Anda di halaman 1dari 31

BAB VII

PERCOBAAN 6
KONTROL SERVO POSISI

7.1 Tujuan
1. Mempelajari karakteristik plant servo posisi.
2. Mengetahui prinsip kerja plant servo posisi.
3. Mengetahui karakteristik dari sistem kontrol tertutup.

7.2 Dasar Teori


7.2.1 Pengertian Servoposisi
Servoposisi adalah salah satu bagian dari suatu sistem yang disebut
dengan servomekanisme, dimana pengertian dari servomekanisme sendiri
adalah suatu sistem kontrol berumpan balik dengan keluaran berupa posisi,
kecepatan atau percepatan mekanik. Sedangkan istilah servomekanisme dan
sistem pengontrolan posisi (atau kecepatan atau percepatan) adalah sinonim.

masukan keluaran
Proses Actuator
+ -

Umpan balik Tranducer

Gambar 7.1 Servoposisi

Servomekanisme pada umumnya disingkat servo saja, adalah suatu


alat yang digunakan untuk menyediakan kontrol mekanis jarak jauh.
Sebagai contoh, suatu servo dapat digunakan pada suatu remote menurut
perbandingan posisi yang bersudut suatu tombol-atur yang koneksinya
tidaklah mekanik tetapi tanpa kawat atau elektrik.
Jenis yang paling umum servo adalah servo yang memberi kontrol
tergantung posisi. Servo biasanya secara parsial elektronik atau elektrik
secara alami, dengan menggunakan suatu motor elektrik yang menciptakan
kekuatan mekanis,. Pada umumnya, servo beroperasi pada prinsip umpan
balik negatif, di mana kontrol masukan dibandingkan dengan posisi sistem
mekanik yang terukur oleh beberapa macam transducer pada keluaran.
Suatu ilmu pengetahuan sistem jenis ini telah dikembangkan, dan dikenal
sebagai teori kontrol.
Servo ditemukan banyak aplikasi (servo mengoperasikan motor
yang menggunakan suatu kontrol penjelajah) contohnya CNC
menggunakan servo untuk membuat gerakan mesin mengikuti alur alat yang
diinginkan, Sistem Fly-By-Wire dalam pesawat terbang menggunakan servo
untuk menggerakkan ‘kontrol permukaan/surface control’ yang berfungsi
mengendalikan pesawat terbang. Radio-controlled pada pesawat terbang
menggunakan servo untuk tujuan yang sama.

7.2.2 Cara Kerja Servo


Prinsip kerja dari sistem servomotor dapat dijelaskan sebagai
berikut: suatu komparator membandingkan tegangan masukan dengan
tegangan umpan balik, selisih tegangan ini yang sebanding dengan
kesalahan posisi keluaran digunakan oleh unit pemroses untuk
menggerakkan actuator sedemikian sehingga selisih tegangan ini semakin
mengecil. Bila dilihat dari sisi keluaran, mekanisme berkurangnya tegangan
selisih sama halnya dengan mendekatnya posisi keluaran terhadap posisi
yang dikehendaki. Secara grafik mekanisme ini dapat digambarkan:
Masukan
posisi akhir

Keluaran
posisi awal

Waktu
Gambar 7.2 Kurva Tanggapan Plant Servomotor

Gambar 7.3 Modul B3510-J

 Feedback (TP1) : Tegangan umpan balik sebagai tegangan


masukan
 Reference (TP2) : Tegangan keluaran
 Summing Amplifier (TP3) : Tegangan masukan yang digunakan untuk
mengetahui besarnya gain
 Loop Amplifier (TP4) : Tegangan keluaran yang digunakan untuk
mengetahui besarnya gain
 Switch : Untuk merubah mode fixed atau mode
variable
 Fixed : Untuk menunjukkan titik tengah lintasan
dari modul
 Variable : Mode yang mengikuti referensi pada
modul.
 Gain : Penguatan yang diperoleh dari
perbandingan Vout dengan Vin
 Referensi Slider : Peralatan yang terdiri dari 2 bagian yaitu
post tranduser (P1) sebagai posisi keluran
dan referensi (P2) sebagai posisi masukan
Gambar 7.4 Rangkaian Detail
A. Power Supply Conditioning
Power supply ini terdiri dari beberapa dioda dan relay yang digunakan
untuk memproteksi daya seperti yang ada dalam dunia industri. Apabila 2
sumber tegangan lepas atau tertukar dengan ground maka relay (K2) akan
memutuskan dan menghentikan daya ke modul.
B. Reference dan Feedback Generator
Reference dan Feedback Generator terdiri dari R3 ( resistor ) dan D5
(dioda) untuk menghasilkan level tegangan 10v untuk menggunakan feedback
potentiometer P1 ( digunakan untuk motor ) dan untuk refernce potentiometer
P2.
C. Summing Node
Summing node merupakan suatu unit penguat penjumlah. Keleuaran
dari referensi dikurangi dengan keluaran dari feedback sinyal yang kemudian
dikuatkan.
D. Loop Amp.
Penguat sinyal kesalahan dan digunakan untuk mengontrol daya driver
motor. Pada loop amp memiliki tombol yang dapat digunakan untuk
menentukan nilai gain yang berbeda.
E. Power Amplifier.
Terdiri dari satu op amp yang digunakan untuk menguatkan daya
dimana keluarannya di buffer oleh transistordarlington.
Berdasarkan cara kerjanya, servoposisi memiliki beberapa macam
sistem operasi. Salah satunya adalah operasi on-off, dalam hal ini taraf
tegangan penggerak pada akumulator hanya mengenal dua keadaan, ada
tegangan dan tidak ada tegangan. Sebagai pengandali on-of digunakan penguat
operasi yang dioperasikan pada penguat lingkar terbukanya. Penguat lingkar
terbukanya op amp sangat besar, sehingga bila perubahan tegangan masukan
cukup tinggi fungsi op amp mendekati fungsi on off.
Penguat operasional merupakan penguat gain-tinggi yang dirancang
untuk melaksanakan tugas-tugas matematis seperti penjumlahan, pengurangan,
perkalian dan pembagian. Semuanya bekerja dengan tegangan tinggi sampai
setinggi 300V, tetapi sanggup menyelesaikan berbagai perhitungan. Op-Amp
adalah suatu penguat berperolehan tinggi dikopel-langsung, yang umpan
baliknya ditambahkan untuk mengendalikan karakteristik keseluruhan. Op-
amp digunakan untuk membentuk fungsi-fungsi linier yang bermacam-macam
dan sering disebut sebagai analog. Termasuk dalam sistem servomotor ini.
Penguat Op-Amp juga mempunyai peran penting.

