Anda di halaman 1dari 18

67

BAB VI

PEMBAHASAN

Pembahasan ini akan menguraikan hasil penelitian yang dilakukan tentang

gambaran pengetahuan dan perilaku lansia dalam mengontrol hipertensi di

Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tangerang Selatan Tahun 2013. Pembahasan

ini mencakup perbandingan antara hasil penelitian dengan konsep teoritis dan

penelitian sebelumnya. Bab ini juga akan menjelaskan tentang keterbatasan

penelitian yang telah dilaksanakan.

A. Analisis Karakteristik Lansia Hipertensi


1. Usia
Berdasarkan tabel 5.1 hasil analisis didapatkan bahwa usia

responden termuda yaitu 60 tahun dan usia tertua 78 tahun. Insiden

hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia, pasien yang

berumur di atas 60 tahun, 50-60% mempunyai tekanan darah lebih besar

atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi

yang terjadi pada orang yang bertambah usianya. Semakin bertambahnya

usia, maka tekanan darah juga akan meningkat. (Gray, 2003)


Terdapat kecenderungan peningkatan proporsi hipertensi seiring

bertambahnya usia. Tekanan darah sistolik dan diastolik meningkat dengan

meningkatnya usia. Pada 70-80% kasus hipertensi didapatkan riwayat

keluarganya, walaupun hal ini belum dapat memastikan diagnose

hipertensi esensial. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua

orang tuanya, maka dugaan hipertensi essensial lebih besar (Ganong,

1995)
68

Setelah usia 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan

oleh karena penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga

pembuluh darah berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan

darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang

berkurang pada penambahan usia sampai dekade ketujuh sedangkan

tekanan darah diastolik meningkat sampai dekade kelima dan keenam

kemudian menetap dan cenderung menurun. (Oktora, 2005)


Jumlah insiden berdasarkan usia yang mengalami hipertensi yang

ada di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih sejalan dengan penelitian

Anggraini,dkk tahun 2009 mengenai “Faktor-Faktor Yang Berhubungan

Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat Di Poliklinik

Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari Sampai Juni 2008” bahwa

probabilitas untuk terjadinya hipertensi pada kelompok usia ≥ 45 tahun

sekitar 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia < 45

tahun.
2. Jenis Kelamin
Tabel 5.2 menggambarkan bahwa dari 55 responden sebagian besar

responden memiliki jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 41 orang

responden (74,5%) dan 14 orang responden lain memiliki jenis kelamin

laki-laki. Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi,

dimana pria lebih banyak menderita hipertensi di bandingkan dengan

perempuan. Laki-laki di duga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat

meningkatkan tekanan darah seperti merokok, minum minuman

beralkohol, dan juga mengonsumsi kopi lebih sering dibandingkan dengan

perempuan namun setelah memasuki masa menopause, prevalensi

hipertensi pada perempuan meningkat daripada laki-laki, bahkan setelah


69

usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada perempuan lebih tinggi

dibandingkan dengan laki-laki yang diakibatkan oleh faktor hormonal

karena pada wanita yang belum mengalami menopause dilindungi hormon

estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar HDL. Kadar kolesterol

HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya

proses aterosklerosis. Berdasarkan data Depkes (2008) di Indonesia

prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada wanita.Hal tersebut sesuai pula

dengan hasil penelitian ini bahwa sebagian besar lanjut usia yang

mengalami hipertensi memiliki jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak

41 orang responden (74,5%) dari 55 orang responden yang ada.

3. Pendidikan

Berdasarkan tabel 5.3 hasil penelitian ini menunjukan bahwa

sebagian besar responden lansia hanya tamat pendidikan dasar (50,9%).

Rendahnya tingkat pendidikan lansia mungkin disebabkan oleh rendahnya

kesempatan belajar.Pada waktu mereka masih berusia muda, sekolah

masih jarang dan hanya orang-orang tertentu yang bisa bersekolah.

