Anda di halaman 1dari 5

Sistem Transportasi dan Dampak Bagi Lingkungan

Posted by WALHI Jabar on December 31, 2007


Posted in: Artikel. 2 Comments
BUDI IMANSYAH S.
MASALAH kemacetan dan polusi (pencemaran) dari sistem transportasi darat memang
merupakan problema yang sulit dicari solusinya. Hal ini bukan saja menimpa Kota Bandung, namun
kota-kota lainnya di Indonesia, bahkan kota-kota di dunia pun juga mengalami kesulitan dalam
upaya mengurangi kemacetan dan menekan kadar polusi udara dari kendaraan bermotor. Untuk itu,
perencanaan sistem transportasi haruslah menjadi prioritas dalam upaya menanggulangi hal
tersebut, terutama dalam menekan dampak negatif bagi lingkungan. Memang, dampak sektor
transportasi terhadap lingkungan perlu dikendalikan dengan melihat semua aspek yang ada di
dalam sistem transportasi, mulai dari perencanaan sistem transportasi, model transportasi, sarana,
pola aliran lalu lintas, jenis mesin kendaraan dan bahan bakar yang digunakan.
Dampak negatif dari masalah sistem transportasi ini adalah tingginya kadar polutan akibat
emisi (pelepasan) dari asap kendaraan bermotor. Hal ini bisa menjadi ancaman serius bila dibiarkan
begitu saja, bukan saja bagi lingkungan yang kita diami, lebih jauh ini bisa mengakibatkan
menurunnya derajat kesehatan masyarakat dengan berjangkitnya penyakit saluran pernapasan
akibat polusi udara.
Program langit biru (PLB) yang pernah dicanangkan oleh Pemkot Bandung dalam rangka
menekan tingkat pencemaran udara di Kota Bandung, pada praktiknya sulit untuk diterapkan dan
disosialisasikan kepada masyarakat. Terbukti dengan masih banyaknya masyarakat yang
menggunakan mobil pribadi atau kendaraan roda dua dibandingkan dengan menaiki kendaraan
umum. Termasuk dalam pemeliharaan kondisi mesin kendaraan pun masih banyak yang tidak
terawat, hingga menimbulkan semakin bertambahnya tingkat pencemaran udara.
Hal inilah yang harus menjadi pemikiran kita bersama dalam upaya memelihara dan
menyamankan Kota Bandung sebagai kota yang bersih dengan tingkat polusi yang minim. Tentunya
upaya ini adalah dengan adanya manajemen yang baik dalam perencanaan sistem transportasi.
Dalam artian, sistem transportasi yang hemat energi dan berwawasan lingkungan.

Perencanaan sistem transportasi


Pada dasarnya pemilihan model transportasi ditentukan dengan mempertimbangkan salah
satu persyaratan pokok, yaitu pemindahan barang dan manusia dilakukan dalam jumlah yang
terbesar dan jarak yang terkecil. Transportasi massal merupakan pilihan yang lebih baik
dibandingkan dengan transportasi individual. Dengan mengurangi jumlah sarana transportasi
(kendaraan) sekecil mungkin dan dalam waktu tempuh yang sekecil mungkin akan diperoleh
efisiensi yang tertinggi, sehingga pemakaian total energi per penumpang akan sekecil mungkin, dan
intensitas emisi pencemar yang dikeluarkan akan berkurang.
Aspek perencanaan perkotaan dan sistem transportasi akan menjadi faktor generik dampak
yang umumnya timbul, khususnya penggunaan energi, pencemaran udara-termasuk dalam
mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas. Selama aspek sistem transportasi yang memadai dan
sesuai terlaksana dalam konteks perencanaan kota –melalui manajemen transportasi– efisiensi
energi dan pencegahan dampak bagi lingkungan dapat dilakukan.
Dengan demikian, dalam mencapai sistem transportasi yang hemat energi, diperlukan terlebih
dahulu upaya proaktif dalam perencanaan yang menjamin bahwa sistem transportasi yang
direncanakan sesuai dengan tata ruang dan perencanaan kota, dalam cakupan waktu tertentu.
Keadaan yang banyak ditemui sekarang di kota-kota besar Indonesia, umumnya timbul karena tidak
serasi lagi antara program perencanaan tata kota dengan sistem transportasi yang ada, terutama
akibat gejala urbanisasi yang jauh di luar perkiraan semula.
Dalam keadaan ini, umumnya upaya remedial sistem transportasi yang diterapkan lebih
banyak bertujuan memecahkan masalah yang timbul sekarang dan berjangka panjang, tanpa
integrasi yang sesuai dengan perencanaan kotanya. Tanpa perbaikan mendasar pada aspek
perencanaan sistem transportasi secara menyeluruh, masalah sporadik yang timbul beserta
implikasi dampaknya tak akan dapat terpecahkan dengan tuntas.