Terminal-terminal Op-amp :
 Terminal catu daya.
Op-amp membutuhkan catu daya +V dan –V yang keduanya
dihubungkan ke supplay daya.
 Terminal keluaran
Ujung tegangan keluaran Vo diukur terhadap ground, karena dalam
sebuah Op-amp hanya ada satu terminal keluaran. Batas keluaran Vo disebut
tegangan kejenuhan positip(+Vsat) dan batas bawahnya disebut tegangan
kejenuhan negatip (-Vsat).
 Terminal-terminal masukan
Dalam Op-amp terdapat masukan bertanda (-) yang kemudian disebut
masukan inverting dan yang bertanda (+) disebut masukan non inverting.
Tegangan keluaran Vo tergantung pada perbedaan tegangan kedua terminal
tersebut.

Karakteristik Op-amp ideal :


1. Resistansi masukan Ri = tak terhingga
2. Resistansi keluaran Ro = 0.
3. Perolehan tegangan Av = - tak terhingga.
4. Lebar pita = tak terhingga.
5. Vo = 0 kalau V1 = V2 tidak tergantung pada besarnya V1.
6. Karakteristiknya tidak tergantung pada temperatur.
 Penguat Membalik (Inverting Amplifier)
Rangkaian inverting amplifier adalah salah satu dari rangkaian Op-amp
yang paling luas digunakan . Rangkaian itu merupakan sebuah penguat yang
gain rangkaian tertutupnya dari Ei ke Vo ditentukan oler Rf dan Ri yang dapat
memperkuat isyarat AC dan DC. Untuk memahami kerja rangkaian
diperlihatkan pada gambar 7.2.
Tegangan Ed antara masukan (+) dan masukan (-) pada dasarnya nol.
Arus yang di alirkan antara terminal (+) dan (-) dapat diabaikan.

Rf

Ri
_
Ei Ed
+ Vout

Gambar 7.5 Rangkaian penguat pembalik atau Op-amp inverting.


Ei = Ii x Ri
Eo = Io x Rf
Ii + Io = 0
Ei Eo
+ =0
Ri Rf

Ei Eo Eo Rf
=- , atau =-
Ri Rf Ei Ri

 Penguat tak-membalik (Non-inverting Amplifier)


Gambar 7.6 adalah sebuah penguat tak membalik yaitu tegangan
keluaran Vo mempunyai polaritas yang sama dengan tegangan masukkan Ei
tahanan masukan dari penguat pembalik adalah Ri, tahanan masukan masukan
dari penguat tak-pembalik luar biasa besarnya, biasanya melebihi 100 MOhm.
Karena tegangan Ed antara masukan (+) dan (-) dari Op-amp adalah nol
kedua masukan tersebut berada pada potensial X yang sama. Karenanya Ei
tampak melintasi Ri, Ei menyebabkan arus I mengalir seperti diberikan oleh I =
Ei/Ri. Arah I tergantung pada polaritas Ei.
Karenanya I mengalir melalui Rf dan penurunan tegangan melintasi Rf
dinyatakan oleh VRi dan dinyatakan sebagai
Rf
VRf= I(Rf) = x Ei .......................................................................(5.1)
Ri
Tegangan Vo didapat dengan menambahkan penurunan tegangan
melintas Riyang adalah Ei ketegangan melintasi Rf yang adalah VRf :
Vo = Ei +VRF
Rf
Vo = Ei + x Ei
Ri
Rf
Vo=(1 + ) Ei ...................................................................................(5.2)
Ri
Sehingga gain tegangannya adalah :
Vo Rf
A= =1+ ....................................................................................(5.3)
Ei Ri
Persamaan tersebut memperlihatkan bahwa gain tegangan dari sebuah
penguat tak pembalik menyamai besarnnya gain sebuah penguat pembalik
(Rf/R1) ditambah 1.

Rf

Ri
_
Ed
+ Vout
Ei

Gambar 7.6 Gambar rangkaian penguat tak-membalik


F. Motor DC
Sebuah motor servo merupakan sebuah motor dc, ac, atau motor dc tanpa
sikat yang dikombinasikan dengan sebuah perangkat sensor posisi. Motor arus
searah (DC) konvensional menggunakan sifat dan komutator mekanika yang
memerlukan perawatan yang teratur. Namun dengan dilakukannnya
pengembangan terhadap sikat dan komutator, banyak motor DC yang digunakan
dalam sisitem servo dapat dioperasikan hampir tanpa perawatan. Beberapa
motor DC menggunakan komutasi secara elektronika. Mereka dinamakan motor
DC tanpa sikat.

