Anda di halaman 1dari 12

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

TERJADINYA SISA MAKANAN PADA PASIEN


RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM HAJI
SURABAYA
Reny Rahmawati Lubis1, Lailatul Muniroh2
1Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Surabaya
2Departemen Gizi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Surabaya

Abstrak
Kebutuhan gizi pasien tidak terpenuhi jika masih banyak terdapat sisa makanan. Sisa
makanan yang terjadi dalam jangka waktu yang lama akan mempengaruhi kesembuhan
penyakit. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari faktor yang berhubungan dengan
terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya.
Penelitian secara cross sectional melibatkan 30 pasien, sampel penelitian dipilih secara
purposive sampling. Analisis data secara deskriptif dengan melihat koefisiensi
kontingensi yaitu kuat lemah hubungan. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar
pasien menyisakan makanan dalam jumlah banyak (> 25%) sebesar 53,3% dan yang
paling banyak menyisakan makanan adalah pasien baru sebesar 14%. Faktor internal
seperti jenis penyakit memiliki hubungan yang sangat kuat, jenis kelamin memiliki
hubungan yang kuat, umur, frekuensi makan, nafsu makan, dan persepsi besar porsi
makan memiliki hubungan yang lemah dengan terjadinya sisa makanan. Faktor eksternal
tekstur, warna, rasa makanan dan lama hari rawat inap memiliki hubungan yang sedang,
aroma makanan dan makanan dari luar rumah sakit memiliki hubungan yang lemah
dengan terjadinya sisa makanan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah masih terdapat
pasien yang menyisakan makanannya > 25%. Disarankan pada ahli gizi untuk
meningkatkan hospital culinary agar makanan semakin berkualitas dan memberi motivasi
khususnya kepada pasien baru untuk patuh dan selalu menghabiskan makanan yang
disajikan rumah sakit karena makanan sebagai penunjang kesembuhan.

Kata Kunci: pasien rawat inap, sisa makanan, rumah sakit.

Abstract

Nutritional needs of patients will not fulfilled if there are many food waste. Food waste
that occurs within a period of time will affect the cure of disease The purpose of this
research was to study the factors that related to food waste on inpatients instalation of
General Hospital Haji Surabaya. This research using cross-sectional design the samples
were 30 inpatients taken by purposive sampling. Analysis was performed using
descriptive analysis with contingency coefficient to assess the strength of relationship.
The results showed 53,3% of respondents left food more than 25% the majority of patient
who had left over food were new patient 14%. Internal factors that had very strong
relationship to food waste was type of disease, meanwhile sex had strong relationship,
other internal factor such as age, eating frequency, appetite and the perception of a food
portion had a weak relationship. Food waste related to external factors on the other hand
texture, color, flavor of food and length of stay had a moderate relationship. whether
smell of food and food from outside the hospital had a weak relationship. Food waste in
hospital was high more than 25%. It can be suggested that research is nutritionist should
to improve hospital culinary for more quality food and give motivation to the new patient
to be adhere and always eat food served by hospital, to improve patient health.

