Anda di halaman 1dari 11

JURNAL KESEHATAN

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERHASILAN PENGOBATAN


MALARIA DI PUSKESMAS

(FACTOR OF WHICH DEAL WITH EFFICACY OF MALARIA MEDICATION IN


PUSKESMAS)

ABSTRAK

Salah satu penyakit menular yang menjadi masalah global dalam bidang kesehatan
adalah penyakit malaria. Penyakit ini menyerang sedikitnya 350-500 juta orang setiap
tahunnya dan bertanggung jawab terhadap kematian sekitar 1 juta orang setiap tahunnya.
Diperkirakan masih sekitar 3,2 miliar orang hidup di daerah endemis malaria. Di Indonesia
pada tahun 2005 angka kejadian kasus Malaria menunjukkan kecenderungan yang sama
dibandingkan pada tahun 2004 yaitu sebesar 0,51 perseribu penduduk, sedangkan angka
klinis malaria sebesar 23,8 perseribu penduduk.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor biaya penunjang,
kepatuhan minum obat serta gambaran fasilitas kesehatan dan pengetahuan petugas kesehatan
dengan keberhasilan pengobatan malaria. Metode penelitian adalah Cross Sectional Study.
Populasi adalah penderita malaria dalam 6 bulan terakhir pada tahun 2007 yang tercatat di
Puskesmas Tarailu Kecamatan Sampaga, Kabupaten Mamujusebanyak 325 orang dan 25
orang petugas kesehatan. Metode pengambilan sampel yaitu Simple Random Sampling.
Sampel adalah penderita malaria yang mengikuti program pengobatan gratis yang berada
dalam wilayah kerja Puskesmas Tarailu, dengan kriteria sampel yaitu penderita yang berusia
di atas 15 tahun dan dalam keadaan sadar sebanyak 176 orang dan 25 orang petugas
kesehatan. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan 15 hari dari tanggal 3 Januari – 15
Maret 2008.

Hasil Penelitian variabel yang merupakan faktor yang berhubungan dengan


keberhasilan pengobatan yaitu biaya penunjang dengan nilai p = 0,02, dan kepatuhan berobat
dengan nilai p = 0,03, sedangkan faktor pelengkap yang merupakan faktor penunjang.
Dimana pengetahuan petugas yang dikategorikan tahu sebesar 76% dan fasilitas kesehatan
yang dikategorikan memadai sebesar 68%.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan kepada pihak Pemerintah setempat


agar pada wilayah yang jauh dari sarana kesehatan dan di daerah yang jalur transportasi tidak
lancar ditambahkan sarana kesehatan. Selain itu untuk menunjang keberhasilan pengobatan
diperlukan dukungan keluarga agar penderita memiliki kepatuhan yang tinggi dalam
meminum obat. Di samping itu, agar pengobatan yang dilakukan lebih efektif di sarankan
kepada petugas kesehatan agar menggunakan pemeriksaan DDR di laboratorium sedangkan
sarana kesehatan yang tidak memiliki laboratorium agar diadakan pelatihan dan pendidikan
bagi petugas yang bertugas di sarana kesehatan tersebut.

Daftar Pustaka (28, 2000-2007)


Kata Kunci : Malaria, Keberhasilan Pengobatan Malaria

ABSTRACT

One of contagion becoming global problem in the field of health is malarian ailment.
This disease groan at least 350-500 million people every year and hold responsible to death
of about 1 million people every year. Estimated still about 3,2 people milliard live in area of
endemis malaria. In Indonesia on the year 2005 number of occurence of Malaria case show
the compared to same tendency in the year 2004 that is equal to 0,51 thousandth of resident,
while number of klinis malaria of equal to 23,8 thousandth of resident.

This Research target is to know the relation of factor of supporter expense,


compliance take medicine and also picture of facility of health and knowledge of health
worker with the efficacy of malaria medication. Research method is Cross Sectional Study.
Population is malaria patient in last 6 month in the year 2007 noted in Puskesmas Tarailu of
Subdistrict Sampaga, Regency Mamuju as much 325 people and 25 people of health worker.
method of Intake sampel that is Simple Random Sampling. Sampel is malaria patient
following free medication program staying in region work the Puskesmas Tarailu, with the
criterion sampel that is patient which have above age to 15 year and in one's sober senses as
much 176 people and 2 5 people of health worker. This research is executed by during 2
month 15 day from date of 3 January - 15 March 2008.