Penelitian oleh Heri (dalam Suhartini, 2004) menunjukan bahwa 49,8%

dari penduduk lansia di Indonesia tidak pernah sekolah dan hanya tamat

SD atau sederajat. Pada saat usia sekolah, mereka hidup dalam jaman

penjajahan dan jaman awal kemerdekaan. Pada saat itu mereka harus ikut

perang dan sarana pendidikannya juga sangat terbatas.Sekolah yang ada

hanya sekolah madrasah dan sekolah rakyat sebagai akibatnya hanya

sedikit dari mereka yang dapat mengenyam pendidikan tinggi. Hal ini
70

sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa lansia yang

memiliki pendidikan tinggi hanya 3,6%.

Berdasarkan hasil analisis tingkat pendidikan lansia pada penelitian

ini, hasilnya sebagian besar (50,9%) lansia hanya tamat pendidikan dasar

(SD-SMP),meskipun demikian tingkat pengetahuannya baik yaitu

sebanyak 90,9% lansia atau hampir semua dari total lansia yang menjadi

respondenberpengetahuan baik dalam mengontrol hipertensi. Hal ini bisa

disebabkan karena lansia berkesempatan mendapatkan lebih banyak

informasi terkait hipertensinya, secara rutin ketika mengikuti kegiatan di

Posbindu setiap bulannya.

4. Pekerjaan
Berdasarkan hasil analisis mengenai pekerjaan pada lansia. Tabel

5.4 menunjukkan bahwa sebagian besar lansia tidak bekerja yaitu

sebanyak 42 orang (76%) dan 13 orang responden (23,6%) lainnya masih

bekerja. Hal ini bisa disebabkan karena menurunnya kekuatan fisik dan

daya tahan tubuh pada lansia dan sesuai dengan peraturan Pemerintah

bahwa masa pensiun di Indonesia itu apabila telah berusia 55 tahun keatas

dan untuk lulusan perguruan tinggi usia 60 tahun.


Menurut Darmojo (2006) dipaparkan bahwa kinerja seorang lanjut

usia dalam masyarakat ditentukan oleh 3 faktor, yaitu : faktor fisik, faktor

psikologis atau mental, dan faktor sosio-ekonomi. Lansia yang merupakan

pensiunan di bidang industrialisasi, bisa jadi akan memiliki kendala

terhadap keadaan sosio ekonominya, finansial, status, fasilitas, kenalan,

dan komunikasinya dan sebagainya. Berdasarkan hal tersebut bila

persiapan memasuki masa pensiun tidak terencana dengan baik maka


71

nantinya akan menimbulkan stress tersendiri pada lansia. Lansia tidak

hanya memiliki kesulitan dalam masalah finansialnya tetapi juga ketika

lansia tidak bekerja lagi keadaan sosialnya pun terganggu.


Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini, yaitu sebagian besar

lansia sudah tidak bekerja lagi (76%) karena sudah memasuki masa

pensiunnya, lansia yang masih bekerja lebih banyak terpapar informasi

daripada yang sudah tidak bekerja karena sosialisasinya dengan teman

sebaya yang memiliki masalah sama dalam kesehatannya bisa terus

berbagi informasi, sedangkan lansia yang sudah tidak bekerja lebih

cenderung menghabiskan waktunya sendirian di rumah atau adanya

perubahan finansial juga mempengaruhi lansia dalam menentukan fasilitas

pelayanan kesehatan untuk melakukan deteksi dini terhadap perubahan

status kesehatannya.
5. Derajat Hipertensi
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki

hipertensi derajat ringan yaitu sebanyak 35 orang responden (63,6%), 15

orang responden (27,3%) memiliki hipertensi derajat sedang, dan 5 orang

responden (9,1%) memiliki hipertensi derajat berat. Hasil penelitian ini

sesuai dengan hasil teori yang ada mengenai insiden hipertensi yang

meningkat seiring dengan pertambahan usia, pasien yang berumur di atas

60 tahun, 50-60% mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan

140/90 mmHg atau mengalami hipertensi derajat ringan.


