Anda di halaman 1dari 12

Nama : Elvira Riska Harahap

NIM : 8166172022
Prodi : Pendidikan Matematika B-II
Mata Kuliah : Evaluasi Pembelajaran Matematika

1. Jelaskan proses pembuatan instrument non-tes yabg baik.


Penyelesaian :
Menurut Hadjar, dalam suatu penelitian tertentu, peneliti harus mengikuti
langkah-langkah penyusunan instrument (non-tes), yaitu: 1). Mendefinisikan
variabel; 2). Menjabarkan variabel ke dalam indikator yang lebih rinci; 3).
Menyusun butir-butir; 4). Melakukan uji coba; 5). Menganalisis
kesahihan (validity) dan keterandalan (reliability).
Suryabrata berpendapat bahwa langkah-langkah peyusunan alat ukur
khususnya atribut non-tes adalah: 1). Pengembangan spesifikasi alat ukur; 2).
Penulisan pernyataan atau pertanyaan; 3). Penelaahan pernyataan atau pertanyaan;
4). Perakitan instrumen (untuk keperluan uji-coba); 5). Uji-coba; 6). Analisis hasil
uji-coba; 7). Seleksi dan perakitan instrumen; 8). Administrasi instrumen; 9).
Penyusunan skala dan norma.
Secara lebih rinci, Djaali dan Muljono menjelaskan langkah-langkah
penyusunan dan pengembangan instrumen yaitu:
1) Sintesa teori-teori yang sesuai dengan konsep variabel yang akan diukur dan buat
konstruk variable.
2) Kembangkan dimensi dan indikator variabel sesuai dengan rumusan konstruk
variable.
3) Buat kisi-kisi instrumen dalam bentuk tabel spesifikasi yang memuat dimensi,
indikator, nomor butir dan jumlah butir untuk setiap dimensi dan indicator.
4) Tetapkan besaran atau parameter yang bergerak dalam suatu rentangan kontinum
dari suatu kutub ke kutub lain yang berlawanan.
Adapun yang termasuk instrument non tes, yaitu :
1. Observasi
Observasi merupakan suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan
memperhatikan tingkah lakuya. Secara umum observasi adalah cara menghimpun
bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan
dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang
dijadikan sasaran pengamatan.
Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah
melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen.
Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang
digambarkan akan terjadi.
Dari penelitian berpengalaman diperoleh suatu petunjuk bahwa mencatat
data observasi bukanlah sekedar mencatat, tetapi juga mengadakan pertimbangan
kemudian mengadakan penilaian ke dalam suatu skala bertingkat. Misalnya kita
memperhatikan reaksi penonton televise, bukan hanya mencatat bagaimana reaksi
itu, dan berapa kali muncul, tetapi juga menilai reaksi tersebut, sangat, kurang,
atau tidak sesuai dengan yang kita kehendaki.
Observasi dapat dilakukan pada berbagi tempat misalnya kelas pada waktu
pelajaran, dihalaman sekolah pada waktu bermain, dilapangan pada waktu murid
olah raga, upacara dan lain-lain.
Adapun langkah-langkah penyusunan obesevasi, yaitu :
1. Merumuskan tujuan
2. Merumuskan kegiatan
3. Menyusun langkah-langkah
4. Menyusun kisi-kisi
5. Menyusun panduan observasi
6. Menyusun alat penilaian
2. Wawancara (Interview)
Wawancara, suatu cara yang dilakukan secara lisan yang berisikan
pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan tujuan informsi yang hendak digali.
wawancara dibagi dalam 2 kategori, yaitu pertama, wawancara bebas yaitu si
penjawab (responden) diperkenankan untuk memberikan jawaban secara bebas
sesuai dengan yang ia diketahui tanpa diberikan batasan oleh pewawancara.
Kedua adalah wawancara terpimpin dimana pewawancara telah menyusun
pertanyaan pertanyaan terlebih dahulu yang bertujuan untuk menggiring penjawab
pada informasi-informasi yang diperlukan saja.
Wawancara adalah suatu teknik penilain yang dilakukan dengan jalan
percakapan (dialog) baik secara langsung (face to pace relition) secara langsung
apabila wawancara itu dilakukan kepada orang lain misalnya kepada orang
tuannya atau kepada temannya.
Adapun langkah-langkah penyusunan wawancara, yaitu :
1. Perumusan tujuan
2. Perumusan kegiatan atau aspek-aspek yang dinilai
3. Penyusunan kisi-kisi
4. Penyusunan pedoman wawancara
5. Lembaran penilaian.
3. Angket
Pada dasarnya angket adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi
oleh orang yang akan diukur (responden). Pada umumnya tujuan penggunaan
angket atau kuesioner dalam proses pembelajaran terutama adalah untuk
memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan
dalam menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka.
Angket sebagai alat penilaian non-tes dapat dilaksanakan secara langsung
maupun secara tidak langsung. Dilaksanakan secara langsung apabila angket itu
diberikan kepada anak yang dinilai atau dimintai keterangan sedangkan
dilaksanakan secara tidak langsung apabila nagket itu diberikan kepada orang
untuk dimintai keterangan tentang keadaan orang lain. Misalnya diberikan kepada
orangtuanya, atau diberikan kepada temannya.
Angket adalah daftar pertanyaan yang terbagi dalam beberapa kategori.
Pembagiannya dibedakan menjadi dua, yaitu pembagian kuesioner berdasarkan
siapa yang menjawab, dan pembagian berdasarkan cara menjawab.
Adapun langkah-langkah penyusunan angket, yaitu :
1. Merumuskan tujuan
2. Merumuskan kegiatan
3. Menyusun langkah-langkah
4. Menyusun kisi-kis
5. Menyusun panduan angket
6. Menyusun alat penilaian
2. Mengapa instrument perlu divalidasi sebelum digunakan untuk evaluasi?

