Anda di halaman 1dari 11

Sirosis hepatis

Suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembulu darah besar dan seluruh
system arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi fibrosis
disekitar parenkim hati yang mengalami degenerasi.

Klasifikasi

· Secara klinis:
o Kompensata: lanjutan dari hepatitis kronik, belum ada gejala khas yang nyata.
o Dekompensata: gejala dan tanda klinis yang khas (SEKASIH)

· Secara morfologi:
o Makronodular: ireguler multilobuler, besar nodul > 3 mm
o Mikronoduler: reguler, monolobuler, besar nodul < 3 mm
o Kombinasi

Etiologi:
Etiologi tersering adalah hepatitis virus B dan C serta alkoholik

Manifestasi klinik:
· Kompensata: kelelahan, hilang nafsu makan, mual, penurunan BB, perut kembung
· Dekompensata: kerontokan rambut badan, gangguan tidur, demam, SEKASIH

S = spider nevi
E = eritema palmaris
K = kolateral vein
A = asites
S = splenomegali
I = invers albumin - globulin
H = hematemesis/ melena
Patofisiologi:

Alkohol, virus hepatis  inflamasi pada hepar  kerusakan sel parenkim, sel hati,
duktulu empedu hepatik  obstruksi dan gangguan fungsi hati
Obstruksi  kerusakan sel ekskresi  retensi bilirubin  bilirubin direct meningkat:
· Larut dalam air  bilirubinuria
· Garam empedu dalam darah meningkat  pruritus
· Ikterik

Gangguan fungsi hati menyebabkan:


· Gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
o Gangguan metabolisme karbohidtar dan lemak  glukogenesis dan glukoneogenesis
menurun  glikogen menurun  cepat lelah
o Gangguan metabolisme protein  hipoproteinemia  albumin menurun  tekanan
onkotik menurun  transudasi cairan  oedema/ asites
· Gangguan aliran darah:
o Penyempitan vena porta  hepatomegali  splenomegali  varises oesofagus
o Tekanan vena porta meningkat:
§ V. Eks  oedem pretibial
§ V. Mesenterika  kolateral vein
§ V. Paraumbilikalis  caput medusa
· Gangguan hematopoetik  anemia dan trombositopenia
· Gangguan hormon  estrogen meningkat  spider nevi dan eritema palmaris

Gambaran laboratorium:
· SGOT dan SGPT meningkat
· Alkalin posphatase meningkat
· Bilirubun normal/ meningkat
· Albumin menurun  sintesa albumin terjadi di hati
· Globulin meningkat  sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan
limfoid  menginduksi produksi imunoglobulin
· PT memanjang  mencerminkan tingkatan disfungsi sintesis hati
· Na menurun  ketidak mampuan ekskresi air bebas
· Anemia dan trombositopenia
Komplikasi:
· Peritonitis bakterial spontan, biasanya timbul demam dan nyeri abdomen.
· Sindroma hepatorenal, biasanya oliguria, ureum meningkat, kreatinin meningkat tanpa
adanya kelainan organik ginjal.
· Varises esofagus, akibat hipertensi porta  varises pecah  perdarahan.
· Ensefalopati hepatik (koma hepatik), kelainan neuropsikiatri akibat disfungsi hati.

Pengobatan:
· Bed rest
· Diet hati:
o DH I: penderita SH berat, hepatitis akut, keadaan pre koma
o DH II: keadaan akut dan pre koma sudah diatasi dan penderita sudah ada nafsu
makan
o DH III: perpindahan dari DH II atau penderita yang nafsu makannya cukup
o DH IV: perpindahan dari DH III pada pasien hepatitis akut dan SH yang sudah
membaik
o Rendah garam bila retensi garam dan air dijumpai, cairan dibatasi, garam maksimal 5,2
gr/ hari.
· Diuretik:
o Spironolakton, untuk awal 1x100 mg, dapat ditingkatkan maksimal 4x100 mg/ hari.
o Furosemide, untuk awal 1x40 mg, dapat ditingkatkan maksimal 4x40 mg/ hari.
Respon pemberian diuretik dapat dilihat dari penurunan BB 0,5 kg/ hari (tanpa adanya
edem kaki), penurunan BB 1 kg/ hari bila terdapat edem kaki.
Apabila asites tidak berkurang setelah pemberian diuretik dengan dosis maksimal 
asites refrakter
Grade asites:
1. hanya dapat dilihat dengan USG
2. mulai membesar, belum masif, terdapat smiling umbilical
3. besar, masif
4. asites refrakter
Penanganan asites refrakter:
Lakukan tipping maksimal 4 L/ hari. Apabila substitusi albumin sewaktu  tipping
ditambah 3 L/ bag.
Substitusi albumin:
(3,2 – albumin serum) x BB x 0,8  cara pemberian drips 20 gtt/ i

