NIM : 8166172022
Prodi : Pendidikan Matematika B-II
Mata Kuliah : Evaluasi Pembelajaran Matematika
Penyelesaian :
Jika kita kembali ke definisi validitas (Validitas berasal dari kata validity
yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur
dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat
dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut
menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai
dengan maksud dilakukan pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data
yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang
memiliki validitas rendah (Azwar, 1997).), maka dapat disimpulkan bahwa
validitas mutlak diperlukan oleh sebuah alat ukur atau alat tes agar tujuan
pengukuran relevan dengan data yang diperlukan atau diperoleh. Sebagai
contoh, sebuah timbangan badan, dikatakan memiliki validitas jika dapat
mengukur berat badan manusia secara akurat. Keakuratan timbangan badan
tersebut sebelumnya harus diuji terlebih dahulu, melalui proses terra
timbangan oleh Badan Metrologi. Uji validitas tersebut mutlak diperlukan
oleh timbangan agar orang yang menggunakan merasa yakin bahwa ukuran
1 kg pada timbangan benar-benar valid mengukur 1 kg berat benda.
3. Bagaimana pendapat Anda terhadap pemberian ranking di sekolah saat ini?
Penyelesaian :
Sebelumnya perlu kita pahami terlebih dahulu hakikat tujuan belajar
yang sesungguhnya, karena tujuan pemberian ranking seharusnya sejalan
dengan tujuan belajar yang akan dicapai siswa.
Tujuan belajar pada hakikatnya adalah menguasai ilmu/ materi
/ketrampilan. Seberapa jauh tujuan belajar tersebut dapat dicapai oleh
seorang siswa, idealnya harus dapat dimonitor melalui data kuantitatif dan
kualitatif yang tertera di raport atau buku laporan hasil belajar siswa. Data
kuantitatif yang tertera di raport merupakan data berupa angka yang
mencerminkan seberapa besar nilai prestasi siswa dalam menguasai materi
pelajaran yang diajarkan. Sedangkan data kualitatif, merupakan data
keterangan yang menjelaskan bagaimana sikap dan cara kerja siswa dalam
mencapai prestasinya tersebut.
Ranking, sebagai salah satu bentuk data kuantitatif yang tertera di
raport, dapat menunjukkan posisi atau urutan prestasi seorang siswa dilihat
dari prestasi seluruh siswa dalam kelas atau sekolahnya. Semakin tinggi nilai
ranking yang diperoleh, idealnya dapat mencerminkan semakin tinggi pula
tingkat pencapaian tujuan belajarnya. Atau sebaliknya, semakin rendah nilai
ranking berarti semakin rendah pula tingkat pencapaian tujuan belajarnya.
Namun pada kenyataannya, nilai ranking yang ada, tidak selamanya bisa
menunjukkan secara akurat seberapa jauh tingkat pencapaian tujuan belajar
siswa. Hal ini bisa terjadi misalnya karena adanya kecurangan yang
dilakukan siswa pada saat pengambilan nilai dilakukan ( misal : siswa
menyontek), ketidak validan alat tes (misal : soal-soal terlalu mudah atau
tidak bisa mengukur tingkat penguasaan materi) atau adanya faktor
subjektivitas guru terhadap penilaian yang diberikan kepada masing-masing
siswa (misal: "murah" dalam memberi nilai kepada siswa yang satu, tapi
‘mahal’ memberi nilai pada siswa yang lain). Bila hal ini yang terjadi maka
pemberian ranking tidak akan bermanfaat dalam membuat pemetaan tentang
prestasi akademik siswa atau pemetaan tentang sejauhmana keberhasilan
mencapai tujuan belajar.
Penekanan pada prestasi akademik semata pada saat penentuan
ranking yang selama ini dilakukan, juga seringkali dianggap sebagai segi
negatif dari adanya pemberian ranking. Karena hal ini dianggap
mengabaikan prestasi-prestasi non akademik yang dimiliki siswa. Anak
yang memiliki ranking tinggi atau dianggap pintar, bisa saja sebenarnya
memiliki banyak kelemahan dalam bidang non akademis. Atau sebaliknya,
seorang anak yang memiliki ranking rendah atau dianggap tidak pintar,
belum tentu seorang tidak memiliki keunggulan atau kelebihan.
Selain itu, bila kita lihat praktek atau realitas di lapangan, ternyata
sangat sulit untuk membuat perbandingan secara kuantitatif antara satu
siswa dengan siswa lainnya yang mencakup keseluruhan aspek potensi dan
kemampuan anak yang sesungguhnya. Misalnya Anak yang memiliki
kemampuan yang tinggi dalam bidang matematika akan sangat sulit
dibandingkan kemampuannya dengan anak-anak yang memiliki kemampuan
yang tinggi dalam hal olahraga atau seni. Padahal dalam proses pembuatan
ranking, semua bidang kemampuan akademik dinilai setara satu sama
lainnya, dan bisa dijumlahkan.
