Anda di halaman 1dari 13

METAMORFOSIS KATAK

Oleh :
Nama : Bagus Saputra
NIM : B1A016122
Rombongan :V
Kelompok :5
Asisten : Novita Tri Winarni

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Metamorfosis pada Amphibi sebagai perkembangan yang merubah secara


keseluruhan bentuk, fisiologis maupun biokimiawi individu, sementara pada beberapa
insekta, metamorfosis hanya bersifat melengkapi bentuk larva dengan perlengkapan-
perlengkapan untuk menjadi bentuk dewasanya. Proses metamorfosis pada Amphibi
dikontrol oleh hormon tiroid T3 dan T4. Perubahan transisi bertahap menuju ke
klimaks metamorfosis melibatkan peningkatan derajat hormon tersebut. Reaksi-reaksi
jaringan tertentu pada hormon tiroid T3 dan T4 adalah spesifik pada tipe-tipe sel target
tertentu. Mekanisme kerja T3 dan T4 pada tingkat gen di mediasi lewat reseptor yang
berada pada inti sel, perubahan ekspresi gen sebagai akibat hormon ini bermacam-
macam dan bervariasi dari satu tipe sel ke tipe sel yang lain (Walbot dan Halder, 1987).
Katak pada ordo Anura mempunyai vertebrae sepuluh buah dan tidak mempunyai
rusuk (tereduksi). Fertilisasi eksternal pada larva (kecebong) dengan menggunakan
ekor dan sirip median kaki,dan skeleton tubuh kecebong tumbuh baik (Brotowidjoyo,
1990). Endoskeleton pada katak dewasa terdiri atas tulang sejati dan kartilago (tulang
rawan). Tulang ini mendukung bagian-bagian penting pada tubuh, melindungi organ-
organ halus seperti otak dan syaraf tulang belakang, serta menyediakan tempat untuk
melekatnya otot-otot rangka. Studi perbandingan yang dilakukan pada tulang
vertebrata lainnya termasuk manusia diketahui dua bagian utama tulang yaitu skeleton
aksial terdiri atas atas tulang tengkorak dan sumsum tulang belakang. Skeleton
apendikular yang terdiri atas tulang kaki, tulang pelvis dan pectoral (Wodsedalck,
1970).
Kecebong mempunyai usus panjang yang melingkar, tetapi Amphibia dewasa
mempunyai saluran pencernaan yang relatif pendek dan sederhana, panjangnya antara
setengah sampai tiga setengah kali panjang tubuhnya. Perbatasan antara kedua bagian
usus ini dapat terjadi saeka kosio tunggal yang kecil. Struktur ini rupanya sudah
vestigial dalam banyak amphibia yang masih hidup. Anura mempunyai paru-paru
pendek tapi besar. Bagian dalam paru-paru merupakan kantung terbuka tetapi
dindingnya sudah terbagi dalam orde pertama, kedua dan ketiga. Menyediakan
permukaan respirasi total sekitar 1 cm2 /gr berat badan (15-20 cm2 untuk katak yang
besarnya sedang). Trakhea yang sangat pendek terbagi menjadi dua bronkus yang
pendek, satu menuju ke arah ujungdari setiap paru-paru. Epithelium dari saluran itu
bersilia sehingga dapat menjaga supaya sistem pernafasan tetap bersih. Anura
memompakan udara ke dalam paru-paru dari rongga bukho fonngedi. Nares interna
mulai berfungsi untuk pertama kalinya dalam sejarah vertebrata. Urodela pada
umumnya mempunyai banyak pasangan jantung limfa yang kecil-kecil, tersusun
segmental (dengan otot intrisiknya sendiri) dan sepasang yang dekat dengan setiap
pangkal kakinya. Anura mempunyai lebih sedikit jantung limfa yang kecil-kecil, tetapi
tetap mempunyai dua pasang yang besar (Djuhanda, 1984).
Metamorfosis pada Amphibi mengalami perubahan metamorfik yang terjadi melalui
tiga tahapan, antara lain:
1. Premetamorfosis yaitu pertumbuhan larva sangat dominan
2. Prometamorfosis, pertumbuhan berlanjut dan beberapa perkembangan berubah
seperti mulai munculnya membra belakang
3. Metamorfik klimaks, dimulainya perkembangan membra depan dan
merupakan suatu periode perubahan morfologi dan fisiologi yang luas dan
dramatik (Gilbert, 2000).
Perubahan-perubahan ini disertai regresi ekor katak dan penyusunan kembali
cara makan, sistem pencernaan, sistem pernafasan, sistem ekskresi, sistem gerak dan
sistem syaraf pada katak. Tiga kategori perubahan ini selama metamorfosis meliputi
hilangnya struktur dan jaringan larva (misalnya ekor dan insang), modifikasi struktur
larva yang telah ada sebelumnya (misalnya mulut dan perut) pemrograman ulang
aktivitas metabolik tingkat sel (misalnya hati) dan munculnya struktur dewasa paru-
paru. Struktur baru katak sebagian besar terbentuk selama periode premetamorfosis
yang panjang sedangkan regresi jaringan terjadi selama periode metamorfik klimak
yang pendek (Brotowidjoyo, 1990).
Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan metamorfosis atau lamanya
periode larva adalah komponen penting untuk kemampuan perkembangan Amphibi
saat masih hidup di perairan. Berudu hidup pada kesatuan kecil di air yang terisolasi
dan mengalir. Mereka bertahan hidup di air selama beberapa minggu.
Jenis-jenis metamorfosis yaitu :
1. Metamorfosis tidak sempurna
Metamorfosis tidak sempurna umumnya terjadi pada hewan jenis serangga seperti
capung, belalang, jangkrik dan lainnya. Dikatakan tidak sempurna karena hewan
tersebut hanya melewati 2 tahapan, yaitu dari telur menjadi nimfa kemudian menjadi
hewan dewasa.
2. Metamorfosis sempurna
Metamorfosis sempurna kebalikan dari metamorfosis sempurna. Contoh proses
metamorfosis sempurna terjadi pada katak dan kupu-kupu.
Praktikum metamorfosis menggunakan preparat berudu. Cepatnya
pertumbuhan dan perubahan bentuk tubuh pada berudu menjadi alasan dipilihnya
berudu sebagai preparat pada praktikum metamorfosis. Berudu mudah diperoleh,
karena banyak terdapat di alam bebas.

B. Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah dapat mengamati dan menggambarkan

proses regenerasi pada sirip ikan.


II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu baskom sebagai medium,
millimeter blok, dan lup (kaca pembesar).
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah berudu stadia tunas ekor,
media air dan daun bayam untuk pakan.
B. Metode

Metode yang digunakan dalam praktikum metamorfosis adalah sebagai


berikut :

1. Disediakan berudu tunas ekor


2. Dipilih berudu yang berukuran sama dan pada stadium yang sama
3. Berudu dipelihara pada baskom plastik yang sudah diisi air
4. Diberi pakan bayam rebus setiap 2 hari sekali
5. Air baskom disipon setiap 3 hari sekali.
6. Diamati hingga berudu ekornya dapat digunakan untuk berenang
7. Diukur panjang ekor, setelah satu minggu setelah perlakuan.
8. Diamati dan dicatat awal pertunasan membra belakang
9. Diamati dan dicatat awal pertunasan membra depan
10. Dibuat data hasil pengamatan
11. Data ditabulasikan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

B. Tabel 3.1 Data Pengukuran Berudu Katak Kelompok 5 Rombongan V


Pengukuran Hari Ke- (mm)
Berudu
0 7 14
ke-
PT PE LK PT PE LK PT PE LK
1 17 10 5 25 15 10 23 12 7
2 18 10 5 20 11 9 25 12 8
3 15 10 7 17 8 6 28 19 9
4 15 10 7 25 12 7 25 15 10
5 20 12 7 25 18 7 27 16 7
6 15 8 7 20 12 7 25 13 7
7 15 10 7 23 15 9 23 15 5
8 20 13 7 20 13 7 29 18 7
9 14 8 4 20 15 8 26 16 7
10 18 12 8 23 15 7 28 14 8
Rataan 16,7 10,3 6,4 21,8 13,4 7,7 25,9 15 7,5
Keterangan :
PT = Panjang Tubuh
PE = Panjang Ekor
LK = Lebar Kepala

Tabel 3.2 Data Perkembangan Berudu Katak Kelompok 5 Rombongan V


Pengamatan Hari Ke-
Parameter
0 7 14
Sirip ekor = 3
Pertunasan
Lokomosi Sirip ekor Sirip ekor
membra belakang
=7
Sirkuler dan
Sudah
Usus dan Perut belum Terpigmentasi
terpigmentasi
terpigmentasi
Pertunasan
Belum terbentuk Belum terbentuk Belum terbentuk
Membra Depan
Pertunasan
Membra Belum terbentuk Belum terbentuk Sudah terbentuk
Belakang