Penyelesaian :
Jika kita kembali ke definisi validitas (Validitas berasal dari kata validity
yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur
dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat
dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut
menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai
dengan maksud dilakukan pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data
yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang
memiliki validitas rendah (Azwar, 1997).), maka dapat disimpulkan bahwa
validitas mutlak diperlukan oleh sebuah alat ukur atau alat tes agar tujuan
pengukuran relevan dengan data yang diperlukan atau diperoleh. Sebagai
contoh, sebuah timbangan badan, dikatakan memiliki validitas jika dapat
mengukur berat badan manusia secara akurat. Keakuratan timbangan badan
tersebut sebelumnya harus diuji terlebih dahulu, melalui proses terra
timbangan oleh Badan Metrologi. Uji validitas tersebut mutlak diperlukan
oleh timbangan agar orang yang menggunakan merasa yakin bahwa ukuran
1 kg pada timbangan benar-benar valid mengukur 1 kg berat benda.
3. Bagaimana pendapat Anda terhadap pemberian ranking di sekolah saat ini?
Penyelesaian :
Sebelumnya perlu kita pahami terlebih dahulu hakikat tujuan belajar
yang sesungguhnya, karena tujuan pemberian ranking seharusnya sejalan
dengan tujuan belajar yang akan dicapai siswa.
Tujuan belajar pada hakikatnya adalah menguasai ilmu/ materi
/ketrampilan. Seberapa jauh tujuan belajar tersebut dapat dicapai oleh
seorang siswa, idealnya harus dapat dimonitor melalui data kuantitatif dan
kualitatif yang tertera di raport atau buku laporan hasil belajar siswa. Data
kuantitatif yang tertera di raport merupakan data berupa angka yang
mencerminkan seberapa besar nilai prestasi siswa dalam menguasai materi
pelajaran yang diajarkan. Sedangkan data kualitatif, merupakan data
keterangan yang menjelaskan bagaimana sikap dan cara kerja siswa dalam
mencapai prestasinya tersebut.
Ranking, sebagai salah satu bentuk data kuantitatif yang tertera di
raport, dapat menunjukkan posisi atau urutan prestasi seorang siswa dilihat
dari prestasi seluruh siswa dalam kelas atau sekolahnya. Semakin tinggi nilai
ranking yang diperoleh, idealnya dapat mencerminkan semakin tinggi pula
tingkat pencapaian tujuan belajarnya. Atau sebaliknya, semakin rendah nilai
ranking berarti semakin rendah pula tingkat pencapaian tujuan belajarnya.
Namun pada kenyataannya, nilai ranking yang ada, tidak selamanya bisa
menunjukkan secara akurat seberapa jauh tingkat pencapaian tujuan belajar
siswa. Hal ini bisa terjadi misalnya karena adanya kecurangan yang
dilakukan siswa pada saat pengambilan nilai dilakukan ( misal : siswa
menyontek), ketidak validan alat tes (misal : soal-soal terlalu mudah atau
tidak bisa mengukur tingkat penguasaan materi) atau adanya faktor
subjektivitas guru terhadap penilaian yang diberikan kepada masing-masing
siswa (misal: "murah" dalam memberi nilai kepada siswa yang satu, tapi
‘mahal’ memberi nilai pada siswa yang lain). Bila hal ini yang terjadi maka
pemberian ranking tidak akan bermanfaat dalam membuat pemetaan tentang
prestasi akademik siswa atau pemetaan tentang sejauhmana keberhasilan
mencapai tujuan belajar.
Penekanan pada prestasi akademik semata pada saat penentuan
ranking yang selama ini dilakukan, juga seringkali dianggap sebagai segi
negatif dari adanya pemberian ranking. Karena hal ini dianggap