Dampak bagi lingkungan


Perencanaan sistem transportasi yang kurang matang, bisa menimbulkan berbagai
permasalahan, diantaranya kemacetan dan tingginya kadar polutan udara akibat berbagai
pencemaran dari asap kendaraan bermotor. Dampak yang dirasakan akibat menurunnya kualitas
udara perkotaan adalah adanya pemanasan kota akibat perubahan iklim, penipisan lapisan ozon
secara regional, dan menurunnya kualitas kesehatan masyarakat yang ditandai terjadinya infeksi
saluran pencernaan, timbulnya penyakit pernapasan, adanya Pb (timbal) dalam darah, dan
menurunnya kualitas air bila terjadi hujan (hujan asam).
Polutan (bahan pencemar) yang ada di udara–seperti gas buangan CO (karbon monoksida)–
lambat laun telah memengaruhi komposisi udara normal di atmosfer. Hal ini dapat memengaruhi
kondisi lingkungan dengan adanya dampak perubahan iklim. Ketidakpastian masih banyak dijumpai
dalam “model prediktif” yang ada sekarang, antara lain mengenai respons alam terhadap kenaikan
temperatur bumi sendiri, serta disagregasi perubahan iklim global ke tingkat regional, dan
sebagainya.
Dalam sebuah bukunya tentang pencemaran udara (2001), Dr, Ir. Moestikahadi Soedomo,
M.Sc, DEA, menyebutkan tentang pengaruh pencemaran udara bagi lingkungan–khususnya bagi
terjadinya pemanasan global dalam setengah abad mendatang– diperkirakan akan meliputi
kenaikan permukaan laut, perubahan pola angin, penumpukan es dan salju di kutub. Selain itu juga
akan terjadi peningkatan badai atmosferik, bertambahnya populasi dan jenis organisme penyebab
penyakit dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat, perubahan pola curah hujan, dan
perubahan ekosistem hutan, daratan serta ekosistem lainnya.
Adapun dampak negatif bagi kesehatan masyarakat, diketahui kontak antara manusia dengan
CO, misalnya, pada konsentrasi yang relatif rendah, yakni 100 ppm (mg/lt) akan berdampak pada
gangguan kesehatan. Hal ini perlu diketahui terutama dalam hubungannya dengan masalah
lingkungan karena konsentrasi CO di udara umumnya memang kurang dari 100 ppm. Senyawa CO
dapat menimbulkan reaksi pada hemoglobin (Hb) dalam darah. Adapun faktor penting yang
menentukan pengaruh COHb terdapat dalam darah, makin tinggi persentase hemoglobin yang
terikat dalam bentuk COHb, semakin fatal pengaruhnya terhadap kesehatan manusia.

