PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
BAB III
PEMBAHASAN
EBM adalah bukti yang didapat dari penelusuran yang kemudian dikaji dengan
menggunakan level-level kevalidan tertentu dan diterapkan dalam pelayanan kesehatan
kemudian dievaluasi.
Prinsip-prinsip EBM adalah :
1. Permintaan bukti terbaik dalam setiap pengambilan keputusan.
2. Mempertanyakan validitas dan penerapan bukti.
3. Memahami bahwa kurangnya bukti tidak mempengaruhi efektivitas
pengobatan.
4. Memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi.
5. Meminjam persediaan dari industri yang sukses
6. meningkatkan komunikasi dokter-pasien
Penerapan EBM berarti integrasi antara ahli klinis individu dengan bukti klinis
eksternal terbaik yang ada dari penelitian yang sistematis. Langkah-langkah yang bisa
dilakukan oleh dokter dalam penerapan EBM antara lain :
a. Bertanya kepada pasien masalah-masalah yang dihadapi. ( patient center
medicine)
b. pertanyaan dokter pada dirinya sendiri tentang bagaimana terapi,
prognosis, diagnosis yang akan diambil
c. dokter mencari bukti-bukti yang berkaitan dengan masalah pasien seperti
sistematik review atau peta analisis
d. dokter melakukan evaluasi tentang validitas dan aplikabilitas langkah yang
akan diambil
4
e. mengaplikasikan kepada pasien langkah-langkah tersebut menggunakan
ketrampilan klinis
f. mengevaluasi kembali semua langkah yang telah diambil apakah berhasil,
tidak berhasil atau memunculkan resiko baru.
Beberapa alasan utama mengapa EBM diperlukan adalah untuk meningkatkan
pelayanan kepada pasien sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Sebagai
contoh teknologi diagnostik dan terapetik selalu disempurnakan dari waktu ke waktu,
sehingga bisa saja obat atau teknologi kesehatan yang sebelumnya diketahui terbaik di
masanya dapat segera digantikan oleh obat atau teknologi kesehatan yang lebih efikasius
dan aman. Karena informasi-informasi tradisional (misalnya yang terdapat dalam text
book) sudah sangat tidak adekuat pada saat ini, beberapa justru sering keliru dan
menyesatkan (misalnya informasi dari pabrik obatyang disampaikan oleh duta-duta
farmasi atau detailer), tidak efektif (misalnya continuing medical education yang bersifat
didaktif) atau bisa saja terlalu banyak sehingga justru sangat membingungkan.
Evidence Based Medicine dapat dicari melalui meta-analysis, systematic review,
RCT dan Cohort Studies yang didapat dari jurnal.
Untuk menentukan validitas EBM bisa melalui klasifikasinya. Menurut U.S.
Preventive task Force antara lain:
a. Level I.1
Evidence yang berasal dari meta-analysis atau systematic review.
b. Level I.2
Evidence yang berasal dari sekurang-kurangnya satu RCT.
c. Level II.1
Evidence yang berasal dari percobaan terkontrol tanpa randomisasi (case
control).
d. Level II.2
Evidence yang berasal lebih dari satu kelompok percobaan. (cohort)
5
e. Level II.3
Evidence yang berasal dari beberapa waktu yang berbeda tetapi tanpa interfensi.
f. Level III.
Opini dari penulis yang disegani berdasarkan pengalaman klinis, studi, dan
laporan ahli.
Pentingnya pemeriksaan penunjang adalah menyingkirkan diagnosis banding agar
penyakit dapat terdeteksi secara detail sehingga pemeriksaannya tepat.
BAB IV
SIMPULAN
I. Kesimpulan
Dari hasil diskusi, dapat disimpulkan bahwa dokter A yang sudah sesuai
dengan penerapan Evidence Based Medicine. Karena menyarankan pemeriksaan
penunjang dimana hal tersebut sudah sesuai dengan prinsip-prinsip dan sistematika
Evidence Based Medicine. Karena berdasarkan bukti-bukti yang ada, pasien dengan
gejala-gejala di skenario dua, digolongkan sebagai suspect flu burung. Dan, untuk
menetukan positif tidaknya flu burung, dibutuhkan pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan laboratorium dan radiologi.
II Saran
Sebaiknya untuk mendiagnosis pasien, dokter menggunakan prinsip
Evidence Based Medicine untuk meningkatan pelayanan kesehatan sehingga kualitas
hidup pasien dapat meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
www.proquest.com/pqdweb [8 September 2009]
hmt2ntb.wordpress.com [2009]
[2009]
[1 September 2009]