mengabaikan prestasi-prestasi non akademik yang dimiliki siswa. Anak
yang memiliki ranking tinggi atau dianggap pintar, bisa saja sebenarnya
memiliki banyak kelemahan dalam bidang non akademis. Atau sebaliknya,
seorang anak yang memiliki ranking rendah atau dianggap tidak pintar,
belum tentu seorang tidak memiliki keunggulan atau kelebihan.
Selain itu, bila kita lihat praktek atau realitas di lapangan, ternyata
sangat sulit untuk membuat perbandingan secara kuantitatif antara satu
siswa dengan siswa lainnya yang mencakup keseluruhan aspek potensi dan
kemampuan anak yang sesungguhnya. Misalnya Anak yang memiliki
kemampuan yang tinggi dalam bidang matematika akan sangat sulit
dibandingkan kemampuannya dengan anak-anak yang memiliki kemampuan
yang tinggi dalam hal olahraga atau seni. Padahal dalam proses pembuatan
ranking, semua bidang kemampuan akademik dinilai setara satu sama
lainnya, dan bisa dijumlahkan.
Segi negatif lain dari pemberian ranking adalah adanya
kecenderungan untuk memberi label pada anak. Pada anak yang
memperoleh nilai ranking yang baik (misalnya 5 atau 10 besar), maka secara
tidak langsung akan di”cap” pintar sehingga bukan tidak mungkin akan
membuat anak menjadi sombong atau “overconfidence”. Sebaliknya anak
yang mendapat nilai ranking rendah , bukan tidak mungkin akan menjadi
anak yang rendah diri.
Selain itu, pemberian ranking juga bisa membuat sebagian anak
menjadi merasa tertekan atau merasa stress, karena ia merasa kalah bersaing
dengan teman-temannya. Dengan adanya perasaan stress ini, bukan tidak
mungkin justru membuatnya semakin tidak bersemangat untuk belajar dan
membuatnya semakin mendapatkan nilai ranking yang rendah, demikian
seterusnya sehingga konsep dirinya menjadi semakin buruk.
Walaupun demikian, pemberian ranking sebenarnya juga masih
memiliki manfaat, misalnya bagi siswa dengan gaya belajar tertentu
(menyukai tantangan), maka dengan adanya ranking bisa memacu semangat
belajarnya. Selain itu, dengan adanya ranking, guru dapat lebih mudah untuk
mengelompokkan siswa yang pintar dan kurang pintar sehingga kelas
menjadi lebih homogen dan memudahkan guru untuk menyesuaikan metode
pengajarannya dengan daya tangkap kelompok siswa tersebut.
Melihat segi negatif yang lebih banyak ketimbang segi positif dari
pemberian ranking di raport siswa, seperti diuraikan di atas, maka kebijakan
untuk tidak mencantumkan ranking di raport tampaknya dapat menjadi
alternatif yang bijaksana. Hal ini mengingat bahwa tujuan belajar yang
sesungguhnya adalah bagaimana anak bisa menguasai ilmu atau ketrampilan
yang diajarkan kepadanya, bukan untuk membandingkannya dengan anak
lain, yang bisa mengarah pada terabaikannya potensi dan kemampuan khas
yang dimiliki masing-masing anak.
Kalaupun tetap ingin memberikan ranking, hendaknya ranking
cukup diketahui oleh guru atau orangtua murid saja dengan maksud untuk
keperluan-keperluan khusus, seperti untuk menjadi bahan pertimbangan
pada proses seleksi ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi, merencanakan
program-program remedial atau program-program yang dapat
mengoptimalkan potensi anak, dsb. Namun demikian, bila hal ini dilakukan,
maka perlu diingat bahwa pemberian ranking tersebut bukan ditujukan untuk
membedakan besarnya penghargaan yang akan diberikan kepada anak. Anak
harus dihargai apa adanya yaitu sebagai manusia yang memiliki kelebihan
dan kekurangan yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya.

