Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PEMBAHASAN
fosfolipid
Asam arakidonat
Enzim lipoksigenase Enzim siklooksigenase
Hidroperoksid Endoperoksid
PGG2/PGH
Tromboksan A2
2.3 Patologi
Adapun penyebab nyeri sendiri yaitu akibat pengeluaran prostaglandin
secara berlebihan akibat adanya rangsangan nyeri. Adapun rangsangan nyeri
sendiri yaitu :
1. Fisika , dapat berupa benturan dan menyebabkan bengkak
2. Kimia, dapat terjadi karena tertetesi HCL dan zat-zat kimia lainnya
3. Biologi , dapat terjadi karena terinfeksi bakteri atau kuman
Nyeri timbul oleh karena aktivasi dan sensitisasi sistem nosiseptif, baik
perifer maupun sentral. Dalam keadaan normal, reseptor tersebut tidak aktif.
Dalam keadaan patologis, misalnya inflamasi, nosiseptor menjadi sensitive
bahkan hipersensitif. Adanya pencederaan jaringan akan membebaskan berbagai
jenis mediator inflamasi, seperti prostaglandin, bradikinin, histamin dan
sebagainya. Mediator inflamasi dapat mengaktivasi nosiseptor yang menyebabkan
munculnya nyeri. AINS mampu menghambat sintesis prostaglandin dan sangat
bermanfaat sebagai antinyeri.
b. Indikasi
1. Efek Anti-inflamasi
Aspirin (ASA) adalah penghambat non-selektif kedua isoform
COX, tetapi salisilat jauh lebih kurang efektif dalam menghambat kedua
isoform. Salicylate yang tidak diasetilasi mungkin bkerja sebagai
pemangsa (scavenger) radikal oksigen. Dari catatan diketahui bahwa
berbeda dari kebenyakan AINS lainnya, aspirin menghambat COX secara
ireversibel dan bahkan dosis rendah bisa efektif dalam keadaan tertentu,
misalnya penghambatan agregasi platelet (Katzung, 2002).
Kinerja dari obat ini yaitu dapat menghambat biosintesis
prostaglandin, dengan memblok enzim siklooksigenase, sebagai
katalisator reaksi asam arakhidonat ke senyawa endoperoksid. Pada dosis
tinggi, obat ini menurunkan pembentukan prostaglandin dan tromboksan
A2. (Wibowo dan Gofir, 2001).
Aspirin juga mempengaruhi mediator kimia sistem kallikrein.
Akibatnya aspirin menghambat perlekatan granulosit pembuluh darah
yang rusak, menstabilkan membrane lisosom dan menghambat migrasi
leukosit polimorfonuklear dan makrofag ke tempat peradangan. Selain
itu, obat ini dapat mengurangi sintesis mediator eikosanoid.
2. Efek Anti-analgesik
Aspirin sangat efektif untuk meredakan rasa nyeri dengan intensitas
ringan sampai sedang. Aspirin menghilangkan nyeri dari berbagai
penyebab, sepeti yang berasal dari otot, pembuluh darah, gigi, keadaan
pasca persalinan, arthritis dan bursitis. Obat ini bekerja secara perifer
melalui efeknya terhadap peradangan , tetapi mungkin juga menekan
rangsang nyeri di tingkat subkorteks (Katzung, 1998).
3. Efek Antipiretik
Aspirin menurunkan suhu yang meningkat (karena demam),
sedangkan suhu badan normal hanya terpengaruh sedikit. Efek antipiretik
aspirin mungkin diperantai oleh hambatan kedua COX dalam system
saraf pusat dan Hambatan IL-1 (yang dirilis dari makrofag selama bagian
inflamasi). Turunnya suhu dikaitkan dengan meningkatnya panas yang
hilang karena vasodilatasi dari pembuluh darah permukaan (superficial)
dan disertai dengan keluarnya keringat yang banyak (Katzung, 2002).
Demam yang menyertai infeksi dianggap akibat dari dua kerja.
Pertama, pembentukan prostaglandin di dalam susunan saraf pusat
sebagai respon terhadap bakteri pirogen. Kedua, efek interleukin-1
dihasilkan oleh makrofag dan dilepaskan selama respon peradangan,
dimana peranan utamanya adalah untuk mengaktivasi limfosit. Aspirin
menghambat baik pirogen yang diinduksi oleh pembentukan
prostaglandin maupun respon susunan saraf pusat terhadap interleukin-1,
sehingga dapat mengatur kembali “pengontrol suhu” di hipotalamus,
yang mengakibatkan pelepasan panas dengan jalan vasodilatasi menjadi
lebih mudah.
4. Efek terhadap Trombosit
Aspirin mempengaruhi hemostasis. Aspirin dosis tunggal sedikit
memanjangkan waktu perdarahan dan menjadi dua kali lipat diteruskan
selama seminggu. Perubahan ini digambarkan dengan penghambatan
agregasi trombosit sekunder akibat penghambatan sintesis tromboksan.
