Fix Anemia
Fix Anemia
PENDAHULUAN
Anemia adalah suatu masalah global yang terjadi pada negara berkembang
maupun negara maju., dapat terjadi pada seluruh fase kehidupan, namun paling
sering pada wanita hamil dan anak-anak.
Anemia dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab, dan biasanya
setiap kejadian anemia terjadi akibat beberapa kemungkinan penyebab.berbagai
komplikasi dapat terjadi akibat anemia, bahkan gagal jantung kongestif pun dapat
terjadi. Oleh karena itu, perlunya diagnosis dan tatalaksana anemia yang tepat dan
sedini mungkin.
Anemia secara fungsional didefenisikan sebagai penurunan jumlah massa
eritrosit ( red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer ( penurunan
oksigen carrying capacity ) Secara praktis anemia ditunjukan oleh penurunan
kadar Hemoglobin(Hb) , Hematokrit , atau hitung eritrosit ( Red cell count ).
Tetapi yang paling lazim dipakai adalah Hemoglobin kemudian hematokrit. Kadar
Hb dan eritosit sangat bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, ketinggian tempat
tinggal serta keadaan fisiologis tertentu seperti misalnya kehamilan.
Anemia hemolitik adalah suatu keadaan anemia yang terjadi oleh karena
meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan
ketidakmampuan dari sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit untuk
mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit. Untuk mengatasi
kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut, penghancuran sel
eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hiperplasia sumsum tulang
sehingga produksi sel eritrosit akan meningkat dari normal. Hal ini terjadi bila
umur eritrosit berkurang dari 120 hari menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan
anemia, namun bila sumsum tulang tidak mampu mengatasi keadaan tersebut
maka akan terjadi anemia.
1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Case report session ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Solok dan diharapkan agar dapat menambah
pengetahuan penulis serta sebagai bahan informasi bagi para pembaca.
Tujuan penulisan dari case report session ini adalah untuk mengetahui defenisi,
etiologi, patofisiologi, gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan diskusi
mengenai Anemia
Case report session ini dibuat dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk
pada berbagai literatur.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anemia
3
Gambar 2.1. Gambaran prevalensi anemia pada anak usia belum sekolah di dunia
2.1.3. Etiologi
4
2.1.5. Klasifikasi Anemia
C. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorpuskular
a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)
5
b. Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat
defisiensi
G6PD
c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
- Thalasemia
- Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll
2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
a. Anemia hemolitik autoimun
b. Anemia hemolitik mikroangiopatik
c. Lain-lain
6
Anemia defisiensi B12, termasuk anemia
pernisiosa
b. Bentuk non-megaloblastik
Anemia pada penyakit hati kronik
Anemia pada hipotiroidisme
Anemia pada sindrom mielodisplastik
7
Gambar 1. Anemia Hipokromik Mikrositer
8
Gambar 2. Anemia Normokrom Normositer
9
Gambar 5. Anemia Makrositer
10
Dalam keadaan dimana diagnosis definitif tidak dapat ditegakkan, kita
terpaksa memberikan terapi percobaan
Transfusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dengan tanda-
tanda gangguan hemodinamik
11
Memendeknya umur eritrosit tidak saja terjadi pada anemia
hemolitik tetapi juga terjadi pada keadaan eritropoesis inefektiv seperti
pada anemia megaloblastik dan thalasemia. Hormon eritropoetin akan
merangsang terjadinya hiperplasia eritroid (eritropoetin-induced eritroid
hyperplasia) dan ini akan diikuti dengan pembentukan sel eritrosit sampai
10 x lipat dari normal. Anemia terjadi bila serangan hemolisis yang akut
tidak diikuti dengan kemampuan yang cukup dari sumsum tulang untuk
memproduksi sel eritrosit sebagai kompensasi, bila sumsum tulang mampu
mengatasi keadaan tersebut di atas sehingga tidak terjadi anemia, keadaan
ini disebut dengan istilah anemia hemolitik kompensata.
2.2.2 Epidemiologi
Kebanyakan jenis anemia hemolitik sama-sama sering terjadi pada
pria maupun wanita dan dapat terjadi pada usia berapapun. Orang-orang
dari semua ras dapat mengembangkan anemia hemolitik.
2.2.3 Etiologi
Ada dua faktor utama dan mendasar yang memegang peranan
penting untuk terjadinya anemia hemolitik yaitu:
1. Faktor Intrinsik (Intra Korpuskuler).
Biasanya merupakan kelainan bawaan, diantaranya yaitu: a) Kelainan
membran, b) Kelainan molekul hemoglobin, c) Kelainan salah satu enzim
yang berperan dalam metabolisme sel eritrosit.