Gambar 3.1 Berudu Katak Gambar 3.2 Berudu Katak


bagian Dorsal Hari ke-0 bagian Ventral Hari ke-0

Gambar 3.3 Berudu Katak Gambar 3.4 Berudu Katak


bagian Dorsal Hari ke-7 bagian Ventral Hari ke-7

Gambar 3.5 Berudu Katak Gambar 3.6 Berudu Katak


bagian Dorsal Hari ke-14 bagian Ventral Hari ke-14
C. Pembahasan

Menurut Robert (1976), perkembangan embrio dan metamorfosis katak dapat


dicirikan dengan melihat perubahan bentuk telur dan warnanya. Perkembangan embrio
dan metamorfosis katak secara lengkap adalah sebagai berikut:
Stadia 1 : Adanya perubahan embrio hingga bagian yang gelap paling atas.
Stadia 2 : Terlihat adanya warna kelabu pada bagian yang berlawanan dengan bagian
yang gelap paling atas.
Stadia 3 : Pembelahan sel menjadi 2 bagian.
Stadia 4 : Pembelahan sel menjadi 4 bagian.
Stadia 5 : Pembelahan sel menjadi 8 bagian.
Stadia 6 : Pembelahan sel menjadi 16 bagian.
Stadia 7 : Pembelahan sel menjadi 32 bagian.
Stadia 8-9 : Terdapat perbedaan ukuran sel serta kecerahan telur secara keseluruhan.
Stadia 10 : Terdapat lingkaran putih yang relatif kecil pada bagian bawah telur.
Stadia 11 : Lingkaran putih yang terbentuk semakin berputar menuju bagian atas.
Stadia 12 : Terdapat lingkaran putih yang berada di sisi telur.
Stadia 13 : Terjadi perkembangan telur yang semakin datar dan perkembangan daerah
bulat yang selanjutnya akan menjadi punggung larva.
Stadia 14 : Calon bagian punggung yang terbentuk pada stadia 13 semakin jelas
terlihat.
Stadia 15 : Calon bagian dorsal larva semakin jelas dan ukurannya semakin
memanjang.
Stadia 16 : Mulai terlihat calon kepala dan bagian bawah perut.
Stadia 17 : Telur telah berubah bentuknya hingga menyerupai bentuk tubuh berudu.
Stadia 18 : Batang ekor mulai jelas terlihat dan calon bagian insang
mulai terbentuk, sedangkan bagian ventral mulai menyurut.
Stadia 19 : Bentuk tubuh semakin memanjang sebagai akibat adanya
pertumbuhan ekor dan mengecilnya bagian perut. Dengan insang dan jantung mulai
terlihat.
Stadia 20 : Bagian perut semakin mengecil dan sirkulasi bagian insang dan ekor mulai
terlihat jelas.
Stadia 21 : Terbentuknya insang pada bagian sisi dan mata pada daerah kepala.
Stadia 22 : Bagian mata semakin jelas terlihat bagian selaput pembungkus ekor
semakin transparan disamping insang semakin jelas.
Stadia 23 : Mulai terlihat adanya perkembangan mulut dan tutup insang.
Stadia 24 : Tutup insang mulai berkembang, sehingga insang mulai menutup.
Stadia 25 : Tutup insang mulai lengkap dan menutupi kedua insang, sehingga insang
sudah tidak terlihat semakin pesat dan sudah mulai terbentuk gigi-gigi kecil.
Stadia 26-30 : Permulaan terbentuknya calon kaki belakang.
Stadia 30-31 : Ditandai dengan adanya perkembangan jari pada kaki belakang.
Stadia 41 : Semakin memendeknya kloaka, bentuk tubuh mulai mendatar dan
berbentuk oval.
Stadia 42-44 : Lebar mulut mulai berkembang bila dibandingkan dengan letak
mata pada sisi tubuh.
Membesarnya otot-otot dan kartilago berkembang untuk memompa udara
masuk. Metamorfosis pada amphibi umumnya berhubungan dengan perubahan yang
mempersiapkan suatu organisme akuatik untuk kehidupan darat. Perubahan regresif
pada anura menyertakan hilangnya gigi tanduk berudu, pemendekan ekor dan insang
internal. Waktu yang sama, proses-proses penyusunan seperti perkembangan membra
dan morfogenesis kelenjar tiroid. Perubahan lokomosi dengan menyusutnya ekor
pendayung yang disertai perkembangan membra belakang dan membra depan. Insang
