Anda di halaman 1dari 7

KOMPLIKASI STROKE

1. Komplikasi neurologik :
a. Edema otak (herniasi otak)
Merupakan komplikasi yang penting stroke akibat infark maupun karena
perdarahan. Pada kasus infark, edema terjadi secara vasogenik dan sitoksik, pada
intra dan extraseluler. Edema mencapai maksimum setelah 4-5 hari paska infark,
diikuti dengan mengaburnya alur gyrus kortikal dan seiring pembesaran infak,
terjadi pergeseran garis tengah otak (midline shift). Setelah terjadi midline shift,
herniasi transtentorial pun terjadi dan mengakibatkan iskemia serta perdarahan di
batang otak bagian rostral.
b. Infark berdarah (pada emboli otak
Emboli otak pada prinsipnya berasal dari jantung dan pembuluh darah besar
ekstrakranial. Emboli yang berasal dari pembuluh darah arteri leher, biasanya
dibentuk dari kombinasi keping darah dan fibrin atau dengan kolesterol. Atheroma
akan mengenai intima, awalnya terdapat deposit dari fatty streak, lalu diikuti oleh
plak fibromuskuloelastis pada sel otot intima yang diisi lemak. Atheroma ini
biasanya memiliki ukuran yang lebih besar daripada ukuran pembuluh darah. Jika
terjadi pelebaran yang mendadak dari plak akibat meningkatnya perdarahan pada
tempat tersebut, maka endotel yang mengandung fibrin dan bekuan darah tadi
akan robek, dan terjadi perdarahan. Kebanyakan cenderung sepanjang perbatasan
yang diperdarahai oleh anastomosis A.meningeal atau bila di A.serebri media
terdapat di ganglia basalis. Kesadaran pasien tiba-tiba menurun dan pernafasan
mengorok. Pada pemeriksaan pungsi lumbal ditemukan cairan serebrospinal
berdarah.
c. Vasospasme (terutama pada PSA)
Fisher dkk, menemukan bahwa spasme sering terjadi pada pembuluh darah
arteri yang dikelilingi oleh sejumlah besar darah subarachnoid. Vasospasme ini
timbul sebagai akibat langsung dari darah atau sebagian produk darah, seperti
hematin atau produk keping darah, pada dinding adventitia dari pembuluh darah
arteri. Gejala vasospasme berupa penurunan kesadaran (misalnya bingung,
disorientasi, ”drowsiness”) dan defisit neurologis fokal tergantung pada daerah
yang terkena. Gejala-gejala berfluktuatif dan dapat menghilang dalam beberapa
hari atau secara gradual menjadi lebih berat.
Mekanisme lain terjadinya vasospasme ialah sebagai respon miogenik
langsung terhadap pecahnya pembuluh darah serta adanya substansi vasotaktif
seperti serotonin, prostaglandin dan katekolamin.
d. Hidrosefalus
Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah, merembes ke
dalam sistem ventrikel atau membanjiri ruang subarachnoid bagaian basal, darah
tersebut akan memasuki foramen Luschka dan Magendie. Dimana pasien akan
mengalami penurunan kesadaran hingga pingsan sebagai akibat dari hidrosefalus
akut. Gejala akan membaik jika dilakukan draining ventrikel, dengan
ventrikulostomi eksternal, atau pada beberapa kasus dapat dilakukan punksi
lumbal. Hidrosefalus sub akut dapat terjadi akibat blokade jalur cairan
serebrospinal oleh darah setelah 2 hingga 4 minggu. Keadaan ini biasanya