12
Umur sel eritrosit yang memendek tidak selalu dikaitkan dengan anemia
hemolitik, ada beberapa penyakit yang menyebabkan anemia dengan umur
eritrosit yang pendek namun tidak digolongkan kedalam anemia hemolitik,
diantaranya yaitu : a) leukemia, b) limfoma malignum, c) gagal ginjal
kronik, d) penyakit liver kronik, e) rheumatoid arthritis, f) anemia
megaloblastik.
2.2.4 Klasifikasi
1. Anemia Hemolitik Bawaan
1.1. Kelainan pada Membran Sel Eritrosit
1.1.1. Hereditary Spherositosis
1.1.2. Hereditary Ellipstositosis
1.1.3. Abetalipoproteinemia ( Acanthositosis )
1.1.4. Hereditary Stomacytosis
1.1.5. Defisiensi Lecithin-cholesterol acyl Transferase (LCAT)
1.1.6. Hereditary Pyropoikilositosis
1.1.7. High Phosphatydil-choline Hemolitik Anemia
1.1.8. Rh-nul Diseases
1.1.9. McLeod Phenotype
1.2. Defisiensi Enzim Glikolitik Eritrosit
1.2.1. Pyruvate Kinase C
1.2.2. Hexokinase
1.2.3. Glucose-phosphat Isomerase
1.2.4. Phosphofruktokinase
1.2.5. Triosephosphate Isomerase
1.2.6. Phosphoglyserate Kinase
1.3. Kelainan Metabolisme Nukleotida Eritrosit
1.3.1. Defisiensi Pyrimidine 5 nukleotidase
1.3.2. Adenosine Deaminase Excess
1.3.3. Defisiensi Adenosine Triphosphatase
1.3.4. Defisiensi Adenylate Kinase
13
1.4. Defisiensi dari Enzim yang terlibat dalam Metabolisme Pentose
Phosphate Pathway dan Glutatione
1.4.1. Glucose 6 Phosphate Dehyrogenase (G6PD)
1.4.2. Glutamyl-Cystein Synthetase
1.4.3. Glutathione Synthetase
1.4.4. Glutathione Reduktase
1.5. Kelaianan Sintesis dan Struktur Hemoglobin
1.5.1. Unstable Hemoglobin Disease
1.5.2. Sickle Cell Anemia
1.5.3. Hemoglobinopathies Homozygote (CC,DD,EE)
1.5.4. Thalassemia Mayor
1.5.5. Hemoglobin-H Diseases
1.5.6. Doubly Heterozygous Disorders ( SC-Dis.,Sickle-Thalass.)
14
2.1.4.1.2. Sekunder
2.1.4.2. Paroxysmal Cold Hemoglobinuria
2.2. Anemia Hemolitik Mikroangiopatik dan Traumatik
2.2.1. Prosthetic Valve dan Kelainan jantung yang lain
2.2.2. Hemolitik -Uremia Syndrome
2.2.3. Trombotic Trombositopenia Purpura
2.2.4. DIC ( Disseminated Intravascular Coagulation )
2.2.5. Hubungannya dengan Phenomena Immunologic (Graft-
rejection, Immune-complex Disease)
2.3. Infektious .
2.3.1. Protozoa: Malaria, Toxoplasma, Lheismaniasis,
Trypanosomiasis
2.3.2. Bakteri: Bartonellosis, Infeksi Clostridial, Kolera, Typhoid
Fever dan lain-lain.
2.4. Zat Kimia, Obat dan Racun Bisa
2.4.1. Zat Kimia dan Obat-obat Oksidan
2.4.1.1. Napththalene
2.4.1.2. Nitrofurantoin
2.4.1.3. Sulfonamide
2.4.1.4. Sulfones
2.4.1.5. Para-aminosalicylate
2.4.1.6. Phenacetin
2.4.1.7. Phenylsemicarbazide
2.4.1.8. Resorcin
2.4.1.9. Phenylhydrazine
2.4.1.10. Aniline
2.4.1.11. Hydroxilamine
2.4.1.12. Nitrobenzene
2.4.1.13. Phenolderivate
2.4.1.14. Chlorates
2.4.1.15. Molekuler Oxygen
15
2.4.2. Zat Kimia Non-Oksidan
2.4.2.1. Arsine
2.4.2.2. Copper
2.4.2.3. Water
2.4.2.4. Hubungannya dengan Dialisis dan Uremia.
2.4.2.5. Venoms
2.5. Physical Agent
2.5.1. Thermal Injury
2.5.2. Ionizing Irradiation
2.6. Hypophosphatemia
2.7. Spur-cell Anemia pada Penyakit Hati .
2.8. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria ( PNH )
2.9. Defisiensi Vit.E pada Newborn.
16
menunjukkan adanya tanda-tanda meningkatnya proses penghancuran
dan pembentukan sel eritrosit yang berlebihan dapat kita lihat berupa:
Berkurangnya umur sel eritrosit.