beregresi dan lengkung insang menghilang. Intestinum panjang yang khas hewan
herbivora memendek karena akan bermetamorfosis menjadi katak yang bersifat
karnivora. Paru-paru dan keluar paru-paru. Telinga tengah berkembang, sebagai
karakteristik membran timpani luar katak dan toad. Muncul membran niktitan pada
mata (Robert, 1976).
Selama metamorfosis, proses perkembangan diaktifkan kembali oleh
hormon-hormon spesifik dan keseluruhan organisme berubah untuk mempersiapkan
dirinya pada model baru. Metamorfosis pada berudu menyebabkan perkembangan
pemasakan enzim-enzim hati, hemoglobin dan pigmen mata (Gilbert, 2000). Salah
satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari metamorfosis adalah adanya hormon
tiroksin yang disekresi oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid terdapat pada pangkal
tenggorokan. Hormon tiroksin pada manusia mengendalikan laju produksi energi dan
reaksi di dalam sel pada umumnya. Hewan seperi katak, tiroksin mengontrol
perubahan-perubahan pada saat terjadi proses metamorfosis (Haliday, 1994).
Pentingnya hormon kelenjar tiroid dalam metamorfosis secara jelas
diperlihatkan Snell (1983) ketika mereka menemukan bahwa pengambilan kelenjar
tiroid pada larva mencegah perubahan metamorfosis. Peran hormon tiroid juga dapat
diperagakan melalui eksperimen yang menunjukkan larva ditiroidektomi yang diberi
makan cacahan jaringan tiroid atau hormon kelenjar tiroid segera akan mengalami
metamorfosis. Hal yang sama pada T3 yang diimplantasikan kedalam ekor berudu
premetamorfik menyebabkan kerusakan dan regresi jaringan lokal. Efek langsung
hormon kelenjar tiroid pada regresi ekor dapat mudah dilihat dalam laboratorium
dengan menggunakan blok kultur jaringan ekor in vitro; bila hormon tiroid
ditambahkan pada medium kultur, histolisis yang karakteristik dan reduksi jaringan
terjadi sesudah 3 sampai 4 hari. Ketika kelenjar thyroid dipindahkan dari berudu muda,
akan tumbuh menjadi berudu dewasa yang tidak pernah mengalami metamorfosis.
Sebaliknya, ketika hormon thyroid diberikan pada berudu muda dengan makanan atau
injeksi, mereka bermetamorfosis secara prematur (Kalthoff, 1996). Metamorfosis
amphibi adalah contoh dari perkembangan kompleks proses yang diatur oleh faktor
endokrin (Rosenkilde dan Ussing, 1996). Kontrol hormon tyroid secara luas dipahami
pada metamorfosis katak. Thyroid-stimulating hormone (TSH) dianggap sebagai
regulator fisiologis utama pertumbuhan berudu (Badawy, 2011).
Menurut Huet (1971), faktor yang mempengaruhi metamorfosis dapat
dibedakan menjadi factor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi faktor
lingkungan antara lain kualitas air, adanya parasit serta jumlah pakan yang tersedia.
Faktor internal meliputi perbedaan umur, kemampuan beradaptasi dengan
lingkungannya dan adanya ketahanan terhadap penyakit.
Beberapa spesies amfibi bergantung pada ekosistem akuatik untuk
mengakhiri salah satu tingkat kehidupannya. Kulit amfibi sangat permeabel dan
berfungsi khususnya untuk pengambilan air dan bernafas. Perkembangan normal
bergantung pada aliran yang lambat dari air menembus ruang vitelin pada embrio
katak. Kadar salinitas yang tinggi maka sedikit air diserap ke ruang vitelin,
keterlambatan perkembangan dapat menyebabkan perkembangan abnormal. Rata-rata
kadar salinitas berkurang dari perkembangan, tingkat glukosa dan protein total
meningkat secara internal (Karraker, 2007).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya, dapat ditarik beberapa


