Anda di halaman 1dari 11

USAHA KECIL DAN MENENGAH

Dosen : Siti Aisyah, SEI, M.Ec

Kelompok 12
( 3EA35 )

Anggota : 1. Fariz Irfan Rifai ( )


2. Andhika Dp ( )
3. Rihky Prengky Simanjuntak ( 15215981 )
4. Yogi Aritua Sipayung ( )

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
KARAWACI
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

UKM atau usaha kecil menengah saat ini memiliki posisi yang sangat penting bukan saja
dalam penyerapan tenaga kerja, dan kesejahteraan masyarakat didaerah, dalam banyak hal
UKM menjadi perekat dan menstabilkan masalah kesenjangan sosial. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka perlu upaya untuk menumbuhkan iklim kondusif bagi perkembangan UKM
serta pelatihan kepada masyarakat untuk dapat menciptakan peluang usaha.

Selain itu, UKM juga berperan sebagai salah satu sumber penting bagi pertumbuhan PDB dan
ekspor nonmigas, khususnya ekspor barang-barang manufaktur. Karena pentingnya tiga
peran ini, maka secara metodologi, perkembangan UKM di dalam suatu ekonomi selalu
diukur dengan tiga indikator, yakni jumlah L, NOL atau NT, dan nilai X dari kelompok usaha
tersebut, baik secara absolut maupun relatif terhadap usaha besar.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan UKM?


2. Bagaimana jumlah unit dan perkembangan tenaga kerja di UKM?
3. Berapa nilai output dan nilai tambah?
4. Apa saja ekspor UKM?
5. Bagaimana Prospek UKM dalam Era Perdagangan Bebas dan Globalisasi Perekonomian
Dunia?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Agar pembaca mengetahui pengertian UKM
2. Agar pembaca mengetahui Jumlah Unit dan perkembangan tenaga kerja di UKM
3. Agar pembaca mengetahui Nilai Output dan Nilai tambah
4. Agar pembaca mengetahui ekspor dari UKM
5. Agar pembaca mengetahui Prospek UKM dalam Era Perdagangan Bebas

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi UKM

Usaha kecil dan menengah ( UKM ) adalah jenis usaha yang paling banyak
jumlahnya di Indonesia, tetapi saat ini batasan mengenai kriteria usaha kecil di Indonesia
masih beragam. Pengertian kecil dalam usaha kecil bersifat relative, sehingga perlu ada
batasan yang dapat menimbulkan definisi-definisi dari berbagai segi.

Menurut M.Tohar dalam bukunya Membuat Usaha Kecil (1999:2) definisi usaha kecil
dari berbagi segi adalah sebagai berikut :

1. Berdasarkan Total Asset


Pengusaha kecil adalah pengusaha yang memiliki kekayaan bersih paling
banyak Rp.200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan dalam membuat usaha.

2. Berdasarkan Total Penjualan


Pengusaha kecil adalah pengusaha yang memiliki hasil total penjualan bersih/tahun
paling banyak Rp.1.000.000.000

3. Berdasarkan Status Kepemilikan


Pengusaha kecil adalah pengusaha berbentuk perseorangan yang bisa berbadan
hukum atau tidak berbadan hukum yang didalamnya termasuk koperasi.

Adapun pengertian Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menurut beberapa ahli adalah
sebagai berikut :
1. Menurut Departemen Keuangan
Usaha kecil adalah usaha produksi milik keluarga atau perorangan WNI yang
memiliki asset penjualan paling banyak Rp. 1 miliar / tahun.

2. Menurut Menteri Negara Koperasi dan UKM


Usaha kecil adalah usaha milik WNI baik perorangan maupun berbadan hukum yang
memiliki kekayaan bersih sebanyak-banyaknya Rp.200.000.000 dan mempuyai nilai
output Rp.1.000.000.000 dan usaha tersebut berdiri sendiri.

3. Menurut Bank Dunia ( World Bank )


Usaha kecil adalah usaha gabungan atau usaha keluarga dengan tenaga kerja kurang
dari 100 orang, termasuk di dalamnya usaha yang hanya dikerjakan oleh satu orang
yang sekaligus bertindak sebagai pemilik. Usaha kecil merupakan usaha
untuk mempertahankan hidup yang kebutuhan keuangannya dipenuhi oleh tabungan
dan pinjaman berskala kecil.

