Laporan Kasbes Mata - Riska Ayu R
Laporan Kasbes Mata - Riska Ayu R
Disusun oleh:
Riska Ayu Rustanti
Penguji:
Dr. dr. Trilaksana Nugroho, M.Kes, FISCM, Sp.M (K)
Pembimbing:
dr. Yetrina
HALAMAN PENGESAHAN
0
Judul : Seorang Wanita 19 Tahun dengan Miopia Ringan
Bagian : Ilmu Kesehatan Mata
Penguji : Dr. dr. Trilaksana Nugroho, M.Kes, FISCM, Sp.M (K)
Pembimbing : dr. Yetrina
dr. Yetrina Dr. dr. Trilaksana Nugroho, M.Kes, FISCM, Sp.M (K)
1
LAPORAN KASUS
I. PENDAHULUAN
Media refrakta pada mata terdiri dari kornea, badan kaca, dan lensa yang
menentukan hasil pembiasan sinar pada mata. Pada orang normal susunan pembiasan
oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata seimbang sehingga setelah melalui
media refrakta dibiaskan tepat di daerah macula lutea. Mata yang normal disebut
dengan emetropia dan mata yang tidak bisa membiaskan cahaya tepat sampai macula
lutea disebut ametropia.1 Kelainan refraksi dapat menyebabkan hambatan penglihatan
saat beraktivitas. Miopia atau nearsightedness merupakan kelainan refraksi yang
terjadi karena sinar dari suatu objek yang masuk ke mata akan difokuskan di depan
retina pada mata yang tidak berakomodasi. Penyebab miopia sampai saat ini belum
diketahui secara pasti, diperkirakan bersifat multifaktorial dan berhubungan dengan
faktor genetik (internal) serta lingkungan (eksternal). Faktor internal meliputi genetik,
riwayat keluarga, panjang bola mata, usia, dan jenis kelamin. Faktor eksternal
meliputi pencahayaan saat tidur, membaca, pendidikan dan penghasilan serta aktivitas
melihat dekat.2
Miopia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup menonjol dan
penyebab utama kelainan penglihatan di dunia. Kelainan ini terdapat pada 25%
penduduk di Amerika dan persentase yang lebih tinggi didapatkan di Asia, yang
bahkan mencapai 70%-90% populasi di beberapa negara Asia. Prevalensi miopia di
Eropa sebesar 30-40% dan di Afrika 10%-20%. Organisasi kesehatan dunia WHO
menyebutkan setidaknya 45 juta penduduk dunia buta dan 135 juta penduduk dunia
memiliki low vision. Berdasarkan riset kesehatan dasar 2007, prevalensi nasional
kebutaan di Indonesia yaitu sebesar 0,9% dimana gangguan refraksi menempati
urutan ke-3 setelah katarak dan glaukoma.4
2
II. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Nn. E
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Wonosari Semarang
Pekerjaan : Mahasiswa
Nomor CM : 4916
III. ANAMNESIS
Autoanamnesis tanggal 6 Maret 2018
Keluhan Utama : Kabur saat melihat jauh
3
Riwayat Penyakit Dahulu
▪ Riwayat trauma pada mata sebelumnya (–)
▪ Riwayat pemakaian kacamata sebelumnya (+)
▪ Penderita sehari-hari mengerjakan tugas di depan komputer ±6 jam perhari
▪ Penderita sehari-hari sering menatap layar handphone
▪ Penderita suka membaca dalam jarak yang terlalu dekat
IV. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisik pada 6 Maret 2018
Status Praesens
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital : tekanan darah : 116/60 mmHg
suhu badan : 36,2 oC
nadi : 89/menit
respirasi : 22/menit
Pemeriksaan Fisik : kepala : mesosefal
thoraks : cor : tidak ada kelainan
paru : tidak ada kelainan
abdomen : tidak ada kelainan
ekstremitas : tidak ada kelainan
4
Status Ophthalmologi
5
Tidak dilakukan TEST FLUORESCEIN Tidak dilakukan
V. RESUME
Sejak ± 1 bulan yang lalu penderita mengeluh penglihatan kedua mata kabur.
