LANDASAN TEORI
Analytic hierarchy process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada awal
tahun 1970. Metode AHP merupakan salah satu metode perbandingan berpasangan
yang paling populer digunakan untuk pengambilan keputusan dalam permasalahan
Multi-Criteria Decision Making (MCDM). Pendekatan AHP didesain untuk
membantu pengambil keputusan untuk menggabungkan faktor kualitatif dan faktor
kuantitatif dari suatu permasalahan yang kompleks. Penggunaan AHP dalam berbagai
bidang meningkat cukup signifikan, hal ini dikarenakan AHP dapat menghasilkan
solusi dari berbagai faktor yang saling bertentangan. AHP diaplikasikan dalam bidang
agrikultur, sosiologi, industri dan lain sebagainya.
Ada beberapa prinsip dasar dalam menyelesaikan persoalan dengan Metode AHP,
yakni (Mulyono, 2004):
1. Decomposition
Prinsip ini merupakan tindakan memecah persoalan-persoalan yang utuh
menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapat hasil yang akurat, pemecahan
dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan
pemecahan yang lebih lanjut sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari
persoalan yang ada. Karena alasan ini, maka proses analisis ini dinamakan
hirarki (hierarchy). Ada dau jenis hirarki, yaitu lengkap (complete) dan tidak
lengkap (incomplete). Suatu hirarki disebut lengkap (complete) bila semua
elemen pada suatu tingkat memiliki semua elemen pada tingkat berikutnya,
Goal
2. Comparative Judgment
Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen
pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat yang diatasnya.
Penilaian ini merupakan inti dari metode AHP, karena ia akan berpengaruh
terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam
bentuk matriks yang disebut matriks pairwise comparison yaitu matriks
perbandingan berpasangan yang memuat tingkat preferensi pengambil
keputusan terhadap alternatif berdasarkan kriteria-riteria yang ada. Skala yang
digunakan untuk menyatakan tingkat preferensi adalah skala Saaty, di mana
skala 1 menunjukkan tingkat “sama pentingnya”, skala 3 menunjukkan
“moderat pentingnya”, skala 5 menunjukkan “kuat pentingnya”, skala 7
menunjukkan “sangat kuat pentingnya” dan skala 9 yang menunjukkan tingkat
“ekstrim pentingnya”.
3. Synthesis of Priority
Setelah matriks pairwise comparison diperoleh, kemudian dicari eigen
vektornya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise
comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global
priority dapat dilakukan dengan sintesa diantara local priority.
4. Logical Consistency
Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa obyek-obyek yang
serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansinya.
Kedua adalah tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada
kriteria tertentu.
4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam
matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.
5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten
pengambil data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud
adalah nilai eigen vector maximum yang diperoleh dengan menggunakan
matlab maupun manual.
𝐶𝑗 , maka matriks yang memuat angka-angka 𝑎𝑖𝑗 ini dinamakan matriks pairwise
comparison (perbandingan berpasangan), diberi simbol 𝐴. Matriks perbandingan
tersebut sempurna pada setiap perbandingan, maka 𝑎𝑖𝑗 . 𝑎𝑗𝑘 = 𝑎𝑖𝑘 untuk semua 𝑖, 𝑗, 𝑘
dan matriks 𝐴 dinamakan konsisten.
1 𝑎12 ⋯ 𝑎1𝑛
1
1 ⋯ 𝑎2𝑛
𝑎
𝐴 = 12
⋮ ⋮ ⋱ ⋮
1 1
⋯ 1
𝑎1𝑛 𝑎2𝑛
𝑤 1 1
𝑎𝑖𝑗 = 𝑤 𝑖 = 𝑤𝑗 =𝑎
𝑗 𝑗𝑖
𝑤𝑖
sehingga
𝑤𝑗
𝑎𝑖𝑗 ∙ = 1; di mana 𝑖, 𝑗 = 1,2,3, … , 𝑛 (2.2)
𝑤𝑖
konsekuensinya :
𝑛 1
𝑗 =1 𝑎𝑖𝑗 ∙ 𝑤𝑗 ∙ 𝑤𝑖
= 𝑛 ; 𝑖 = 1, 2, 3, … , 𝑛 (2.3)
𝑛
𝑗 =1 𝑎𝑖𝑗 . 𝑤𝑗 = 𝑛𝑤𝑖 ; 𝑖 = 1, 2, 3, … , 𝑛 (2.4)
Persamaan (2.4) dalam bentuk matriks menjadi :
𝐴∙𝑤 =𝑛∙𝑤 (2.5)
Persamaan ini menunjukkan bahwa 𝑤 merupakan eigen vector dari matriks 𝐴 dengan
eigen value 𝑛.
