ketika turun ayat:

Dan mereka tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman…..”( Q.S Al-
An’am: 82).15 Para sahabat bertannya: “ siapa dari kami yang tidak menganiaya (menzalimi)
dirinya?”. Nabi menafsirkan kata zulm di sini dengan syirik berdasarkan ayat:
(sesungguhnya Syirik itu kezaliman yang besar ( Q.S
16
Luqman:13)
Ada tiga faktor yang menyebabkan Ulumul Qur’an tidak dibukukan di masa Rasul
dan Sahabat.
1. kondisinya tidak membutuhkan karena kemampuan mereka yang besar untuk memahami
Al-Qur'an dan rasul dapat menjelaskan maksudnya.
2. Para sahabat sedikit sekali yang pandai menulis
3. Adanya larangan Rasul untuk menuliskan selain Al-Qur’an.

Semuanya ini merupakan faktor yang menyebabkan tidak tertulisnya ilmu ini baik di
masa Nabi maupun di zaman sahabat.17

2. Masa Penulisan Ulumul Qur’an


Di zaman khalifah usman Bin Affan wilayah Islam bertambah luas sehingga terjadi
pembauran antara penakluk Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab.
Keadaan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan sahabat akan terjadinya perpecahan di
kalangan muslimin tentang bacaan Al-Qur’an, selama mereka tidak memiliki sebuah Al-
Qur’an yang menjadi standar bagi bacaan mereka. Sehingga disalinlah dari tulisan aslinya
sebuah al-Qur’an yang disebut Mushaf Imam. Dengan terlaksananya penyalinan ini, maka
berarti Usman telah meletakkan suatu dasar Ulumul Qur’an yang disebut Rasm Al-Qur’an
atau Ilmu al- Rasm al- Utsmani.18
Di masa Ali terjadi perkembangan baru dalam ilmu Qur’an. Karena melihat
banyaknya umat Islam yang berasal dari bangsa non Arab, kemerosotan dalam bahasa Arab,
dan kesalahan pembacaan Al-Qur’an. Ali menyuruh Abu al-Aswad al-Duali untuk menyusun
kaidah-kaidah bahasa Arab. Hal ini dilakukan untuk memelihara bahasa Arab dari

15
Departemen Agama, op.cit, h.138
16
Ibid., h.412
17
Shubhi Al-Shalih, Mabaahits fi Ulumul Qur’an,( Beirut: Dar al-‘ilm al-Malayin, 1977), h.120
18
Muhammad Abdul ‘Azim Al-Zarqani, op.cit., h. 30
pencemaran dan menjaga Al-Qur’an dari keteledoran pembacanya. Tindakan khalifah Ali ini
dianggap perintis bagi lahirnya ilmu nahwu dan I’rab al-Qur’an.19
Pada zaman Bani Umayyah, kegiatan para sahabat dan tabi’in terkenal dengan usaha-
usaha mereka yang tertumpu pada penyebaran ilmu-ilmu Al-Qur’an melalui jalan
periwayatan dan pengajaran secara lisan, bukan melalui tulisan atau catatan. Kegiatan-
kegiatan ini dipandang sebagai persiapan bagi masa pembukuannya. Orang yang paling
berjasa dalam usaha periwayatan ini adalah khalifah yang empat, Ibn Abbas, Ibn Mas’ud,
Zaid Ibn Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah Ibn al-Zubair dari kalangan sahabat.
Sedangkan dari kalangan tabi’in ialah Mujahid, Atha’, Ikrimah, Qatadah, Al-Hasan al-Bashri,
Sa’id Ibn Jubair, dan Zaid Ibn Aslam di Madinah. Kemudian Malik bin Anas dari generasi
tabi’tabi’in. mereka semuanya dianggap sebagai peletak batu pertama bagi apa yang disebut
ilmu tafsir, ilmu asban al-nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu gharib al- Qur’an dan
lainnya.
Pada abad ke 2 H ulumul Qu’an memasuki masa pembukuan. Para ulama
memberikan prioritas perhatian mereka kepada ilmu tafsir karena fungsinya sebagai Umm al-
‘ulum al-Qur’aniah ( induk ilmu-ilmu Al-Qur’an). Penulis pertama dalam tafsir adalah
Syu’bah Ibn al-Hajjaj, Sufyan Ibn ‘Uyaynah, dan Wali’ Ibn al-Jarrah.
Pada abad ke-3 terkenal seorang tokoh tafsir, yaitu Ibn Jarir al-Thabari. Dia orang
pertama membentangkan berbagai pendapat dan mentarjih sebagiannya atas lainnya. Ia juga
mengemukakan I’rab dan istinbath ( penggalian hukum dari al-Qur’an). Di abad ini juga lahir
ilmu asbab al-Nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu tentang ayat-ayat Makiyah dan
Madaniyah.
Berikut ini dapat kita lihat karya ulama pada abad ke -3, yaitu:
1. Kitab Asbab al-Nuzul karangan Ali Ibn Al-Madini
2. Kitab nasikh dan mansukh, Qiraat dan keutamaan Al-Qur’an disusun oleh Abu ‘Ubaid al-
Qasim Ibn Salam.
3. Kitab tentang ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah karya Muhammad Ibn Ayyub al
Dharis.20