a) Konstruksi Motor DC
Suatu motor listrik , akan berfungsi apabila memiliki :
 Kumparan medan, untuk menghasilkan medan magnet
 Kumparan jangkar, untuk mengimbaskan ggl pada konduktor – konduktor
yang terletak pada alur-alur jangkar.
 Celah udara yang memungkinkan berputarnya jangkar dalam medan
magnet.
Pada motor DC, kumparan yang berbentuk kutub sepatu dinamakan
stator ( bagian yang tidak berputar ). Stator ini menghasilkan medan magnet,
baik yang dibangkitkan koil atau magnet permanen.Dan kumparan jangkar
merupakan rotor ( bagian yang berputar ). Rotor ini berupa sebuah koil dimana
sebuah arus listrik mengalir. Bila kumparan jangkar berputar dalam medan
magnet, akan dibangkitkan tegangan (ggl) yang berubah-ubah arah setiap
setengah putaran, sehinggga merupakan tegangan bolak-balik :
e=Emakssint...................................................................................................(5.4)
Untuk memperoleh tegangan searah diperlukan alat penyearah yang disebut
komutator dan sikat.
b) Prinsip Kerja Motor DC
Suatu motor listrik adalah suatu mesin yang mengubah tenaga listrik ke
tenaga mekanik. Kerjanya atas dasar prinsip bahwa apabila suatu penghantar
yang membawa arus diletakkan didalam suatu medan magnet, maka akan timbul
gaya mekanik yang mempunyai arah sesuai dengan hukum tangan kiri dan
besarnya adalah : F = B i l ( newton ).

Gambar 7.7 Prinsip sebuah motor DC

Arus listrik mengalir ke koil melalui sikat-sikat yang selalu berhubungan


dengan komutator, yang ditekan oleh pegas. Pada posisi seperti pada gambar 7.7
(a), aliran arus pada koil akan menghasilkan medan magnet yang berlawan
dengan medan magnet dari stator, sehingga menyebabkan koil berputar ke arah
yang ditunjukkan oleh anak panah. Apabila aliran arus tetepa mengalir seperti
pada gambar 7.7 (a), koil akan diam pada posisi vertical setelah berputar sejauh
90o. Apabila telah mencapai posisi seperti gambar 7.7 (b), komutator akan
menyebabakan aliran arus yang mengalir melalui koil berbalik dari arah semula.
Dengan demikian, aliran arus sekarang akan menghasilkan tolakan magnet yang
mutar koil sejauh 90o ke posisi seperti pada gambar 7.7 (c). Mekanisme ini
terjadi berulang-ulang.
Secara matematis, mekanisme diatas dapat digambarkan sebagai berikut:
+ +

Gambar 7.8 Prinsip kerja motor DC secara matematis


Berlaku hubungan-hubungan :
V  eb
a). I a  .....................................................................................(5.5)
Ra
dimana :
Ia = Arus dalam jangkar
eb = GGL lawan (“Back EMF ) dari jangkar
Ra = Tahanan untai jangkar
b) eb =  Z N x p/a volt ................................................................(5.6)
c). Persamaan tegangan :
(i). Tegangan V berlawanan arah dengan EMF Eb
(ii). Didalam jangkar terjadi jatuh tegangan Ia Ra, jadi :
V=eb+Ia Ra ........................................................................(5.7)
d). Kecepatan Motor DC ( N )
Dari persamaan tegangan motor DC :
eb = V - Ia Ra ........................................................................................(5.8)
atau
P
 Z N x=V - Ia Ra ...........................................................................(5.9)
a
Jadi
V  Ia R a a
N= rps ...........................................................................(5.10)
 ZP
dimana Eb = V - Ia Ra, maka :
Eb a
N=  rps ..................................................................................(5.11)
 ZP

kE b a
Jadi N = , dimana k = tetap.
Φ PZ
Dari persamaan ini dapat dilihat bahwa kecepatan N berbanding terbalik
dengan ggl lawan Eb dan berbanding terbalik dengan fluksi .

c) Motor Steper
Bila suatu tegangan di pasang pada motor AC atau DC, maka motor akan
berputar secara terus menerus. Dalam hal inilh letak perbeedaan Motor Steper,
dimana pengoperasian motor ini berdasarkan pulsa listrik. Setiap kali mengirim
pulsa ke pengontrol elektronik, maka motor akan bergerak “selangkah”, yaitu
satu putaran sudut kecil. Ukuran langkah tersebut tergantung pada perancangan
motor. Motor akan berputar lebih cepat atau lambat dengan mengirim lebih
banyak atau sedikit pulsa dalam setiap detiknya.

Torsi

v (rpm)

Gambar 7.9 Karakteristik Motor Steper

Karakteristik kecepatan/torsi dapat dilihat pada gambar 7.8. Dari grafik


terlihat bahwa sumbu horizontal menggambarkan kecepatan sedangkan sumbu
vertikalnya menggambarkan torsinya, pada motor steper torsi bergantung pada
kecepatan begitu pula sebaliknya motor stepper akan berjalan pada kecepatan
yang diinginkan atau tidak berjalan sama sekali. Sedangkan pada jenis motor
lain,sebuah beban (torsi) akan dipasang dan karakteristik akan menunjukkan
seberapa cepat motor tersebut akan berjalan dengan beban sebesar itu.
d) Motor servo
Motor DC yang digunakan dalam sistem servo dinamakan servomotor
DC. Pada servomotor DC, rotor inersia dibuat sangat kecil, yang menghasilkan
motor dengan rasio torsi terhadap inersia sangat tinggi. Pada servomotor DC,
kumparan medan dapat dihubungkan secara seri dengan jangkar magnet (
armature) atau kumparan medan tersebut dapat dipisah dari jangkar magnetnya,
yang berarti medan magnet dihasilkan secara terpisah. Bila medan magnet
dihasilkan secara terpisah, maka fluks magnet tidak tergantung pada arus jangkar
magnet. Pada beberapa servomotor DC, medan magnet dihasilkan oleh magnet
permanen, sehingga fluks yang dihasilkan konstan. Servomotor DC yang seperti
itu dinamakan servomotor DC magnet permanent. Servomotor dengan medan
magnet dengan medan magnet dibangkitakan secara terpisah, dan juga
servomotor DC magnet permanen dapat dikontrol oleh arus jangkar magnet. Dan
hal ini dinamakan control jangkar magnet servomotor DC. Jika arus jangkarnya
dibuat konstan dan kecepatan dikontrol oleh tegangan medan, motor DC tersebut
dinamakan motor DC dikontrol medan.
Gambar 7.9 merupakan skema pengontrolan kumparan magnet (jangkar)
servomotor DC. Torsi yang dihasilkan adalah berbanding lurus dengan hasil kali
dari arus kumparan Ia dan fluks celah udara ψ, yang berbanding lurus dengan
arus medan atau :
ψ=KfIf...................................................................................................(5.12)
Dengan Kf adalah konstanta, sehingga torsi T dapat ditulis sebagai:
T = Kf . If . K1 . Ia , dengan K1 adalah konstanta.
L a
R a

