Anda di halaman 1dari 7

TUGAS SEJARAH

KERAJAAN SAMUDRA PASAI DAN


KERAJAAN ACEH
Disusun oleh :
X MIPA 1 / Kelompok 1
 Baqiatus Sholihah (09)
 Dzikri Asshiddiqi (12)
 Ramadhani Putra DP (28)
 Sahda Salsabila (33)

SMA NEGERI 3 PAMEKASAN


TAHUN PELAJARAN 2017/2018
A. Kerajaan Aceh
1. Letak Geografis
Kerajaan Aceh Darussalam mulai awal abad XVI hingga abad XIX (tahun
1873/1874) terletak di ujung sebelah Utara pulau sumatera dan merupakan
bahagian paling utara dan paling barat dari kepulauan Nusantara. Di sebelah Barat
terbentang Samudera Hindia, sebelah timur dan utara terbentang selat Malaka.
Pada masa itu, selat malaka merupakan jalur perdagangan yang ramai dilauli
kapal kapal dari tiongkok dan kepulauan Nusantara ke India. Tempat-tempat
strategis di sepanjang selat malaka, saling berganti sebagai pelabuhan niaga dan
tempat mengambil perbekalan bagi kapal-kapal yang lewat di Selat Malaka.
Selama beberapa abad, Malaka terkenal sebagai pusat niaga tiga jurusan antara
negeri Tiongkok, India, nan negeri-negeri di Asia Tenggara. Selain itu, Malaka dan
bandar-Bandar di pantai Selat Malaka berfungsi juga sebagai pusat penyebaran
agama Islam yang dilakukan para pedagang Islam yang berasal dari negeri-negeri
di Timur Tengah dan juga dari Gujarat. Muncul dan berkembangnya Kerajaan
Aceh Darussalam pada abad XVI dan XVII dipengaruhi juga oleh letak
geografisnya pada jalur pelayaran selat malaka.