Keyword: inpatients, food waste, hospital


Pendahuluan
Rumah sakit merupakan salah satu badan layanan umum yang memberikan pelayanan
kesehatan seperti pelayanan gizi rumah sakit (PGRS). Salah satu kegiatan PGRS adalah
pengadaan dan penyediaan makanan. Penyelenggaraan makanan RS merupakan
rangkaian kegiatan perencanaan menu hingga evaluasi, dengan tujuan untuk menyediakan
makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya dan lain – lain, guna mencapai
status gizi yang optimal (Kemenkes RI, 2013).
Pengadaan dan penyediaan makan yang diberikan untuk pasien rawat inap di rumah
sakit harus sesuai dengan diet penyakitnya (Almatsier, 2005). Diet yang dilakukan di
rumah sakit disebut dengan diet rumah sakit (Hospital Diet) karena bertujuan untuk
menyembuhkan orang sakit. Lebih lanjut diet rumah sakit bertujuan untuk meningkatkan
dan mempertahankan imun tubuh dalam menghadapi penyakit, infeksi dan mendukung
kesembuhan pasien dengan memperbaiki jaringan yang aus atau rusak serta memulihkan
keseimbangan di dalam tubuh (homeostatis) (Hartono, 2006). Demikian juga menurut
Proverawati dan Kusumawati (2010) mengatakan bahwa fungsi makanan dalam
perawatan orang sakit adalah sebagai bentuk terapi diit dan penunjang kesehatan.
Daya terima diet makanan oleh pasien dapat dilihat dari jumlah sisa makanannya. Sisa
makanan adalah porsi makan yang tersisa yang tidak dihabiskan oleh pasien (Kemenkes
RI, 2013). Faktor yang mempengaruhi penerimaan diet makanan pasien hingga adanya
sisa makanan diantaranya adalah, makanan tambahan di luar diet rumah sakit, cita rasa
makanan yang kurang enak, tingkat adaptasi terhadap lingkungan rumah sakit yang
berbeda dengan lingkungan rumah sehingga mempengaruhi motivasi untuk makan.
Berdasarkan survei pendahuluan di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya sisa makanan
pasien terbanyak ada pada ruang Shafa 3A kelas II. Pada bulan Oktober 2013 jumlah rata-
rata sisa makanan terbanyak pada ruangan tersebut adalah pada lauk nabati sebesar 15%
dan sayur sebesar 23%. Pada ruang Marwah 1C kelas II dan III, pasien banyak menerima
diet makanan biasa dan rata–rata menyisakan sisa makanan sebanyak 12% (Instalasi Gizi
Rumah Sakit Umum Haji Surabaya, 2013). Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui fakor yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat
inap di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya.

Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional. Data penelitian dikumpulkan
secara cross sectional dengan pendekatan survey. Populasi dalam penelitian ini adalah
semua pasien rawat inap di ruang Shafa 3A kelas II dan Marwah 1C kelas II dan III
Rumah Sakit Umum Haji Surabaya yang menerima makanan biasa berbentuk nasi. Besar
sampel penelitian adalah 30 pasien. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode
purposive sampling. Pengambilan sampel penelitian termasuk non probability dan uji
statistik dengan melihat nilai koefisien kontingensi yaitu kuat lemah antar hubungan.
Penelitian telah mendapatkan persetujuan dari komisi etik. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga dengan no 327-KEPK.
Hasil dan Pembahasan
Analisis Univariat
Sisa Makanan
Sisa makanan adalah porsi makanan yang tersisa yang tidak dihabiskan oleh pasien
(Kemenkes RI, 2013). Sisa makanan terbagi menjadi dua pengertian yaitu waste adalah
makanan yang hilang karena tercecer dan platewaste adalah makanan yang tidak habis
dikonsumsi lalu terbuang (Williams Peter, dan Karen Walton, 2011).

Tabel 1. Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya
Tahun 2014

Sisa makan n %
> 25% (Memiliki sisa makanan banyak) 16 53,3
< 25% (Tidak bersisa, atau sisa makanan sedikit) 14 46,7
Total 30 100

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki sisa


makanan >25% adalah sebesar 53,3%.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Faktor Internal Penyebab Terjadinya Sisa Makanan di


Rumah Sakit Umum Haji Surabaya Tahun 2014

Faktor Internal Kategori n %


Umur > 19-29 tahun 3 10
30-49 tahun 17 56,7
50-64 tahun 10 33,3
Jenis Kelamin Laki–laki 7 23,3
Perempuan 23 76,7
Nafsu Makan Tidak baik 14 46,7
Baik 16 53,3
Frekuensi Makan 1 kali sehari 7 23,4
2 kali sehari 9 30
3 kali sehari 13 43,3
Makan saat lapar saja 1 3,3
Jenis Penyakit Tumor 4 13,3
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Faktor Internal Penyebab Terjadinya Sisa Makanan di
Rumah Sakit Umum Haji Surabaya Tahun 2014 (Lanjutan)

Faktor Internal Kategori n %


Kanker 2 6,7
Syaraf 1 3,3
Jantung 6 20
Hipokalemia 1 3,3
Batu ginjal 2 6,7
Patah Tulang 6 20
Kencing Batu 3 10
Katarak 3 10
Batu Empedu 2 6,7
Persepsi Besar Porsi Makan Sedikit 2 6,7
Cukup 13 43,3
Banyak 15 50