e b

I a

Θ If = konstan

Gambar 7.10 skema pengontrolan kumparan magnet ( jangkar )

Jika medan arus konstan, flkus juga konstan dan torsi mempunyai arah
sesuai arus kumparan magnet sehingga :
T=KIa .................................................................................................(5.13)
Dimana apabila arah arus Ia dibalik maka tanda dari torsi akan berbalik
pula. Hal ini akan menyebabkan berbaliknya arah putaran motor.
Bila kumparan magnet berputar, maka tegangan akan sebanding dengan
hasil kali fluks dan kecepatan sudut yang diinduksikan pda kumparan magnet.
Untuk fluks yang konstan, tegangan induksi eb berbanding lurus dengan
kecepatan sudut dθ/dt, atau :
d
eb=Kb ..............................................................................................(5.14)
dt
dengan eb adalah back EMF dan Kb adalah kontanta.
Seperti yang pernah disinggung diatas, sebuah motor servo dapat berupa
sebuah motor dc, ac, atau motor dc tanpa sikat yang dikombinasikan dengan
sebuah perangkat sensor posisi. Motor servo mempunyai tiga kabel masukan
yaitu satu kabel untuk suplai tegangan, satu kabel untuk ground, dan datu kabel
untuk masukan kontrol dimana sinyal-sinyal mengaktifkan input servo untuk
berada pada posisi tertentu. Servo dapat berputar pada batas yang ditentukan
yang besarnya sekitar 180o atau lebih. Motor servo mempunyai jenis yang
beragam sesuai dengan fungsinya masing-masing, misalnya motor servo
hidraulik yang pada dasarnya merupakan penguat daya hidraulik dengan
pengontrolan katup pandu dan aktuator. Kutub pandu adalah suatu katup
imbang, yang berarti bahwa semua gaya tekan yang bekerja padanya adalah
setimbang. Keluaran daya yang sangat besar dapat dikontrol dengan katup pandu
yang posisinya dapat disetel dengan daya yang sangat kecil. Kemudian ada juga
motor servo dua fasa, motor arus searah dengan pengontrolan jangkar dan motor
arus searah dengan pengontrolan medan.
Sebuah motor servo dikendalikan dengan mengirim kepada sistem servo
tersebut sebuah “pulsa“ dengan lebar bervariasi. Parameter dari pulsa ini adalah
pada pulsa tersebut memiliki sebuah lebar minimum, sebuah lebar maksimum
dan sebuah lebar rata-rata berulang. Karakteristik motor servo yang paling
penting adalah percepatan yang dapat diperoleh. Untuk suatu torsi yang bekerja,
momen inersia motor harus minimum. Karena motor servo bekerja pada kondisi
yang selalu berubah, maka selalu terjadi percepatan dan perlambatan. Motor
servo harus mampu menyerap energi mekanik maupun membangkitkannya.
Motor servo memiliki beberapa rangkaian kontrol dan sebuah
potensiometer yang dihubungkan dengan tungkai keluaran. Potensiomotor
mengijinkan rangkaian kontrol untuk memonitor sudut pada motor servo saat
itu juga. Jika tungkai terletak pada sudut yang benar, maka motor akan diam.
Jika rangkaian kontrol menemukan bahwa sudut dari motor tidak tepat maka,
rangkaian motor akan menggerakkan motor pada arah yang benar.
Potensiometer berfungsi sebagai sensor yang mengubah perubahan mekanik
menjadi tegangan dengan prinsip pembagi tegangan. Keluaran tungkai dari
motor servo mampu untuk bergerak kesuatu arah 180o.
Sejumlah power yang disuplai ke motor adalah proporsional tergantung
pada jarak yang ditentukan untuk bergerak. Maka, jika tungkai memerlukan
putaran yang menempuh jarak jauh, motor akan berputar pada kecepatan penuh.
Jika hanya berputar pada jarak yang dekat, maka motor akan berputar dengan
kecepatan yang lebih pelan. Hal ini dinamakan kontrol proporsional.