Result of variable Research representing factor of which deal with medication


efficacy that is supporter expense with the value p = 0,02, and compliance medicinize with
the value p = 0,03, while complement factor representing supporter factor. Where worker
knowledge categorized by soybean cake of equal to 76% and health facility categorized
adequate equal to 68%.

Pursuant to the research result suggestied to party of Local government of so that


region which is far from health medium and in area which transportation band is not fluent
enhanced by a health medium. Others to support the medication efficacy needed by a family
support so that patient own the high compliance in taking medicine. Despitefully, so that
medication conducted by more effective, suggesting to health worker so that using inspection
DDR in laboratory of while health medium which do not own the laboratory of so that
performed by training and education for commisioned worker in the health medium.

Bibliography ( 28, 2000-2007)

Keyword : Malaria, Efficacy of Malaria Medication

A. Pendahuluan

Salah satu penyakit menular yang menjadi masalah global dalam bidang kesehatan
adalah penyakit malaria. Dalam buku The World Malaria Report 2005, Badan Kesehatan
Dunia (WHO), menggambarkan walaupun berbagai upaya telah dilakukan, hingga tahun
2005 Malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di 107 negara di dunia. Penyakit
ini menyerang sedikitnya 350-500 juta orang setiap tahunnya dan bertanggung jawab
terhadap kematian sekitar 1 juta orang setiap tahunnya. Diperkirakan masih sekitar 3,2
miliar orang hidup di daerah endemis malaria (Ndoen, 2006).
Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001) di Indonesia terjadi
15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Pada tahun 2005 angka
kejadian kasus Malaria menunjukkan kecenderungan yang sama dibandingkan pada tahun
2004 yaitu sebesar 0,51 perseribu penduduk, sedangkan angka klinis malaria sebesar 23,8
perseribu penduduk. Proporsi kematian karena malaria berdasarkan hasil Survey
Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, adalah sebesar 2%. Jumlah Kabupaten endemis di
Indonesia adalah 424 Kabupaten Dari 576 Kabupaten yang ada, dan diperkirakan 42,4 %
penduduk beresiko tertular (Sampri, 2007).

Kecamatan Sampaga yang merupakan tempat puskesmas Tarailu berada terdapat


224 kasus pada tahun 2004 mengalami peningkatan kasus sebesar 560 kasus pada tahun
2005 dan terus meningkat sampai akhir tahun 2006 yaitu sebesar 741 kasus (Data
DinKes, BPS Kab. Mamuju, 2006). Pada tahun 2007 data kasus malaria yang dilaporkan
yaitu sebesar 800 kasus

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan


keberhasilan pengobatan malaria serta gambaran faktor yang menunjang keberhasilan
pengobatan malaria di Puskesmas Tarailu Kecamatan Sampaga Kabupaten Mamuju.

B. Bahan dan Metode

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Puskesmas Tarailu merupakan salah satu Unit pelayanan
kesehatan masyarakat yang terletak di Kec. Sampaga dengan Status Rawat Inap, yang
berada dalam naungan Dinas Kesehatan Kabupaten Mamuju. Puskesmas Tarailu
Merupakan salah satu Puskesmas Plus Perawatan yang ada di Kab. Mamuju. Puskemas
ini mewadahi 5 PUSTU yang tersebar di 6 desa yang termasuk wilayah kerjanya yaitu
Pustu Bunde yang terletak 4 Km dari Puskesmas Tarailu dan dapat dilalui kendaraan roda
empat dan dua, Pustu Sempaga terletak 3 Km dari Puskesmas Tarailu dapat dilalui
kendaraan roda empat dan dua, Pustu Salubara’na terletak 12 Km dari Puskesmas Tarailu
dan dapat dilalui roda empat dan dua, Pustu Tanam Buah terletak 9 Km roda empat dan
dua dan Pustu Kalonding terletak 14 Km dari Puskesmas Tarailu dan hanya dapat dilalui
dengan kendaraan roda dua.