Penderita masih bisa membaca dengan jelas tulisan dalam jarak dekat, sedangkan
untuk tulisan yang berada pada jarak jauh penderita mengeluhkan tulisan terlihat
kabur meskipun telah menggunakan kacamata minus. Penglihatan kabur tidak
berkurang atau bertambah sejak awal keluhan. Mata terasa pegal serta kepala merasa
pusing terutama saat lama berada di depan komputer ataupun handphone. Pegal pada
mata dan pusing berkurang jika mata merem dan tidur. Penderita tidak ada keluhan
mata merah, tidak ada nyeri atau cekot-cekot pada mata, tidak ada nerocos, tidak ada
silau, tidak ada kotoran mata, tidak ada keluhan melihat pelangi saat menatap sumber
cahaya. Sejak sakit, penderita belum mendapatkan pengobatan apapun untuk
mengatasi keluhan ini. Penderita menggunakan kacamata minus sejak 1 tahun yang
lalu. Kacamata minus milik penderita berukuran kanan -1,00 dan kiri -0,75. Penderita
menggunakan kacamata minusnya hanya pada saat membaca tulisan yang berjarak
jauh terutama saat kuliah, akan tetapi kacamata jarang dipakai selama aktivitas sehari-
hari. Penderita kemudian memeriksakan diri ke Poliklinik Mata Puskesmas Gunung
Pati.
Pemeriksaan Fisik
Status praesens : dalam batas normal
Status oftalmologi :
Oculus Dexter Oculus Sinister
6/30 VISUS 6/30
6/30 S – 1,5 6/6 KOREKSI 6/30 S -1,5 6/6
6
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja : ODS Miopia ringan
VII. PENATALAKSANAAN
Resep kacamata atau lensa kontak sesuai dengan visus koreksi
VIII. PROGNOSIS
OD OS
Quo ad visam ad bonam ad bonam
Quo ad sanam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad vitam ad bonam ad bonam
Quo ad cosmeticam ad bonam ad bonam
IX. EDUKASI
1. Menjelaskan pada penderita tentang penyakitnya bahwa penyakitnya dapat
ditolong dengan menggunakan kacamata ataupun lensa kontak.
2. Menjelaskan tentang pentingnya memakai kacamata koreksi dan menjelaskan
tentang komplikasi yang akan terjadi bila tidak memakai kacamata.
3. Menjelaskan kepada penderita jika ingin menggunakan lensa kontak harus
selalu menjaga kebersihan lensa kontak.
4. Menjelaskan efek samping dari penggunaan lensa kontak jika penderita tidak
bisa menjaga kebersihan lensa kontak. Bila mata merah atau terganggu, lensa
kontak harus segera dilepas dan diperiksakan ke dokter
5. Menjelaskan apabila membaca atau melakukan pekerjaan didepan komputer
dan pekerjaan yang memerlukan penglihatan jarak dekat dalam waktu lama,
sebaiknya beristirahat setiap 30 menit.
6. Menjelaskan kepada penderita untuk tidak membaca terlalu dekat.
7. Menjelaskan tidak boleh membaca sambil tiduran maupun membaca di tempat
remang-remang/cahaya kurang.
X. SARAN
Kontrol pemeriksaan visus setiap 1 tahun.
7
XI. DISKUSI
Kelainan Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca dan panjangnya bola mata. Pada
mata normal, kornea dan lensa akan membelokkan sinar pada titik fokus yang
tepat pada sentral retina (makula lutea). Mata yang normal disebut sebagai mata
emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada
keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh. Kelainan
refraksi adalah keadaan di mana bayangan tegas tidak terbentuk pada retina
(makula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik
pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Keadaan ini memerlukan
susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjang bola mata. Pada kelainan
refraksi, sinar dibiaskan di depan atau di belakang makula lutea.1
8
2. Ametropia refraktif
Ametropia akibat kelainan sistem pembiasan sinar di dalam mata. Bila daya
bias kuat, maka bayangan benda terletak di depan retina (miopia) atau bila
daya bias kurang maka bayangan benda akan terletak di belakang retina
(hipermetropia refraktif).
3. Ametropia kurvatura
Ametropia yang terjadi karena kecembungan kornea atau lensa yang tidak
normal. Pada miopia kurvatura kornea bertambah kelengkungannya seperti
pada keratokonus. Sedangkan pada hipermetropia kurvatura lensa dan kornea
lebih kecil dari kondisi normal.
9
Bila hitung jari tidak bisa, maka pasien diperiksa dengan lambaian tangan pada
jarak 1 m. Pasien disuruh menyebutkan arah lambaian tangan. Hasilnya visus
= 1/300
Bila lambaian tangan tidak bisa maka pasien diperiksa dengan menggunakan
sinar, untuk membedakan gelap-terang dan arah datangnya sinar. Hasilnya
visus = 1/~ LP(light proyeksi) baik/buruk
Bila tidak bisa membedakan gelap dan terang, maka visus = 0. Pastikan
dengan reflek pupil direk dan indirek.
10
Setelah visus menjadi 6/6, kemudian dilakukan pemeriksaan binokularitas1 :
- Duke elder test
Pasien disuruh melihat optotipe snellen dengan menggunakan lensa
koreksi, kemudian ditaruh lensa sferis +0,25 D pada kedua mata. Jika
pasien merasa kabur berarti lensa koreksi sudah tepat, apabila menjadi
jelas berarti pasien masih berakomondasi.