Di abad ke-4 lahir ilmu gharib al-Qur’an dan beberapa kitab Ulumul Qur’an. Adapun
Ulama ulumul Qur’an pada masa ini adalah:
1. Abu Bakar Muhammad Ibn al-Qasim al-Anbari, kitabnya ‘Ajaib Ulumul Qur’an.
2 Isi kitab ini tentang keutamaan Al-Qur’an, turunnya atas tujuh huruf, penulisan mushaf-
mushaf, jumlah surah, ayat dan kata –kata Al-Qur’an.
3 Abu al-Hasan al-‘Asy’ari, kitabnya Al-Mukhtazan fi Ulumul Qur’an
4 Abu Bakar al-Sijistani, kitabnya Gharib al-Qur’an
5 Muhammad Ibn Ali al- Adfawi, kitabnya Al- Istighna fi Ulumul Qur’an21

Di abad ke-5 muncul pula tokoh dalam ilmu qiraat. Adapun para tokoh serta karyanya
adalah;

19
Kahar Mansyur, Pokok-pokok Ulumul Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h.32
20
Shubhi al- Shalih, op.cit., h. 121-122
21
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqi, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta:Bulan Bintang, 1973. H.14
1. Ali Ibn Ibrahim Ibn Sa’id al- Hufi, kitabnya Al- Burhan fi Ulumul Qur’an dan I’rab Al-
Qur’an
2. Abu Amr al- Dani, kitabnya Al-Taisir fi al-Qiraat al-Sab’I dan Al- Muhkam fi al- Nuqath
3. Al- Mawardi, kitabnya tentang amtsal Qur’an.22
Pada abad ke-6 lahir pula ilmu Mubhamat al-Qur’an. Abu Qasim Abdur Rahman al-
Suahaili mengarang Mubhamat al-Qur’an. Ilmu ini menerangkan lafaz-lafaz Al-Qur’an yang
maksudnya apa dan siapa tidak jelas. Ibn al-Jauzi menulis kitab Funun al- Afnan Fi ‘Aja’ib
al-Qur’an dan kitab Al- Mujtaba fi Ulum Tata’allaq bi al-Qur’an23
Pada abad ke-7 Ibn Abd al-Salam yang terkenal dengan sebutan Al’Izz mengarang
kitab Majaz al-Qur’an. ‘Alam al- Din al- Sakhawi mengarang tentang Qiraat. Ia menulis kitab
Hidayah al- Murtab fi al- Mutasyabih. Abu Syamah Abd al-Rahman Ibn Ismail al- Maqdisi,
menulis kitab Al- Mursyid al- Wajiz fi ma Yata’allaq bi al- Qur’an al- ‘Aziz.
Pada abad ke-8 H muncul beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang Al-
Qur’an, seperti berikut ini:
1. Ibn Abi al- Ishba’, kitabnya tentang badai al-Qur’an.Ilmu ini membahas berbagai macam
keindahan bahasa dalam al-Qur’an.
2. Ibn Qayyim, menulis tentang Aqsamul Qur’an
3. Najamuddin al-Thufi, menulis tentang Hujaj al-Qur’an. Isi kitab ini tentang bukti-bukti
yang dipergunakan Al-Qur’an dalam menetapkan suatu hukum
4. Abu Hasan al-Mawardi menyusun ilmu amstal al-Qur’an
5. Badruddin al-Zarkasyi, kitabnya Al- Burhan fi Ulum Al-Qur’an.24