4. Apakah system penilaian yang dilaksanakan guru dapat mempengaruhi

kualitas prestasi siswa? Jelaskan.

Penyelesaian :

Istilah penilaian sebagai terjemahan dari “Evaluation” jika dalam

kepustakaan lain digunakan istilah assesmen, appraisal, sebagai panduan

akan digunakan sebuah definisi yang berasall dari Benjamin S. Bloom dalam

bukunya Handbook or Formative and Summative Evaluation of Student

Learning dikatakan bahwa Evaluation, as we see it, is the systimatic

collection of evidence to determine whither infact certain changes are taking

place in the learns as well as to determine the a mount or degree of change

in individual students.

Dari definisi di atas yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam

melakukan penilaian harus yakin bahwa pendidikan dapat membawa

perubahan pada diri anak didik karena ada dua hal yang harus dilakukan

yaitu : mengumpulkan bukti-bukti yang cukup untuk kemudian dijadikan

dasar penetapan ada tidaknya perubahan, dan derajat perubahan yang terjadi.
Bukti-bukti yang dikumpulkan dapat bersifat kuantitatif, membagi hasil

pengukuran berbentuk angka misalnya dari testing, pemberian tugas

penampilan (performance), kertas kerja, laporan tugas lapangan dan lain-

lain.

Bukti dapat pula bersifat kualitatif, tidak berbentuk bilangan,

melainkan hanya menunjukkan kualifikasi hasil belajar seperti baik sekali,

sedang, rajin, cermat dan lain-lain. Bukti-bukti kuantitatif maupun kualitatif

yang dikumpulkan, seharusnya memenuhi persyaratan tertentu agar

dijadikan dasar pengambilan keputusan adanya perubahan perilaku dan

derajat perubahannya secara adil dan objektif. Pengambilan keputusan selalu

dipengaruhi oleh value judgment, karena itu peran bukti-bukti penilaian

tersebut tidak bisa diabaikan, demi kepentingan semua siswa.

Penilaian adalah hasil pengukuran dan penentuan pencapaian hasil

belajar, sementara evaluasi adalah penentuan nilai suatu program dan

penentuan pencapaian tujuan suatu program. Adapun tujuan penilaian

meliputi: 1) menilai kemampuan individual melalui tugas tertentu, 2)

menentukan kebutuhan pembelajaran, 3) membantu dan mendorong siswa,

4) membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik, 5)

menentukan strategi pembelajaran, 6) akuntabilitas lembaga, dan 7)

meningkatakan kualitas pendidikan

Depdiknas (2004:23) mengemukakan penilaian adalah suatu proses

sistematis yang mengandung pengumpulan informasi, menganalisis dan

menginterpretasi informasi tersebut untuk membuat keputusan keputusan.

Menegaskan pendapat di atas, Hamalik (2003:210) mengemukakan bahwa


penilaian adalah suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan

penafsiran informasi untuk menilai (assess) keputusan-keputusan yang

dibuat dalam merancang suatu sistem pengajaran. Sedangkan Arikunto

(1997:3) mengemukakan bahwa penilaian dalam pendidikan adalah kegiatan

menilai yang terjadi dalam kegiatan pendidikan atau sekolah.

Guru ataupun pengelola pengajaran mengadakan penilaian dengan

maksud melihat apakah usaha yang dilakukan melalui pengajaran sudah

mencapai tujuan. Sementara itu, menurut Angelo (1991): Classroom

Assessment is a simple method faculty can use to collect feedback, early and

often, on how well their students are learning what they are being

taught (artinya: asesmen kelas adalah suatu metode yang sederhana dapat

digunakan untuk mengumpulkan umpan balik, baik di awal maupun setelah

pembelajaran tentang seberapa baik siswa mempelajari apa yang telah

diajarkan kepada mereka.)