Penelitian Dewi,dkk (2005) menyatakan ada hubungan antara

pengetahuan dengan sikap, pengetahuan dengan ketaatan, dan ketaatan

dengan derajat hipertensi. Hasil analisis dalam penelitian ini mengenai

tingkat pengetahuan tentang penyebab, tanda dan gejala, komplikasi serta


72

cara-cara mengontrolhipertensi sebagian besar lansia memiliki

pengetahuan yang baik sehingga benar kenyataannya pengetahuan

berhubungan dengan ketaatan dan ketaatan berhubungan dengan derajat

hipertensi, ditunjukkan hasilsebagian besar lansia memiliki derajat

hipertensi ringan.
6. Lama Menderita Hipertensi
Berdasarkan tabel 5.6 hasil analisis didapatkan bahwa lama

menderita hipertensi berdasarkan hitungan bulan, lama menderita

hipertensi minimal yang dialami oleh responden yaitu 1 bulan dan

maksimal yaitu selama 180 bulan.


Sebagian besar responden yaitu 17 orang dari 55 responden yang

ada telah menderita hipertensi selama 12 bulan.Berdasarkan hasil

penelitian Irmalita (2003) semakin lama lansia menderita hipertensi maka

prevalensinya untuk tidak patuh menjadi semakin tinggi.Hal ini

dikarenakan lansia tersebut telah jenuh dan bosan menjalani pengobatan

atau meminum obatnya padahal hipertensi merupakan penyakit seumur

hidup dan memerlukan pengobatan yang terus menerus, namun yang

banyak terjadi lansia, mereka merasa tingkat kesembuhan yang telah

dicapai tidak sesuai dengan yang diharapkan. Jumlah obat yang diminum

oleh seseorang yang telah lama menderita hipertensi tapi belum kunjung

mencapai kesembuhan, maka dokter yang menangani lansia tersebut

biasanya akan menambah jenis obat ataupun meningkatkan sedikit dosis

karena mungkin saja akibat lamanya menderita hipertensi ini maka

penyakit komplikasi lainnya sudah muncul, akibatnya lansia tersebut

cenderung untuk tidak patuh.


7. Indeks Massa Tubuh (IMT)
73

Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan karakteristik Indeks Massa

Tubuh (IMT) responden dalam penelitian ini sebagian besar yaitu gemuk

sebanyak 30 orang responden (54,5%), 20 orang responden (36,4%)

normal, 4 orang responden (7,3%) mengalami obesitas, dan 1 orang

responden (1,8%) kurus. Beberapa studi penelitian menunjukkan bahwa

berat badan dan indeks massa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan

tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas bukanlah

penyebab hipertensi, akan tetapi prevalaensi hipertensi pada obesitas jauh

lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang

gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang badannya

normal, sedangkan pada pasien hipertensi ditemukan sekitar 20-33%

memiliki berat badan lebih (over weight).


Orang yang gemuk didapatkan adanya peningkatan volume plasma

dan jantung akan bekerja lebih keras dalam memompa darah. Hal ini dapat

dipahami karena biasanya pembuluh darah orang-orang yang gemuk

terjepit kulit yang berlemak.Keadaan ini diduga dapat mengakibatkan

naiknya tekanan darah.Orang yang obesitas, tubuhnya bekerja keras untuk

membakar kalori yang masuk.Pembakaran kalori ini memerlukan suplai

oksigen dalam darah yang cukup. Semakin banyak kalori yang dibakar,

maka akan semakin banyak pula pasokan oksigen dalam darah. Banyaknya

pasokan darah tentu menjadikan jantung bekerja lebih keras dan

dampaknya tekanan darah orang yang obesitas cenderung tinggi.

(Widharto, 2007)
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Juwita (2007) pada

lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Amplas Medan, 25


74

orang (20,7%) lansia mengalami obesitas dari 121 responden. Hal tersebut

bisa disebabkan karena aktivitas lansia yang sudah sangat berkurang

sehingga lansia cenderung menggunakan waktunya untuk sering

makan.Selain karena frekuensi makan lansia yang meningkat, adanya

penurunan aktivitas ini juga bisa menyebabkan lemak dalam tubuh

terakumulasi sehingga banyak lansia yang mengalami kegemukan bahkan

obesitas.
Penelitian ini juga sejalan dengan teori yang ada bahwa sebagian

besar responden yang mengalami hipertensi di Posbindu Kelurahan

Cempaka Putih Tangerang Selatan berbadan gemuk sebanyak 30 orang

responden dan 4 orang yang mengalami obesitas dari keseluruhan jumlah

rersponden yang ada sebanyak 55 orang.