2. Kehidupan Politik
Kerajaan Aceh didirikan Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1530 setelah
melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Pidie. Tahun 1564 Kerajaan Aceh di
bawah pimpinan Sultan Alaudin al-Kahar (1537-1568). Sultan Alaudin al-Kahar
menyerang kerajaan Johor dan berhasil menangkap Sultan Johor, namun kerajaan
Johor tetap berdiri dan menentang Aceh. Pada masa kerajaan Aceh dipimpin oleh
Alaudin Riayat Syah datang pasukan Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de
Houtman untuk meminta ijin berdagang di Aceh.
Penggantinya adalah Sultan Ali Riayat dengan panggilan Sultan Muda, ia
berkuasa dari tahun 1604-1607. Pada masa inilah, Portugis melakukan
penyerangan karena ingin melakukan monopoli perdagangan di Aceh, tapi usaha
ini tidak berhasil.
Setelah Sultan Muda digantikan oleh Sultan Iskandar Muda dari tahun 1607-
1636, kerajaan Aceh mengalami kejayaan dalam perdagangan. Banyak terjadi
penaklukan di wilayah yang berdekatan dengan Aceh seperti Deli (1612), Bintan
(1614), Kampar, Pariaman, Minangkabau, Perak, Pahang dan Kedah (1615-1619).
Gejala kemunduran Kerajaan Aceh muncul saat Sultan Iskandar Muda
digantikan oleh Sultan Iskandar Thani (Sultan Iskandar Sani) yang memerintah
tahun 1637-1642. Iskandar Sani adalah menantu Iskandar Muda. Tak seperti
mertuanya, ia lebih mementingkan pembangunan dalam negeri daripada ekspansi
luar negeri. Dalam masa pemerintahannnya yang singkat, empat tahun, Aceh
berada dalam keadaan damai dan sejahtera, hukum syariat Islam ditegakkan, dan
hubungan dengan kerajaan-kerajaan bawahan dilakukan tanpa tekanan politik
ataupun militer.
Pada masa Iskandar Sani ini, ilmu pengetahuan tentang Islam juga
berkembang pesat. Kemajuan ini didukung oleh kehadiran Nuruddin ar-Raniri,
seorang pemimpin tarekat dari Gujarat, India. Nuruddin menjalin hubungan yang
erat dengan Sultan Iskandar Sani. Maka dari itu, ia kemudian diangkat menjadi
mufti (penasehat) Sultan. Pada masa ini terjadi pertikaian antara golongan
bangsawan (Teuku) dengan golongan agama (Teungku).
Seusai Iskandar Sani, yang memerintah Aceh berikutnya adalah empat orang
sultanah (sultan perempuan) berturut-turut. Sultanah yang pertama adalah
Safiatuddin Tajul Alam (1641- 1675), janda Iskandar Sani. Kemudian berturut-
turut adalah Sri Ratu Naqiyatuddin Nurul Alam, Inayat Syah, dan Kamalat Syah.
Pada masa Sultanah Kamalat Syah ini turun fatwa dari Mekah yang melarang Aceh
dipimpin oleh kaum wanita. Pada 1699 pemerintahan Aceh pun dipegang oleh
kaum pria kembali.
Pada tahun 1816, sultan Aceh yang bernama Saiful Alam bertikai dengan
Jawharul Alam Aminuddin. Kesempatan ini dipergunakan oleh Gubernur Jenderal
asal Inggris, Thomas Stanford Raffles yang ingin menguasai Aceh yang belum
pernah ditundukkan oleh Belanda. Ketika itu pemerintahan Hindia Belanda yang
menguasai Indonesia tengah digantikan oleh pemerintahan Inggris. Pada tanggal 22
April 1818, Raffles yang ketika itu berkedudukan di Bengkulu, mengadakan
perjanjian dagang dengan Aminuddin. Berkat bantuan pasukan Inggris akhirnya
Aminuddin menjadi sultan Aceh pada tahun 1816, menggantikan Sultan Saiful
Alam.
Pada tahun 1824, pihak Inggris dan Belanda mengadakan perjanjian di
London, Inggris. Traktat London ini berisikan bahwa Inggris dan Belanda tak
boleh mengadakan praktik kolonialisme di Aceh. Namun, pada 1871, berdasarkan
keputusan Traktat Sumatera, Belanda kemudian berhak memperluas wilayah
jajahannya ke Aceh.
Dua tahun kemudian, tahun 1873, Belanda menyerbu Kerajaan Aceh. Alasan
Belanda adalah karena Aceh selalu melindungi para pembajak laut. Sejak saat
itu, Aceh terus terlibat peperangan dengan Belanda. Lahirlah pahlawan-
pahlawan tangguh dari Aceh, pria-wanita, di antaranya Teuku Umar, Cut
Nyak Dien, Panglima Polim.
Perang Aceh ini baru berhenti pada tahun 1912 setelah Belanda mengetahui
taktik perang orang-orang Aceh. Runtuhlah Kerajaan Aceh, yang dikenal
sebagai Serambi Mekah, yang telah berdiri selama tiga abad lebih. Kemenangan
Belanda ini berkat bantuan Dr. Snouck Horgronje, yang sebelumnya menyamar
sebagai seorang muslim di Aceh. Pada tahun 1945 Aceh menjadi bagian dari
Republik Indonesia.

3. Kehidupan Masyarakat
4. Kemunduran
1)setelah sultan iskan dar wafat,tidak ada lagi raja-raja yang mampu mengendalikan
aceh.
2)timbulnya pertikaian terus menerus antara golongan ulama dan golongan bangsawan.
3)daerah yang dikuasai aceh banyak melepaskan diri.
4)kekalahan aceh melawan portugis di malaka(1629)mengurangi kewibawaan aceh
5)belanda diberi izin mendirikan kantor dagang di aceh.
6)munculnya kota dagang banten yang merupakan saingan aceh
7)terjadinya perang aceh-belanda yang berkepanjangan

B. Kerajaan Samudra pasai


1. Letak Geografis
Kerajaan Samudera Pasai terletak di pantai utara Aceh, pada muara Sungai
Pasangan (Pasai). Pada muara sungai itu terletak dua kota, yaitu Samudera
(agak jauh dari laut) dan Pasai (kota pesisir). Kedua kota yang
masyarakatnya sudah masuk Islam tersebut disatukan oleh Marah Silu atau
Merah Selu yang masuk Islam berkat pertemuannya dengan Syekh Ismail,
seorang utusan Syarif Mekah. Merah Selu kemudian dinobatkan menjadi
sultan (raja) dengan gelar Sultan Malik al Saleh.

2. Kehidupan Politik
Setelah resmi menjadi kerajaan Islam (kerajaan bercorak Islam pertama
di Indonesia), Samudera Pasai berkembang pesat menjadi pusat
perdagangan dan pusat studi Islam yang ramai. Pedagang dari India,
Benggala, Gujarat, Arab, Cina serta daerah di sekitarnya banyak
berdatangan di Samudera Pasai.