Jika 𝑎𝑖𝑗 tidak didasarkan pada ukuran pasti (seperti 𝑤1 , 𝑤2 , 𝑤3 , … , 𝑤𝑛 ), tetapi
𝑤𝑖
pada penilaian subjektif, maka 𝑎𝑖𝑗 akan menyimpang dari rasio yang
𝑤𝑗
𝐶𝐼
𝐶𝑅 = 𝑅𝐼 (2.9)
n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51 1.54 1.56
Logika fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh, seorang ilmuwan
Amerika Serikat dari universitas California di Berkeley, melalui tulisannya pada tahun
1965 yang berjudul “Fuzzy Sets”. Logika fuzzy umumnya diterapkan pada masalah-
masalah yang mengandung unsur ketidakpastian, ketidakjelasan, ketidaktepatan, dan
kebenaran parsial. Tettamanzi (2001) dalam Kusumadewi et al (2006), menyatakan
bahwa teori fuzzy merupakan kerangka matematis yang digunakan untuk
merepresentasikan ketidakpastian, ketidakjelasan, ketidaktepatan, dan kebenaran
parsial tersebut.
Pada dasarnya, teori himpunan fuzzy merupakan perluasan dari teori himpunan
klasik (crisp). Dalam teori himpunan klasik (crisp), keberadaan suatu elemen pada
suatu himpunan, 𝐴, hanya akan memiliki dua kemungkinan nilai keanggotaan yaitu 0
dan 1. Nilai 0 jika 𝑎 ∉ 𝐴 dan 1 jika 𝑎 ∈ 𝐴.
Sebagai perluasan dari teori himpunan klasik (crisp), teori himpunan fuzzy
memperluas jangkauan nilai keanggotaannya. Nilai keanggotaan pada himpunan fuzzy
merupakan bilangan real yang berada pada interval [0,1].
𝐴= 𝑥, 𝜇𝐴 𝑥 𝑥∈𝑅
di mana 𝜇𝐴 adalah derajat keanggotaan dari 𝑥, yang merupakan suatu pemetaan dari
himpunan semesta 𝑅 ke interval [0,1].
0 ; 𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎
𝜇𝐴 (𝑥)
1
0 𝑎1 𝑎2 𝑎3 x
∀𝛼 ∈ 0,1
𝐴𝛼 = 𝑎1𝛼 , 𝑎3𝛼
𝐴𝛼 = [ 𝑎2 − 𝑎1 𝛼 + 𝑎1 , − 𝑎3 − 𝑎2 𝛼 + 𝑎3 ] (2.11)
𝛼
𝑎𝑖𝑗𝛼 = 1 − 𝜆 𝑎𝑖𝑗𝑙 𝛼
+ 𝜆𝑎𝑖𝑗𝑢 , ∀𝜆 ∈ [0,1] (2.16)
Dalam metode Fuzzy AHP digunakan Triangular Fuzzy Number (TFN) untuk
merepresentasikan penilaian pengambil keputusan dalam matriks perbandingan
3. Tentukan Fuzzy Subjective Weight Vector 𝑊 untuk tiap kolom dari fuzzy
judgment matrix 𝑋. Fuzzy subjective weight vector merupakan penilaian
subjektif dari pengambil keputusan mengenai tingkat kepentingan untuk
seluruh kriteria yang ada.
𝑊 = 𝑤1 𝑤2 ⋯ 𝑤𝑛
di mana
𝑛
𝑠𝑘 = 𝑗 =1 𝑎𝑘𝑗
2.5 Delivery
Restoran fast food menyediakan produk dalam bentuk makanan dan minuman,
pelayanan dalam hal ini adalah menyampaikannya kepada pelanggan. Tantangan
operasional yang berbeda akan muncul jika restoran juga menyediakan layanan
delivery. Layanan tertentu dikerahkan karena pelanggan sudah tidak lagi berada pada
lokasi yang sama dengan area produksi. Tantangan bisnis yang rumit di mana
layananan tersebut harus disampaikan dalam suatu lingkup geografis (Macintyre et al,
2011).
Sebagai bagian dari operasional, masalah pemilihan rute dan penugasan dalam
delivery membutuhkan pertimbangan yang sedemikian rupa untuk dapat memenuhi
komitmen delivery ketat waktu. Ho (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
kualitas delivery akan meningkat seiring berkurangnya kemacetan. Sementara itu,
untuk menentukan rute optimum menuju ke suatu tempat ada beberapa hal yang perlu
disesuaikan dengan preferensi pengendara seperti kondisi jalan dan lalu-lintas. (Pang
et al, 1995). Disebutkan terdapat banyak kriteria yang dapat menjadi pertimbangan
dalam menentukan rute optimal, seperti: jarak perjalanan, menghindari kemacetan,
menyukai atau menghindari jalan raya, jumlah belokan, jenis jalan, dan lain
sebagainya. (Pang et al, 2007 ).