B. Gambaran Pengetahuan Lansia dalam Mengontrol Hipertensi


Menurut Bloom dan Skinner, pengetahuan adalah kemampuan

seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahui dalam bentuk

bukti jawaban baik lisan atau tulisan, bukti atau tulisan tersebut merupakan

suatu reaksi dari suatu stimulasi yang berupa pertanyaan baik lisan atau tulisan

(Notoatmodjo, 2003). Dalam penelitian ini, lansia diharapkan mampu

mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya mengenai pengertian

hipertensi, penyebab, faktor resiko, tanda dan gejala, komplikasi dan cara-cara

mengontrol hipertensi dalam menjawab beberapa pertanyaan dan pernyataan

yang ada dalam kuesioner yang diberikan oleh peneliti.


1. Pengertian Hipertensi
Menurut Smeltzer dan Bare, 2002 mendefinisikan hipertensi adalah

tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan

tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan


75

lansia tentang pengertian hipertensi pada 55 orang responden menunjukkan

bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang cukup sebanyak

34 orang (61,8%) dan 3 orang (5,5%) memiliki pengetahuan yang kurang, jadi

hanya sedikit saja lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih yang belum

mengetahui tentang hipertensi, hal ini bisa dikarenakan seringnya penyuluhan

oleh kader dan petugas kesehatan mengenai hipertensi, namun lansia yang

memiliki mengetahui tentang pengertian hipertensi masih kurang, lansia

tersebut tidak peduli kalau dirinya mengalami hipertensi.

2. Penyebab Hipertensi
Hasil penelitian pengetahuan lansia tentang penyebab hipertensi pada

55 orang responden menunjukkan bahwa responden yang memiliki

pengetahuan yang baik sebanyak 50 orang (90,9%), sebanyak 5 orang lainnya

(9,1%) memiliki pengetahuan cukup. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti

menganalisa bahwa sebagian besar responden sudah mengetahui hal-hal yang

bisa meningkatkan tekanan darahnya dibuktikan hasil derajat hipertensi yang

dialami lansia sebagian besar mengalami hipertensi derajat ringan.


3. Faktor dan Resiko Hipertensi
Faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi primer antara

lain, genetik, lingkungan, defek dalam eksresi natrium, dan faktor-faktor

yang dapat meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta

polisetimia. Untuk hipertensi sekunder, penyebabnya karena adanya akibat

obat/faktor eksogen, dihubungkan dengan kelainan ginjal, endokrin,

kehamilan, kelainan saraf, dan pembedahan (Soeparman, 2001).


Hasil penelitian pengetahuan lansia mengenai faktor resiko

hipertensi didapatkan hasil sebagian besar lansia memiliki tingkat

pengetahuan cukup 26 orang (47,3%) berpengetahuan cukup. Peneliti


76

menganalisa masih banyak ditemukan lansia yang gemuk dan obesitas

yang merupakan salah satu faktor resiko hipertensi sehingga menunjukkan

lansia belum mau mengontrol hipertensinya bila dikaitkan dengan faktor

resikonya.

4. Tanda dan Gejala Hipertensi


Berdasarkan teori menurut Mansjoer (2005) tingginya tekanan darah

kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Bila demikian gejala baru

muncul setelah terjadinya komplikasi pada ginjal, mata, otak dan jantung.

Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, marah, telinga

berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan

pusing.
Pada penelitian Gani dkk di Sumatera Selatan, pusing, cepat marah,

dan telinga berdenging merupakan gejala yang sering dijumpai selain gejala

lain seperti mimisan, sukar tidur, dan sesak napas. Penemuan ini tidak jauh

berbeda dengan penelitian Harmaji dkk, yang juga mendapatkan keluhan

pusing, rasa berat ditengkuk, dan sukar tidur sebagai gejala yang paling sering

dijumpai pada pasien hipertensi. Penelitian Sugiri sejalan dengan penelitian

lain terkait tanda dan gejala pada hipertensi, didapatkan hasil gejala yang

paling banyak dijumpai sakit kepala, rasa berat ditengkuk, mata berkunang-

kunang dan sukar tidur.