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berkisar pada


umur 30-49 tahun, yaitu sebesar 56,7% dan mayoritas berjenis kelamin perempuan
sebesar 76,7%. 53,3% pasien mempunyai nafsu makan yang baik, sebagian besar pasien
dengan frekuensi makan 3 kali sehari sebesar 43,3%, penyakit jantung dan patah tulang
merupakan jenis penyakit paling dominan yaitu sebesar 20%, sebagian besar pasien
memiliki persepsi besar porsi makan terkategori banyak pada makanan yang disajikan
rumah sakit yaitu sebesar 50%.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Faktor Eksternal Penyebab Terjadinya Sisa Makanan di


Rumah Sakit Umum Haji Surabaya Tahun 2014

Faktor Eksternal Kategori n %


Aroma Makanan Sts 1 3,3
Ts 2 6,7
B 11 36,6
S 14 46,7
Sk 2 6,7
Tekstur Makanan Sts 0 0
Ts 2 6,7
B 13 43,3
S 15 50
Sk 0 0
Warna Makanan Sts 1 3,3
Ts 6 20
B 10 33,4
S 13 43,3
Sk 0 0
Rasa Makanan Sts 1 3,3
Ts 7 23,3
B 13 43,3
S 9 30
Sk 0 0
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Faktor Eksternal Penyebab Terjadinya Sisa Makanan di
Rumah Sakit Umum Haji Surabaya Tahun 2014 (Lanjutan)

Faktor Eksternal Kategori n %


Membeli Makanan dari luar RS Ya 7 23,3
Tidak 23 76,7
Dibawakan Makanan dari Luar RS Ya 18 60
Tidak 12 40
Jenis Makanan yang Dibeli dari Luar RS Buah 0 0
Snack 4 13,3
Makanan pokok 3 10
Tidak membeli makanan 23 76,7
dari luar RS
Jenis Makanan yang Diibawakan dari Luar RS Buah 5 16,7
Snack 4 13,3
Makanan pokok 9 30
Tidak membeli makanan 12 40
dari luar RS
Lama Hari Rawat Inap < 3 hari 24 80
> 3 hari 6 20
Keterangan: Sts: Sangat tidak suka, Ts: Tidak suka, B: Biasa S: Suka Sk: Sangat suka
Berdasarkan Tabel 3 organoleptik makanan dari segi aroma, tekstur, warna, dan rasa
sebagian besar responden menyatakan suka, sedangkan dari segi rasa sebagian besar
responden menyatakan biasa sebesar 43,3%. Adanya pasien membeli makanan dari luar
rumah sakit sebesar 23,3% dan dibawakan makanan dari luar rumah sakit sebesar 60%
pasien. Snack adalah jenis makanan yang paling dominan dibeli pasien dari luar rumah
sakit yaitu sebesar 13,3%, makanan pokok merupakan jenis makanan yang paling banyak
dibawakan keluarga, kerabat, dan teman pasien yaitu sebesar 30%. Mayoritas pasien
dengan lama hari rawat inap selama < 3 hari sebesar 80%
Analisis Bivariat
Sisa Makanan
Sisa makanan merupakan banyaknya makanan pasien yang terbuang dalam alat
makan yang ditarik kembali ke dapur setelah jam makan selesai. Presentasi sisa makanan
dihitung dengan cara total sisa makan (g) dibagi standar porsi (g) dikali seratus persen
(Komalawati dkk, 2005). Berdasarkan hasil penelitian di rumah sakit umum Haji
Surabaya sebesar 53,3% pasien menyisakan makanan > 25%. Sisa masing-masing
hidangan makanan pasien seperti nasi sebesar 40,7%, lauk hewani sebesar 32,8%, lauk
nabati 30%, sayur sebesar 23,6%, dan buah sebesar 12%.
Kecukupan gizi pasien yang didapatkan dari makanan harus dipenuhi setiap hari
karena bermanfaat untuk menunjang kesembuhan, sebagai nutrisi saat sakit melalui
makanan yang dikonsumsi selain obat-obatan. Melalui nutrisi makananpun, jaringan-
jaringan yang rusak karena sakit yang diderita dapat diperbaiki, sehingga dapat
memperpendek waktu lama rawat hari inap (Depkes RI, 2007).
Tabel 4. Hubungan Faktor Internal dengan Terjadinya Sisa Makanan di Rumah Sakit
Umum Haji Surabaya Tahun 2014