4. Menurut ILO ( International Labour Organization )


Usaha kecil adalah usaha yang mempekerjakan maksimal 10 orang dan
menggunakan teknologi sederhana, asset minim dan kemampuan manajerial rendah
serta tidak membayar pajak.

Pengertian Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dari berbagai literatur memiliki
beberapa persamaan, sehingga dari pendapat-pendapat tersebut dapat diambil satu
kesimpulan bahwa Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) adalah sebuah perusahaan baik
berbadan hukum atau tidak , yang memiliki tenaga kerja 1-100 orang lebih, milik WNI
dengan total penjualan maksimal Rp.1 miliar/tahun.

2.2. Perkembangan Jumlah Unit dan Tenaga Kerja di UKM

Selama tahun 1997-2001 jumlah unit usaha dari semua skala mengalami
peningkatan sebesar 430.404 unit dari 39.767.207 unit tahun 1997, menjadi 40.197.611
unit tahun 2001. Secara parsial, kelompok unit usaha yang paling banyak adalah usaha
kecil, yang jumlahnya tahun 1997 sebesar 39,7 juta unit lebih dan tahun 2001
diperkirakan mencapai 40 juta unit lebih. Saat krisis ekonomi mencapai klimaksnya pada
tahun 1998, usha dari semua kategori mengalami pertumbuhan negatif, yang mana
jumlah usaha kecil sendiri berkurang hampir 3 juta unit atau pertumbuhan sekitar -7,4%.
sedangkan, usaha menengah dan usaha bersama mengalami pertumbuhan negatif lebih
besar, yakni masing-masing 14,2% dan 12,7%. Perbedaan ini mengidentifikasi bahwa
usaha menengah dan usaha bersama mengalami efek negatif lebih besar dibandingkan
usaha kecil dari krisis ekonomi.

Jumlah unit UKM bervariasi menurut sektor, dan terutama usaha kecil terkonsentrasi
di pertanian, peternakan,kehutanan, dan perikanan. Tahun 1997, jumlah usaha kecil di
sektor tersebut tercatat 22.511.588 unit, dan tahun 1998 jumlahnya meningkat menjadi
23.097.871 unit, atau tumbuh 2,6% (dibandingkan usaha menengah yang tumbuh 1,2%)
Variasi ini erat kaitanya dengan sifat alamiah yang berbeda antarsektor, misal dalam
aspek-aspek pasar (voleme, struktur, dan sistem atau pola persaingan, perubahan harga,
dan sistem distribusi); ketersedian input, kebutuhan dan ketersediaan teknologi, SDM
dan modal, kebijakan sektoral dan ekonomi makro, dan bentuk serta tingkat persaingan
antara sesama UKM dan antara UKM dengan usaha bersama dan produk-produk impor.

Secara teori, perbedaan kinerja UKM di sektor pertanian dengan kinerja UKM di
sektor industri pengolahan dapat dijelaskan dengan pendekatan analisis dari sisi
penawaran dan sisi permintaan. Dari sisi penawaran, UKM di sektor pertanian (atau
usaha pertanian pada umumnya) tidak mengalami supply bottleneck akibat depresi
rupiah seperti yang banyak dialami oleh UKM di sektor industri pengolahan. Alasan
utamanya adalah karena UKM di sektor pertanian tidak terlalu tergantung pada impor
bahan baku dan inputlainnya dan juga tidak pada kredit perbankan.

Sedangkan di sektor industri pengolahan banyak sekali UKM yang memakai bahan
baku, alat-alat produksi dan input lainnya yang diimpor, serta yang membiayai
produksinya dengan pinjaman dari bank atau daru usaha bersama lewat program-
program kemitraan usaha yang dipelopori pemerintah pada zaman Soeharto. Selain itu,
selama krisis banyak orang yang di PHK di sektor industri pengolahan, kembali ke desa
asalnya dan membuka pertanian skala kecil, dan ini tentu menambah jumlah unit UKM
di sektor tersebut. Dari sisi permintaan,pasar domestik untuk komoditi-komoditi
pertanian tetap besar,sekalipun pada masa krisis karena orang tetap harus makan;
sementara pasar luar negeri semakin terbuka karena daya saing harga dari komoditi-
komoditi petanian di indonesia mengalami peningkatan pada saat nilai tukar rupiah
mengalami penurunan.