Hasil penelitian pengetahuan lansia tentang tanda dan gejala hipertensi

pada 55 orang responden menunjukkan bahwa responden yang memiliki

pengetahuan yang baik sebanyak 52 orang (94,5%) dan hanya sebanyak 3

orang lainnya (5,5%) memiliki pengetahuan cukup sedangkan hasil

pengetahuan lansia tentang komplikasi hipertensi menunjukkan bahwa


77

responden yang memiliki pengetahuan yang baik sebanyak 45 orang (81,8%),

sebanyak 10 orang (18,2%) memiliki pengetahuan cukup. Berdasarkan hasil

penelitian peneliti menganalisa sebagian besar responden sudah mengetahui

tentang apa saja tanda dan gejala yang dirasakan bila tekanan darahnya sedang

naik.
5. Komplikasi Hipertensi
Hasil penelitian mengenai pengetahuan lansia tentang komplikasi

hipertensi, sebanyak 45 orang (81,8%) memiliki tingkat pengetahuan baik

dan 10 orang (18,2%) memiliki tingkat pengetahuan cukup, tidak ada yang

memiliki pengetahuan kurang. Peneliti menganalisa lansia sudah mengerti

tentang komplikasinya dikarenakan hasil derajat hipertensi yang

didapakan dalam penelitian ini terbesar yaitu hipertensi derajat ringan

(63,6%). Berdasarkan teori komplikasi dare hipertensi yaitu gangguan

pada otak, kardiovaskular, ginjal, dan mata (Brunner & Sudart, 2002)
6. Cara-cara Dalam Mengontrol Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi untuk mengontrol tekanan darah terdiri dari

terapi fakmakologi dan terapi non farmakologi.Hasil penelitian pengetahuan

lansia tentang cara-cara mengontrol hipertensi pada 55 orang responden

menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan yang baik

sebanyak 40 orang (72,7%), dan 3 orang (5,5%) memiliki pengetahuan yang

kurang. Peneliti menganalisa bahwa sebagian besar lansia sudah mengetahui

tentang cara-cara mengontrol hipertensi, dibuktikan dengan belum

ditemukannya lansia yang mengalami komplikasi karena sebagian besarpun

derajat hipertensinya ringan.


Berdasarkan hasil penelitian tentang pengetahuan pengertian,

penyebab, faktor rsiko, tanda dan gejala, komplikasi, serta cara-cara

mengontrol hipertensi pada lansia menunjukkan hasil 4 dari 6 komponen


78

pengetahuan lansia dalam mengontrol hipertensi, hasilnya yang memiliki

pengetahuan baik persentasenya besar. Pengetahuan yang baik pada lansia

akan sangat mempengaruhi perilaku lansia dalam melakukan upaya

mengontrol hipertensinya secara tepat agar meningkatkan kualitas hidup dan

menghindari komplikasi yang bisa terjadi apabila hipertensi tersebut tidak

terkontrol.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Anggara (2011)

mengenai hipertensi bahwa dari 75 responden didapatkan hampir setengahnya

tingkat pengetahuan lansia masih kurang yaitu sebanyak 34 orang responden

(45,4%). Rendahnya tingkat pengetahuan dalam penelitian Anggara bisa

disebabkan karena kurangnya sumber informasi yang diperlukan oleh lansia

untuk meningkatkan pengetahuannya mengenai hipertensi, salah satunya yaitu

tidak adanya sarana kegiatan Posbindu, berbeda dengan penelitian yang saat

ini peneliti lakukan di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tangerang Selatan.


Berdasarkan kerangka teori yang telah dibuat peneliti juga telah

dijelaskan bahwa pengetahuan dapat juga dipengaruhi oleh pendidikan

kesehatan (penkes) dan organisasi kebijakan pemerintah, dalam penelitian ini

meliputi kegiatan Posbindu yang rutin di datangi oleh para lansia di wilayah

kelurahan Cempaka Putih Tangerang Selatan sehingga lansia memperoleh

kesempatan untuk mendapatkan informasi mengenai penyakit hipertensi yang

dideritanya dari para kader dan petugas medis yang ada.