Populasi dan Sampel:

Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah penderita malaria yang tercatat
dan dilaporkan di Puskesmas Tarailu dari bulan Juni – Desember tahun 2007 sebanyak
325 orang dan petugas kesehatan yang menangani penderita malaria sebanyak 25 orang.

Sedangkan yang menjadi sampel adalah penderita malaria yang mengikuti program
pengobatan gratis yang berada dalam wilayah kerja Puskesmas Tarailu yang dianggap
mampu memberikan informasi/keterangan dengan benar tentang variabel yang diteliti dan
telah diketahui menderita malaria berdasarkan diagnosa klinik dan hasil pemeriksaan
DDR di laboratorium Puskesmas Tarailu Kec. Sampaga Kab. Mamuju yang terpilih
sesuai kriteria dengan menggunakan metode Simple Random Sampling. Kriteria sampel
adalah sebagai berikut :

1. Pasien dalam keadaan sadar


2. Pasien yang berumur > 15 Tahun ( remaja dan orang dewasa ).

Pengumpulan data

1. Data Primer, yang dilakukan dengan wawancara langsung dengan responden yang
terpilih sebagai sampel dengan menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan yang telah
tersedia) sebagai instrumen. Hal-hal yang dianggap penting dan tidak tercantum
dalam daftar pertanyaan dimasukkan kedalam blok catatan lapangan.

2. Data Sekunder, dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan


penelitian yang diperoleh dari instansi terkait dengan penelitian seperti Dinas
Kesehatan Kab. Mamuju, BPS dan Puskesmas tempat meneliti.

Jenis Variabel

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keberhasilan pengobatan malaria


sementara variabel bebas adalah variabel biaya penunjang, kepatuhan minum obat,
fasilitas kesehatan dan pengetahuan petugas. Adapun defenisi dan kriteria masing masing
variabel disajikan sebagai berikut :

1. Biaya Penunjang adalah biaya yang dikeluarkan oleh penderita selama menjalani
pengobatan malaria yang meliputi biaya transportasi (jika menggunakan kendaraan
umum), biaya makan (jika pasien di rawat inap) dan biaya obat (jika pasien menderita
komplikasi penyakit lain selain malaria). Ada Bila penderita tidak memiliki biaya
untuk menunjang pengobatan, tidak bila tidak sama dengan kriteria ada.

2. Kepatuhan minum obat adalah kepatuhan penderita dalam menjalankan pengobatan


(minum obat) sesuai dengan dosis/aturan yang diberikan. Patuh bila penderita
menjalankan pengobatan sesuai dengan dosis/aturan yang diberikan, tidak patuh bila
tidak sama dengan kriteria patuh.

3. Fasilitas kesehatan Adalah adanya alat bantu untuk mendiagnosa dan menunjang
pengobatan penyakit malaria. Memadai bila ada alat bantu untuk mendiagnosa dan
menunjang pengobatan malaria, tidak memadai bila tidak sama dengan kriteria
memadai.

4. Pengetahuan petugas kesehatan adalah kemampuan tenaga kesehatan dalam


memahami, mendiagnosa dan memberikan dosis pengobatan yang tepat terhadap
penderita penyakit malaria. Indikator yang dinilai adalah kemampuan tenaga
kesehatan untuk mendiagnosa dan memberikan dosis pengobatan secara cepat dan
tepat. Tahu bila Bila tenaga kesehatan memahami, mendiagnosa dan memberikan
dosis pengobatan secara tepat terhadap penderita penyakit malaria, tidak tahu bila
tidak sama dengan kriteria tahu.

Analisis data

Analisis data yang dilakukan adalah analisis univariat yaitu analisis distribusi
frekuensi dan persentase tunggal yang terkait dengan tujuan penelitian; dan analisis
bivariat yaitu analisis variabel dependen dan independen dengan tabulasi silang (crosstab)
disertai dengan uji hipotesis melalui uji Chi Square. Hipotesis yang diuji adalah hipotesis
nol (H0).

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Karakteristik Responden

a. Penderita Malaria

Berdasarkan hasil penelitian dari 176 responden , pada umumnya berumur 23-
30 tahun (29,5%), responden laki-laki lebih banyak (56,8%) dibandingkan dengan
perempuan (43,2%), dilihat dari pekerjaan responden yang terbanyak adalah
petani (38,1%), dan berdasarkan desa tempat tinggal (alamat) responden yang
terbanyak berasal dari Desa Tarailu (22,7%)

b. Petugas Kesehatan

Berdasarkan hasil penelitian dari 25 responden , pada umumnya berumur 20-


25 tahun (48%), responden perempuan lebih banyak (72%) dibandingkan dengan
laki-laki (28%), dilihat dari tingkat pendidikan responden yang terbanyak adalah
SMK Keperawatan (32%), pekerjaan responden yang terbanyak adalah perawat
(52%).

2. Deskripsi Variabel Yang Diteliti

Tahap ini dilakukan analisis distribusi frekuensi persentase variabel penelitian


yaitu variabel independen meliputi biaya penunjang (biaya transportasi dan biaya
makan), kepatuhan minum obat, fasilitas kesehatan (ketersediaan laboratorium dan
mikroskop), pengetahuan petugas kesehatan. Dan variabel dependen meliputi
keberhasilan pengobatan malaria.

Tabel 1

Deskripsi Variabel Penelitian

Variabel n %
Biaya Penunjang : 144 81,8

Ada 32 18,2

Tidak Ada
Jumlah 176 100
Kepatuhan Minum Obat : 159 90,3

Patuh 17 9,7

Tidak Patuh
Jumlah 176 100
Fasilitas Kesehatan : 17 68

Memadai 8 32

Tidak Memadai
Jumlah 25 100
Pengetahuan Petugas Kesehatan : 19 76

Tahu 6 24

Tidak Tahu
Jumlah 25 100
Keberhasilan Pengobatan Malaria : 89 50,6

Berhasil 87 49,4

Tidak Berhasil
Jumlah 176 100
Berdasarkan Tabel 1 di atas diperoleh informasi bahwa sebagian besar
responden memiliki biaya penunjang untuk berobat ke puskesmas. Ini dapat dilihat
dari tingkat persentasenya yaitu sebesar 81,8 % yang berarti puskesmas tetap menjadi
pilhan utama dalam pemilihan tempat pengobatan dan sebagian responden tetap
menyediakan biaya agar dapat menjangkau Puskesmas (biaya transportasi) atau
mendapatkan perawatan yang intensif dengn rawat inap yang tentu harus
mengeluarkan biaya lebih untuk itu (biaya transportasi dan biaya makan) walaupun
biaya penunjang untuk pengobatan mahal. Sedangkan yang tidak memiliki yaitu
sebesar 18,2 % dengan alasan biaya mahal atau mereka tidak memiliki penghasilan.
Dari Tabel di atas juga diperoleh informasi bahwa terdapat 159 orang atau 90,3%
responden yang patuh minum obat selama menderita malaria. Ini berarti sebagian
responden sadar bahwa jika mereka patuh minum obat maka penyembuhan yang
optimal akan mudah diraih. Sedangkan terdapat 17 orang responden atau 9,7% yang
tidak patuh minum obat. Dapat dilihat pula bahwa 68% responden mengatakan
fasilitas kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tarailu memadai. Sedangkan
32% responden mengatakan fasilitas kesehatan tidak memadai karena sebagian
responden adalah petugas kesehatan yang bertugas di Puskesmas Pembantu yang ada
di wilayah kerja Puskesmas Tarailu. memberikan informasi bahwa pengetahuan
petugas kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tarailu yang dikategorikan
”tahu” sebanyak 76% responden. Sedangkan pengetahuan petugas kesehatan yang
dikategorikan ”tidak tahu” sebanyak 24% responden, maka tabel 9 di atas
memperlihatkan bahwa sebagian besar petugas kesehatan memiliki pengetahuan yang
cukup tentang pengobatan malaria. Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa 50,6%
responden yang menjalani pengobatan malaria di wilayah kerja Puskesmas Tarailu
sembuh dibawah atau sama dengan 3 hari atau dapat dikatakan pengobatannya
berhasil. Sedangkan 49,4% responden penderita penyakit malaria sembuh setelah lebih
dari 3 hari menjalani pengobatan malaria atau pengobatannya tidak berhasil.

3. Analisis Variabel Analitik

Tabel 2
Hubungan Biaya Penunjang dengan Keberhasilan Pengobatan Malaria

di Wilayah Kerja Puskesmas Tarailu Kecamatan Sampaga

Tahun 2008

Keberhasilan Pengobatan
Biaya Tidak
Jumlah (p)
Berhasil
Penunjang Berhasil
n % n % n % p = 0,02
Ada 79 54,9 65 45,1 144 100

Tidak Ada 10 31,3 22 68,7 32 100


Jumlah 89 50,6 87 49,4 176 100

Sumber : Data Primer, 2008

Tabel 2 memperlihatkan hubungan biaya penunjang dengan keberhasilan


pengobatan malaria. Dimana terlihat bahwa responden yang memiliki biaya
penunjang untuk berobat ke puskesmas dan sembuh di bawah atau sama dengan 3
hari sebanyak 54,9%. Responden yang memiliki biaya penunjang untuk berobat ke
puskesmas dan sembuh lebih dari 3 hari sebanyak 45,1%. Sedangkan yang tidak
punya biaya penunjang untuk berobat ke puskesmas dan sembuh di bawah atau sama
dengan 3 hari sebanyak 31,3% serta yang tidak punya biaya penunjang untuk berobat
ke puskesmas dan sembuh lebih dari 3 hari sebanyak 68,7%.

Berdasarkan data tersebut, diperoleh fakta bahwa keberhasilan pengobatan


malaria mayoritas pada responden yang memiliki biaya penunjang untuk berobat ke
puskesmas, sedangkan ketidakberhasilan pengobatan malaria mayoritas pada
responden yang tidak memiliki biaya penunjang untuk berobat ke puskesmas. Hal
tersebut disebabkan karena sebagian responden menganggap biaya untuk berobat ke
puskesmas mahal karena sebagian responden tidak memiliki penghasilan walaupun
pengobatan di puskesmas gratis tetapi responden harus mengeluarkan biaya
transportasi dan biaya makan (jika di rawat inap).

Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p = 0,02, karena p <>

Interpretasi : Ada hubungan biaya penunjang dengan keberhasilan


pengobatan malaria.

Tabel 3

Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan Keberhasilan

Pengobatan Malaria di Wilayah KerjaPuskesmas Tarailu

Kecamatan Sampaga Tahun 2008


Keberhasilan Pengobatan
Kepatuhan
Tidak Jumlah
Berhasil (p)
Minum Obat Berhasil
n % n % n %
Patuh 85 53,5 74 46,5 159 100
p= 0,03
Tidak Patuh 4 23,5 13 76,5 17 100
Total 89 50,6 87 49,4 176 100

Sumber : Data Primer, 2008

Tabel 3 memperlihatkan hubungan kepatuhan minum obat dengan keberhasilan


pengobatan malaria. Dimana terlihat bahwa responden yang ”patuh” minum obat
dan sembuh di bawah atau sama dengan 3 hari sebanyak 53,5%. Responden yang
”patuh” minum obat dan sembuh lebih dari 3 hari 46,5%. Sedangkan responden
yang ”tidak patuh” minum obat dan sembuh di bawah atau sama dengan 3 hari
23,5% serta yang ”tidak patuh” dan sembuh lebih dari 3 hari sebanyak 76,5%.

Berdasarkan data tersebut, diperoleh fakta bahwa keberhasilan pengobatan


malaria mayoritas pada responden yang patuh minum obat Ini berarti sebagian
responden sadar bahwa jika mereka patuh minum obat maka penyembuhan yang
optimal akan mudah diraih, sedangkan ketidakberhasilan pengobatan malaria
mayoritas pada responden yang ”tidak patuh” minum obat. Hal ini disebabkan
karena responden tidak suka dengan rasa pahit obat malaria dan efek samping
yang ditimbulkan yaitu mual dan muntah yang disebabkan oleh peningkatan asam
lambung. Sebagian responden merasa telah sembuh sehingga mereka menggagap
tidak usah lagi meminum obat dan diberikan ke orang lain yang menderita.

Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p = 0,03, karena p < style=""> ditolak
dan Ha diterima.

Interpretasi : Ada hubungan kepatuhan minum obat dengan keberhasilan


pengobatan malaria.

4. Pembahasan

Tarif Pengobatan malaria di puskesmas bukanlah menjadi masalah karena


pengobatan malaria di puskesmas seperti pada Puskesmas Tarailu melalui program
pemerintah dibebaskan dari biaya. Seringkali permasalahan bukan pada tarif
pelayanannya tetapi pada biaya yang harus dikeluarkan untuk transportasi ke tempat
pelayanan kesehatannya. Sehingga perbandingan antara biaya yang dikeluarkan untuk
berobat dengan biaya transportasi lebih besar biaya transportasinya karena jarak
tempat tinggal dengan pelayanan kesehatannya jauh ditambah lagi dengan biaya rawat
inap (biaya makan) jika penderita memang harus di rawat inap. Apalagi mengingat
kondisi geografis dan demografis wilayah kerja Puskesmas Tarailu yang semakin
menyulitkan akses masyarakat ke pelayanan kesehatan. Sejumlah penelitian
melaporkan bahwa akses ke puskesmas baik bagi mereka yang tinggal dalam jarak
sampai puluhan kilometer dari puskesmas. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu
terlihat bahwa responden yang memiliki biaya penunjang untuk berobat ke puskesmas
dan sembuh di bawah atau 3 hari sebanyak 54,9 %. Responden yang memiliki biaya
penunjang untuk berobat ke puskesmas dan sembuh lebih dari 3 hari sebanyak 45,1%.
Sedangkan yang tidak punya biaya penunjang untuk berobat ke puskesmas dan
sembuh di bawah atau 3 hari sebanyak 31,3% serta yang tidak punya biaya penunjang
untuk berobat ke puskesmas dan sembuh lebih dari 3 hari sebanyak 68,7%.
Berdasarkan data tersebut, diperoleh fakta bahwa keberhasilan pengobatan malaria
mayoritas pada responden yang memiliki biaya penunjang untuk berobat ke
puskesmas, sedangkan ketidakberhasilan pengobatan malaria mayoritas pada
responden yang tidak memiliki biaya penunjang untuk berobat ke puskesmas.
Responden mengatakan bahwa biaya berobat bukan merupakan penghambat untuk
berobat ke puskesmas karena tidak dipungut biaya, yang lebih utama adalah kemauan
berobat untuk kesembuhan penyakit malaria ini. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Musril, dkk (2007) dengan judul ”Pemanfaatan
pelayanan kesehatan oleh masyarakat miskin di Puskesmas Simpang Pandan
Yogyakarta. Sebagian besar responden mempunyai hambatan untuk mengakses
pelayanan kesehatan karena faktor jarak, alat transportasi, atau hambatan geografis.
Hubungan antara pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan jangkauan ke puskesmas
menunjukkan angka signifikan yaitu p<0,05.>

Penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Tarailu di temukan


bahwa responden yang patuh minum obat dan sembuh di bawah atau 3 hari sebanyak
53,5%. Responden yang patuh minum obat dan sembuh lebih dari tiga hari 46,5%.
Sedangkan responden yang tidak patuh minum obat dan sembuh di bawah atau 3 hari
23,5% serta yang tidak patuh dan sembuh lebih dari 3 hari sebanyak 76,5%. Alasan
responden tidak patuh dalam minum obat ini umumnya disebabkan karena tidak suka
dengan rasa pahit obat malaria dan adanya efek samping karena minum obat malaria.
Dalam kasus lain, secara psikologis, mereka merasa takut minum sekaligus obat yang
dimilikinya karena selain mendapat obat malaria, penderita juga biasanya mendapat
tambahan obat seperti vitamin atau obat lain. Selain itu, penderita mengeluhkan rasa
obat malaria yang dianggapnya terlalu pahit. Jadi, ketidakpatuhan ini terjadi karena
menganggap obat malaria rasanya pahit, memiliki efek samping dan masih rendahnya
pengetahuan tentang bahaya penyakit malaria. Berdasarkan data tersebut, diperoleh
fakta bahwa keberhasilan pengobatan malaria mayoritas pada responden yang patuh
minum obat, sedangkan ketidakberhasilan pengobatan malaria mayoritas pada
responden yang tidak patuh minum obat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Martha (2003) dengan judul ”Penilaian kegagalan pengobatan
klorokuin terhadap malaria Falciparum tanpa komplikasi dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya di Kecamatan Tombatu Kab. Minahasa Provinsi Sulawesi Utara”
dimana faktor risiko kegagalan pengobatan salah satunya terjadi karena kepatuhan
minum obat oleh penderita malaria dengan nilai OR=22,69; 95%CI=5,91<95,60.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kegagalan pengobatan klorokuin
terhadap malaria falciparum tanpa komplikasi dapat terjadi di Kecamatan Tombatu
disebabkan karena ketidak patuhan minum obat oleh penderita malaria.

Dasar dari pengobatan yang akurat adalah adanya dukungan laboratorium


yang berfungsi dengan baik. Keterbatasan fasilitas kesehatan seperti fasilitas
pemeriksaan hapusan darah malaria mengakibatkan pengobatan malaria sebagian
besar berdasarkan diagnosis klinis. Diperkirakan kurang lebih separuh dari kasus
malaria di indonesia yang dilaporkan hanya di diagnosa berdasarkan gejala klinik
tanpa dukungan konfirmasi laboratorium. Ini berpengaruh terhadap ketidaktepatan
diagnosa dan pengobatan yang tidak memadai. Di luar Pulau Jawa dan Bali, rujukan
kasus malaria berat menjadi sulit akibat keterbatasan infrastruktur fasilitas kesehatan
(Laporan perkembangan pencapaian tujuan pembangunan millenium Indonesia,
2004). Puskesmas merupakan salah satu fasilitas kesehatan sosial yang penting bagi
masyarakat. Namun demikian, puskesmas memiliki permasalahan dalam
penyediaannya karena sering terjadi ketidaksesuaian antara sediaan yang dilakukan
oleh pemerintah dengan permintaannya dari masyarakat. Hasil dari penelitian yang
dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Tarailu diperoleh data bahwa mayoritas
responden dimana sebesar 68% mengatakan Puskesmas tempat mereka bekerja
memiliki fasilitas kesehatan memadai. Sedangkan 32% mengatakan Puskesmas
tempat mereka bekerja memiliki fasilitas kesehatan tidak memadai. Sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Paramita Rahayu dalam tesisnya yang berjudul “Studi
perbandingan optimasi distribusi spesial fasilitas kesehatan Puskesmas: studi kasus
Kotamadya Semarang, suatu usulan” yang mengambil Kotamadya DT II Semarang
sebagai studi kasus, yaitu tingkat ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada
di puskesmas yang secara signifikan berpengaruh terhadap tingkat pemanfaatan
masyarakat dalam pencarian pengobatan. Hal ini secara tidak langsung dapat
berdampak terhadap keberhasilan pengobatan.

Pengetahuan adalah apa yang diketahui dan mampu diingat oleh setiap
individu setelah ia mendengar, mengalami, menyaksikan dan mengamati sejak lahir
hingga dewasa. Pengetahuan sangat berhubungan dengan kemampuan seseorang
untuk menerima informasi termasuk informasi tentang kesehatan. Hasil dari
penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas menyatakan bahwa sebagian
besar petugas kesehatan memiliki pengetahuan cukup tentang pengobatan malaria
yaitu sebesar 76%. Pengetahuan petugas yang cukup tentunya dapat menjadi salah
satu faktor pendukung keberhasilan pengobatan karena berpengaruh terhadap
ketepatan diagnosis dan pemberian dosis yang tepat. Sedangkan petugas kesehatan
yang memiliki pengetahuan kurang tentang pengobatan malaria yaitu sebesar 24%.
Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Pribadi, dkk (1997) bahwa
pengobatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan sendiri yang tidak adekuat baik
dosis maupun cara pemberiannya yang kurang tepat, akan membuat pengobatan
malaria menjadi tidak efektif dan tidak rasional. Keadaan ini juga cenderung
meningkatkan resistensi P. falciparum terhadap obat anti-malaria.

D. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. Terdapat hubungan antara biaya penunjang yaitu biaya transportasi dan biaya makan
(jika dirawat inap) dengan keberhasilan pengobatan malaria.

2. Terdapat hubungan antara kepatuhan minum obat dengan keberhasilan pengobatan


malaria.

3. Mayoritas responden (petugas kesehatan) mengatakan puskesmas tempat mereka


bekerja memiliki fasilitas kesehatan yang memadai yaitu sebesar 68%.
4. Mayoritas responden (petugas kesehatan) memiliki pengetahuan cukup tentang
pengobatan penyakit malaria yaitu sebesar 76%.

Saran

1. Disarankan kepada pemerintah setempat melalui Dinas Kesehatan, pada wilayah yang
jauh dari sarana kesehatan dan transportasi tidak lancar diadakan penambahan sarana
kesehatan sehingga masyarakat tidak mengeluarkan biaya penunjang seperti biaya
transport untuk menjangkau sarana kesehatan.

2. Petugas P2 malaria Puskesmas beserta timnya bekerjasama dengan masyarakat, yaitu


salah satunya petugas kesehatan, masyarakat dan keluarga penderita dilibatkan
secara langsung dalam proses pengobatan untuk menghindari pemakaian obat secara
tidak teratur. Disamping itu, memberikan pengertian kepada penderita malaria,
tentang pentingnya pengobatan dalam upaya pemberantasan malaria dan dampak
yang dihadapi bila pengobatan dilakukan tidak sesuai dengan aturan. selain itu
petugas dan masyarakat harus lebih ketat lagi memantau pelaksanaan pengobatan
malaria di wilayahnya agar pengobatan dapat terlaksana dengan baik. Dengan
demikian, kejadian resistensi plasmodium terhadap obat anti-malaria dapat dihindari.

3. Walaupun tidak semua puskesmas memiliki fasilitas kesehatan memadai (memiliki


laboratorium), ada baiknya pemeriksaan malaria dilakukan dengan menggunakan tes
lab yaitu pemeriksaan DDR untuk lebih memastikan bahwa penderita positif
dinyatakan menderita malaria. Karena dengan fasilitas kesehatan yang memadai akan
membantu dalam penegakan diagnosis malaria dan mempermudah dalam pemberian
obat yang tepat.

4. Sebaiknya diadakan pelatihan dan pendidikan untuk petugas kesehatan yang ada
khususnya bagi petugas kesehatan yang bekerja di puskesmas pembantu yang tidak
ditunjang dengan sarana laboratorium.

E. Ucapan Terima Kasih

Penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-
Nya kepada penulis dalam kelancaran proses penelitian. Karya ini penulis persembahkan
kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Hamzah Sula dan Ibunda Hj.Maria Rande.
Seluruh keluarga dan saudara-saudaraku tercinta (dr. Acci, Ipha dan Saddam) dan
almarhum adikku Wawan terima kasih atas dukungan dan semangatnya.atas atas doa,
dukungan, dan semangat yang tak ternilai, Kepada Bapak Prof. Dr. A. Arsunan A, M.Kes,
bapak Dr. Ridwan Amiruddin, SKM, M.Kes dan bapak Dr. drg. A. Zulkifli A., MS dalam
bimbingan dan masukannya untuk penyelesaian artikel ini. Kepada Bapak Bupati
Mamuju, Camat Sampaga, Kepala Desa Bunde, Desa Tarailu, Desa Sampaga, Desa
Salubara’na, Desa Tanam Buah dan Desa Kalonding, dan seluruh petugas kesehatan yang
bertugas di wilayah kerja Puskesmas Tarailu atas izin yang diberikan selama penelitian.
Teman-teman angkatan 2004, teman-teman Himapid, teman-teman Magang Epidemiologi
Lokasi RSUD Pangkep terima kasih atas bantuan dan kebersamaannya. Zaldy Alqadri,
yang telah memberi banyak semangat, percaya dan kesabaran selama ini.

Anda mungkin juga menyukai