didahului oleh nyeri kepala, penurunan kesadaran dan inkontinen.
e. Higroma
Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat akibat kelainan
osmotik.
2. Komplikasi non-neurologik (Akibat proses di otak) :
Akibat proses di otak :
a. Tekanan darah meninggal
Peninggian tekanan darah pada fase akut merupakan respon fisiologis terhadap
iskemia otak, dan tekanan darah akan turun kembali setelah fungsi oatk
membaik kembali. Selian itu tekanan darah tinggi intrakranial, dimana terjadi
iskemia batang otak atau penekanan batang otak. Bila neuron yang menghambat
aktivitas simpatis di batang otak menjadi tidak aktif karena penekanan batang
otak maka akan terjadi hipertensi.
b. Hiperglikemi
Pada stroke, sama seperti iskemi daerah hipothalamus, dapat terjadi reaksi
hiperglikemi. Kadar gula darah sampai 150-175 mg% pada fase akut tidak
memerlukan pengobatan. Penderita dengan perdarahan subarakhnoid ditemukan
gangguan fungsi vegetatif yang bersifat glukosuria dan keadaan ini berhubungan
dengan konsentrasi katekolamin yang tinggi dalam sirkulasi.
c. Edema paru
Edema paru dapat terjadi pada penderita perdarahan intraserebral dan perdarahan
subarakhnoid. Edema paru akut dapat didahului oleh disfungsi kardiovaskuler
secara primer, misalnya infark miokard atau sekunder akibta kelainan susunan
saraf pusat; atau edema paru akibat langsung dari pusat ”edemagenic” seebral.
Proses terjadinya edema paru akibat kelaianan susunan saraf pusat yaitu secara
langsung melalui sistem saraf otonom terutama mekanisme vagal. Mekanisme
lain disebutkan, bahwa edema paru merupakan akibat pelepasan simpatis
berlebihan disertai hipertensi sistemik dan hipertensi pulmonal mengakibatkan
peninggian permeabilitas vaskuler pada paru. Pelepasan simpatis tersebut
dicetuskan oleh tekanan tinggi intrakranial, hipoksia otak atau lesi di
hipothalamus.
d. Kelainan jantung
Kelainan jantung berupa gangguan ritme jantung atau aritmia jantung, terjadi
pada strok fase akut. Sebanyak 50% menunjukkan ventrikuler ektopik berat,
kelainan lain berupa ventrikuler takikardia, blok AV komplit, dan asistolik.
Kelainan ini lebh sering pada gangguan sirkulasi anterior (sistem karotis). Pada
penderita perdarahan subarakhnoid, aritmia jantung dapat menyebabkan
kematian. Kelainan jantung lainnya pada penderita strok fase akut berupa
kerusakan miokard disertai peninggian kadar enzim jantung pada serum, aritmia
jantung dan peninggian kadar katekolamin plasma.
e. Kelainan EKG
Perubahan EKG yang ditemukan pada penderita dengan kerusakan susunan saraf
pusat terutama perdarahan subarakhnoid yaitu ST-T abnormal, gelombang T
besar atau terbalik, pemanjangan interval QT dan gelombang U yang menonjol.
Kelainan EKG sering menyerupai penyakit jantung iskemia dan kadang miokard
infark. Frekuensi saat dan lamanya kelainan tersebut tidak dapat dipastikan, dan
dalam pengalaman biasanya timbul selambat-lambatnya dalam 8 hari setelah
onset.
EKG normal
ST-T abnormal
Biasanya terlihat terutama pada hipokalemi dan berbagai gangguan metabolik.