C. Gambaran Perilaku Lansia dalam Mengontrol Hipertensi


Menurut Notoatmodjo (1997) dalam Suharyo (2004), perilaku

kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan yang berkaitan

dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan


79

lingkungan. Berkaitan dengan penelitian ini perilaku dalam mengontrol

hipertensi pada lansia meliputi, mengurangi konsumsi garam, mengkonsumsi

obat-obatan antihipertensi, mengkonsumsi buah dan sayur yang mengandung

kalium, melakukan olahraga secara teratur, melakukan terapi pengobatan

alami, menghindari rokok dan alkohol, mengurangi makanan kolesterol tinggi,

menghindari stress, dan melakukan pemeriksaan tekanan darah rutin.

1. Mengurangi Konsumsi Garam


Menurut Depkes (2008) garam menyebabkan penumpukan cairan

dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga

akan meningkatkan volume dan tekanan darah.Sekitar 60% kasus hipertensi

primer (esensial) yang mengalami respon penurunan tekanan darah karena

mengurangi asupan garam. Berdasarkan hasil penelitian ini dalam perilaku

mengurangi konsumsi garam didapatkan hasil sebanyak 26 orang (47,3%)

memiliki perilaku baik. Penelitian Jannah (2013) tidak sejalan dengan hasil

penelitian ini, karena dalam penelitian tersebut menyatakan rerata sistolik

pada normotensi 118,87 mmHg dan diastolik pada normotensi 76,74 mmHg.

Rerata sistolik pada hipertensi 154,50mmHg dan diastolik pada hipertensi

90,59 mmHg. Tidak adanya hubungan antara asupan natriun dan kalium

terhadap tekanan darah. Peneliti menganalisa masih banyak lansia hipertensi

yang mengabaikan tentang konsumsi garam.


2. Mengkonsumsi Obat-obatan Antihipertensi
Berdasarkan hasil penelitian ini dalam perilaku mengkonsumsi obat-

obatan antihipertensi secara rutin didapatkan hasil sebanyak 16 orang (29,1%)

memiliki perilaku baik, 26 orang (47,3%) memiliki perilaku cukup, dan 13

orang lainnya (21,8%) memiliki perilaku yang buruk. Hal ini sejalan dengan

hasil penelitian Irmalita (2003) yang menyatakan sebagian besar lansia


80

sepertinya hanya sekedar mengetahui saja tetapi belum memahami secara

benar bahwa minum obat antihipertensi itu harus rutin dan tidak boleh hanya

ketika merasa pusing atau muncul gejala yang lain bahkan mungkin lansia

sudah merasa bosan meminum obat antihipertensi dalam jangka waktu yang

cukup lama dan hasil perbaikan kondisi kesehatannya belum sesuai dengan

yang diharapkan.
3. Mengkonsumsi Sayur dan Buah yang Mengandung Kalium
Banyak mengkomsumsi buah-buahan segar dan sayuran yang

mengandung tinggi kalium dapat menurunkan tekanan darah. Buah yang

mengandung paling tinggi kalium adalah pisang, sehingga mengkomsumsi

pisang baik untuk menjaga kestabilan tekanan darah (Tryastuti, 2012).

Berdasarkan riset di Amerika yang dilaporkan Frank dkk dalam Journal of

Alternative and Complementary Medicine (2003) penderita hipertensi yang

berusia 35-50 tahun yang mengkonsumsi 2 buah pisang setiap hari mengalami

penurunan tekanan darah sampai 10% dalam satu minggu. Hal ini terjadi

karena kandungan kalium yang sangat tinggi dalam pisang mampu mendeplesi

natrium dalam ruang ekstrasel dan meningkatkan eksresi natrium dalam urin

(Tryastuti, 2012). Menurut Wirakusumah (2004) buah belimbing dan

mentimun sudah sejak dahulu digunakan untuk penderita hipertensi sebagai

terapi tradisional karena bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah tinggi.