Pada abad ke- 9 muncul beberapa ulama melanjutkan perkembangan ilmu-


ilmu Qur’an, yaitu:
1. Jalaluddin al- Bulqini, kitabnya Mawaqi’ al- Ulum min Mawaqi’ al- Nujum. Menurut Al-
Suyuthi, Al-Buqini dipandang sebagai ulama yang mempelopori penyusunan Ulumul
Qur’an yang lengkap. Sebab dalam kitabnya tercakup 50 macam ilmu Al-Qur’an
2. Muhammad Ibn Sulaiman al-Kafiaji, kitabnya Al-Tafsir fi Qawa’id al-Tafsir. Di
dalamnya diterangkan makna tafsir, takwil, al-Qur’an, surat dan ayat. Juga dijelaskan
dalam kitabnya itu tentang syarat-syarat menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
3. Jalaluddin al-Suyuthi, kitabnya Al-Tahbir fi Ulum al-Tafsir(873 H). Kitab ini memuat
102 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an. Menurut sebagian Ulama. Kitab ini dipandang sebagai
kitab Ulumul Qur’an yang paling lengkap. Al-Suyuthi merasa belum puas, beliau
menyusun lagi sebuah kitab Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an. Di dalam kitab ini terdapat 80
macam ilmu-ilmu Al-Qur’an secara padat dan sistematis. Menurut al- Zarqani kitab ini
merupakan kitab pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini. Setelah
wafatnya Al-Suyuthi tidak terlihat munculnya penulis yang memiliki kemampuan seperti
kemampuannya. Sehingga terjadi kevakuman sejak wafatnya Imam Al-Suyuthi sampai
dengan akhir abad ke 13 H.25

22
Ibid.
23
Nawawi, Rifat Syauqi dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1988), h.
221
24
Ibid., h. 222
25
Ramli Abdul Wahid, op.cit., h.20
Sejak penghujung abad ke-13 H hingga abad ke -15, perhatian ulama terhadap
penyusunan kitab-kitab Ulumul Qur’an kembali bangkit. Kebangkitan ini sejalan dengan
kebangkitan modern dalam perkembangan ilmu-ilmu agama lainnya. Di antara Ulama yang
menulis tentang Ulumul Qur’an ialah:
1. Syeikh Thahir Al-Jazairi, kitabnya Al-Tibyan li Ba’dh Al- Mabahits Al-Muta’alliqah bi
Al-Qur’an.
2. Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi (1332 H) kitabnya, Mahaasin Al-Takwil
3. Muhammad Abd Al-‘Azhim Al-Zarqani, kitabnya Manaahil Al-‘Irfan Fi ‘Ulum Al-
Qur’an.
4. Musthafa Shadiq Al-Rafi’, kitabnya I’jaz Al-Qur’an
5. Sayyid Quttub, kitabnya Al-Thaswir al-Fanni Fi Al-Qur’an dan Fi Zilal Al-Qur’an
6. Muhammad Rasyid, kitabnya Tafsir al-Mannar
7. Shubhi al-Shalih, kitabnya Mabaahits Fi Ulum Al-Qur’an
8. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqi, kitabnya ilmu-ilmu Qur’an
9. Rif’at Syauki Nawawi dan Ali Hasan, kitabnya Pengantar ilmu Tafsir
10. M. Quraish Shihab, kitabnya membumikan Al-Qur’an. 26