 Macam-macam Motor Servo


Motor servo mempunyai jenis yang beragam sesuai dengan fungsinya
masing-masing yaitu :
1. Motor servo hidraulik
Motor servo hidraulik pada dasarnya merupakan penguat daya dengan
pengontrolan katub pandu dan actuator. Kutub pandu adalah suatu katub
imbang, yang berarti bahwa semua daya tekan yang bekerja padanya adalah
seimbang.
2. Motor servo dua fasa
Motor servo dua fasa yang sering digunakan untuk servomekanisme
instrument, adalah mirip dengan induksi dua fasa. Motor ini mengggunakan
rotor sangkar. Rotor ini mempunyai rasio diameter-panjang yang kecil untuk
memperoleh karakteristik percepatan yang baik. Dalam beberapa penerapan
praktis servomotor dua fasa digunakan pada daerah daya dari 1-100 watt.
3. Motor servo DC
Motor servo yang digunakan dalam system servo dinamakan servo
motor DC. Pada servo motor DC, rotor inersia dibuat sangat kecil yang
menghasilkan motor dengan rasio yang sangat tinggi. Pada servo motor DC,
kumparan medan dapat dihubungkan secara seri dengan jangkar magnet
(armature) atau kumparan medan tersebut dapat dipisah dari jangkar
magnetnya, yang berarti medn magnet dihasilkan secara terpisah. Bila medan
magnet dihasilkan secara terpisah, maka fluks magnet tidak tergantung pada
arus jangkar magnet. Pada beberapa servo motor DC, medan magnet
dihasilkan oleh magnet permanent sehingga fluks yang dihasilkan konstan.
Servo motor DC yang seperti itu dinamakan servo motor DC magnet
permanen, sehingga fluks yang dihasilkan konstan. Servo motor dengan
dengan medan magnet yang dibangkitkan secara terpisah dan juga motor DC
magnet permanent dapat dikontrol oleh arus jangkar magnet. Dan hal ini
dinamakan control jangkar magnet servo motor DC. Jika arus jangkarnya
dibuat konstan dan kecepatan dikontrol dengan tegangan medan, motor DC
tersebut dinamakan motor DC dikontrol medan.

G. Cara Kerja Modul B3510-J


Prinsip kerja dari modul ini adalah ketika terjadi perbedaan posisi
antara post transducer dengan referensi, maka akan terjadi perbedaan tegangan
yang ditunjukkan oleh tegangan di TP1 (feedback) dan TP2 (referensi).
Perbedaan tegangan ini dapat diketahui secara langsung pada TP3 (summing
node) dan dianggap sebagai error. Error tegangan ini kemudian dikuatkan oleh
OP Amp dengan nilai gain yang dapat kita atur. Hasil keluaran Op Amp ini
digunakan sebagai pengendali daya motor DC yang dipakai di modul ini.
Motor DC digunakan sebagai penggerak post tranducer hingga dicapai
posisi dimana tidak terjadi perbedaan antara tegangan antara post tranducer dan
referensi.

H. Karakteristik Umum Servo Posisi


Prinsip kerja dari modul ini adalah ketika terjadi perbedaan posisi
antara post transducer dengan referensi, maka akan terjadi perbedaan tegangan
yang ditunjukkan oleh tegangan di TP1 (feedback) dan TP2 (referensi).
Perbedaan tegangan ini dapat diketahui secara langsung pada TP3 (summing
node) dan dianggap sebagai error. Error tegangan ini kemudian dikuatkan oleh
OP Amp dengan nilai gain yang dapat kita atur. Hasil keluaran Op Amp ini
digunakan sebagai pengendali daya motor DC yang dipakai di modul ini.
Motor DC digunakan sebagai penggerak post tranducer hingga dicapai
posisi dimana tidak terjadi perbedaan antara tegangan antara post tranducer dan
referensi.
Pada modul B3510-J, terdapat reference dan feedback generator yang
terdiri dari R3 (Resistor) dan D5 (Dioda) untuk menghasilkan level tegangan
10V pada skala 0 – 60, dengan mengatur posisi feedback potentiometer P1 dan
reference potentiometer P2.
7.3 Pengujian Alat
7.3.1 Alat dan Bahan
1. Modul B3510-J
2. Power Supply +15 V, Ground, -15 V
3. Voltmeter digital
4. Jumper
5. Stopwatch

7.3.2 Cara kerja


7.3.2.1 Karakteristik umum dari plant servo posisi.
7.3.2.1.1 Fixed
a. Menyiapkan modul B3510-J
b. Membuat rangkaian plant seperti pada gambar
c. Menentukan set point awal dengan mode variable
d. Mengukur tegangan pada TP1(posisi awal).
e. Mengukur tegangan pada TP3 sambil mengubah SW1 ke mode fixed.
f. Mengukur tegangan pada TP3 setelah P1 berhenti.
g. Mengukur tegangan pada TP2.

7.3.2.1.2 Variable
a. Menyiapkan modul B3510-J
b. Membuat rangkaian plant seperti pada gambar
c. Menentukan set point awal dengan mode variable
d. Mengukur tegangan pada TP1(posisi awal).
e. Mengukur tegangan pada TP3 sambil memindah posisi P2 sebagai
reference sesuai yang dikehendaki.
f. Mengukur tegangan pada TP3 setelah P1 berhenti.
g. Mengukur tegangan pada TP2.
h. Mengulangi percobaan untuk setiap nilai set point yang berbeda.
7.3.2.1.3 Loop kontrol dengan gain bervariabel
a. Menyiapkan modul B3510-J
b. Membuat rangkaian plant seperti pada gambar.
c. Mengatur gain pada posisi yang diinginkan.
d. Menentukan set point awal dengan mode variable.
e. Mengukur tegangan pada TP1 (posisi awal).
f. Memindah posisi P2 sebagai reference sesuai yang dikehendaki sambil
mencatat waktu perpindahan posisi P1 sampai berhenti.
g. Mengukur tegangan TP4 yang merupakan keluaran gain.
h. Mengulangi percobaan dengan gain yang sama, posisi yang sama, namun
arah perpindahan posisi P2 dibalik.
i. Mengulangi langkah (c) sampai (h) untuk setiap gain yang berbeda (dari
gain rendah sampai gain tertinggi) sebanyak 3 variasi.
7.3.3 Data percobaan
7.3.3.1 Data Karakteristik Umum Servo Posisi
7.3.3.1.1 Fixed
Tabel 7.1Tabel data karakteristik umum servo posisi fixed
Error (volt)
Voutput (volt) Vinput (volt) Posisi
Sebelum Setelah
5,15 5,09 4,03 0,01 30