· Propanolol:untuk menjaga tekanan vena porta, dosis 1x20 mg/ hari (tekanan darah normal),
2x20 mg/ hari untuk hipertensi.
· Antibiotik: sefalosporin generasi III (ceftriaxone) diberikan apabila terdapat infeksi
sekunder.
· Laktulosa, pada pasien HE. Berfungsi untuk mengeluarkan amonia.

Prognosis:
Digunakan klasifikasi Child-Pugh
Derajat kerusakan Minumal (5-6) 1 poin Sedang (7-8) 2 poin Berat (10-15) 3 po
Bilirubin < 2,0 2,0-3,0 > 3,0
Albumin > 3,5 3,5-2,8 < 2,8
Asites - Ringan – sedang Sedang – berat
Protombin time < 4,0 4,0-6,0 > 6,0
Enselopati - Grade I-II Grade III-IV

Tingkat enselopati kadar amonia darah Ug/ dl


0 < 150
1 151-200
2 201-250
3 251-300
4 > 300

Angka kelangsungan hidup:


Child A (minimal) = 100%
Child B (sedang) = 80%

Child C (berat) = 45%


Spider Naevi  Spider angioma, pembuluh darah laba-laba atau spider nevus
ditandai dengan pelebaran pembuluh darah dekat permukaan kulit.
Tampaknya seperti lesi dengan titik merah pusat, dan memancar
ekstensi merah yang menyerupai jaring laba-laba. Hal ini sering
diamati pada leher, wajah, lengan dan bagian atas badan.
Kehadiran lebih dari lima spider nevi dianggap menjadi tanda gagal
hati.
Eritema palmaris  Kemerahan pada telapak tangan, terutama pada pangkal ibu jari
dan jari kelingking disebut eritema palmaris. Hal ini sering
dikaitkan dengan gagal hati kronis, dan karenanya juga disebut
telapak hati. Meskipun bukan merupakan tanda khas.

Kollateral Vein  Aliran yang timbul untuk menghindari obstruksi hepatik akibat
pembebanan di sistem portal sehingga tampak pemekaran kecil di
bagian perut .

Acites  Hal ini mengacu pada penumpukan cairan dalam rongga


peritoneal, dan merupakan hasil dari tekanan darah rendah
albumin dan meningkat pada pembuluh darah dari hati (hipertensi
portal). Tahap awal penumpukan cairan mungkin asimtomatik,
tetapi sebagai akumulasi bertambah satu mungkin mengalami
kembung dan sakit perut. Penumpukan yang berlebihan
menyebabkan distensi perut dan sesak napas.

Splenomegali pembesaran limpa, keadaaan ini biasanya terjadi akibat


proliferasi limfosit dalam limpa karena infeksi di tempat lain tubuh.

Invers ALBUMIN – GLOBULIN  Kadar albumin MENURUN – kadar globulin meningkat


dalam darah

Hematemesis  muntah darah dan melena adalah pengeluaran faeses atau tinja
yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya
perdarahan saluran makan bagian atas.

Albumin

Albumin adalah protein plasma utama dalam darah, yang merupakan 54% dari semua
protein darah hadir dalam plasma darah. Ini adalah protein manusia pertama, yang
diproduksi pada tanaman (tembakau dan kentang) oleh rekayasa genetika. Albumin
diproduksi di hati menggunakan diet protein dan memiliki paruh 17-20 hari. Ini adalah
protein pembawa yang membawa asam lemak, kalsium, kortisol, pewarna tertentu, dan
bilirubin melalui plasma, dan juga berkontribusi terhadap tekanan onkotik protein
koloid.