Adapun mengenai kapan lahirnya istilah Ulum Al-Qur’an, terdapat tiga pendapat,
yaitu:
1. Pendapat umum di kalangan para penulis sejarah ‘Ulum Al-Qur’an mengatakan bahwa
lahirnya istilah ‘Ulum Al-Qur’an pertama kali ialah pada abad ke-7,27
2. Ibn Sa’id yang terkenal dengan sebutan Al-Hufi, dengan demikian menurutnya, istilah ini
lahir pada permulaan abad ke-15,28
3. Shubhi Al-Shalih berpendapat lain. Menurutnya, orang yang pertama kali menggunakan
istilah ‘Ulum Al-Qur’an ialah Ibn Al-Mirzaban. Dia berpendapat seperti ini berlandasan
pada penemuannya tentang beberapa kitab yang berbicara tentang kajian Al-Qur’an yang
telah mempergunakan istilah ‘Ulum Al-Qur’an. Yang paling awal menurutnya ialah kitab
Ibn Al-Mirzaban yang berjudul Al-Hawi Fi ‘Ulum Al-Qur’an yang ditulis pada abad ke-3
H. Hal ini juga disepakti oleh Hasbi As-shiddieqi.29

E. Urgensi mempelajari Al-Qur’an


Adapun tujuan dari mempelajari ‘Ulumul Qur’an adalah:
1. Agar dapat memahami kalam Allah ‘Aza Wajalla sejalan dengan keterangan yang dikutip
oleh para sahabat dan para tabi’in tentang interprestasi mereka terhadap Al-Qur’an
2. Agar mengetahui cara dan gaya yang digunakan oleh para mufassir (ahli tafsir) dalam
menafsirkan Al-Qur’an dengan disertai penjelasan tentang tokoh-tokoh ahli tafsir yang
ternama serta kelebihan-kelebihannya.
3. Agar mengetahui persyaratan-persyaratan dalam menafsirkan Al-Qur’an

26
Ibid., h.21
27
Muhammad Abd Al-‘Azhim Az-Zarqani, 0p.cit., h.34
28
Ibid., h. 34-35
29
T.M. Hasbi As-Shiddiqie, op.cit., h.16
4. Mengetahui ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan dalam menafsirkan Al-Qur’an.30

Hubungan ‘Ulumul Qur’an dengan tafsir juga dapat dilihat dari beberapa hal yaitu:
a. Fungsi ‘Ulumul Qur’an sebagai alat untuk menafsirkan, yaitu:
1. Ulumul Qur’an akan menentukan bagi seseorang yang membuat syarah atau
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an secara tepat dapat dipertanggung jawabkan. Maka
bagi mafassir ‘Ulumul Qur’an secara mutlak merupakan alat yang harus lebih dahulu
dikuasai sebelum menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
2. Dengan menguasai ‘Ulumul Qur’an seseorang baru bisa membuka dan menyelami
apa yang terkandung dalam Al-Qur’an

3. ‘Ulumul Qur’an sebagai kunci pembuka dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an sesuai
dengan maksud apa yang terkandung di dalamnya dan mempunyai kedudukan sebagai
ilmu pokok dalam menafsirkan Al-Qur’an.

b. Fungsi ‘Ulumul Qur’an sebagai Standar atau Ukuran Tafsir


Apabila dilihat dari segi ilmu, ‘Ulumul Qur’an sebagai standar atau ukuran tafsir Al-
Qur’an artinya semakin tinggi dan mendalam ‘Ulumul Qur’an dikuasai oleh seseorang
mufassir maka tafsir yang diberikan akan semakin mendekati kebenaran, maka dengan
‘Ulumul Qur’an akan dapat dibedakan tafsir yang shahih dan tafsir yang tidak shahih.
Ada beberapa syarat dari ahli tafsir ( mufassir) yaitu:
1. Akidahnya bersih
2. Tidak mengikuti hawa nafsu
3. Mufassir mengerti Ushul at-Tafsir
4. Pandai dalam ilmu riwayah dan dirayah hadits
5. Mufassir mengetahui dasar-dasar agama
6. Mufassir mengerti ushul fiqh
7. Mufassir menguasai bahasa Arab 31

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa ‘Ulumul Qur’an sangat penting dipelajari
dalam rangka sebagai pijakan dasar dalam menafsirkan Al-Qur’an oleh para mufassir. Dapat
dikatakan semakin dikuasainya ‘Ulumul Qur’an oleh mufassir maka semakin tinggilah
kualitas tafsir yang dibuatnya.