7.3.3.1.2 Variable
Tabel 7.2 Tabel data karakteristik umum servo posisi variable
Voutput Vinput Error (volt )
Posisi Keluaran
( volt ) ( volt ) Sebelum Setelah
8,47 8,39 30-10 -14,19 1,87 0,01
6,53 6,47 10-20 12,09 0,01 0,01
1,42 1,41 20-50 12,09 0,08 0,01

7.3.3.1.3 Loop Kontrol dengan Gain Bervariabel


Tabel 7.3Tabel loop kontrol dengan gain pada posisi variable

Gain Posisi TP4 (v) Waktu (s) TP3 (v)


Minimum 20 ke 40 1,17 45 0,56
40 ke 20 -1,11 43 -0,52
Medium 20 ke 40 0,9 11 0,01
40 ke 20 -0,46 13 -0,01
Maximum 20 ke 40 0,62 14 0,01
40 ke 20 -1,52 11 -0,01
7.4 Analisa dan Pembahasan
7.4.1 Karakteristik Umum Plant Servo Posisi
7.4.1.1 Mode Fixed
Tabel 7.4 Tabel data karakteristik umum servo posisi fixed
Error (volt)
Voutput (volt) Vinput (volt) Posisi
Sebelum Setelah
5,15 5,09 4,03 0,01 30

Dari data yang terdapat pada tabel 7.4 berikut P2 (reference) sebagai
masukan diposisikan pada posisi fixed, sedang keluaran adalah post
transducer (P1) yang berjalan sampai ke posisi 30 satuan yang merupakan
titik tengah dari panjang lintasan modul yang bisa dilalui oleh P2 dan P1.
Hubungan antara Vinput dengan Voutput, dapat dilihat dari nilai tegangan yang
terukur pada summing node (TP3). TP 3 merupakan error, dimana besarnya
error adalah tegangan keluaran dikurangi dengan masukan.
Pada percobaan ini nilai yang terukur pada masukan pada posisi
fixed adalah 5,09 V dan tegangan keluaran adalah 5,15 V. Secara teoritis
untuk mendapakan nilai error dapat dicari dengan persamaan sebagai
berikut :

Error = Voutput - Vinput...........................................................................(5.15)


karena, Vinput = 5,09 V dan Voutput = 5,15 V, maka
Error = Voutput – Vinput
= 5,15V – 5,09 V = 0,06 V
Dari perhitungan di atas diketahui nilai error yang terjadi sebesar
0,06 V, dimanamenunjukkan nilai error tegangan. Hasil error dari
perhitungan berbeda tipis dengan data nilai error tegangan hasil percobaan.
Hal ini dapat disebabkan karena kurang presisinya alat ukur.
Pada percobaan terlihat bahwa sistem berusaha memperkecil error.
Error awal (TP3 sebelum)= 4,03 V diperkecil hingga menjadi error akhir
(TP3 setelah) = 0,01 V. Sistem melakukan ini agar output sistem sama
dengan input yang diinginkan.
Pada percobaan karakteristik umum servo posisi dengan SW1 pada
posisi fixed ini, ketika P1 semula pada posisi sembarang kecuali dititik
tengah lintasan (posisi fixed itu sendiri), kemudian jika dijalankan pada
posisi SW1 fixed, P1 akan selau berhenti pada posisi fixed (dalam plant yang
digunakan adalah posisi 30 satuan) sesuai dengan setting-an plant dari
pabrik pembuatnya. Jadi ketika P2 digeser, kedudukan P1 tidak akan
berubah.
Pada percobaan ini juga menunjukkan penggunaan close loop
sebagai berikut :

input
Kontroller Plant
Plant
+ - Error

Sensor

Gambar 7.11 Close loop

Pada percobaan karakteristik servoposisi mode fixed menggunakan


system close loop, sehingga keluaran system digunakan sebagai acuan
dalam pengontrolan system. Keluaran dari servoposisi ini merupakan posisi
yang kita inginkan.Sedangkan masukan sistem ini berupa tegangan referensi
yang diinginkan.
7.4.1.2 Variable
Dari data yang terdapat pada tabel 7.2 berikut P2 (reference)
digunakan sebagai masukansedang keluarannya adalah post transducer (P1)
yang akan berjalan dan akan dihitung posisi satuannya.
Tabel 7.5 Tabel data karakteristik umum servo posisi variable
Voutput Vinput Error (volt )
Posisi Keluaran
( volt ) ( volt ) Sebelum Setelah
8,47 8,39 30-10 -14,19 1,87 0,01
6,53 6,47 10-20 12,09 0,01 0,01
1,42 1,41 20-50 12,09 0,08 0,01