Faktor Internal Katagori Sisa Makanan Total


> 25% < 25%
n % n % n %
Umur >19-29 tahun 3 30 0 0 3 10
30-29 tahun 7 23,3 10 3,3 17 56,6
50-64 tahun 6 20 4 13,3 10 33,4
Jenis Kelamin Laki-laki 3 10 4 13,3 7 23,3
Perempuan 13 43,3 10 33,3 17 76,7
Nafsu Makan Tidak baik 11 36,6 3 10 14 46,7
Baik 5 16,6 11 36,6 16 53,3
Frekuensi Makan 1 kali sehari 7 23,3 0 0 7 23,3
2 kali sehari 5 16,6 4 13,3 9 30
3 kali sehari 3 10 10 33,3 13 43,3
Makan saat lapar 1 3,33 0 0 1 3,3
saja
Jenis Penyakit Tumor 2 6,6 2 6,6 4 13,3
Kanker 1 3,3 1 3,3 2 6,7
Syaraf 1 3,3 0 0 1 3,3
Jantung 3 10 3 10 6 20
Hipokalemia 1 3,3 0 0 1 3,3
Batu ginjal 2 6,6 0 0 2 6,7
Patah Tulang 3 10 3 10 6 20
Kencing Batu 1 3,3 2 6,6 3 10
Katarak 1 3,3 2 6,6 3 10
Batu Empedu 1 3,3 1 3,3 2 6,7
Persepsi besar porsi Sedikit 0 0 2 6,6 2 6,6
makan Cukup 5 16,6 8 26,6 13 43,4
Banyak 11 36,6 4 13,3 15 50

Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan umur 30-
49 tahun banyak memiliki sisa makanan, yaitu sebesar 23,3%, walaupun secara statistik
menunjukkan adanya hubungan yang lemah dengan nilai koefesien kontingensi yaitu
sebesar 0,149. Lemahnya hubungan antara umur dan sisa makanan adalah dikarenakan
faktor kondisi fisik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Djamaludin
(2005) di RS Sardjito Yogyakarta yaitu tidak ada hubungan antara umur dan sisa makan
pasien karena kemungkinan porsi yang diberikan sudah sesuai dengan kebutuhan pasien,
dan rata-rata subjek menyatakan persepsi baik terhadap makanan yang disajikan. Menurut
Wijayanti (2008) awal masa dewasa merupakan masa transisi dari masa remaja ke masa
dewasa. Pada masa ini kondisi fisik tidak hanya mencapai puncaknya tetapi juga mulai
menurun. Kepekaan indera seseorang terhadap bau dan rasa akan berkurang seiring
dengan bertambahnya umur. Menurunnya kepekaan indera ini dapat berpengaruh depada
terjadinya sisa makanan pasien.
Jenis kelamin perempuan lebih banyak memiliki sisa makan, yaitu sebesar 43,3%, dan
secara statistik menunjukkan adanya hubungan yang kuat dengan nilai koefesien
kontingensi sebesar 0,526. Namun dalam hal terjadinya sisa makanan > 25% laki-laki
dengan nilai perbandingan 0,42 dan perempuan 0,56. Menurut U.S Departement of
Agriculture and U.S Departement of Health and Human Services (2010) jumlah kalori
yang dibutuhkan seseorang setiap hari bervariasi tergantung pada jenis kelamin.
Berdasarkan AKG, laki-laki memerlukan kalori lebih banyak dibandingkan perempuan,
oleh karena itu laki-laki lebih mampu untuk menghabiskan makanan dibandingkan
perempuan.
Nafsu makan tidak baik lebih banyak memiliki sisa makan, yaitu sebesar 36,6%.
Walaupun secara statistik menunjukkan adanya hubungan yang lemah dengan nilai
koefesien kontingensi yaitu sebesar 0.010. Lemahnya hubungan antara nafsu makan
dengan terjadinya sisa makanan dikarenakan pasien mendapatkan makanan dari luar
rumah sakit. apabila hal ini selalu terjadi artinya pasien selalu makan makanan dari luar,
maka makanan yang disajikan oleh rumah sakit tidak termakan habis, akhirnya akan
berdampak pada terjadinya sisa makanan (Catur, 2003).
Kebiasaan makan responden dengan frekuensi makan 1 kali sehari cenderung
membuat responden untuk menyisakan makan lebih banyak, yaitu sebesar 23.3%.
walaupun secara statistik menunjukkan adanya hubungan yang lemah dengan nilai
koefesien kontingensi yaitu sebesar 0,008. Lemahnya hubungan antara frekuensi makan
dengan sisa makanan adalah adanya responden dengan pola makan kurang dari tiga kali
sehari yang bertujuan untuk diet. Diet dengan mengurangi frekuensi makan sebenarnya
adalah diet yang tidak sehat (Heinberg, dkk, 2006) karena tidak dapat memenuhi
kebutuhan gizi sehari-hari. Hal ini menujukan adanya perbedaan frekuensi makan pasien
saat di rumah dan di rumah sakit, sehingga mempengaruhi daya terima makanan yang
disajikan oleh rumah sakit.
Berdasarkan hasil penelitian sebesar 20% responden dengan jenis penyakit jantung
dan patah tulang. Secara statistik memiliki hubungan yang sangat kuat dengan nilai
koefisien kontingensi sebesar 0,871. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Djamaludin (2005) di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta yaitu terdapat hubungan
antara jenis penyakit dan sisa makanan responden. Jenis penyakit yang lebih banyak
menyisakan makanan pada penelitian Djamaludin (2005) adalah jenis penyakit kanker
karena pada umumnya penyakit kanker mempunyai tingkat stres yang lebih tinggi
sehingga mempengaruhi turunnya nafsu makan. Hubungan yang sangat kuat antara jenis
penyakit dengan terjadinya sisa makanan dikarenakan kondisi fisik responden yang
lemah. Kondisi fisik pasien dapat mempengaruhi nafsu makan menjadi berkurang dan
dapat mempengaruhi tingkat penerimaan pasien terhadap makanan yang diberikan.
Padahal ilmu kedokteran modern berpandangan bahwa terapi nutrisi bukan lagi
pemberian makanan melainkan sudah menjadi terapi medis seperti halnya pengobatan
dan tindakan medis lainnya (Hartono 2000). Jenis penyakit jantung dan patah tulang
memiliki sisa makanan paling banyak, ini kemungkinan dikarenakan pasien mengalami
depresi. Depresi bisa menyebabkan gangguan pada suasana hati karena menimbulkan
rasa sedih, putus asa, hilangnya minat untuk melakukan sesuatu hal hingga
mengakibatkan perubahan nafsu makan.
Persepsi responden terhadap besar porsi makan yang disajikan oleh rumah sakit
terkategori banyak dan menyisakan sisa makanan, yaitu sebesar 36,6%. Walaupun secara
statistik menunjukkan adanya hubungan yang lemah dengan nilai koefesien kontingensi
sebesar yaitu 0,054. Menurut National Health Service (2005) kebutuhan setiap individu
berbeda sesuai dengan kebiasaan makanannya. Besar porsi makan berkaitan dengan
perencanaan dan perhitungan bahan makanan atau disebut dengan standar porsi. Standar
porsi harus ditetapkan untuk setiap jenis makanan. Sisa makanan pasien akan meningkat
bila makanan yang disajikan dalam porsi besar.