Umur eritrosit dapat diukur dengan menggunakan Cr-Labeled
eritrosit, pada anemia hemolitik umur eritrosit dapat berkurang sampai
20 hari. Meningkatnya penghancuran eritrosit dapat kita lihat dari
tingkat anemia, ikterus dan retikulositosis yang terjadi, oleh sebab itu
pemeriksaan umur eritrosit ini bukan merupakan prosedur
pemeriksaan rutin untuk menegakkan diagnosis anemia hemolitik.
Meningkatnya proses pemecahan heme, ditandai dengan adanya:
Meningkatnya kadar billirubin indirek darah.
Meningkatnya pembentukan CO yang endogen.
Meningkatnya kadar billirubin darah (hiperbillirubinemia).
Meningkatnya ekskresi urobillinogen dalam urin.
4. Meningkatnya kadar enzim Lactat Dehydrogenase (LDH) serum.
Enzim LDH banyak dijumpai pada sel hati, otot jantung, otak dan sel
eritrosit, kadar LDH dapat mencapai 1200 U/ml.
Isoenzim LDH-2 lebih dominan pada anemia hemolitik sedang
isoenzim LDH-1 akan meninggi pada anemia megaloblastik.
5. Adanya tanda-tanda hemolisis intravaskular diantaranya yaitu:
Hemoglobinemia (meningkatnya kadar Hb.plasma).
Tidak adanya/rendahnya kadar haptoglobulin darah.
Hemoglobinuria (meningkatnya Hb.urin).
Hemosiderinuria (meningkatnya hemosiderin urin).
Methemoglobinemia.
Berkurangnya kadar hemopexin serum.
17
Sel retikulosit merupakan sel eritrosit yang masih mengandung
ribosom, pemeriksaannya dilakukan dengan menggunakan
pengecatan Brelian Cresiel Blue (BCB), nilai normal berkisar antara
0,8–2,5 % pada pria dan 0,8–4,1 % pada wanita, jumlah retikulosit
ini harus dikoreksi dengan rasio hemoglobin/hematokrit (Hb/0.45)
sedang jumlah retikulosit absolut dapat dihitung dengan
mengkalikan jumlah retikulosit dengan jumlah eritrosit.
Perlu juga dihitung Retikulosit Production Index ( RPI ) yaitu:
Makrositosis
Sel eritrosit dengan ukuran lebih besar dari normal, yaitu dengan
nilai Mean Corpuscular Volume (MCV) > 96 fl.
Eritroblastosis
Leukositosis dan trombositosis
18
Sel Akantosit, kelainan pada komposisi zat lemak sel eritrosit yaitu
pada abetalipoproteinemia.
Sel Spur biasanya ditemukan pada keadaan sirosis hati.
Sel Stomatosit, ada hubungannya dengan kation eritrosit jarang pada
keadaan penyakit hemolitik yang diturunkan biasa terjadi pada
keracunan alcohol.
Sel Target, spesifik untuk: penyakit thalassemia, LCAT defisiensi dan
post-splenektomi.
Elliptocyte bentuk eritrositnya oval.
Sickle Cell.
Schistocyte, Helmet Bel dan fragmentosit sel, biasanya ada
hubungannya dengan trauma pada sel eritrosit.
19
thalassemia, sickle cell anemia, leptositosis, sel target, dengan kata lain
osmotik fragiliti sitosis penting dalam menentukan adanya kelainan
morfologi eritrosit.
2.2.6 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnostik anemia hemolitik dan penyebabnya maka
kita harus berpatokan pada dua keadaan yang berbeda yaitu:
1. Menentukan ada tidaknya anemia hemolitik, yaitu:
1.1.Adanya tanda-tanda penghancuran serta pembentukan sel eritrosit
yang berlebihan pada waktu yang sama.
1.2.Terjadi anemia yang persisten yang diikuti dengan hipereaktivitas
dari sistem eritropoesis .
1.3.Terjadi penurunan kadar hemoglobin dengan sangat cepat tanpa
bisa diimbangi dengan eritropoesis normal.