Ketika SW1 diubah ke variable, maka posisi akhir P1 akan selalu


sama dengan posisi P2 (reference) yang diatur. Inilah yang membedakan
antara SW1 diset fixed atau variable, seperti yang akan di bahas pada
analisis karakteristik umum servo posisi untuk kondisi SW1 diset pada
kondisi variable.
Dari tabel 7.5, terlihat bahwa terdapat error yang bernilai negatif ,
ini terjadi karena terdapat nilai Voutput (TP2) yang lebih besar daripada
Vinput (TP1).Pada sistem perbedaan pada error sebelum (TP 3)
menunjukkan perubahan posisinya. Nilai error akan negatif jika sistem
bergerak dari kanan ke kiri sedangkan error positif karena sistem bergerak
dari kiri ke kanan.
Pada percobaan dapat terlihat hubungan antara pergerakan posisi
sistem dengan tegangan keluaran. Untuk nilai tegangan masukan TP1
(reference) yang terukur pada Voltmeter sebesar 1,45 V posisi P1 bergerak
dari kanan ke kiri (60 ke 50), nilai tegangan keluarannya 1,47 V . Pada saat
TP1 bernilai 4,74 V, P1 bergerak dari kanan ke kiri (50 ke 30) dan tegangan
keluaran bernilai 4,79 volt. Sedangkan saat TP1 bernilai 10,18 V, posisi P1
bergerak dari kanan ke kiri (30 ke 10) dan tegangan keluaran bernilai 10,29
V. Jadi dapat dilihat bahwa jika P1 bergerak dari kanan ke kiri maka sistem
akan memberikan nilai tegangan keluaran yang semakin kecil jika posisi
semakin dekat karena nilai tegangan keluaran merupakan penjumlahan dari
nilai tegangan masukan dan nilai error, dengan polaritas tegangan masukan
seluruhnya positif. Perbedaan ini disebabkan kurangnya ketelitian dalam
melakukan pengamatan dan pengambilan data percobaan tersebut.
Posisi P1 juga selalu mengikuti P2, kemudian berhenti jika P1 sama
dengan P2. Hubungan TP1, TP2 dan TP3 dapat dilihat dari parameter
tegangannya, yaitu tegangan TP2 sebagai keluaran (V output), tegangan TP1
sebagai masukan (Vinput), dan TP3 (summing node) sebagai selisih tegangan
atau error, yang dapat dicari dengan persamaan sebelumnya.
Pada sistem terlihat bahwa besar keluaran berbanding lurus dengan
besar error , ini dikarenakan error merupakan selisih antara masukan dan
keluaran dari sistem itu sendiri.
Secara teoritis untuk mendapakan nilai error dapat dicari dengan
persamaan sebagai berikut :

Error = Voutput - Vinput ..........................................................................(5.16)


 Variasi TP1 = 8,39 V dan TP2 = 8,47 V
Vinput = 8,39 V dan Voutput = 8,47 V, maka
Error = Voutput – Vinput
= 8,47 V – 8,39 V = 0,08 V
 Variasi TP1 = 6,47 V dan TP2 = 6,53 V
Vinput = 6,47V dan Voutput = 6,53 V, maka
Error = Voutput – Vinput
= 6,53 V – 6,47 V = 0,06 V
 Variasi TP1 = 1,41 V dan TP2 = 1,42 V
Vinput = 1,41 V dan Voutput = 1,42 V, maka
Error = Voutput – Vinput
= 1,42 V – 1,41 V = 0,01 V

Berdasarkan perhitungan hubungan masukan, keluaran di atas, terdapat


perbedaan antara hasil perhitungan dengan hasil percobaan. Hal ini disebabkan
oleh adanya beberapa faktor, yaitu:
1. Kesalahan pengamatan dalam praktikum.
2. Kekurang telitian praktikan dalam melakukan percobaan.
Pada percobaan pertama pada saat masukan (reference) digeser ke
kanan menuju ke posisi skala 50, maka seketika itu pula motor DC akan mulai
berputar akibat dari tegangan masukan yang diberikan. Perputaran motor DC
tersebut menghasilkan pergeseran pada feedback menuju posisi yang
ditunjukkan reference. Pada saat reference digeser dari kanan ke kiri akan
terjadi hal yang sama. Akan tetapi tegangan masukan pada pergeseran dari
kanan ke kiri berbeda dengan tegangan masukan pada pergeseran dari kanan
ke kiri untuk variasi pergeseran yang sama. Hal tersebut terjadi karena pada
pergeseran dari kanan ke kiri (dari tinggi ke rendah) masih terdapat tegangan
sisa, sehingga tegangan masukannya akan lebih besar untuk variasi pergeseran
yang sama.
Dari data yang ada dapat dilihat bahwa untuk setiap pergeseran ke
kanan maka tegangan masukannya semakin kecil dan begitu juga sebaliknya.
7.4.1.3 Loop Kontrol Gain Mode Variabel
Tabel 7.6 Hasil perhitungan Gain (variabel)

Gain Posisi TP4 (v) Waktu (s) TP3 (v)


Minimum 20 ke 40 1,17 45 0,56
40 ke 20 -1,11 43 -0,52
Medium 20 ke 40 0,9 11 0,01
40 ke 20 -0,46 13 -0,01
Maximum 20 ke 40 0,62 14 0,01
40 ke 20 -1,52 11 -0,01

Percobaan ketiga adalah Loop Kontrol dengan Gain. Sebagai masukan


yang digunakan adalah summing node (TP3), dan keluaran adalah loop
amplifier (TP4). TP4 adalah tegangan keluaran yang digunakan untuk
menyelidiki besarnya gain.
 Gain I adalah gain minimum untuk posisi 20 ke 40 bernilai 1,17V danuntuk
posisi 40 ke 20 bernilai –1,11V dan Gain diputar pada posisi paling kiri.
 Gain II adalah gain mediumuntuk posisi 20 ke 40 bernilai 0,9V dan untuk
posisi 40 ke 20 bernilai -0,46 V dan Gain diputar pada posisi tengah.
 Gain III adalah gain maksimum untuk posisi 20 ke 40 bernilai 0,62V dan
untuk posisi 40 ke 20 bernilai -1,52V dan Gain diputar pada posisi paling
kanan.
Jika kita lihat hubungan antara gain dan waktu, secara teoritis semakin
besar gain, waktu yang diperlukan oleh P1 akan semakin singkat, sehingga nilai
gain berbanding terbalik dengan waktu.Makin besar gain maka waktu P1
mencapai set pointsemakin singkat. Hal ini disebabkan karena semakin besar
tegangan maka energi yang dibutuhkan semakin besar.
Kondisi akhir dari kedua mode SW1 pada percobaan kedua ini ternyata
sama-sama memberikan kenyataan bahwa untuk perpindahan dengan
jangkauan yang sama dan parameter masukan yang sama, ternyata memberikan
nilai yang berbeda. Hal ini disebabkan adanya error, seperti ditunjukkan pada
perbedaan hasil pengukuran dengan Voltmeter. Error juga bisa terjadi karena
post transducer bergerak tidak tepat sampai ke titik yang sama dengan
reference.

