Patofisiologi preeklampsia – eklampsia setidaknya berkaitan dengan perubahan fisiologi
kehamilan. Adaptasi fisiologis nornal pada kehamilan meliputi peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensivaskular sistemik ( systemic vascular resistance ISVRI ), peningkatan curah jantung, dan penurunan tekanan osmotik koloid pada preeklampsia, volume plasma yang beredar menurun, sehhingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi organ maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin – uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel – sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun. Vasospasme merupakan sebagian mekanisme dasar tanda dan gejala yang menyertai preeklampsia. Vasospasme merupakan akibat peningkatan sensitivitas terhadap tekanan peredaran darah, seperti angiotensin II dan kemungkinan suatu ketidakseimbangan antara prostasiklin prostaglandin dan tromboksan A2 ( Consensus Report, 1990 ). Penelitian telah menguji kemampuan aspirin ( suatu inhibitor prostaglandin ) untuk mengubah patofisiologi preeklampsia dengan mengganggu produksi tromboksan ( shiff, dkk, 1989, Walsh 1990 ). Investigasi filaksi dalam mencegah preeklampsia dan rasio untung – rugi pada ibu dan janin / neonatus masih terus berlangsung. Peneliti lain sedang mempelajari pemakaian suplemen kalsium unruk mencegah hipertensi pada kehamilan. Selain kerusakan endotelial vasosme arterial turut menyebabkan peningkatan eabilitas kapiler. Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih lanjut menurunkan volume intra vaskuler, mempredisposisi pasien yang mengalami preeklampsia mudah menderita edema paru ( Dildy, dkk, 1991 ). Easterling dan benedetti ( 1989 ) menyatakan bahwa preeklampsia ialah suatu keadaan hiperdinamik di mana temuan khas hipertensi dan proteinuria merupakan akibat hiperfungsi ginjal. Untuk mengendalikan sejumlah besar darah yang berfungsi di ginjal, timbul reaksi vasospasme ginjal sebagai suatu mekanisme protektif, tetapi hal ini akhirnya akan mrengakibatkan proteinurua dan hipertensi yang khas untuk preeklampsia. Hbungan sistem imun dengan preeklampsia menunjukkan bahwa faktor – faktor imunologi memainkan peran penting dalam perkembangan preeklampsia ( Sibai 1991 ). Keberadaan protein asing, plasenta, atau janin bisa membangkitkan respons imunologis lamjut. Teori ini di dukung oleh peningkatan inseiden preeklampsia – eklampsia pada ibu baru ( pertama kali terpapar jaringan janin ) dan pada ibu hamil dari pasangan yang baru ( materi genetik yang berbeda ). Predisposisi genetik dapat merupakan faktor imunologi lain ( Chesley 184 ). Saibi ( 1991 ) menemukan adanya frekuensi preeklampsia dan eklampsia pada anak dan cucu wanita yang memiliki riwayat