Samudera Pasai setelah pertahanannya kuat segera meluaskan


kekuasaan ke daerah pedalaman, meliputi Tamiang, Balek Bimba,
Samerlangga, Beruana, Simpag, Buloh Telang, Benua, Samudera, Perlak,
Hambu Aer, Rama Candhi, Tukas, Pekan, dan Pasai. Dalam rangka
islamisasi, Sultan Malik al Saleh menikah dengan putri Raja Perlak.

Sultan Malik al Saleh mangkat pada tahun 1297 dan dimakamkan di


Kampung Samudera Mukim Blang Me dengan nisan makam berciri Islam.
Jabatan Sultan Pasai kemudian diteruskan oleh putranya, Sultan Malik al
Thahir. Sultan ini memiliki dua orang putra, yaitu Malik al Mahmud dan
Malik al Mansur. Ketika masih kecil, keduanya diasuh oleh Sayid Ali
Ghiatuddin dan Sayid Asmayuddin. Kedua orang putranya itulah yang
kemudian mewarisi takhta kerajaan. Sementara itu, kedua pengasuhnya itu
diangkat menjadi perdana menteri. Ibu kota kerajaan pernah dipindahkan
ke Lhok seumawe.

Sepeninggal Sultan Malik al-Saleh, Samudra Pasai diperintah oleh


Malik al-Zahir I (1297 – 1302). Ia sering mendapat sebutan Sultan
Muhammad. Pada masa pemerintahannya, tidak banyak yang dilakukan.
Kemudian takhta digantikan oleh Ahmad yang bergelar Al Malik az-Zahir
II. Pada masanya, Samudra Pasai dikunjungi oleh Ibnu Batutah, seorang
utusan dari Delhi yang sedang mengadakan perjalanan ke Cina dan singgah
di sana. Menurut Ibnu Batutah, Samudra Pasai memiliki armada dagang
yang sangat kuat. Baginda raja yang bermazhab Syafi'i sangat kuat imannya
sehingga berusaha menjadikan Samudra Pasai sebagai pusat agama Islam
yang bermazhab Syafi'i.

Pada abad ke-16, bangsa Portugis memasuki perairan Selat Malaka dan
berhasil menguasai Samudera Pasai pada 1521 hingga tahun 1541.
Selanjutnya wilayah Samudera Pasai menjadi kekuasaan Kerajaan Aceh
yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam. Waktu itu yang menjadi raja di
Aceh adalah Sultan Ali Mughayat.
Berikut ini adalah urutan para raja yang memerintah di Samudera
Pasai, yakni:

1. Sultan Malik as Saleh (Malikul Saleh).


2. Sultan Malikul Zahir, meninggal tahun 1326.
3. Sultan Muhammad, wafat tahun 1354.
4. Sultan Ahmad Malikul Zahir atau Al Malik Jamaluddin,
meninggal tahun 1383.
5. Sultan Zainal Abidin, meninggal tahun 1405.
6. Sultanah Bahiah (puteri Zainal Abidin), sultan ini meninggal
pada tahun 1428.