Buah ini mengandung kadar kalium tinggi dan natrium yang rendah, sehingga

sesuai dikonsumsi oleh penderita hipertensi. Berdasarkan hasil penelitian ini

dalam perilaku mengkonsumsi sayur dan buah yang mengandung kalium

didapatkan hasil sebanyak 16 orang (29,1%) memiliki perilaku baik, 27 orang

(49,1%) memiliki perilaku cukup, dan 12 orang lainnya (21,8%) memiliki


81

perilaku yang buruk. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Muniroh

dkk (2007) dalam pemberian jus buah belimbing dan mentimun selama dua

minggu akan memberikan efek terhadap penurunan tekanan darah baik sistolik

maupun diastolik.
4. Melakukan Olahraga Teratur
Hasil penelitian ini dalam perilaku melakukan olahraga secara teratur

untuk mengontrol tekanan darah pada lansia hipertensi didapatkan hasil

sebanyak 11 orang (20%) memiliki perilaku baik, 36 orang (65,5%) memiliki

perilaku cukup, dan 8orang (14,3%) memiliki perilaku yang buruk.

Berdasarkan teori olahraga secara teratur dapat bermanfaat untuk mencegah

dan menanggulangi hipertensi.Orang yang tekanan darahnya normal tetapi

tdak melakukan aktivitas atau olahraga mempunyai risiko 20-50% lebih tinggi

terkena hipertensi dari pada orang yang aktif.Olahraga dapat menurunkan

tekanan darah sistolik dan diastolik 5-10 mmHg (ITB-WHO, 2001).Menurut

Sumarjono (2006) melakukan olahraga dengan intensitas sedang dan frekuensi

3-5 kali seminggu, dengan lama latihan 20-60 menit sekali latihan efektif

menurunkan tekanan darah 5-15 mmHg.


5. Melakukan Terapi Pengobatan Alamiah
Menurut Sustrani (2007) terapi herbal banyak digunakan oleh

masyarakat dalam menangani penyakit hipertensi dikarenakan memiliki efek

samping yang sedikit.Banyak tumbuhan yang dapat digunakan untuk terapi

herbal dalam pengontrolan tekanan darah pada penderita hipertensi,

diantaranya adalah bawang putih, seledri, bunga rosella, belimbing wuluh dan

daun alpukat. Berdasarkan hasil penelitian ini dalam perilaku melakukan

olahraga secara teratur untuk mengontrol tekanan darah pada lansia hipertensi

didapatkan hasil sebanyak 2 orang (3,6%) memiliki perilaku baik, 12 orang


82

(21,8%) memiliki perilaku cukup, dan 41 orang (74,5%) memiliki perilaku

yang buruk.
6. Menghindari Rokok dan Alkohol
Berdasarkan penelitian Aulia (2008) menunjukan bahwa penghentian

merokok dapat mencegah terjadinya penyakit kardiovaskuler seperti stroke

dan infrak miokard. Telah terbukti bahwa dengan mengkonsumsi satu batang

rokok dapat terjadi peningkatan denyut jantung dan tekanan darah selama 15

menit. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kadar katekolamin dalam plasma

yang kemudian menstimulasi saraf simpatik. Hasil dalam penelitian ini

mengenai perilaku menghindari rokok dan alkohol dalam mengontrol tekanan

darah pada lansia hipertensi menunjukkan bahwa sebanyak 51 orang (92,7%)

memiliki perilaku baik, 4 orang (7,3%) memiliki perilaku cukup, dan tidak ada

yang memiliki perilaku yang buruk. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian

Rachman (2011) yang menyatakan bahwa kebiasaan merokok bukan

merupakan faktor terjadinya peningkatan tekanan darah dengan nilai p = 0,35,

RP = 0,50, dan 95% Cl = 0,09 – 2,73.Menurut Depkes (2008) sekitar 10%

hipertensi di Amerika disebabkan oleh asupan alkohol yang berlebihan

dikalangan pria dewasa.Kebiasaan meminum alkohol ini menyebabkan

hipertensi sekunder di kelompok ini.Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini

karena sebagian besar responden dari penelitian ini adalah lansia perempuan

yang umumnya tidak merokok dan minum alkohol.