Segi negatif lain dari pemberian ranking adalah adanya
kecenderungan untuk memberi label pada anak. Pada anak yang
memperoleh nilai ranking yang baik (misalnya 5 atau 10 besar), maka secara
tidak langsung akan di”cap” pintar sehingga bukan tidak mungkin akan
membuat anak menjadi sombong atau “overconfidence”. Sebaliknya anak
yang mendapat nilai ranking rendah , bukan tidak mungkin akan menjadi
anak yang rendah diri.
Selain itu, pemberian ranking juga bisa membuat sebagian anak
menjadi merasa tertekan atau merasa stress, karena ia merasa kalah bersaing
dengan teman-temannya. Dengan adanya perasaan stress ini, bukan tidak
mungkin justru membuatnya semakin tidak bersemangat untuk belajar dan
membuatnya semakin mendapatkan nilai ranking yang rendah, demikian
seterusnya sehingga konsep dirinya menjadi semakin buruk.
Walaupun demikian, pemberian ranking sebenarnya juga masih
memiliki manfaat, misalnya bagi siswa dengan gaya belajar tertentu
(menyukai tantangan), maka dengan adanya ranking bisa memacu semangat
belajarnya. Selain itu, dengan adanya ranking, guru dapat lebih mudah untuk
mengelompokkan siswa yang pintar dan kurang pintar sehingga kelas
menjadi lebih homogen dan memudahkan guru untuk menyesuaikan metode
pengajarannya dengan daya tangkap kelompok siswa tersebut.
Melihat segi negatif yang lebih banyak ketimbang segi positif dari
pemberian ranking di raport siswa, seperti diuraikan di atas, maka kebijakan
untuk tidak mencantumkan ranking di raport tampaknya dapat menjadi
alternatif yang bijaksana. Hal ini mengingat bahwa tujuan belajar yang
sesungguhnya adalah bagaimana anak bisa menguasai ilmu atau ketrampilan
yang diajarkan kepadanya, bukan untuk membandingkannya dengan anak
lain, yang bisa mengarah pada terabaikannya potensi dan kemampuan khas
yang dimiliki masing-masing anak.
Kalaupun tetap ingin memberikan ranking, hendaknya ranking
cukup diketahui oleh guru atau orangtua murid saja dengan maksud untuk
keperluan-keperluan khusus, seperti untuk menjadi bahan pertimbangan
pada proses seleksi ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi, merencanakan
program-program remedial atau program-program yang dapat
mengoptimalkan potensi anak, dsb. Namun demikian, bila hal ini dilakukan,
maka perlu diingat bahwa pemberian ranking tersebut bukan ditujukan untuk
membedakan besarnya penghargaan yang akan diberikan kepada anak. Anak
harus dihargai apa adanya yaitu sebagai manusia yang memiliki kelebihan
dan kekurangan yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya.
Penyelesaian :
akan digunakan sebuah definisi yang berasall dari Benjamin S. Bloom dalam
in individual students.
perubahan pada diri anak didik karena ada dua hal yang harus dilakukan
dasar penetapan ada tidaknya perubahan, dan derajat perubahan yang terjadi.
Bukti-bukti yang dikumpulkan dapat bersifat kuantitatif, membagi hasil
lain.
Assessment is a simple method faculty can use to collect feedback, early and
often, on how well their students are learning what they are being
taught (artinya: asesmen kelas adalah suatu metode yang sederhana dapat
term that includes testing. A test is a special form of assessment. Tests are
may be administered. In other words, all tests are assessments, but not all
istilah yang luas yang mencakup tes (pengujian). Tes adalah bentuk khusus
dari asesmen. Tes adalah salah satu bentuk asesmen. Dengan kata lain,
semua tes merupakan asesmen, namun tidak semua asesmen berupa tes)
Overton, Terry (2008): Assesment is a process of gathering information to
monitor progress and make educational decisions if necessary. As noted in my
definition of test, an assesment may include a test, but also include methods such
as observations, interview, behavior monitoring, etc, (artinya: sesmen adalah
suatu proses pengumpulan informasi untuk memonitor kemajuan dan bila
diperlukan pengambilan keputusan dalam bidang pendidikan. Sebagaimana
disebutkan dalam definisi saya tentang tes, suatu asesmen bisa saja terdiri dari tes,
atau bisa juga terdiri dari berbagai metode seperti observasi, wawancara,
monitoring tingkah laku, dan sebagainya).
Palomba and Banta(1999), Assessment is the systematic collection , review
, and use of information about educational programs undertaken for the purpose
of improving student learning and development (Artinya: asesmen adalah
pengumpulan, reviu, dan penggunaan informasi secara sistematik tentang program
pendidikan dengan tujuan meningkatkan belajar dan perkembangan
siswa). Sebagai salah satu bagian yang penting dalam rangkaian proses
pendidikan dan pengajaran, dapat dikatakan semua kegiatan pendidikan dan
pengajaran baik tidaknya di tentukan oleh penilaian, dan tentunya di dalam
prakteknya tidak melihat hasil baiknya saja tetapi juga harus melihat kriteria atau
hal-hal yang perlu di perhatikan dalam penilaian, antara lain :
Pelajar.
Aksara.
http://www.fai.umj.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=39
&Itemid=54