Kekurangan albumin menunjukkan kesehatan yang buruk. Tingkat albumin mungkin


meningkat karena dehidrasi, gagal jantung kongestif, pemanfaatan protein yang buruk
dll, padahal mungkin akan menurun karena hipotiroidisme, penyakit kronis yang
melemahkan, malnutrisi, kehilangan kulit dll

Globulin

Globulin adalah protein utama yang ditemukan dalam plasma darah, yang berfungsi
sebagai pembawa hormon steroid dan lipid, dan fibrinogen; yang diperlukan untuk
pembekuan darah. Ada beberapa jenis globulin dengan berbagai fungsi dan dapat
dibagi menjadi empat fraksi yaitu; globulin alpha-1, globulin alpha-2, globulin beta, dan
globulin gamma. Keempat fraksi dapat diperoleh secara terpisah melalui proses
elektroforesis protein. globulin Gamma membuat bagian terbesar dari semua protein
globulin. Tingkat globulin dapat meningkat karena infeksi kronis, penyakit hati, sindrom
karsinoid, dll, tetapi juga mungkin akan menurun karena nephrosis, anemia hemolitik
akut, disfungsi hati dll.

ABABABDOMEN

INSPEKSI
Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan
seksama dinding abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:
a. Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman), elastisitasnya (menurun
pada orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites), dan adanya bekas-
bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan parut (tentukan
lokasinya), striae (gravidarum/ cushing syndrome), pelebaran pembuluh darah vena
(obstruksi vena kava inferior & kolateral pada hipertensi portal).
b. Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).
c. Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan local (hernia, hepatomegali,
splenomegali, kista ovarii, hidronefrosis).Gerakan dinding abdomen pada peritonitis
terbatas.
d. Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ apa atau
tumor apa.
e. Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak pada
dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour).
f. Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan
gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical.
g. Perhatikan juga gerakan pasien:
· Pasien sering merubah posisi → adanya obstruksi usus.
· Pasien sering menghindari gerakan → adanya iritasi peritoneum generalisata.
· Pasien sering melipat lutut ke atas agar tegangan abdomen berkurang/ relaksasi →
adanya peritonitis.
· Pasien melipat lutut sampai ke dada, berayun-ayun maju mundur pada saat nyeri →
adanya pankreatitis parah.

AUSKULTASI
Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltic usus dan
bising pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.

a. Mendengarkan suara peristaltik usus.


Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan keseluruh
bagian abdomen. Suara peristaltic usus terjadi akibat adanya gerakan cairan dan udara
dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit.
Ø Bila terdapat obstruksi usus, peristaltik meningkat disertai rasa sakit (borborigmi).
Ø Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan tegang, peristaltik lebih
tinggi seperti dentingan keeping uang logam (metallic-sound).
Ø Bila terjadi peritonitis, peristaltik usus akan melemah, frekuensinya lambat, bahkan
sampai hilang.
· Suara usus terdengar tidak ada
· Hipoaktif/sangat lambat ( misalnya sekali dalam 1 menit )

b. Mendengarkan suara pembuluh darah.


Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua fase. Misalnya
pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada hipertensi portal,
terdengar adanya bising vena (venous hum) di daerah epigastrium.

PALPASI
Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:
a. Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring terlentang. Sebaiknya
pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.
b. Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan. Sedangkan
untuk menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari. Diusahakan agar tidak
melakukan penekanan yang mendadak, agar tidak timbul tahanan pada dinding
abdomen.
c. Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah yang
dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.
d. Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien diminta untuk
menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer & spasme sejati dengan menekan
daerah muskulus rectus, minta pasien menarik napas dalam, jika muskulus rectus
relaksasi, maka itu adalah spasme volunteer. Namun jika otot kaku tegang selama
siklus pernapasan, itu adalah spasme sejati.
e. Palpasi bimanual : palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan, dimana tangan kiri
berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan kanan di bagian
depan dinding abdomen.
f. Pemeriksaan ballottement : cara palpasi organ abdomen dimana terdapat asites.
Caranya dengan melakukan tekanan yang mendadak pada dinding abdomen & dengan
cepat tangan ditarik kembali. Cairan asites akan berpindah untuk sementara, sehingga
organ atau massa tumor yang membesar dalam rongga abdomen dapat teraba saat
memantul.Teknik ballottement juga dipakai untuk memeriksa ginjal, dimana gerakan
penekanan pada organ oleh satu tangan akan dirasakan pantulannya pada tangan
lainnya.
g. Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinya,
konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri spontan/ tekan, dan
warna kulit di atasnya. Palpasi hati : dilakukan dengan satu tangan atau bimanual pada
kuadran kanan atas. Dilakukan palpasi dari bawah ke atas pada garis pertengahan
antara mid-line & SIAS. Bila perlu pasien diminta untuk menarik napas dalam, sehingga
hati dapat teraba. Pembesaran hati dinyatakan dengan berapa sentimeter di bawah
lengkung costa dan berapa sentimeter di bawah prosesus xiphoideus. Sebaiknya
digambar.