Distribusi jumlah unit menurut skala usaha dan sektor menunjukkan bahwa di satu
sisi, UKM memiliki keunggulan atas usaha bersama di pertanian, dan di sisi lain, dilihat
dari jenis produk yang dibuat, jenis teknologi dan alat-alat produksi yang dipakai, dan
metode produksi yang diterapkan, UKM di Indonesia pada umumnya masih dari kategori
usaha ‘primitif’. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan UKM di negara-negara
seperti Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan yang sangat unggul dalam produksi barang-
barang jadi maupun setengah jadi seperti komponen-komponen mesin, otomotif, dan
alat-alat elektronika.

UKM di Indonesia sangat penting terutama dalam penciptaan/pertumbuhan


kesempatan kerja, menunjukan bahwa kelompok usaha ini mengerjakan jauh lebih
banyak orang dibandingkan jumlah orang yang bekerja di usaha bersama.Pentingnya
UKM sebagai salah satu sumber pertumbuhan kesempatan kerja di indonesia tidak hanya
tercerminkan pada kondisi statis, yakni jumlah orangyang bekerja di kelompok usaha
tersebut yang jauh lebih banyak daripada yang diserap oleh usaha bersama, tetapi juga
dapat dilihat pada kondisi dinamis, yakni dari laju kenaikannya setiap tahun yang lebih
tinggi daripada di usaha bersama. Di dalam kelompok UKM juga terdapat perbedaan
antara usaha kecil dan usaha menengah.

2.3. Nilai Output dan Nilai Tambah

Peran UKM di Indonesia dalam bentuk kontribusi output terhadap pembentukan atau
pertumbuhan PDB cukup besar, walaupun tidak sebesar kontribusinya terhadap
penciptaan kesempatan kerja. Kontribusi nilai output atau nilai tambah terhadap
pembentukan PDB jauh lebih besar dibandingkan kontribusi dari usaha menengah. Akan
tetapi, perbedaan ini tidak dikarenakan tingkat produktivitas di usaha kecil lebih tinggi
daripada di usaha menengah, melainkan lebih didorong oleh jumlah unit dan tenaga kerja
yang memang jauh lebih banyak di usaha kecil dibandingkan di usaha menengah dan
usaha bersama.
Dari data BPS (statistik Indonesia 2001) mengenai nilai output dan nilai tambah dari
usaha kecil di sektor industri manufaktur menurut kelompok industri (kode 31 s/d 39),
ada beberapa hal yang menarik. pertama, nilai output atau nilai tambah bervariasi
menurut subsektor, dan yang paling banyak (seperti juga ditunjukan oleh data dari
sumber lain) yakni makanan, dan minuman, dan tembakau (31),tekstil dan produk-
produknya (TPT), dan kulit serta produk-produknya (32), dan kaqyu beserta produk-
produknya (33), yang memberi suatu kesan bahwa IK dan IMI pada umumnya lebih
unggul di ketiga subsektor itu dibandingkan di subsektor-subsektor lainnya. Kedua, di
beberapa kelompok industri seperti 31 dan 33, nilai output atau nilai tambah dari IMI
lebih besar dibandingkan IK.

Sedangkan hasil SUSI (2000) menyajikan data mengenai nilai produk bruto (nilai
output), biaya antara, dan upah serta gaji dari usaha tidak berbadan hukum. Dari selisih
antara nilai output dan biaya antara, bisa didapat suatu gambaran mengenai besarnya
nilai tambah yang diciptakan oleh kelompok usaha ini. Perdagangan besar,eceran, dan
rumah makan serta jasa akomodasi merupakan sektor dimana usaha tidak berbadan
hukum menghasilkan nilai output paling besar; disusul kemudian industri pengolahan.
Disektor terakhir ini, nilai output dari IMI sedikit lebih kecil dibandingkan nilai output
yang diciptakan oleh Ik. Didalam SUSI 2000, nilai output dan perhitungan nilai
tambahnya dari usaha tidak berbadan hukum juga di jabarkan menurut wilayah.