1.4.Adanya tanda-tanda hemoglobinuria atau penghancuran eritrosit
intravaskular.
2. Menentukan penyebab spesifik dari anemia hemolitik, yaitu dengan
mendapatkan informasi dari anamnesa yang tepat dan cermat terhadap
pasien serta dari basil pemeriksaan sediaan apus darah tepi Clan
Antiglobulin Test (Coomb’s Test) , dari data ini dapat kita bedakan lima
grup pasien yaitu :
2.1 Anemia hemolitik yang disebabkan oleh adanya exposure terhadap
infeksi , zat kimia dan kontak fisik .
2.2 Hasil pemeriksaan Coomb’s Test positif menunjukan Anemia
Hemolitik Autoimune (AlHA).
2.3 Hasil pemeriksaan Coomb’s Test negatif kemungkinan adanya
anemia hemolitik spherositik yaitu pada hereditary spherositosis.
2.4 Kelainan morfologi sel eritrosit yang spesifik : elliptositosis dan
sickle sel anemi .
2.5 Golongan pasien dengan Coomb’s test negatip dan tidak adanya
kelainan morfologi eritrosit yang spesifik, hal ini perlu
pemeriksaan tambahan yaitu Hemoglobin elektroforese dan heat
20
denaturation test untuk unstable hemoglobin diseases. Bila hasil
pemeriksaan laboratorium tersebut diatas menunjukan hasil normal
maka diagnosis anemi hemolitik menjadi sulit, kelainan enzym-
enzym eritrosit merupakan penyakit yang sangat jarang kali
dijumpai, namun perlu dilakukan pemeriksaan enzym eritrosit
tersebut diantaranya yaitu enzim Glukose 6-phosphat
dehydrogenase dengan pemeriksaan secara enzimatik.
2.2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan
penyebabnya. Bila karena reaksi toksik-imunologik yang didapat diberikan
adalah kortikosteroid (prednison, prednisolon), kalau perlu dilakukan
splenektomi. Apabila keduanya tidak berhasil, dapat diberikan obat-obat
sitostatik, seperti klorambusil dan siklofosfamid.
2.2.8 Prognosis
Prognosis jangka panjang pada pasien penyakit ini adalah baik.
Splenektomi sering kali dapat mengontrol penyakit ini atau paling tidak
memperbaikinya.
21
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS
Nama : Tn. D
Umur : 24 tahun
Pekerjaan : Pedagang
No MR : 157542
Alamat : Kacang
3.2 ANAMNESA
Keluhan Utama :
Seorang pasien laki-laki berumur 24 tahun dating ke IGD RSUD Solok dengan
keluhan demam sejak 2 minggu SMRS.
22
Riwayat Penyakit Dahulu :
Kesadaran : CMC BB : 60 kg
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 37,6 oC
23
STATUS GENERALISATA
Paru-paru :
Jantung :
Abdomen :
24
- Perkusi : timpani (+)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
Extremitas :
Superior :
Inferior :
Darah Rutin
Hb : 5,6 gr/dl
MCV : 83,9 fL
MCH : 25,1 pg
MCHC : 29,9 gr/dL
Ht : 18,7 %
WBC : 9.280 /mm3
PLT : 891.000 /mm3
Kimia Klinik
Tes widal :
Tipe H : 1/80
Tipe O : - negative
Pucat
Lesu
Mudah lelah
Kurang nafsu makan
Konjungtiva anemis (+)
Hb : 5,6 gr/dl (Hb menurun)
25
3.6 Diagnosa Kerja
Perdarahan akut
Trombositosis
Anemia hemolitik autoimun
3.8 Penatalaksanaan
IVFD RL 12 jam/kolf
Paracetamol 3 x 500 mg
Domperidon 2 x 15 mg
As. Folat 2 x 5 mg
Curcuma 3 x 20 mg
3.10 Komplikasi
3.11 Prognosis
26
FOLLOW UP PASIEN
Darah rutin
Hb : 5.2 g/dL
Ht : 17,3 %
Mcv : 84.8 fL
Mch : 25.5 pg
Mchc : 30.1 g/dl
Retikulosit : 10 %
27
Wbc : 7.960 /mm3
Plt : 666.000 /mm3
GDT:
- Basofil: 0
- Eosinofil : 3
- Netrofil batang : 0
- Netrofil segmen: 65
- Limfosit : 22
- Monosit : 10
- Eritrosit : anisositosis,
fragmentosit, burr cell
- Trombosit : jumlah
meningkat
Kesan : anemia normositik
normokrom
28
29
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
30
DAFTAR PUSTAKA
31