- Alternating cover test
Dilakukan dengan cara menutup kedua mata secara bergantian. Pasien
membandingkan kedua mata mana yang paling jelas. Pada mata miopia,
mata yang paling jelas koreksinya dikurangi. Pada mata hipermetropia,
mata yang paling jelas koreksinya ditambah.
- Distortion test
Pasien disuruh berjalan sambil memakai lensa koreksi. Jika saat berjalan
lantai tidak goyang-goyang dan tidak merasa pusing maka koreksi sudah
tepat.
- Reading test
Untuk pasien yang berusia 40 tahun atau lebih, perlu dilakukan test
penglihatan dekat. Diberi lensa sferis positif sesuai umur kemudian
membaca kartu jaeger.
Lensa addisi untuk penglihatan dekat biasanya diberikan berdasarkan
patokan umur :
- 40 tahun : 1,00 D
- 50 tahun : 2,00 D
- > 60 tahun : 3,00 D
Setelah semua pemeriksaan selesai maka dibuatkan resep kaca mata dimana
sebelumnya telah diukur PD (pupil distance) dengan penggaris.
11
Gambar 1. Optotipe Snellen
Gambar 2. Pinhole
Miopia
Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan
pembiasaan media refraksi terlalu kuat. Miopia atau rabun jauh adalah kelainan
refraksi suatu keadaan mata dimana sinar-sinar sejajar dari jarak tak terhingga
(tanpa akomodasi) dibiaskan di depan retina.1,2
12
Gambar 4. Diameter bola mata pada miopia dan bayang jatuh di depan retina
13
Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk :
a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa
b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertmbah panjangnya bola mata.
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan
ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia pernisiosa = miopia maligna
= miopia degeneratif.
Miopia degeneratif atau myopia maligna bila miopia lebih dari 6 dioptri
disertai kelainan pada fundus okuli terbentuk stafiloma, dan pada bagian temporal
papil terdapat atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah
terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran Bruch yang
dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina.5
14
bertambah panjang. Dijumpai juga vasa choroid yang tampak jelas,
choroid yang atrofi, dan retina tigroid, yakni keadaan di mana retina
lebih tipis akibat kehilangan banyak pigmen sehingga retina tampak
gambaran kuning hitam.
Pada makula, dapat dijumpai atrofi, gambaran mirip perdarahan di
dekat makula, ataupun foster-fuchs fleck
Pada derajat miopia yang sangat tinggi, dapat dijumpai posterior
stafiloma, yakni seluruh polus posterior herniasi ke belakang.
Komplikasi Miopia :
- Ablatio Retina
- Glukoma sudut terbuka
- Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila melihat benda
dekat dan mengeluh kabur apabila melihat jauh. Pasien juga sering
mengeluhkan sakit kepala, sering disertai juling, dan celah kelopak mata
yang sempit. Pasien biasanya juga memiliki kebiasaan mengernyitkan
mata untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole.
Pasien miopia memiliki punctum remotum yang dekat sehingga mata
selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang menimbulkan keluhan
astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka pasien
akan mengeluhkan juling atau esotropia.1,3
Diagnosis miopia
Untuk mendiagnosis miopia dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan pada
mata, pemeriksaan tersebut adalah :
1. Refraksi Subyektif
Diagnosis miopia dapat ditegakan dengan pemeriksaan refraksi subyektif,
seperti yang telah diterangkan sebelumnya metode yang digunakan adalah
dengan metode “trial and error” jarak pemeriksaan 6 m dengan menggunakan
kartu Snellen.
15
2. Refraksi Obyektif
Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja sferis +2,00 D pemeriksa
mengamati refleks fundus yang bergerak berlawanan arah dengan arah
gerakan retinoskop (against movement) kemudian dikoreksi dengan lensa
sferis negatif sampai tercapai netralisasi.
3. Autorefraktometer (komputer)
Yaitu menentukan miopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer.1
Gambar 5. Visus normal, mata miopia, dan mata miopia yang sudah dikoreksi.
Penanganan Miopia
Tujuan penanganan miopia adalah penglihatan binocular yang jelas,
nyaman, efisien, dan kesehatan mata yang baik bagi pasien. Pilihan cara yang
dapat mengatasi kelainan refraksi meliputi2,3 :
16
1. Kacamata koreksi
Pemilihan kacamata masih merupakan metode paling aman untuk
memperbaiki refraksi. Keuntungan penggunaan kacamata meliputi: lebih
murah, lebih aman bagi mata, dan membutuhkan akomodasi yang lebih kecil
daripada lensa kontak. Kerugian penggunaan kacamata meliputi: menghalangi
penglihatan perifer, membatasi kegiatan tertentu, dan mengurangi kosmetik.