Sistem transportasi ramah lingkungan


Perencanaan sistem transportasi harus disertai dengan pengadaan prasarana yang sesuai
dan memenuhi persyaratan dan kriteria transportasi antara lain volume penampungan, kecepatan
rata-rata, aliran puncak, keamanan pengguna jalan. Selain itu harus juga memenuhi persyaratan
lingkungan yang meliputi jenis permukaan, pengamanan penghuni sepanjang jalan, kebisingan,
pencemaran udara, penghijauan, dan penerangan.
Dalam mencapai sistem transportasi yang ramah lingkungan dan hemat energi, persyaratan
spesifikasi dasar prasarana jalan yang digunakan sangat menentukan. Permukaan jalan halus,
misalnya, akan mengurangi emisi pencemaran debu akibat gesekan ban dengan jalan. Tabir akustik
atau tunggul tanah dan jalur hijau sepanjang jalan raya akan mereduksi tingkat kebisingan
lingkungan pemukiman yang ada di sekitar dan sepanjang jalan, dan juga akan mengurangi emisi
pencemar udara keluar batas jalan kecepatan tinggi. Dalam konteks ini, untuk mencapai sistem
transportasi darat tersebut, ada beberapa hal yang perlu dijalankan,di antaranya;
1. Rekayasa lalu lintas.
Rekayasa lalu lintas khususnya menentukan jalannya sistem transportasi yang direncanakan.
Penghematan energi dan reduksi emisi pencemar dapat dioptimalkan secara terpadu dalam
perencanaan jalur, kecepatan rata-rata, jarak tempuh per kendaraan per tujuan (vehicle mile trip dan
passenger mile trip), dan seterusnya. pola berkendara (driving pattern/cycle) pada dasarnya dapat
direncanakan melalui rekayasa lalu lintas.
Data mengenai pola dan siklus berkendaraan yang tepat di Indonesia belum tersedia hingga
saat ini. Dalam perencanaan, pertimbangan utama diterapkan adalah bahwa aliran lalu lintas
berjalan dengan selancar mungkin, dan dengan waktu tempuh yang sekecil mungkin, seperti yang
dapat di uji dengan model asal-tujuan (origin-destination). Dengan meminimumkan waktu tempuh
dari setiap titik asal ke titik tujuannya masing-masing akan dapat dicapai efisiensi bahan bakar yang
maksimum, dan reduksi pencemar udara yang lebih besar.
2. Pengendalian pada sumber (mesin kendaraan).
Jenis kendaraan yang digunakan sebagai alat transportasi merupakan bagian di dalam sistem
transportasi yang akan memberikan dampak bagi lingkungan fisik dan biologi akibat emisi
pencemaran udara dan kebisingan. Kedua jenis pencemaran ini sangat ditentukan oleh jenis dan
kinerja mesin penggerak yang digunakan. Persyaratan pengendalian pencemaran seperti yang
diterapkan Amerika Serikat (AS) telah terbukti membawa perubahan-perubahan besar dalam
perencanaan mesin kendaraan bermotor yang beredar di dunia sekarang ini.
Sejak tahun 1970, bersamaan dengan krisis energi dan fenomena pencemaran udara di Los
Angeles Smog, dikeluarkan persyaratan-persyaratan yang ketat oleh pemerintah Federal untuk
mengendalikan emisi kendaraan bermotor dan efisiensi bahan bakar. Perubahan-perubahan yang
dilakukan dalam rencana mesin, meliputi pemasangan (katup) PCV palse sistem karburasi, sistem
pemantikan yang memungkinkan pembakaran lebih sempurna, sirkulasi uap bahan bakar minyak
(BBM) untuk mengurangi emisi tangki BBM, dan after burner untuk menurunkan emisi. Sedangkan
teknologi retrofit disyaratkan dengan pemasangan alat Retrofit Catalitic Converter untuk mereduksi
emisi HC dan NOX dan debu (TSP). Teknologi ini membawa implikasi yang besar terhadap sistem
BBM, karena TEL tidak dapat lagi ditambahkan dalam BBM.
3. Energi transportasi.
Besarnya intensitas emisi yang dikeluarkan kendaraan bermotor selain ditentukan oleh jenis
dan karakteristik mesin, juga sangat ditentukan oleh jenis BBM yang digunakan. Seperti halnya
penggunaan LPG, akan memungkinkan pembakaran sempurna dan efisiensi energi yang tinggi.
Selain itu dalam rangka upaya pengendalian emisi gas buang, bila peralatan retrofit digunakan,
diperlukan syarat bahan bakar, khusus yaitu bebas timbal.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, diharapkan sistem transportasi perkotaan, terutama bagi
Kota Bandung akan sesuai dengan yang diharapkan, khususnya dalam upaya mengurangi tingkat
kemacetan dan mencegah semakin meningkatnya kadar polutan udara oleh asap kendaraan
bermotor. Mudah-mudahan Kota Bandung sebagai kota yang nyaman, indah, dan bersih akan tetap
terpelihara eksistensinya. Wallahu’alam.***
Penulis pemerhati masalah lingkungan, tergabung dalam Himpunan Ahli Kesehatan
Lingkungan Indonesia (HAKLI).

Anda mungkin juga menyukai