Karena kerja ini bersifat irreversible, aspirin menghambat agregasi
trombosit sampai selama 8 hari, yaitu sampai terbentuk trombosit baru.
Jika kemungkinan besar terjadi komplikasi perdarahan pada operasi,
sebaiknya aspirin dihentikan pemakainnya 1 minggu sebelum operasi.
Aspirin mempunyai masa kerja yang lebih panjang dibandingkan
senyawa lain penghambat agregasi trombosit, seperti tiklopidin,
fenilbuzanon dan dipiridamol.
c. Kontra Indikasi
Obat ini dapat menggangu hemostasis pada tindakan operasi dan
bila diberikan bersama heparin atau antikoagulan oral dapat
meningkatkan risiko perdarahan. Kontraindikasi pemberian aspirin dibagi
menjadi dua yaitu absolut pada kondisi ulkus gastrointestinal yang aktif,
hipersensitivitas dan trombositopenia. Sedangkan yang relatif yaitu
adanya riwayat ulkus atau dispepsia, penyakit dengan perdarahan dan
pemberian warfarin.
Aspirin dikontraindikasikan pada pasien hemofilia. Aspirin tidak
direkomendasikan bagi wanita hamil. Walaupun hubungan dengan
penyakit ulkus peptikum yang aktif
d. Dosis
Dosis (takaran) suatu obat ialah banyaknya suatu obat yang dapat
dipergunakan atau diberikan kepada seorang penderita baik untuk dipakai
sebagai obat dalam maupun obat luar. Dosis yang terdapat dalam aspirin
antara lain:
g. Interaksi Obat
Obat yang meningkatkan intoksikasi salisilat meliputi asetozolamid dan
ammonium klorida. Alcohol menyebabkan perdarahan gatrointestinalis akibat
salisilat. Aspirin menggeser sejumlah obat dari tempat ikatan protein di dalam
darah . Ia meliputi tolbutamid ,klorpropamid, obat anti inflamasi non steroid
(AINS), metotreksat, fenitoin, dan probinesid. Kortikosteroid bisa
menurunkan konsentrasi salisilat. Aspirin menurunkan aktivitas farmakologi
spironolakton, mengantagonis efek heparin , berkompetisi dengan penisilin G
bagi sekresi di tubulus ginjal dan menghambat efek urikosurik sulfinpirazon
dan probenesid.
2. Paracetamol
a. Cara Kerja Obat
Paracetamol adalah suatu analgesik antipiretik terpilih yang cepat
diabsorbsi tanpa menimbulkan iritasi pada lambungdan bebas dari sifat-sifat
toksis seperti methemoglobinemia dan anemia,sehingga Paracetamol relatif lebih
aman dibanding dengan obat-obat analgesik-antipiretik yang lain.
Mekanisme utama yang diusulkan adalah penghambatan siklooksigenase
(COX). Parasetamol mengurangi bentuk teroksidasi enzim COX, mencegah dari
pembentukan senyawa kimia pro-inflamasi. Hal ini menyebabkan berkurangnya
jumlah prostaglandin E2 di SSP, sehingga menurunkan set point hipotalamus di
pusat termoregulasi.
b. Indikasi
Parasetamol disetujui untuk mengurangi demam pada orang-orang dari
segala usia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan bahwa
parasetamol hanya dapat digunakan untuk mengobati demam pada anak-anak
mereka jika suhu lebih besar dari 38,5. ° C (101,3 ° F). Pemberian tunggal
parasetamol pada anak dengan demam telah dipertanyakan dan sebuah meta-
analisis menunjukkan bahwa kurang efektif daripada ibuprofen. Parasetamol
memiliki peran yang mapan dalam pengobatan pediatrik sebagai analgesik dan
antipiretik yang efektif.2
Parasetamol digunakan untuk menghilangkan nyeri yang terkait dengan
banyak bagian tubuh. Ia memiliki sifat analgesik sebanding dengan aspirin,
sedangkan anti-inflamasi efek lebih lemah. Hal ini lebih baik pada aspirin pada
pasien yang berlebihan sekresi asam lambung atau perpanjangan waktu
perdarahan dapat menjadi perhatian.
c. Kontraindikasi
Komputindo, 2007
Wilmana, P.F. (1995). Analgesik-Antipiretik,AnalgesikAnti-InflamasiNon
Steroid dan Obat Pirai : Farmakologi dan Terapi. Edisi ke 4. Jakarta. Bagian
Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik buku 2. Jakarta : Salemba
Medika.
Sardjono, Santoso dan Hadi rosmiati D.1995. Farmakologi dan Terapi, bagian
farmakologi FK-UI. Jakarta : Universitas Indonesia
Tjay, Tan howan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting edisi ke VI.
Jakarta : Elex Media Kompetindo