kesimpulan bahwa:
1. Struktur tubuh berudu memiliki sirip ekor, usus spiral dan ventral transparan.
2. Perubahan metamorfik yang teramati selama proses metamorphosis berudu
menjadi katak dewasa adalah munculnya pertunasan membra belakang dan usus
spiral dengan terpigmentasi.

B. Saran

Pemeliharaan berudu untuk mengetahui pertumbuhan dalam metamorfosisnya


harus dilakukan dengan cermat. Berudu yamg dipelihara harus senantiasa dipenuhi
kecukupan pakannya. Pakan yang berupa rebusan daun bayam diberikan setiap 2 hari
sekali.
DAFTAR REFERENSI

Badawy G. M. 2011. Effect of thyroid stimulating hormone on the ultrastructure of the


thyroid gland in the Mexican axolotl during metamorphic climax. Journal of Applied
Pharmaceutical Science, Vol. 01 (04): 60-66.

Djuhanda, T. 1984. Analisa Struktur Vertebrata 2. Armico, Bandung.

Gilbert. S.F. 2000. Developmental Biology. Sinaur Associates, Massachusetts

Haliday, T. 1994. The Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. Anarbmedia Oxford,


Oxford.

Huet, M. 1971. Text Book of Fish Culture Breeding and Cultivation of Fish. Fishing
News Books Ltd, Surrey.

Karraker, N. E. 2007. Are Embrionic and Larval Green Frogs (Rana clamitans)
Insensitive to Road Deicing Salt ?. Herpetological Conservation and Biology 2. 1: 35-
41.

Pechenik, J. A., 2006. Larva Experience and Latent Effects-metamorphosis is not a


new beginning. Integrative and Comparative Biology, 46(3): 323-333.

Robert, T. 1976. Vertebrate Biology Fourth Edition. W. B. Saunders Company, USA.

Rosenkilde P, and Ussing A. 1996. What mechanisms control neoteny and regulate
induced metamorphosis in urodeles. Int. J. Dev. Biol. Vol. 40: 665-673.

Snell, R. S. 1983. Clinical Embriology. Little Brown and Co, Buston.

Walbot, V. and. N. Halder. 1987. Development Biology. Random House, New York.

Wodsedalck, J. E. 1970. General Zoology. W M C Brown Company Publishers, USA.

Anda mungkin juga menyukai