3. Kehidupan Masyarakat

4. Kemunduran
Faktor Interen Kemunduran Kerajaan
Samudra Pasai
a. Tidak Ada Pengganti yang Cakap dan Terkenal Setelah
Sultan Malik At Thahrir
Kerajaan Samudera Pasai mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahan Sultan Malik At Tahrir, sistem pemerintahan Samudera
Pasai sudah teratur baik, Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan
internasional. Pedagang-pedagang dari Asia, Afrika, China, dan Eropa
berdatangan ke Samudera Pasai. Hubungan dagang dengan pedagang-
pedagang Pulau Jawa juga terjalin erat. Produksi beras dari Jawa ditukar
dengan lada.
Setelah Sultan Malik At Tahrir wafat tidak ada penggantinya yang cakap
dalam meminmpin kerajaan Samudra Pasai dan terkenal, sehingga peran
penyebaran agama Islam diambil alih oleh kerajaan Aceh.
b. Terjadi Perebutan kekuasaan
Pada tahun 1349 Sultan Ahmad Bahian Syah malik al Tahir meninggal
dunia dan digantikan putranya yang bernama Sultan Zainal Abidin Bahian
Syah Malik al-Tahir. Bagaimana pemerintahan Sultan Zainal Abidin ini
tidak banyak diketahui. Rupanya menjelang akhir abad ke-14 Samudra
Pasai banyak diliputi suasana kekacauan karenaa terjadinya perebutan
kekuasaan, sebagai dapat diungkap dari berita-berita Cina. Beberapa faktor
yang menyebabkan runtuhnya kerajaan Samudra Pasai, yaitu
pemberontakan yang dilakukan sekelompok orang yang ingin
memberontak kepada pemerintahan kerajaan Samudra Pasai. Karena
pemberontakan ini, menyebabkan beberapa pertikaian di Kerajaan
Samudra Pasai. Sehingga terjadilah perang saudara yang membuat
pertumpahan darah yang sia-sia.
Faktor Eksteren kemunduran Kerajaan
Samudra Pasai
a. Serangan dari Majapahit Tahun 1339
Mahapatih Gajah Mada rupanya sedikit terusik mendengar kabar tentang
kebesaran Kerajaan Samudera Pasai di seberang lautan sana. Majapahit
khawatir akan pesatnya kemajuan Kerajaan Samudera Pasai. Oleh karena
itu kemudian Gajah Mada mempersiapkan rencana penyerangan Majapahit
untuk menaklukkan Samudera Pasai. Desas-desus tentang serangan tentara
Majapahit, yang menganut agama Hindu Syiwa, terhadap kerajaan Islam
Samudera Pasai santer terdengar di kalangan rakyat di Aceh. Ekspedisi
Pamalayu armada perang Kerajaan Majapahit di bawah komando
Mahapatih Gajah Mada memulai aksinya pada 1350 dengan beberapa
tahapan.
Selain alasan faktor politis, serangan Majapahit ke Samudera Pasai dipicu
juga karena faktor kepentingan ekonomi. Kemajuan perdagangan dan
kemakmuran rakyat Kerajaaan Samudera Pasai telah membuat Gajah
Mada berkeinginan untuk dapat menguasai kejayaan itu. Ekspansi
Majapahit dalam rangka menguasai wilayah Samudera Pasai telah
dilakukan berulangkali dan Kesultanan Samudera Pasai pun masih mampu
bertahan sebelum akhirnya perlahan-lahan mulai surut seiring semakin
menguatnya pengaruh Majapahit di Selat Malaka.
b. Berdirinya Bandar Malaka yang Letaknya Lebih Strategis
Tercatat, selama abad 13 sampai awal abad 16, Samudera Pasai dikenal
sebagai salah satu kota di wilayah Selat Malaka dengan bandar pelabuhan
yang sangat sibuk. Pasai menjadi pusat perdagangan internasional dengan
lada sebagai salah satu komoditas ekspor utama.
Letak geografis kerajaan samudera pasai terletak di Pantai Timur Pulau
Sumatera bagian utara berdekatan dengan jalur pelayaran internasional
(Selat Malaka). Letak Kerajaan Samudera Pasai yang strategis,
mendukung kreativitas mayarakat untuk terjun langsung ke dunia maritim.
Samudera pasai juga mempersiapkan bandar – bandar yang digunakan
untuk:
1) Menambah perbekalan pelayaran selanjutnya
2) Mengurus masalah – masalah perkapalan
3) Mengumpulkan barang – barang dagangan yang akan dikirim ke luar
negeri
4) Menyimpan barang – barang dagangan sebelum diantar ke beberapa
daerah di Indonesia.
Namun Setelah kerajaan Samudra Pasai dikuasai oleh Kerajaan Malaka
pusat perdagangan dipindahkan ke Bandar Malaka. Dengan beralihnya
pusat perdagangan ke Bandar Malaka maka perekonomian di Bandar
Malaka menjadi ramai karena letaknya yang lebih strategis dibanding
bandar-bandar di Samudra Pasai.
c. Serangan Portugis
Orang-orang Portugis memanfaatkan keadaan kerajaan Samudra Pasai
yang sedang lemah ini karena adanya berbagai perpecahan (kemungkinan
karena politik / kekuasaan) dengan menyerang kerajaan Samudra Pasai
hingga akhirnya kerajaan Samudra Pasai runtuh. Sebelumnya memang
orang-orang Portugis telah menaklukan kerajaan Malaka, yang merupakan
kerajaan yang sering membantu kerajaan Samudra Pasai dan menjalin
hubungan dengan kerajaan Samudra Pasai.

Anda mungkin juga menyukai