Kizlik, Bob (2009): Assessment is a process by which information is

obtained relative to some known objective or goal. Assessment is a broad

term that includes testing. A test is a special form of assessment. Tests are

assessments made under contrived circumstances especially so that they

may be administered. In other words, all tests are assessments, but not all

assessments are tests (artinya : asesmen adalah suatu proses di mana

informasi diperoleh berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Asesmen adalah

istilah yang luas yang mencakup tes (pengujian). Tes adalah bentuk khusus

dari asesmen. Tes adalah salah satu bentuk asesmen. Dengan kata lain,

semua tes merupakan asesmen, namun tidak semua asesmen berupa tes)
Overton, Terry (2008): Assesment is a process of gathering information to
monitor progress and make educational decisions if necessary. As noted in my
definition of test, an assesment may include a test, but also include methods such
as observations, interview, behavior monitoring, etc, (artinya: sesmen adalah
suatu proses pengumpulan informasi untuk memonitor kemajuan dan bila
diperlukan pengambilan keputusan dalam bidang pendidikan. Sebagaimana
disebutkan dalam definisi saya tentang tes, suatu asesmen bisa saja terdiri dari tes,
atau bisa juga terdiri dari berbagai metode seperti observasi, wawancara,
monitoring tingkah laku, dan sebagainya).
Palomba and Banta(1999), Assessment is the systematic collection , review
, and use of information about educational programs undertaken for the purpose
of improving student learning and development (Artinya: asesmen adalah
pengumpulan, reviu, dan penggunaan informasi secara sistematik tentang program
pendidikan dengan tujuan meningkatkan belajar dan perkembangan
siswa). Sebagai salah satu bagian yang penting dalam rangkaian proses
pendidikan dan pengajaran, dapat dikatakan semua kegiatan pendidikan dan
pengajaran baik tidaknya di tentukan oleh penilaian, dan tentunya di dalam
prakteknya tidak melihat hasil baiknya saja tetapi juga harus melihat kriteria atau
hal-hal yang perlu di perhatikan dalam penilaian, antara lain :

 Penilaian harus mencakup tiga aspek kemampuan, yaitu


pengetahuan dan sikap.
 Menggunakan berbagai cara penilaian pada waktu kegiatan belajar
sedang berlangsung
 Pemilihan alat dan jenis penilaian berdasarkan rumusan tujuan
pembelajaran
 Mengacu pada tujuan dan fungsi penilaian,misal pemberian umpan
balik,memberikan laporan pada orang tua,dan pemberian informasi
pada siswa tentang tingkat keberhsilan belajarnya.
 Alat penilaian harus mendorong kemapuan penalaran dan
kreativitas siswa, misalnya tes tertulis uraian, portofolio, hasil
karya siswa,observasi dan lain-lain.
 Penilaian dapat dilakukan melalui tes dan non tes.
 Mengacu pada prinsip diferensiasi,yakni memberikan peluang
kepada siswa untuk menunjukkan apa yang diketahui, yang
dipahami, dan mampu dilakukannya.
 Tidak bersifat diskriminasi, yakni untuk memilih-milih mana siswa
yang berhasil dan mana yang gagal dalam menerima pembelajaran
(Depdiknas,2003 : 37)

Ahli lain mengatakan bahwa penilaian adalah suatu kegiatan untuk


membuat keputusan tentang hasil pembelajaran dari masing-masing siswa,
serta keberhasilan siswa dalam kelas secara keseluruhan. Penilaian juga
merupakan indikator keberhasilan guru dalam proses pembelajaran
(Supratiningsih dan Suharja, 2006).
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian
dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu
(tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja, proses, orang, objek, dan yang
lain). Alat penilaian yang baik adalah yang mampu mengukur keberhasilan
proses pendidikan secara tepat dan akurat. Berikut ini dipaparkan syarat-
syarat alat penilaian yang baik.
Sumber :

Azwar, S. (1997). Reliabilitas dan Validitas(Ed. 3). Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Widoyoko, S. Eko Putro. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, Suharsimi. 1987. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina

Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penilaian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

Pedoman Penilaian dengan Portofolio. DEPDIKNAS. DIRJEN Pendidikan

Dasar dan Menengah. 2004.

http://www.fai.umj.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=39

&Itemid=54

Anda mungkin juga menyukai