Perkusi

 Shifting dullness –> Pada penderita yang terlentang, dicari batas timpani pekak
(permukaan cairan) di bagian lateral abdomen.
 Bila posisi penderita dimiringkan, maka batas timpani pekak menjadi bergeser.
Gambar teknik untuk memeriksa redup yang berpindah. Daerah berwarna
menunjukkan daerah timpani. (Dari Mark H. Swartz. 1995, hal 252).

Undulasi:

 Dua telapak tangan ditaruh di kiri dan kanan dinding abdomen.


 Telapak tangan penderita atau pemeriksa kedua, pada sisi ulnar ditekan ke
dinding abdomen.
 Ujung-ujung jari memberikan tekanan pada satu sisi, maka telapak tangan yang
lain merasakan adanya gelombang.

Gambar teknik fluid wave

Fluid Wave

Pemeriksaan asites bisa dilakukan dengan cara menekan secara dalam ke arah garis
tengah dinding abdomen (untuk mencegah vibrasi sepanjang dinding abdomen),
letakkan telapak tangan yang satu berlawanan dengan telapak tangan yang lain untuk
mendengarkan adanya cairan asites.

Tekanan vena jugularis


Tekanan vena jugularis merupakan gambaran/cermin secara tidak langsung atas fungsi
pemompaan ventrikel. Karena setiap kegagalan pemompaan ventrikel menyebabkan
terkumpulnya darah lebih banyak pada sistem vena. Analog dengan keadaan ini adalah
“over load” cairan infuse yang diberikan juga meningkatkan tekanan vena jugularis.
Jadi, dengan inspeksi dapat tampak apakah vena jugularis mengembang dengan nyata
atau tidak.
Pengukuran tekanan vena jugularis:
Pasien dibaringkan dengan bantal pada kepala. Bendunglah daerah supra clavicula
agar vena jugularis tampak jelas. Kemudian tekan ujung proximal vena jugularis (di
dekat Angulus mandibulae) sambil melepas bendungan supra clavicula. Amati tingginya
kolom darah yang ada.
Ukurlah jarak vertikal permukaan atas kolom yang ditemukan terhadap bidang
horizontal yang melalui Angulus Ludovici. Katakanlah jaraknya a cm di bawah/ di atas
bidan horizontal tadi.
Maka nilai tekanan vena jugularisnya:
JVP = 5 – a cm air (bila di bawah bidang horizontal)
= 5 + a cm air (bila di atas bidang horizontal)
Bila permukaan kolom darah tepat pada bidang horizontal tersebut, maka: JVP = 5 + 0
cm air.
Angka 5 berasal dari jarak Atrium Kanan ke titik Angulus Ludovici kira-kira 5 cm.

LIEN

PALPASI
Biarkan pasien berbaring dengan nyaman dan menekuk lutut untuk relaksasi otot-otot perut.
Manuver ini membuat palpasi limpa jauh lebih mudah. Dan mendukung belakang sisi kiri perut
dengan tangan kiri pemeriksa menyangga punggung kanan penderita pada coste 11 dan 12 dan
kemudian meraba sisi kiri perut ( terutama pada pertengahan garis klavikularis ) dari bawah
tingkat umbilikus dengan tangan kanan pemeriksa. Periksa dengan meraba ujung limpa pada saat
pasien inspirasi yang mendalam. Kemudian meraba sisi kiri perut dan menggerakkan tangan
dengan lembut ke arah batas kosta kiri untuk mencapai lokasi limpa.
Normal : Sulit di raba, teraba bila ada pembesaran

Anda mungkin juga menyukai