7. Mengurangi Konsumsi Makanan Kolesterol Tinggi
Hasil penelitian ini dalam perilaku mengurangi konsumsi kolesterol

tinggi untuk mengontrol tekanan darah pada lansia hipertensi didapatkan hasil

sebanyak 33 orang (60%) memiliki perilaku baik, 20 orang (36,4%) memiliki

perilaku cukup, dan 2 orang (3,6%) memiliki perilaku yang buruk. Hal ini
83

sesuai dengan teori bahwa mengatur makanan sangat dianjurkan bagi

penderita hipertensi untuk menghindari dan membatasi makanan yang dapat

meningkatkan kadar kolesterol darah dan meningkatkan tekanan darah seperti

otak, ginjal, paru, daging kambing, dan minyak kelapa. (PERKI Pusat, 2002).
8. Menghindari Stress
Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah,

dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar pada ginjal

melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat

serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stress

berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga

timbul perubahan patologis.Hasil penelitian ini dalam perilaku menghindari

stress untuk mengontrol tekanan darah pada lansia hipertensi didapatkan hasil

sebanyak 25 orang (45,5%) memiliki perilaku baik, 21 orang (38,2%)

memiliki perilaku cukup, dan 9 orang (16,4%) memiliki perilaku yang buruk.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hastuti (2012) dari uji statistic

paired t-test dan independen sampel ttest, hasilnya menunjukkan bahwa

tekanan darah sistol dengan taraf signifikasi p=0.00, tekanan darah

diastolp=0.001, dari hasil tersebut dapat ada pengaruh manajemen stress

terhadap perubahan tanda-tanda vital. Manajemen stress dapat menurunkan

tanda-tanda vital yang dapat mempengaruhi hipotalamus untuk menurunkan

stimulasi saraf parasimpatis dan vasodilatasi arteriol.


9. Memeriksakan Tekanan Darah Secara Rutin
Tekanan darah tidak pernah konsisten, Kondisinya berubah-ubah

sepanjang hari, sesuai dengan situasi. Tekanan darah akan meningkat dalam

keadaan gembira, cemas, atau sewaktu melakukan aktifitas fisik. Penderita

hipertensi harus rutin memerikakan ekanan darah untuk bisa terus memantau
84

kondisi kesehatannya. Menurut Mansjoer (2005) peningkatan tekanan darah

seringkali tidak ditemukan adanya tanda gejala yang muncul sehingga

memeriksakan tekanan darah scara rutin penting bagi penderita hipertensi.

Hasil penelitian ini dalam perilaku memeriksakan tekanan darah secara rutin

didapatkan hasil sebanyak 19 orang (34,5%) memiliki perilaku baik, 18 orang

(32,7%) memiliki perilaku cukup, dan 18 orang (32,7%) memiliki perilaku

yang buruk.
Perilaku tersebut mungkin terbentuk karena memang sebagian besar

lansia telah lama menderita hipertensi sehingga meskipun pengetahuannya

baik, lansia tersebut telah merasa jenuh melakukan pengobatan dan diet dalam

waktu yang lama tetapi kondisinya belum bisa seperti yang diharapkan.

D. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari adanya keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian

ini, keterbatasan peneliti tersebut adalah sebagai berikut :


1. Houthrone effect yaitu subjek peneliti mengetahui bahwa dirinya sedang

diteliti sehingga dapat mempengaruhi jawaban responden.


2. Selama proses pengumpulan data ada beberapa kendala yang dialami

peneliti, ada beberapa responden disaat dilakukan wawancara penerimaan

kurang bersahabat yang diberikan cenderung sekedarnya saja. Selain itu,

lansia cenderung sulit fokus untuk bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan

yang ada dalam kuesioner. Hal ini bisa menyebabkan bias informasi.
3. Menggali pengetahuan dan perilaku lansia dalam mengontrol hipertensi

yang sudah berlangsung sejak lama, memungkinkan terjadinya bias

mengingat kembali. Responden yang usianya sudah lansia akan beresiko

lebih tinggi terjadi bias mengingat kembali.

Anda mungkin juga menyukai