F. Penutup
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa ‘Ulumul Qur’an adalah ilmu yang
membahas segala hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an dan ilmu-ilmu yang disandarkan
kepada Al-Qur’an sebagai penunjang untuk memahami Al-Qur’an secara luas dan mendalam.
Perlu kita pelajari agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami dan menafsirkan ayat-ayat

30
Muhammad ‘Ali Al-Shabuni, loc., h.18
31
Ibid., h. 218-219
Al-Qur’an yang menjadi acuan dan pedoman hidup dalam rangka meraih kesuksesan di dunia
dan akhirat.
Pertumbuhan dan perkembangan ‘Ulumul Qur’an berlangsung dalam rentang waktu
yang panjang. Walaupun pada masa nabi hidup di siplin ilmu ini belum dibukukan, sebab
sahabat merasa cukup meminta penjelasan dari rasul akan sesuatu yang tidak dipahami.
Namun hal ini berkembang, dimana wilayah Islam telah luas dan banyak orang ‘Ajam (non
Arab) yang masuk Islam, tentunya mereka mengalami kesulitan dalam membaca dan
memahami Al-Qur’an. Lahirlah inisiatif dari Usman untuk menyalin Al-Qur’an kembali dari
Salinan Al-Qur’an yang pernah ditulis di masa Nabi hidup dan diperbanyak. Tindakan ini
disusul dengan berbagai kegiatan para sahabat dan para tabi’in untuk menggali berbagai ilmu
dalam Al-Qur’an, sehingga lahirlah berbagai kitab. Akhirnya pada abad ke-2 H ‘Ulumul
Qur’an mulai dibukukan. Dengan kitab-kitab yang sudah ditulis tersebut semakin
meramaikan pembahasan para Ulama tentang Al-Qur’an. Imam As-Suyuthi adalah salah satu
Ulama ‘Ulumul Qur’an yang berpengaruh, karena kitabnya menjadi pegangan bagi para
peneliti dan penulis dalam ilmu ini.
DAFTAR RUJUKAN

T.M. Hasbi Ash-Shidieqi, Sejarah dan pengantar Ilmu Al-Qur’an/ Tafsir, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1980).

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990).

Mujid al-Din Muhammad bin Ya’qub al-Farizi, al-Qamus al- Muhith, (Mesir: Mustafa al-
Baby al-Halaby, 1952/1371 H ).

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,( Jakarta: PT. Syamil Cipta Media,
2004).

Muhammad ‘Abdul ‘Azhim Az-Zarqani, Manahil al- Irfan fi Ulum al-Qur’an, ( Beirut: Dar
al-Kutub al-‘Ilmi’ah, 1996/1416 H).

Lihat: Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah, al- Madkhal li Dirasah al- Qur’an al-
Karim, (Beirut: Dar al- Jil, 1992/1412).

Muhammad bin Muhammad Abu Sya’bah, al- Madkhal li Dirasah al-Qur’an al- Karim, tt.

Muhammad Abdul ‘Azim, Manahil al- ‘Irfan fi ulum al- Qur’an, ( Beirut: Dar al-Fikr, 1988).

Manna’ Al-Qathan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qu’an. ( Beirut: Al- Syarikah al-Muttahidah li al-
tauzi’, 1973).

T.M. Hasbi As-Shiddiqie, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993).

Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an,( Jakarta: PT RajaGrafindo, 2002).

Ahmad Syadali, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 1997).


Shubhi Al-Shalih, Mabaahits fi Ulumul Qur’an,( Beirut: Dar al-‘ilm al-Malayin, 1977).

Kahar Mansyur, Pokok-pokok Ulumul Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992).


T.M. Hasbi Ash-Shiddieqi, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta:Bulan Bintang, 1973).

Nawawi, Rifat Syauqi dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir,( Jakarta: Bulan Bintang,
1988).

Anda mungkin juga menyukai