Tabel 5. Hubungan Faktor Eksternal dengan Terjadinya Sisa Makanan di Rumah Sakit
Umum Haji Surabaya Tahun 2014

Faktor Eksternal Kategori Sisa Makanan Total


> 25% < 25%
n % n % n %
Aroma Sts 1 3,3 0 0 1 3,3
Ts 1 3,3 1 3,3 2 6,7
B 8 26,6 3 10 11 36,7
S 6 20 8 26,6 14 46,7
Sk 0 0 2 6,7 2 6,7
Tekstur Sts 0 0 0 0 0 0
Ts 2 6,6 0 0 2 6,6
B 7 23,3 6 20 13 43,4
S 7 23,3 8 26,6 15 50
Sk 0 0 0 0 0 0
Warna Sts 1 3,3 0 0 1 3,3
Ts 4 13,3 2 6,6 6 20
B 6 20 4 13,3 10 33,3
S 5 16,6 8 26,6 13 43,4
Sk 0 0 0 0 0 0
Rasa Sts 1 3,3 0 0 1 3,3
Ts 5 16,6 2 6,6 7 23,3
B 7 23,3 6 20 13 43,4
S 3 10 6 20 9 30
Sk 0 0 0 0 0 0
Beli makanan dari Iya 5 16,6 2 6,6 7 23,3
luar RS Tidak 11 36,6 12 40 23 76,7
Dibawa makanan Iya 13 43,3 5 16,6 18 60
dari luar RS Tidak 3 10 9 30 12 40
Lama hari rawat < 3 hari 14 46,6 10 33,3 24 80
inap > 3 hari 2 6,6 4 13,3 6 20
Keterangan: Sts: Sangat tidak suka, Ts: Tidak suka, B: Biasa S: Suka Sk: Sangat suka
Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian responden menyatakan biasa
terhadap aroma makanan tetapi masih menyisakan makanan, yaitu sebesar 26,6%,
walaupun secara statistik menunjukkan adanya hubungan yang lemah dengan nilai
koefesien kontingensi sebesar 0,244. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Djamaludin (2005) di RS Sardjito Yogyakarta bahwa, tidak ada hubungan antara
aroma makan dengan terjadinya sisa makanan karena subjek berpresepsi baik terhadap
aroma makanan yang disajikan. Lemahnya hubungan antara aroma makanan dengan sisa
makanan adalah adanya pasien dengan penyakit penyerta seperti flu dan pilek. Hal inilah
yang kemungkinan membuat responden memberikan penilaian bahwa makanan yang
disajikan memiliki aroma tidak sedap. Orang sakit yang mengalami gangguan pernafasan
akan memerlukan waktu yang lebih lama untuk dapat menghabiskan makanannya
(Proverawati dan Kusumawati 2010). Gangguan pernafasan dapat mengganggu nafsu
makan sehingga mempengaruhi terjadinya sisa makanan.
Tekstur makanan sebagian responden menyatakan biasa dan suka tetapi masih
menyisakan makanan, yaitu sebesar 23,3%, dan secara statistik menunjukkan adanya
hubungan yang sedang dengan nilai koefesien kontingensi sebesar 0,364. . Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Lumbantoruan (2012) di Rumah Sakit Puri Cinere
Depok bahwa ada hubungan antara tekstur makanan dengan terjadinya sisa makanan
karena, pada umumnya responden merasa tekstur makanan yang diberikan belum cukup
empuk. Tekstur makanan yang disajikan oleh RSU Haji Surabaya sudah terkategori baik.
Sebesar 50% responden menyatakan suka terhadap tekstur makanan yang disajikan.
Tekstur makanan selain ditentukan oleh mutu bahan makanan yang digunakan juga
ditentukan oleh cara pengolahan. Masakan dengan tingkat kematangan yang tepat lebih
dinikmati dari pada masakan yang terlalu matang (Nadimin dkk, 2012). Tekstur makanan
harus disesuaikan dengan keperluan per individu, karena upaya penyediaan makanan dari
tekstur makanan yang disesuaikan dengan keinginan pasien membuat pasien mudah
untuk menerima nutrisi dari diet makanan yang diberikan (Budiyanto, 2001).
Warna makanan sebagian responden menyatakan biasa tetapi masih menyisakan
makanan, yaitu sebesar 20%, dan secara statistik menunjukkan adanya hubungan yang
sedang dengan nilai koefesien kontingensi sebesar 0,451. Hubungan yang sedang antara
warna dengan terjadinya sisa makanan dikarenakan kebiasaan makan pasien khususnya