2. Lensa kontak
Keuntungan pemakaian lensa kontak adalah: memberikan penglihatan yang
lebih luas, tidak membatasi kegiatan, kosmetik lebih baik. Kerugian
penggunaan lensa kontak: sukar dalam perawatan, mata dapat merah dan
infeksi, tidak semua orang dapat memakainya (mata alergi dan mata kering).
3. Obat
Obat-obatan sikloplegik kadang digunakan untuk mengurangi respon
akomodasi terutama untuk mengatasi pseudomiopia. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa atropin topikal dan cyclopentolate mengurangi progresi
miopia pada anak dengan youth onset-myopia. Namun dilatasi pupil yang
terjadi mengakibatkan silau. Selain itu terdapat reaksi alergi, reaksi
idiosinkrasi, dan toksisitas sistemik, serta pemakaian atropin jangka panjang
dapat mengakibatkan efek buruk pada retina.
4. Orthokeratologi
Tindakan ini bertujuan untuk mendatarkan kornea perifer sehingga sama
datarnya dengan kornea sentral. Beberapa penelitian menunjukkan
orthokeratologi dapat menurunkan miopia hingga 3,00 D; dengan rata-rata
penurunan 0,75 – 1,00 D.
5. Bedah refraktif
Pembedahan ini dilakukan untuk memperbaiki penglihatan akibat gangguan
pembiasan. Jenis pembedahan meliputi pembedahan di kornea (radial
keratotomi, keratektomi fotorefraktif/photorefractive keratectomy/PRK,
automated lamellar keratoplasti/ALK, LASIK) dan lensa (implantasi lensa
intra ocular, clear lens extraction).
17
Analisis Kasus
Pada kasus ini didapatkan diagnosis miopia ringan pada kedua mata
berdasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarah pada diagnosis
tersebut. Pada anamanesis didapatkan data bahwa penderita mengeluh penglihatan
kedua mata kabur. Penderita masih bisa membaca dengan jelas tulisan dalam jarak
dekat, sedangkan untuk tulisan yang berada pada jarak jauh penderita mengeluhkan
tulisan terlihat kabur meskipun telah menggunakan kacamata minus. Penglihatan
kabur tidak berkurang atau bertambah sejak awal keluhan. Mata terasa pegal serta
kepala merasa pusing terutama saat lama berada di depan komputer ataupun
handphone. Pegal pada mata dan pusing berkurang jika mata merem dan tidur.
Penderita tidak ada keluhan mata merah, tidak ada nyeri atau cekot-cekot pada mata,
tidak ada nerocos, tidak ada silau, tidak ada kotoran mata, tidak ada keluhan melihat
pelangi saat menatap sumber cahaya. Sejak sakit, penderita belum mendapatkan
pengobatan apapun untuk mengatasi keluhan ini. Penderita menggunakan kacamata
minus sejak 1 tahun yang lalu. Kacamata minus milik penderita berukuran kanan -
1,00 dan kiri -0,75. Penderita menggunakan kacamata minusnya hanya pada saat
membaca tulisan yang berjarak jauh terutama saat kuliah, akan tetapi kacamata jarang
dipakai selama aktivitas sehari-hari. Penderita kemudian memeriksakan diri ke
Poliklinik Mata Puskesmas Gunung Pati.
Penderita memiliki faktor risiko berupa sering lama berada di depan komputer
maupun handphone, serta membaca dalam jarak dekat. Pada pemeriksaan
oftalmologis didapatkan visus ODS 6/30. Setelah dilakukan koreksi visus OD 6/30 S
– 1,5 6/6 dan OS 6/30 S – 1,5 6/6.
Penatalaksanaan
18
funduskopi disarankan dilakukan untuk melihat keadaan fundus oculi dan saraf.
Edukasi yang diberikan kepada penderita bertujuan untuk mencegah progresifitas
miopia secara cepat dan mempertahankan keadaan penglihatan sebaik mungkin.
Penderita diberi edukasi tentang pentingnya memakai kacamata koreksi dan tentang
komplikasi yang akan terjadi bila tidak memakai kacamata. Menganjurkan penderita
apabila membaca atau melakukan pekerjaan di depan komputer dan pekerjaan yang
memerlukan penglihatan jarak dekat dalam waktu lama supaya beristirahat setiap 30
menit. Penderita juga diberitahu supaya tidak membaca terlalu dekat dan tidak boleh
membaca sambil tiduran maupun membaca di tempat yang intensitas cahayanya
rendah.
19
DAFTAR PUSTAKA
20