Gelombang T besar atau terbalik


T terbalik biasanya menandakan adanya suatu iskemia miokard transmural atau

aneurisma
Gelombang T yang sangat tinggi paling sering ditemukan pada hiperkalemia dan
hiper kalsemia. Juga ditemukan pada bradikardi,iskemi subendokardi, cerebrovaskular
accident dan left ventricle overload

Pemanjangan interval QT
pemanjangan interval QT disebabkan oleh obat-obatan seperti Type 1A
antiarrhythmic agents (quinidine, procainamide, disopyramide) & tricyclic
antidepressants/phenothiazines (hipnotik dan major tranquilizer)
gangguan keseimbangan elektrolit Hypokalemia, hypocalcemia atau hypomagnesemia
juga menyebabkan pemanjangan interval QT
untuk CNS, cerbrovaskular accidents, stroke, seizure, coma, intracerebral or
brainstem bleeding. Hipertensi,hipotermi dan diet protein cair juga dapat
menyebabkan pemanjangan interval QT

Gelombang U yang menonjol.


Gelombang u yang terbalik paling sering disebabkan oleh penyakit jantung koroner
dan hipertensi.

f. ”Syndrome Inappropiate Anti Diuretik Hormon” (SIADH)


Rangsangan lesi pada daerah hipothalamus dapat menyebabkan diabetes
insipidus atau SIADH, dengan gejala sebagai berikut:
Gejala intoksikasi air (anoreksia, mual, muntah, letargi, hiperiritabilitas,
delirium, bahkan koma).
g. Natriuresis.
Perdarahan subarakhnoid pada binatang percobaan, menimbulkan hiponatremia
dan natriuresis disertai gangguan sekresi hormon anti diuretik. Keadaan ini
terjadi pada hari ke 5-6 setelah onset dan dapat dijumpai pada setiap penderita
dengan kelainan intrakranial.
h. Retensi cairan tubuh.
i. Hiponatremia.
3.Komplikasi non-neurologik (Akibat imobilisasi) :
a. Bronkopneumonia
Merupakan infeksi paru dan sebagai penyebab kematian tersering pada strok.
Keadaan ini sering terjadi pada penderita yang berbaring terus, terutama disertai
gangguan menelan, gangguan reflek muntah dan reflek batuk dan akibat gerakan
paru yang berkurang. Riwayat merokok dan infeksi paru misalnya bronkhitis
kronis dakan meningkatkan resiko terjadinya bronkopneumonia.
b. Tromboplebitis
Trombosis vena dalam menimbulkan gejala klinik berupa pembengkakan pada
paha dan betis, sering disertai pitting edem, nyeri lokal dengan peninggian suhu.
Trombosis vena dalam paha pada penderita strok sering terjadi pada tungkai yang
lumpuh dan sering bersifat subklinis. Tetapi edem pada tungkai yang lumpuh dan
disertai nyeri belum tentu suatu trombosis vena dalam. Insidensi kelainan ini
terjadi pada penderita strok fase akut. Trombosis vena dalam terjadi selama 14
hai sesudah onset strok dengan puncaknya pada hari ke-5 atau sekitar hari ke-10
setelah onset. Pada penderita yang dirawat di rumah sakit, hampir 50% terjadi
pada betis, 35% pada paha dan 15% mulai betis yang menjalar ke paha.
Trombosis vena dalam dapat menyebabkan bekuan dalam darah dan bila menjalar
ke kranial dapat menyebabkan emboli paru.
c. Emboli paru
Insiden emboli paru yang berasal dari vena femoralis dan vena bagian ilio-
ingiuinal lebih tinggi dibandingkan vena di betis. Emboli paru biasanya terjadi
secara mendadak dan merupakan kasus darurat medik. Emboli paru ditemukan
pada 50% penderita strok yang meninggal dan kadang-kadang sebagai penyebab
kematian.
d. Depresi
Gangguan emosi terutama kecemasan, frustasi, dan depresi merupakan masalah
tersering pada penderita strok. Depresi sering disalahtaksirkan dengan motivasi
yang kurang, terutama pada penderita dengan gangguan komunikasi bermakna.
Umumnya depresi yang terjadi karena adanya masalah-masalah yang kompleks
misalnya biaya, pekerjaan, kemungkinan cacat seumur hidup (menetap) dan
hubungan dalam perkawinan. Depresi dapat dijumpai walaupun pada penderita
strok dengan cacat yang ringan, karean apada dasarnya setiap cacat akan
mengganggu kehidupan normal yang ada sebelumnya.
e. Nyeri dan kaku pada bahu
Nyeri dan kaku pada bahu sisi tubuh yang hemiplegi sangat sering dijumpai dan
biasanya akibat kesalahan berbaring serta kesalahan letak/posisi anggota gerak
yang lumpuh pada fase akut. Nyeri dan kaku pada bahu dapat terjadi akibat:
 Kontraktur akibat spastis
 ”shoulder-hand syndrome” atau ”post-hemiplegic reflex sympathetic
dystrophy”. Pada kasus berat terjadi demineralisasi kaput dan kollum
humerus.
 Inflamasi pada jaringan lunak disekeliling sendi. Keadaan ini terjadi di
akromio-klavikula, sendi gleno-humeral, tendon biseps dan bursa subdeltoid.
 Kalsifikasi ektopik pada jaringan periartikuler, aktur kollum humerus.
 Dislokasi sendi bahu, terutama terjadi pada keadaan flasid.
f. Spastisitas umum
Biasanya bersifat ringan, ditemukan pada penderita strok fase kronik/lanjut.
g. Radang kandung kemih
Infeksi traktus urinarius terutama pada penderita yang menggunakan kateter.
h. Kelumpuhan saraf tepi
Pada penderita strok dapat terjadi lesi kompresi radiks dan saraf tepi yang
bervariasi, terutama akibat anggota gerak yang lumpuh, tidak diletakkan dalam
posisi yang baik. Saraf tepi yang sering terkena adalah N. Radialis, N. Ulnaris, N.
Peroneus komunis dan N. Iskhiadikus.
i. Kontraktur dan deformitas
Kontraktur dapat terjadi mengikuti spastisitas berat yang berlangsung lama.
Terjadinya kontraktru akibat adanya perubahan jaringan lunak disekitar sendi
yang bersifat ireversibel. Kadang-kadang dijumpai keadaan kombinasi kontraktur
dan spastisitas, misalnya deformitas equinovarus dan deformitas pronasi-fleksi
lengan dan tangan.
j. Dekubitus
Dekubitus terjadi pada pasien yang berbaring lama.
k. Atrofi otot
Akibat pasien terlalu lama tidak menggunakan ototnya.

Anda mungkin juga menyukai