2.4. Ekspor
Selain kontribusinya terhadap pertumbuhan kesempatan kerja dan sebagai salah satu
sumber penting pendapatan, UKM di Indonesia juga sangat diharapkan karena memang
mempunyai potensi besar sebagai salah satu sumber penting perkembangan
(diversifikasi) dan pertumbuhan ekspor, khususnya ekspor manufaktur. Kemampuan
UKM Indonesia untuk merealisasikan potensi eskspornya ditentukan oleh suatu
kombinasi dari sejumlah faktor-faktor keunggulan relatif yang dimiliki UKM Indonesia
atas pesaing-pesaingnya, baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam konteks ekonomi/
perdagangan internasional, pengertian dari keunggulan relatif dapat didekati dengan
keunggulan komperatif . Keunggulan komporatif yang dimiliki usaha kecil Indonesia
terutama sifatnya yang padat karya (dan Indonesia memiliki jumlah tenaga kerja yang
besar), keterampilan “Tradisional“ yang dimiliki pengusaha kecil (dan pekerja-pekerja)
dalam mambuat produk terutama barang-barang kerajinan (yang merupakan
keterampilan masyarakat yang sudah dimiliki lama dari generasi ke generasi), dan bahan
baku yang berlimpah (khususnya produk berbasis pertanian). Sayangnya Usaha kecil di
Indonesia relatif masih lemah terutama dalam SDM di banding manajemen, pemasaran,
proses produksi yang modern atau lebih maju (diluar produksi secara tradisional), inovasi
dan penguasaan teknologi.

Hasil SUSI 2000, memberikan fakta empiris mengenai banyaknya usaha tidak
berbadan hukum yang melakukan ekspor (secara langsung maupun tidak langsung lewat
perantara seperti pedagang, perusahaan perdagangan atau trading houses). Dari survei ini
ada dua hal yang menarik. Pertama, dari 14.948 unit yang melakukan penjualan kepasar
luar negri sebagian besar adalah dari kategori IK (13.191 unit), pola distribusi ini
memberi suatu indikasi bahwa Ik lebih berorientasi ekspor dibandingkan IMI. Hal kedua
yang menarik adalah bahwa dari 20.454 unit yang melakukan ekspor, tidak semuanya
menjual 100% dari produk mereka ke pasar luar negri. Ada yang mengekspor sebagian
kecil saja dari produk mereka dan sisanya dijual ke pasar domestik.

Hasil SUSI 2000 juga memberikan informasi mengenai distribusi dari 20.454 unit
yang melakukan ekspor menurut wilayah. Sebagian besar terdapat di jawa dan Bali,
seperti yang di bahas sebelumnya erat kaitannya dengan kenyataan bahwa populoasi dari
usaha kecil di Indonesia terkonsentrasi di Jawa dan Bali. Hal yang menarik dari data ini
bahwa tidak ada satu unit pun di kalimantan dan maluku serta Irian jaya yang melakukan
ekspor. Hal ini memberi kesan usaha kecil di kawasan Barat lebih maju dan lebih
berorientasi ekspor dibandingkan rekannya dikawasan Timur (kecuali sulawesi dan nusa
tenggara yang jumlahnya relatif kecil).

2.5. Prospek UKM Dalam Era Perdagangan Bebas dan Globalisasi Perekonomian
Dunia

Bagi setiap unit usaha dari semua skala dan di semua sektor ekonomi, era
perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia di satu sisi akan menciptakan
banyak kesempatan. Namun disisi lain akan menciptakan bamyak tantangan yang apabila
tidak dapat dihadapi dengan baik akan menjelma menjadi ancaman. Bentuk kesempatan
dan tantangan yang akan muncul tentu akan berbeda menurut jenis kegiatan ekonomi
yang berbeda. Globalisasi perekonomian dunia juga memperbesar ketidakpastian
terutama karena semakin tingginya mobilisasi modal, manusia, dan sumber daya
produksi lainnya serta semakin terintegrasinya kegiatan produksi, investasi dan keuangan
antarnegara yang antara lain dapat menimbulkan gejolak-gejolak ekonomi di suatu
wilayah akibat pengaruh langsung dari ketidakstabilan ekonomi di wilayah lain.

1. Sifat Alami dari Keberadaan UKM

Laju pertumbuhan negatif dari jumlah usaha kecil lebih kecil dibandingkan apa
yang dialami oleh usaha menengah dan usaha bersama. Perbedaan ini disuatu sisi
memberi suatu kesan bahwa pada umumnya usaha kecil lebih “ tahan banting”
dibandingkan dua kelompok usaha lainnya itu dalam menghadapi suatu gejolak
ekonomi. Relatif lebih baiknya usaha kecil dibandingkan usaha menengah atau
usaha bersama dalam menghadapi krisis ekonomi tahun tahun 1998 tidak lepas
dengan sifat alami dari keberadaan usaha menengah, apalagi usaha bersama di
indonesia. Sifat alami yang berbeda ini sangat penting untuk dipahami, agar dapat
memprediksi masa depan usaha kecil atau usaha kecil dan usaha menengah.