Berikut gambar diagram blok yang ditambah gain:


input output
G Plant
Plant
+ - Error

Sensor

Gambar 7.12 Close loop Gain

Dari gambar close loop gain di atas dapat diketahui bahwa gain (G)
dapat menguatkan error. Sehingga mempercepat tercapainya keluaran sistem
yang diinginkan.
Untuk menghitung gain Av, atau perolehan tegangan dilakukan dengan
membandingkan nilai tegangan masukan
Av = Voutput : Vinput....................................................................(5.21)
Dari tabel di atas diketahui bahwa hubungan antara gain dengan waktu
adalah berbanding terbalik. Semakin besar nilai gain maka semakin kecil /
singkat waktu yang diperlukan P1 untuk mencapai set point begitu juga
sebaliknya. Jadi nilai gain berbanding terbalik dengan waktu. Hal ini dapat
digambarkan sebagai berikut

Waktu
(s)

gain
Gambar 7.13 Grafik ideal hubungan waktu dan gain
7.5 Penutup
7.5.1 Kesimpulan
1. Perpindahan P1 dari kiri ke kanan dan dari kanan ke kiri memberikan
tegangan masukan (TP1) lebih kecil dari tegangan keluaran (TP2) karena
nilai tegangan keluaran merupakan jumlah tegangan masukan dan nilai
error.
2. Hubungan antara gain dan waktu adalah berbanding terbalik. Semakin besar
gain maka waktu yang diperlukan untuk mencapai set poin semakin kecil,
begitu pula sebaliknya. Hal ini disebabkan karena semakin besar tegangan
maka energi yang dibutuhkan semakin besar.
3. TP2 adalah tegangan yang menunjukkan nilai dari tegangan feedback dan
TP1 adalah nilai tegangan reference. Sementara TP3 adalah tegangan
summing node yang menunjukkan besarnya error (perbedaan tegangan)
antara TP1 dan TP2.
4. Pada percobaan mode fixed terlihat bahwa error awal (TP3 sebelum) = 4,03
V diperkecil hingga menjadi error akhir (TP3 setelah) = 0,01 V. Sistem
melakukan ini agar output sistem sama dengan input yang diinginkan.
5. Prinsip kerja dari servo posisi adalah pendeteksian error terhadap 2 titik
yaitu reference dan feedback yang kemudian dikuatkan untuk memberi
masukan bagi motor penggerak. Motor penggerak ini menggerakkan post
transducer yang besarnya sebanding dengan nilai error hingga posisi
dimana nilai error mendekati nol.
6. Mode Fixed merupakan mode untuk menunjukkan titik tengah lintasan dari
modul ketika P1 semula pada posisi sembarang kecuali dititik tengah
lintasan (posisi fixed itu sendiri), kemudian jika dijalankan pada posisi SW1
fixed, P1 akan selau berhenti pada posisi fixed (dalam plant yang digunakan
adalah posisi 30 satuan) sedangkan mode Variable adalah mode yang
mengikuti referensi pada modul pada saat masukan (reference) digeser ke
kanan menuju ke posisi skala 30, maka seketika itu pula motor DC akan
mulai berputar akibat dari tegangan masukan yang diberikan. Perputaran
motor DC tersebut menghasilkan pergeseran pada feedback menuju posisi
yang ditunjukkan reference.
7. Pada percobaan variabel, dapat terlihat hubungan antara pergerakan posisi
sistem dengan tegangan keluaran. Untuk nilai tegangan masukan TP1
(reference) yang terukur pada Voltmeter sebesar 8,39 V posisi P1 bergerak
dari kanan ke kiri (30 ke 10), nilai tegangan keluarannya 8,47 V . Pada saat
TP1 bernilai 6,47 V, P1 bergerak dari kanan ke kiri (10 ke 20) dan tegangan
keluaran bernilai 6,53 volt. Sedangkan saat TP1 bernilai 1,41 V, posisi P1
bergerak dari kanan ke kiri (20 ke 50) dan tegangan keluaran bernilai 1,42
V.
8. Pada percobaan variable jika P1 bergerak dari kanan ke kiri maka sistem
akan memberikan nilai tegangan keluaran yang semakin kecil jika posisi
semakin jauh karena nilai tegangan keluaran merupakan penjumlahan dari
nilai tegangan masukan dan nilai error, dengan polaritas tegangan masukan
seluruhnya positif. Perbedaan ini disebabkan kurangnya ketelitian dalam
melakukan pengamatan dan pengambilan data percobaan tersebut.
9. Adanya error ditunjukkan pada perbedaan tegangan masukan dengan
tegangan keluaran. Error juga bisa terjadi karena post transducer bergerak
tidak tepat sampai ke titik yang sama dengan reference. Error = Voutput –
Vinput
10. Berdasarkan percobaan, terdapat perbedaan antara hasil perhitungan dengan
hasil percobaan. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa faktor, yaitu
kesalahan pengamatan dalam praktikum dan kekurang telitian praktikan
dalam melakukan percobaan.
7.4.2 Saran
1. Sebaiknya laboratorium praktikum diperbesar dan kursinya diperbanyak
agar praktikum lebih nyaman
2. Pemasangan rangkaian percobaan dilakukan dengan teliti untuk
menghindari kesalahan. Untuk mengamati hasil pengukuran sebaiknya
dilakukan dengan lebih hati-hati dan lebih teliti.
3. Perlunya ada pembaruan modul praktikum untuk mengurangi nilai error dan
kesalahan dalam pengukuran.

Anda mungkin juga menyukai