pada warna makanan. Apabila warna makanan saat pasien di rumah dan di rumah sakit
berbeda ini akan mengakibatkan terjadinya sisa makanan. Warna makanan yang tidak
disukai akan mempengaruhi daya terima makanan pasien. Menurut Budiyanto (2001)
pentingnya variasi warna di dalam pemberian makan pasien untuk meningkatkan selera
makan.
Sebagian responden menyatakan biasa terhadap rasa makanan tetapi masih
menyisakan makanan, yaitu sebesar 23,3%, dan secara statistik menunjukkan adanya
hubungan yang sedang dengan nilai koefesien kontingensi sebesar 0,356. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Lumbantoruan (2012) di Rumah Sakit Puri
Cinere Depok yaitu ada hubungan antar rasa makanan dengan terjadinya sisa
makan karena sebagian besar responden menyatakan bahwa makanan yang
disajikan oleh rumah sakit tidak enak. Hubungan yang sedang antara rasa makanan
dengan sisa makanan dikarenakan ada responden dengan gangguan pengecapan, seperti
mulut yang pahit. Pasien dengan mulut yang pahit mempengaruhi rasa makanan yang
disajikan oleh rumah sakit (Budiyanto, 2001).
Sebesar 16,6% pasien membeli makanan dari luar rumah sakit dan menyisakan
makanan, walaupun secara statistik menunjukkan adanya hubungan yang lemah dengan
nilai koefesien kontingensi yaitu sebesar 0,273. Hal ini sejalan dengan penelitian
Witjaksono (2010), tidak ada hubungan antara makanan dari luar rumah sakit dengan
terjadinya sisa makanan pasien di Rumah Sakit PHC Surabaya karena, responden tidak
mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit. Lemahnya hubungan antara makanan dari
luar rumah sakit dengan terjadinya sisa makanan dikarenakan menurunnya nafsu makan
pasien selama di rumah sakit karena penyakit yang diderita. Pasien yang memiliki nafsu
makan yang menurun akan mengganggu daya terima makanan yang disajikan rumah
sakit. Menurut Proverawati dan Kusumawati (2010) nafsu makan pasien di rumah sakit
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah penyakit yang diderita.
Responden penelitian mayoritas dengan hari rawat inap < 3 hari lebih banyak
memiliki sisa makan, yaitu sebesar 46,6%. Hal ini menunjukkan bahwa lama hari rawat
inap kurang atau sama dengan tiga hari mempunyai kecenderungan memiliki sisa makan
karena dipengaruhi oleh adaptasi terhadap makanan rumah sakit, khususnya dari segi
organoleptik makanan. Secara statistik menunjukkan adanya hubungan yang sedang
dengan nilai koefesien kontingensi yaitu sebesar 0,272. Hubungan yang sedang antara
lama rawat hari inap dengan terjadinya sisa makanan dikarenakan proses adaptasi pasien
di rumah sakit. Menurut Kozier dan Erb (2009) adaptasi manusia dipengaruhi oleh
stimulus internal dan eksternal yang dihadapi dan membutuhkan respon perilaku yang
terus menurus. Pasien yang baru memasuki lingkungan rumah sakit akan mengalami
proses adaptasi. Pasien dirawat di rumah sakit akan beradatasi dengan jenis makanan dan
penampilan fisik makanan. Adaptasi merupakan beban mental bagi orang sakit, yang apa
bila tidak diperhatikan akan mempengaruhi daya terima makanan.
Kesimpulan
Sebesar 53,3% pasien menyisakan makanan >25%. Sisa makanan paling banyak
terdapat pada nasi yaitu sebesar sebesar 40,7% dan paling sedikit pada buah yaitu sebesar
12%. Faktor internal yang mempunyai hubungan yang kuat dan sangat kuat adalah jenis
kelamin dan jenis penyakit. Faktor eksternal yang mempunyai hubungan yang sedang
dengan terjadinya sisa makanan adalah tekstur, warna, rasa makanan dan lama hari rawat
inap.