Seperti dibanyak LCDs lainnya, usaha kecil di Indonesia didominasi oleh unit-
unit usaha tradisional, yang di satu sisi, dapat di bangun dan beroperasi hanya
dengan modal kerja dan modal investasi kecil dan tanpa perlu menerapkan sistem
organisasi dan manajemen modern yang kompleks dan mahal, seperti di usaha-usaha
modern (usaha bersama dan hingga tingkat tertentu usaha menengah), dan di sisi
lain, berbeda dengan usaha menengah, usaha kecil pada umumnya membuat barang-
barang konsumsi sederhana untuk kebutuhan kelompok masyarakat berpenghasilan
rendah. Untuk membuat barang-barang tersebut, usaha kecil tidak terlalu
memerlukan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan formal yang tinggi dan harus
digaji mahal (tidak perlu memakai seorang manajer dengan diploma MBA atau yang
memiliki diploma sarjana ekonomi atau seorang insinyur) dan tidak membutuhkan
teknologi (T) canggih dalam bentuk mesin-mesin dan alat-alat produksi modern,
oleh karena itu, tidak mengherankan bila melihat Indonesia adalah dari kelompok
masyarakat berpendidikan rendah (SD), dan kebanyakan dari mereka menggunakan
mesin serta alat produksi sederhana atau hasil rekayasa sendiri.
Implikasi dari sifat alami ini bebeda dengan usaha menengah dan usaha
bersama. Usaha kecil sebenarnya tidak terlalu tergantung pada fasilitas-fasilitas dari
pemerintah termasuk skim-skim krdit murah. Banyak studi yang menunjukan bahwa
ketergantungan usaha kecil terhadap modal dari sumer-sumber informal jauh lebih
besar daripada terhadap kredit perbankan karena berbagai alasan.

2. Kemampuan UKM

Dalam era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia, kemajuan


teknologi, penguasaan ilmu pengetahuan, dan kualitas SDM yang tinggi
(profesionalisme) merupakan tiga faktor keunggulan kompetitif yang akan menjadi
dominan dalam menentukan bagus tidaknya prospek dari suatu usaha. Jika
pengusaha kecil dan menengah Indonesia tidak memiliki ketiga keunggulan
kompetitif tersebut bahkan, UKM indonesia akan terancam tergusur dari segmen
pasarnya sendiri oleh produk-produk M dengan harga yang lebih murah dan kualitas
serta disain yang lebih baik, seperti yang terjadi sekaarang dengan membanjirnya
barang-barang dari Cina sampai kepasar-pasar tradisional.

Pentingnya ketiga faktor keunggulan kompetitif tersebut dikombinasikan


dengan faktor-faktor kekuatan lainnya yang sangat menentukan prospek UKM di
masa depan. Didalam era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia,
lingkungan eksternal domestik dipengaruhi oleh tiga faktor penting, yang merupakan
tiga tantangan yang dihadapi oleh setiap perusahaan di Indonesia. Jika perusahaan-
perusahaan di Indonesia tidak siap, tantangan-tantangan tersebut bisa berubah
menjadi ancaman.
BAB III
PENUTUP

Dari pembahasan di atas, kami dapat menyimpulkan bahwa penting bagi kita untuk
mempelajari perekonomian indonesia khususnya mengenai apa itu UKM (Usaha Kecil dan
Menengah), mengetahui bagaimana perkembangan jumlah unit dan tenaga kerja di UKM,
mengetahui jumlah nilai output dan nilai tambah yang dihasilkan oleh UKM setiap tahunnya,
bagaimana prospek UKM dalam era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia.

UKM mempunyai peranan penting dalam memajukan perekonomian Indonesia. Melalui


UKM kita dapat mengurangi tingkat pengangguran karena dengan adanya UKM kita dapat
menyerap tenaga kerja lebih banyak. Dengan penyerapan tenaga kerja, dapat membuat nilai
output dan nilai tambah meningkat. Dalam era perdagangan bebas dan globalisasi
perekonomian, UKM memiliki beberapa hambatan yaitu , para tenaga kerja yang tidak
mempunyai keahlian khusus, para produsen local kalah saing dengan produsen-produsensing,
dan kebijakan ekspor yang ditetapkan pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai