Oleh :
Prj. Haryono.As,S.Pd, M Sbw (Presiden Lembaga Adat Budaya Dan Bahasa Orang
Laut Indonesia)
Suku Laut adalah sekelompok orang yang berkomunikasi dalam bahasa laut
yang terikat pada laut secara fisik dan atau psikis sehingga seluruh hidupnya memiliki
ketergantungan dan ikatan yang kuat pada laut walaupun berada didaratan,
kehidupannya bergantung pada sumber daya alam laut sebagai awal mula
kehidupannya.
Kami Suku Laut yang ditulis dalam sejarah besar bangsa-bangsa didunia
termasuk bangsa melayu bukan Duanu dan jangan panggil kami Duanu, sebab
menurut penelitian Adrian B Lapian dalam disertasinya (17,2009) Secara Entimologi,
Istilah Duanu atau Duano Muncul dalam kepustakaan ilmiah pada dasawarsa 1970-
an, nama ini menurutnya tidak diberikan oleh orang luar namun diberi dari dalam
suku itu sendiri, mereka ini dianggap kafir dan memakan babi dan ikan duyung serta
hidup didalam perahu bersama anjing. Jika anda baca sejarah masyarakat Suku Laut
yang ada di Indragiri Hilir Provinsi Riau kami secara Historis telah islam diawal abad
ke-7 M bahkan sebelum masuk ke Indonesia kami telah islam,hal ini dikarenakan
islam masuk melalui jalur laut jadi sangat logis jika pedagang arab dan Gujarat
menemukan orang laut terlebih dahulu untuk menyebarkan islam sebelum sampai
kedarat. walaupun pengaruh animisme dan dinamisme belum seutuhnya luntur namun
kami orang laut tidak makan babi, ikan duyung serta tidak memelihara anjing. maka
jelas kami bukan Duanu.
Jadi Panggil Kami Suku Laut atau Orang Laut. Jangan panggil kami Duanu
sebab kami Orang Laut karena Duanu dalam Pengertian Entimologi dan analogi kata
memiliki makna yang buruk. Menurut Ahmad Bin Muhammad Ali Al Fayyumi
dalam karyanya ALMISBAH ALMUNIR dijelaskan Bahwa Kata Jauh (Dalam
bahasa laut jauh/Jauh disana, berarti Duanu) diambil dari kata SYATHANA yang
merupakan akar dari Kata SYAITHAAN atau Syaitan atau Setan yang berarti Jauh,
sebab menurutnya setan itu menjauh dari kebenaran atau menjauh dari rahmat Allah
SWT. Jadi dalam konteks Analogi Kata Duanu sama Dengan Setan. Jika anda
memanggil kami “Hai,,,Duanu ! itu sama artinya anda memanggil kami “Hai,,,Setan !
maka jangan sekali-sekali sebut kami Duanu.
Jadi Panggil Kami Suku Laut atau Orang Laut. Kami Orang Laut bukan Duanu
karena secara Filosofi Duanu memiliki makna yang tidak baik sebab Duanu berasal
dari Bahasa Laut seperti penjelasan diatas yaitu Dua’ dan Nu. Dua’ Artinya Jauh dan
Nu artinya disana, jadi Duanu artinya Jauh Disana sedangkan Orang Duanu berarti
Orang yang Jauh Disana, jika kita bahas secara filosofi maka memiliki arti orang
yang ketinggalan, dalam konteks peradaban maka pemaknaannya adalah ketinggalan
zaman hal ini berlandas pada pemahaman filosofi berikut, “ Hai,,,dimana teman kita
yang berangkat bersama tadi ? “, maka jawabannya adalah “ Itu Jauh Disana (itu
Duanu) !” kalimat ini mengartikan bahwa teman mereka sudah ketinggalan. maka
jangan sekali-sekali sebut kami Duanu. Jadi Panggil Kami Suku Laut atau Orang
Laut sebab kami juga memahami kebudayaan dan peradaban modern.
Kami Orang Laut bukan Duanu karena secara Historis, istilah Orang Laut telah
muncul diawal kehidupan nenek moyang kami yaitu sebagai orang yang hidup
seratus persen bergantung pada sumber daya alam laut, hidup dan beranak pinak serta
mati dilaut, menangis dan tertawa dilaut, kami menjadi awal peradaban kehidupan
dilaut. Fakta sejarah kami adalah Orang Laut bukan Duanu ini terlihat pada cabutan
buku besluit2 dari Sultan Mahmud yaitu Sultan Indragiri No 224 pada 30 Oktober
1936 bahwa pada tanggal 1 januari 1936 diangkat menjadi Panglima Radja dari
Bangsa Orang Laut yang bernama MAAKIM yang berdiam di Tjontjong Laoet
(Sekarang Concong Luar). Jadi jelas disini kami disebut Orang Laut bukan Duanu.
Kesimpulannya kami adalah Suku Laut atau Orang Laut dan bukan Duanu,
sebab Duanu itu memiliki makna sebagai berikut : Duanu secara Entimologi berarti
Orang Kafir yang memakan Babi dan Ikan Duyung serta hidup di perahu bersama
Anjing. Duanu secara Analogi kata berarti Syaitan atau Setan. Duanu secara Filosofi
berarti Orang yang Ketinggalan Zaman. Duanu Secara Historis Muncul Tahun 1970,
disepakati 1992 dan di Eksistensikan Tahun 2004 sementara Suku Laut/Orang Laut
secara bukti sejarah telah muncul pada 1936 jadi mana yang lebih tua. Kemudian hal
terbaru sebenarnya pada 28 November 2013 sekelompok ahli waris yang memiliki
Zuriat Panglima Raja mengembalikan Istilah Duanu yang digaungkan sejak 1992 ke
pada istilah Asli yaitu Suku Laut atau Orang Laut. Dari mana muncul istilah Duanu
sehingga melekat pada masyarakat generasi orang laut hari ini, menurut Rabuan L.
Peristiwa ini bermula pada tahun 1992 dimana pada tahun tersebut diadakan Festival
Budaya Asia Fasifik di Pekanbaru yang menghadirkan seluruh kebudayaan
masyarakat di Asia Fasifik, maka hadirlah saat itu dari sekian banyak suku bangsa
yaitu Suku Laut saat itu disingkat dengan SLI (Suku Laut Indragiri) ingat masa 1992
ini juga sebenarnya istilah Duanu belum muncul pada orang laut di Indragiri kecuali
pada kepustakaan ilmiah tahun 1970 ini juga sebagai bukti Duanu itu bukan SLI
(Suku Laut Indragiri) sebab jika dia SLI (Suku Laut Indragiri) tentu saat itu di tulis
Duanu bukan SLI (Suku Laut Indragiri), baik kita kembali ke kejadian Festival
Budaya Asia Fasifik tahun 1992, saat itu kami dari Indragiri diberi nama SLI (Suku
Laut Indragiri) sebab disebelah Stand kami SLI (Suku Laut Indragiri) ada Stand Suku
Laut Kepri (Orang Mantang) sebenarnya orang mantang adalah orang mantang bukan
orang laut kesalahan inilah yang dibuat, boleh jadi jika melihat dari ciri-ciri menurut
Adrian B Lapian Duanu yaitu makan babi dan membawa anjing dalam perahu maka
orang mantang inilah duanu sebab ciri tersebut sesuai dengan kondisi orang mantang
hari ini bukan kondisi orang laut hari ini yang nenek moyangnya memiliki peran yang
besar pada sejarah dunia maritime dan kerajaan melayu.
Saat itu pada tahun 1992 dalam acara Festival Budaya Asia Fasifik menurut Rabuan
L datanglah wartawan dari RCTI meliput Stand disebelah kami yaitu Stand Suku
Laut Kepri (Orang Mantang), maka pertanyaan kunci yang muncul ketika itu dari
sang wartawan apakah Suku Laut Kepri ini Muslim/Islam lalu sang Orang Laut Kepri
ini menjawab kami tidak islam.
Selanjutnya sang wartawan pindah ke Stand SLI (Suku Laut Indragiri) yang
sebenarnya inilah Orang Laut yang tercatat dalam berbagai sejarah dunia. Ingat saat
ini belum ada kata Duanu. Sang wartawan memberikan beberapa pertanyaan hingga
tibalah pertanyaan kunci dari sang wartawan RCTI ini, apakah SLI (Suku Laut
Indragiri) ini juga tidak beragama seperti disebelah, maka ketika itu Rabuan L selaku
Orang Laut penjaga Stand marah besar dan darahnya seakan mendidih dengan nada
tegas kami SLI (Suku Laut Indragiri) adalah ISLAM berbekal pemahaman agama dan
ayat-ayat AL-Qur’an yang dihapalnya maka Rabuan L mengeluarkan semua
kemampuannya untuk menunjukan keislamannya pada sang wartawan, dan
menunjukan bahwa kami berbeda denga Orang Laut Kepri yang tidak beragama
tersebut.
Sang wartawanpun akhirnya permisi, kemudian Rabuan L yang ketika itu hadir
bersama Effendy SY dan Tarmidhi mengumpulkan mahasiswa orang laut SLI (Suku
Laut Indragiri) yaitu Suharni, Sarpan, Zaini. I dan Zaini. M untuk berembuk terhadap
masalah yang baru terjadi yaitu masalah SLI (Suku Laut Indragiri) disamakan dengan
Suku Laut Kepri (Mantang) yang tidak beragama, kekhawatiran saat itu adalah benar
adanya bahwa ketakutan pada pandangan luar jika SLI (Suku Laut Indragiri) juga
dianggap tidak beragama karena sama-sama Suku Laut. Maka jalan yang ditempuh
saat itu adalah tidak memakai lagi sitilah Suku Laut atau Orang Laut, maka dicarilah
istilah yang menurut mereka pernah ada terutama dalam istilah yang muncul pada
tahun 1970 yaitu Duanu tanpa melihat secara mendalam apa arti duanu tersebut dan
apa saja aspek sejarah yang hilang jika Suku Laut atau Orang Laut diganti dengan
Duanu, yang ada saat itu Duanu dianggap sebagai baju baru dan identitas baru yang
lebih gagah dan berdab tetapi malah yang terjadi adalah penghapusan jati diri
sebenarnya. Jadi sitilah Duanu muncul agar tidak disebut Orang Matang karena orang
mantang juga disebut orang laut.
Namun ada kesalahan besar karena sebenarnya Orang Laut adalah Orang Laut
yang tinggal dilaut, artinya kami adalah Suku Laut atau Orang Laut, smentara Orang
Mantang adalah Orang yang tinggal dilaut, Orang Bajau adalah Orang yang tinggal
dilaut, Orang Mindanao adalah Orang yang tinggal dilaut tetapi mereka bukan Orang
Laut lalu siapa Orang Laut Ya kami Orang Laut atau Suku Laut yang tinggal dilaut
itu. Yang lebih menyedihkan lagi setelah sitilah Duanu didapat maka dicari apa itu
arti Duanu seperti Duane yang diartikan pajak padahal jika ditarik secara historis
tidak ada keterkaitan, padahal penamaan Duanu itu adalah sebuah hal yang dapat
dianalogikan sebagai proses pembuangan jati diri, jati diri yang besar yang jika
mengerti maka akan muncul penyesalan seperti yang terjadi pada Rabuan L, Effendi,
Suharni pada tahun 2013 menyatakan kembali lagi kepada orang laut berdasarkan
kebenaran yang ditemukan oleh Dosen asli Orang Laut yaitu Haryono.
Sejarah Suku Laut
Orang Laut sampai hari ini masih dapat dilhat di beberpa tempat di indonesia
mulai di Perairan Riau, Kepulauan Riau, bahkan di beberapa Negara seperti:
Malaysia, Philippines dan daerah sekitar perairan singapura. Melihat keadaan mereka
saat ini seolah-olah merupakan kelompok yang banyak kekurangan dan perlu
mendapat perhatian, tidak ada catatan detail tentang sejarah hidup mereka bahkan
didalam Disertasi Adrian B. Lapian termuat catatan sejarah yang diceritakan oleh Wa
Hakim (yang mengisahkan peristiwa ini tahun 1882) dan ucapan inilah yang menjadi
alasan mengapa Hangtuah di Melayukan“Sedangkan bagi orang melayu dan penulis
Abdullah, peranan orang laut yang dianggap sebagai orang hina tidak perlu di sebut”
(Adrian B. Lapian, 107:2009).
Sebuah pernyataan yang benar-benar naïf dan memojokan Orang Laut dari
keberadaannya di tengah catatan sejarah kemegahan bangsa-bangsa di dunia, padahal
mereka memiliki kegemilangan dan kepahlawanan yang setara dengan bangsa-bangsa
yang tercatat didalam sejarah, seperti dikatakan oleh Ketua tentara Amerika yang
betanggung jawab memerangi orang laut pada 11 Juni 1913 General John Joseph
Pershing (1860-1948) “ Perlawanan inilah yang paling menakutkan dan kejam yang
pertama kali saya saksikan. Orang Laut melawan seperi syaitan. Mereka memang
sepenuhnya tiada ketakutan dan apabila sudah berazam untuk melawan, mereka
terima kematian itu Cuma sebagai peristiwa biasa”. Kejayaan orang Laut yang sering
disebut sebagai Lutau oleh Spanyol kemudian disebut dengan berbagai nama yang
sebenarnya adalah Orang laut, memiliki sejarah yang luar biasa seperti dikemukakan
oleh Dzul Asree yang tertulis di dalam blognya dan dikutip dari buku Kepulauan Sulu
Namun Sejarah Kebesaran orang Laut Tidak berhenti pada sejarah Perluasan
dan Kejayaan Sriwijaya, tercatat dalam pembahasan kesultanan sulu pembahasan ke
tujuh bahwa Ratu Hatchepsut Mesir Purba telah menghantar wakilnya ke Sulu
bertemu Maharaja Sulu sekitar abad ke-13 hingga 15 Sebelum Masehi. Peristiwa ini
memberikan kita beberapa gambaran, Tahun 1300 SM hingga 1500 SM, Maharaja
Sulug (Raja Orang Laut) ketika itu sudah wujud menguasai Nusantara sehingga
dikatakan beliau sangat berkuasa terhadap pulau-pulau dan orang laut yang
berperahu. Beliau dinamakan Raja Perahu. Menunjukkan bahawa peradaban sudah
lama maju di Nusantara kerana kelihatan pemakaian pedang atau keris terselit di
pinggang dan pemakaian mutiara pada leher sebagai perhiasan adalah benar.
Betapa hebatnya Mesir dengan pembinaan Piramid yang begitu dahsyat namun Raja
Mesir Purba lebih mengagumi Raja Perahu (Raja Orang Laut), sehingga nama-nama
Raja Mesir ditukar kepada Prao atau Pharaoh ketika itu yang bermaksud Perahu.
Selain Raja Perahu juga bermunculan raja – raja atau masa itu dikenal dengan
sultan-sultan dari orang laut diantaranya Kerajaan Champa yang tercatat tahun 905
sampai 1000 M pada tahun itu Orang Laut Memeluk Islam kemudian hadir
Kesultanan Sulu yang muncul pada tahun 1405 M, Berdasarkan Kajian Perpustakaan
berupa Research Library yang penulis analisis, sebenarnya Puncak Kegemilangan
Orang Laut Dimulai Pada abad Ke-15, karena tahun 1400-an SM ini banyak tokoh-
tokoh dan kepahlawanan Orang Laut Bermunculan, namun menurut James Fancis
Warren “Sulu Zone berada pada Abad ke-17 dan ke-18” hal ini didasarkan pada
penguasaan Orang Laut Diperairan Asia Tenggara pada tahun 1768 M-1898 M.
namun hal yang penulis maksud abad ke-15 adalah kemunculan para tokoh besar
orang Laut, artinya pengukiran sejarah kepahlawanan telah mereka lakukan pada
abad ke-15, seperti munculnya beberapa Tokoh dan kelompok Orang Laut ternama
yang sempat tercatat tidak sebagai Orang Laut oleh beberapa sumber, namun akan
diluruskan dalam penelitian ini, Diantaranya adalah Laksemana Hangtuah, Hang
Jebat, Hang Lekir, Hang Lekiu, Hang Kesturi, Hang Nadim, tokoh-tokoh yang
tercatat di sejarah tertulis sebagai Orang Laut adalah : Pangeran Alip selaku Pimpinan
Samal Balangingi (Adrian B Lapian, 143:2009), Laksemana Landasan (beliau
keturunan Sultan sulu pertama Sultan Syariful Hashim yang menjadi pelaut
Balangingi) yang karena kepahlawanannya disambut oleh para bangsawan ketika
sampai dimalaka.
Namun walaupun ada sebagian yang merasa rendah sebagai Orang Laut, masih
ada beberapa diantara keturunan orang laut di era modern ini yang terus berjuang
dengan berbagai cara untuk meningkatkan marwahnya, walaupun sebagian dari
mereka tidak mengetahui tokoh-tokoh yang disebut dalam penelitian ini, namun
bebagai usaha mereka tetap harus di acungkan jempol tetapi alangkah lebih baik jika
mereka mengetahui kegemilangan mereka dimasa lalu sehingga menjadi motor
penggerak mereka untuk berbuat lebih terhadap bangsa dan Negara seperti yang telah
dilakukan oleh nenek moyang mereka yang memiliki loyalitas yang tinggi terhadap
pemimpin mereka.
Kesenian Suku Laut atau Orang Laut terbagi dalam beberapa hasil karya,
diantaranya sebagai berikut :Seni Suara, Terdiri dari ; Bedenden, Jampi dan Panten.
Seni Rupa, yaitu ; Motif Batik Orang Laut Asli Seni Tari, yaitu ; Joged Betungkan
Seni Sastra Lisan ; Cerita Rakyat Dol, Hikayat Sri Bijawangsa. Seniman Suku Laut
yang merupakan pengarang lagu dalam versi bahasa laut adalah SDG. PRj. Suharni.
AS, PRj. Suhaimi. AS, dan PRj. Haryono, AS, M SBw.
Kearifan Lokal Suku Laut
Seperti yang dijelaskan Dahuri (1996) bahwa hutan bakau memiliki arti penting
bagi ekosistem perairan karena memberikan sumbangan bagi perairan sekitarnya.
Daun bakau yang gugur melalui proses penguraian oleh mikroorganisme diuraikan
menjadi partikel detritus yang menjadi sumber makanan bagi bermacam hewan laut.
Upacara penghormatan terhadap laut merupakan kegiatan masyarakat yang berasal
dari nenek moyang pendahulu mereka. kegiatan ini memiliki nilai kearifan terhadap
pelestarian sumberdaya perikanan, dimana setelah melakukan upacara semah laut
masyarakat tidak boleh melaut, padahal selama itu wilayah tersebut akan
dimanfaatkan oleh berbagai jenis ikan yang sudah matang gonad untuk melakukan
pemijahan, setelah melakukan pemijahan beberapa hari kemudian telur menetas
menjadi larva.
Pada masa ini kondisi larva sangat rentan terhadap perubahan lingkungan salah
satunya disebabkan oleh kegiatan penangkapan. Karena tenangnya wilayah perairan
dari kegiatan penangkapan menyebabkan larva tumbuh menjadi benih yang lebih
kuat. Hal ini lah yang kemudian yang menjadikan semah laut memiliki nilai kearifan
lokal dalam pelestarian sumberdaya pesisir. akan tetapi upacara seperti ini saat
sekarang tidak lagi dilakukan secara bersama-sama, hanya dilakukan secara individu
dengan tujuan yang berbau mistis atau tahayul. Sehingga nilai kearifannya sudah
mengalami pemudaran. Menganggap wilayah tertentu sebagai wilayah keramat
makna yang dapat diambil bagi pelestarian sumberdaya pesisir adalah menciptakan
susana tenang dikawasan perairan sehingga memudahkan ikan-ikan melangsungkan
pemijahan, kemudian larva-larva ikan tersebut mudah berkembang menjadi benih.
Inilah nilai pelestarian sumberdaya pesisir yang terkandung terhadap adanya
pantangan dan larangan tersebut. Komitmen tidak menangkap dan membunuh lumba-
lumba. Diketahui bahwa jika disuatu kawasan perairan terdapat lumba-lumba dan
ikan berukuran besar di kawasan itu banyak terdapat ikan-ikan yang berukuran lebih
kecil, karena merupakan sumber makanan lumba-lumba dan ikan-ikan besar. Nilai
kearifannya adalah lumba-lumba merupakan petunjuk bahwa diperairan mereka
masih terdapat banyak ikan.
Gelar ini diberikan Oleh Lembaga Adat Budaya dan Bahasa Orang Laut
Indonesia kepada orang – orang yang memiliki kriteria tertentu, diantaranya sebagai
berikut : TBD Adalah Singkatan Dari Tok Budayu Dolak Yang Merupakan Gelar
Yang Diberikan Kepada Pejabat Pemerintah Yang Berjasa Dalam Mempromosikan
Dan Mensosialisasikan Budaya Orang Laut WDG Adalah Singkatan Dari Wak Dolak
Gedang Yang Merupakan Gelar Yang Diberikan Kepada Orang Yang Berjasa Dalam
Mendidik Dan Membina Anak Orang Laut Sehingga Mencapai Keberhasilan
Pendidikan Dan Karir.
PBD Adalah Singkatan Dari Pemike Budayu Dolak Yang Merupakan Gelar
Yang Diberikan Kepada Orang Yang Berjasa Dalam Meneliti Dan Atau Menulis
Tentang Orang Laut. CBD Adalah Singkatan Dari Cakup Budayu Dolak Yang
Merupakan Gelar Yang Diberikan Kepada Pihak Media Massa Yang Berjasa Dalam
Menginformasikan Tentang Orang Laut Kepada Khalayak Ramai.
ASG Adalah Singkatan Dari Anek Seni Gedang Yang Merupakan Gelar Yang
Diberikan Kepada Seniman Yang Berjasa Mengarransement Dan Atau Mengiringi
Lagu Secara Original Dalam Versi Bahasa Laut Asli. ASD Adalah Singkatan Dari
Anek Seni Dolak Yang Merupakan Gelar Yang Diberikan Kepada Seniman Yang
Berjasa Dalam Melestarikan Budaya Orang Laut Dalam Berbagai Bentuk Hasil Seni.
DJB Adalah Singkatan Dari Desin Jagu Budayu Yang Merupakan Sebuah Gelar
Yang Diberikan Kepada Tokoh Organisasi Yang Berjasa Dalam Melestarikan Budaya
Orang Laut.
Berikut adalah Peta Keberadaan Suku Laut Di Provinsi Riau, khususnya didaerah
Indragiri Hilir,
1. Kecamatan Concong
2. Desa Concong Luar
3. Desa Panglima Raja
4. Kecamatan Kuindra
5. Desa Sungai Bela
6. Desa Perigi Raja
7. Kecamatan Kateman
8. Desa Kuala Selat
9. Kecamatan Mandah
10. Desa Bekawan
11. Desa Belaras
12. Kecamatan Tanah Merah
13. Desa Sungai Laut
14. Tanah Merah
15. Tanjung Pasir/ Sungai Rumah
16. Kuala Enok
(https://oranglautindonesia.wordpress.com/tag/indragiri-hilir/) di akses pada hari
selasa 30 mei 2017 pukul 12:20 WIB