Saran
Disarankan pada ahli gizi untuk meningkatkan hospital culinary agar makanan
semakin berkualitas dan memberi motivasi khususnya kepada pasien baru untuk patuh
dan selalu menghabiskan makanan yang disajikan rumah sakit karena makanan sebagai
penunjang kesembuhan.

Daftar Pustaka
Almatsier, S., 2005. Penuntun Diet Instalasi Gizi RS. Dr. CiptoMangunkusumo dan
Asosiasi Dietisien Indonesia. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.
Budiyanto, 2001. Dasar - Dasar Ilmu Gizi. Malang: MM Press.
Catur, A., 2003. Buku Kumpulan Abstrak Pertemuan Ilmiah Nasional (PIN).
Jogjakarta :Asdi.
Departemen Kesehatan RI., 2007. Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat
Jendral Bina Kesehatan Masyarakat
Djamaluddin, P. E.P. dan Paramastri Ira, 2005. Analisis Zat Gizi dan
Biava Sisa Makanan pada Pasien Dengan Makanan Biasa. JURNAL GIZI
KLINIK INDONESIA, Volume1, No.3, Maret 2005: 108-
112.http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/1824_MU.11030008.pdf. Sitasi
19-01- 2014.
Hartono, Andry, 2006. Terapi Gizi Dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: Kencana.
Heinberg, Leslie. J., Tompson, J. Kevin, Matzon, Jonas L. 2006 “Body Image
Dissatisfaction as a Motivator for Healthy Lifestyle Change: Is Some
Distress Beneficial”. Dalam Striegel, Ruth H., Moore, Smolak, Linda
(Ed).2002. Eating Disorder (Innovative Directions in Research and
Practice). Washington DC: American Psychological Association.
Instalasi Gizi RS Haji Surabaya. 2013, Laporan tahunan Instalasi Gizi RS Haji
Surabaya.
Kementrian Kesehatan RI, 2013. Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta. Direktorat Jendral
Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan Anak Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit
(PGRS).
Komalawati, Dewi, dkk, 2005. Pengaruh Lama Rawat Hari Inap Terhadap Sisa
Makanan Pasien Anak di Rumah Sakit Umum Dr. Soeradji Tirtonegoro
Klaten, JurnalKESMAS Vol. 6. 2005:1
Lumbantoruan., D.B.S, 2012. Hubungan Penampilan Makanan dan Faktor
Lainnya Dengan Sisa Makanan Biasa Pasien Kelas 3 Seruni RS Puri
Cinere Depok Bulan April – Mei 2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Program Studi Serjana Gizi Universitas Indonesia Depok.
http://lontar.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile%3Ddigital%2F20320509-S-PDF-
Dian%2520Berdhika%2520Sari%2520Lumbantoruan.pdf&ei=8A_iUs0Ph
oqtB8X1gaAF&usg=AFQjCNGjywPWhxkSXfAm-
RuDn8Yhg7Cbig&sig2=Gyuxi804V-
fbYvZdlBIf3Q&bvm=bv.59930103,d.bmk. Sitasi 16-01-2014
Kozier B., Erb G. 2009. Buku Ajar Praktik keperawatan klinis. Jakarta : Penerbit EGC.
Nadimin, Rauf, S., Ernawati, R., 2012. Daya Terima Pasien Terhadap
Makanan di Rumah Sakit Arifin Nu’mang Kabupaten Sidrap. Jurnal
Media Gizi Pangan, Vol. XIV, Edisi 2, 2012.
http://share.pdfonline.com/b6b35b1500fb47228a290c8265e3f8ab/4.%20N
ADIMIN.pdf. Sitasi 19-01-2014.
National Health Service (NHS), 2005. Managing Food Waste in the NHS.
Department of Health England. NHS Estates.
Proverawati, dan Kusumawati, 2010. Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
U.S Departement of Agriculture and U.S Departement of Health and Human Services.
2010. Dietary Guidelines for Americans. www.dietaryguidelines.gov. Sitasi 05-
07-2014.
Wijayanti, Rahayu, 2008. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Penyakit Artritis Gout.
Skripsi. Surabaya : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
Williams Peter, dan Karen Walton, 2011. Plate Waste In Hospitals And Strategies For
Change. e-SPEN, The European e-Journal of Clinical Nutrition and Metabolism
6 (2011) e235-e241.
Witjaksono, L.A., 2010. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Sisa Makanan
Pasien di Ruang Perawatan Kelas I Rawat Inap Rumah Sakit PHC
Surabaya. Skripsi. Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai