Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan
Nifas dan Menyusui dengan judul “Perubahan Psikologi Masa Nifas dan Menyusui.”
Kami menyadari tanpa bimbingan dari berbagai pihak, tugas ini tidak akan
terselesaikan dengan baik, sehingga dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Hj. Betty Suprapti, S.Kp., M.Kes., selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya.
2. Nunung Mulyani, APP., M.Kes., selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes
Tasikmalaya.
3. Hj.Yulia Herliani, SST, M.Keb., selaku Ketua Program Studi D-IV Kebidanan
Tasikmalaya.
4. Siti Saadah M, S.SiT, MPH., selaku Dosen mata kuliah Asuhan Kebidanan Nifas dan
Menyusui.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang dapat membangun senantiasa kami
harapkan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya tim penyusun, dan
umumnya bagi semua yang membaca.

Tasikmalaya, Setember 2017

Penyusun,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii


DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................................................. 2
D. Manfaat ........................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Proses Adaptasi Psikologi Ibu Masa Nifas ..................................................................... 3
B. Postpartum Blues ............................................................................................................ 5
C. Kesedihan dan Duka Cita.............................................................................................. 11
D. Respon Orang Tua Terhadap Bayi Baru Lahir ............................................................. 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 23
B. Saran ............................................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seorang wanita dikatakan mengalami kehidupan luar biasa ketika dapat melalui
proses kehamilan, persalinan, nifas, dan menyusui. Rangkaian proses tersebut saling
berkaitan menjadi moment bersejarah dalam kehidupan seorang wanita.
Selama proses kehamilan, persalinan, nifas, dan menyusui seorang wanita akan
mengalami berbagai perubahan, diantaranya perubahan dari aspek psikologi.
Keberhasilan selama proses bersejarah tersebut berhubungan dengan kemampuan wanita
dalam melakukan adaptasi terutama dengan psikologinya.
Masa nifas merupakan masa yang paling kritis dalam kehidupan ibu maupun bayi,
diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan
50% kematian pada saat itu terjadi dalam 24 jam pertama. Dalam memberikan pelayanan
pada masa nifas, Bidan tidak hanya terfokus pada aspek fisik, melainkan asuhan pada
aspek psikologi setelah melahirkan. Dengan pemantauan dan asuhan yang dilakukan
pada ibu saat masa nifas diharapkan dapat mencegah atau bahkan menurunkan Angka
Kematian Ibu serta Angka Kematian Bayi. Penting sekali bagi Bidan untuk mengetahui
tentang penyesuaian psikologi yang normal sehingga dalam memberikan asuhan
kebidanan dapat menilai apakah seorang ibu nifas memerlukan asuhan khusus dalam
masa nifasnya yang mengarah pada keadaan patologis.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dibuat rumusan
masalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan masa nifas?
2. Bagaimana proses adaptasi psikologi ibu pada masa nifas?
3. Apa yang dimaksud dengan Post Partum Blues?
4. Bagaimana dengan kesedihan dan duka cita pada masa nifas?
5. Bagaimana respon orang tua terhadap bayi baru lahir?
6. Apa yang dimaksud dengan bounding attachment?

1
7. Bagaimana respon ayah dan keluarga dalam masa nifas?
8. Apa yang dimaksud dengan Sibling Rivalry?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan masa nifas.
2. Untuk mengetahui bagaimana proses adaptasi psikologi ibu pada masa nifas.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Post Partum Blues.
4. Untuk mengetahui bagaimana dengan kesedihan dan duka cita pada masa nifas.
5. Untuk mengetahui bagaimana respon orang tua terhadap bayi baru lahir.
6. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan bounding attachment.
7. Untuk mengetahui bagaimana respon ayah dan keluarga dalam masa nifas.
8. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Sibling Rivalry.

D. Manfaat
Setelah tujuan dari pembuatan makalah ini tercapai, diharapkan dapat menambah
wawasan tentang perubahan psikologi masa nifas dan menyusui, sehingga seorang Bidan
dapat mengelola dan memberikan asuhan secara tepat berupa membantu ibu dan
pasangannya untuk mempersiapkan emosi dan psikologi dalam masa nifas.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Proses Adaptasi Psikologi Ibu Masa Nifas


Masa nifas adalah masa 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan enam minggu
berikutnya. Pengawasan dan asuhan masa nifas sangat diperlukan bertujuan untuk :
1. Menjaga kesehatan ibu dan bayi, baik fisik maupun psikologi.
2. Melakukan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati, atau
merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, pola
istirahat, KB, menyusui, dan imunisasi untuk bayi.
4. Memberikan pelayanan KB
Gangguan yang sering terjadi pada masa nifas berupa gangguan psikologi seperti
postpartum blues (PPS), serta kesedihan dan duka cita. Angka kejadian postpartum blues
di Indonesia berkisar antara 50-70% dari wanita pasca persalinan (Hidayat,2007).
Penyebab postparum blues masih belum dapat diterangkan dengan jelas. Beberapa faktor
yang diduga sebagai faktor penyebab postpartum blues adalah faktor paritas, hormonal,
umur, dan latar belakang psikososial. Menjadi orang tua adalah merupakan krisis dari
melewati masa transisi. Masa transisi pada postpartum yang harus diperhatikan adalah :
1. Phase Honeymoon
Phase Honeymoon ialah Phase anak lahir dimana terjadi intimasi dan kontak yang
lama antara ibu – ayah – anak. Hal ini dapat dikatakan sebagai “Psikis Honeymoon”
yang tidak memerlukan hal-hal yang romantik. Masing-masing saling
memperhatikan anaknya dan menciptakan hubungan yang baru.
2. Ikatan kasih ( Bonding dan Attachment )
Terjadi pada kala IV, dimana diadakan kontak antara ibu-ayah-anak, dan tetap dalam
ikatan kasih, penting bagi bidan untuk memikirkan bagaimana agar hal tersebut dapat
terlaksana partisipasi suami dalam proses persalinan merupakan salah satu upaya
untuk proses ikatan kasih tersebut.
3. Phase Pada Masa Nifas
a. Phase “Taking in”
Perhatian ibu terutama terhadap kebutuhan dirinya, mungkin pasif dan tergantung
berlangsung 1 – 2 hari. Ibu tidak menginginkan kontak dengan bayinya tetapi

3
bukan berarti tidak memperhatikan. Dalam Phase yang diperlukan ibu adalah
informasi tentang bayinya, bukan cara merawat bayi.
b. Phase “Taking hold”
Phase kedua masa nifas adalah phase taking hold ibu berusaha mandiri dan
berinisiatif. Perhatian terhadap kemampuan mengatasi fungsi tubuhnya misalnya
kelancaran buang air besar hormon dan peran transisi. Hal-hal yang berkontribusi
dengan post partum blues adalah rasa tidak nyaman, kelelahan, kehabisan tenaga.
Dengan menangis sering dapat menurunkan tekanan. Bila orang tua kurang
mengerti hal ini maka akan timbul rasa bersalah yang dapat mengakibatkan
depresi. Untuk itu perlu diadakan penyuluhan sebelumnya, untuk mengetahui
bahwa itu adalah normal.
Perubahan emosi normal yang dapat terjadi pada masa nifas :
1. Perasaan yang kontradiktif dan bertentangan, mulai dari kepuasan,
kegembiraan, kebahagiaan, hingga kelelahan, ketidakberdayaan,
ketidakbahagiaan, dan kekecewaan karena pada beberapa minggu pertama
tampak didominasi oleh hal baru dan asing yang tidak terduga ini.
2. Kelegaan, ‘syukurlah semua telah berakhir’, mungkin diungkapkan oleh
kebanyakan ibu segera setelah kelahiran; kadang-kadang ibu menanggapi secara
dingin terhadap peristiwa yang baru terjadi, terutama bila ibu mengalami
persalinan lama, dengan komplikasi, dan sulit.
3. Beberapa ibu mungkin merasa dekat dengan pasangan dan bayi; sama halnya
dengan ibu yang tidak tertarik dengan bayinya, meskipun beberapa ibu yang
ingin menyusui menginginkan adanya kontak kulit-ke-kulit dan segera
menyusui.
4. Tidak tertarik atau sangat perhatian terhadap bayi.
5. Takut terhadap hal yang tidak diketahui dan terhadap tanggung jawab yang
sangat berat dan mendadak.
6. Kelelahan dan peningkatan emosi.
7. Nyeri misalnya perineum dan puting susu.
8. Peningkatan kerentanan, tidak mampu memutuskan (misalnya: menyusui);
kehilangan libido, gangguan tidur dan kecemasan.

4
B. Postpartum Blues
1. Pengertian
Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya.
Keadaan ini disebut dengan baby blues, yang disebabkan oleh perubahan perasaan
yang dialami ibu saat hamil sehingga sulit menerima kehadiran bayinya. Perubahan
perasaan ini merupakan respon alami terhadap rasa lelah yang dirasakan. Selain itu,
juga karena perubahan fisik dan emosional selama beberapa bulan kehamilan. Disini
hormone memainkan peranan utama dalam hal bagaimana ibu bereaksi terhadap
situasi yang berbeda. Setelah melahirkan dan lepasnya plasenta dari dinding rahim,
tubuh ibu mengalami perubahan besar dalam jumlah hormone sehingga
membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri. Disamping perubahan fisik, hadirnya
seorang bayi dapat membuat perbedaan besar dalam kehidupan ibu dalam
hubungannya dengan suami, orang tua, maupun anggotta keluarga lain. Perubahan
ini akan kembali secara perlahan setelah ibu menyesuaikan diri dengan peranan
barunya dan tumbuh kembali dalam keadaan normal.
Post partum blues adalah fenomena yang terjadi pada hari-hari pertama
postpartum. Puncak gejala postpartum blues terjadi pada hari ke-3 sampai hari ke-5
postpartum dengan durasi mulai dari beberapa jam sampai dengan beberapa hari.
Postpartum blues merupakan kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan,
biasanya hanya muncul sementara waktu yakni sekitar dua hari hingga dua minggu
sejak kelahiran bayi. Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam
menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau
bulan-bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun segi psikologi.
Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya
tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-gangguan psikologis,
salah satunya yang disebut dengan Postpartum Blues.
2. Penanganan Post Partum Blues
Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase sebagai
berikut.
a. Fase Taking in
Fase taking in yaitu periode ketergantungan yang berlangsung pada hari pertama
sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu fokus perhatian ibu terutama
pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang

5
diceritakannya. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap
lingkungannya.

b. Fase taking hold


Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah
melahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dan rasa
tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Pada fase ini ibu memerlukan dukungan
karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai
penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga timbul percaya diri.
c. Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya
yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat menyesuaikan
diri, merawat diri dan bayinya sudah meningkat.
Penanganan gangguan mental postpartum pada prinsipnya tidak berbeda
dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang
mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para
ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini
membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus
juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran
dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka
membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira
mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga,
mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-
hari, atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep
mereka tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat
diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor
yang berpengalaman dalam bidang tersebut.
Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para
wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan segera
memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk
para ahli psikologi/konseling bila memang diperlukan. Dukungan yang memadai
dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan,
misalnya dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses

6
kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam
masa-masa tersebut serta penanganannya.
Dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik dalam penanganan para ibu yang
mengalami post-partum blues. Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-
bantuan praktis dan pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-
harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan
bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan
psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami,
keluarga dan juga teman dekatnya.
3. Cara Mengatasi Postpartum Blues
Cara mengatasi gangguan psikologi pada ibu nifas dengan postpartum blues ada dua
cara yaitu :
a. Pendekatan komunikasi terapeutik
Tujuan dari komunikasi terapeutik adalah menciptakan hubungan baik antara
bidan dengan pasien dalam rangka kesembuhannya dengan cara :
1) Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi.
2) Dapat memahami dirinya.
3) Dapat mendukung tindakan konstruktif.
b. Peningkatan support mental
Beberapa cara peningkatan support mental yang dapat dilakukan keluarga
diantaranya :
1) Sekali-kali ibu meminta suami untuk membantu dalam mengerjakan pekerjaan
rumah seperti : membantu mengurus bayinya, memasak, menyiapkan susu dll.
2) Memanggil orangtua ibu bayi agar bisa menemani ibu dalam menghadapi
kesibukan merawat bayi.
3) Suami seharusnya tahu permasalahan yang dihadapi istrinya dan lebih
perhatian terhadap istrinya.
4) Menyiapkan mental dalam menghadapi anak pertama yang akan lahir.
5) Memperbanyak dukungan dari suami.
6) Suami menggantikan peran isteri ketika isteri kelelahan.
7) Ibu dianjurkan sering sharing dengan teman-temannya yang baru saja
melahirkan.
8) Mengganti suasana, dengan bersosialisasi.
9) Suami sering menemani isteri dalam mengurus bayinya.

7
Selain hal diatas, penanganan pada klien postpartum blues pun dapat dilakukan
pada diri klien sendiri, diantaranya dengan cara :
a. Belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi
b. Tidurlah ketika bayi tidur
c. Berolahraga ringan
d. Ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu
f. Komunikasikan rasa cemas
g. Bersikap fleksibel
h. Kesempatan merawat bayi hanya datang 1 x
i. Bergabung dengan kelompok ibu

4. Pencegahan Postpartum Blues


Menurut para ahli, stres dalam keluarga dan kepribadian ibu, mempengaruhi
terjadinya depresi. Stres di keluarga bisa akibat faktor ekonomi yang buruk atau
kurangnya dukungan kepada sang ibu. Hampir semua wanita, setelah melahirkan
akan mengalami stres yang tak menentu, seperti sedih dan takut. Perasaan emosional
inilah yang mempengaruhi kepekaan seorang ibu pasca melahirkan.
Hingga saat ini, memang belum ada jalan keluar yang mujarab untuk menghindari
Postpartum Blues. Yang bisa dilakukan, hanyalah berusaha melindungi diri dan
mengurangi resiko tersebut dari dalam diri. Sikap proaktif untuk mengetahui
penyebab dan resikonya, serta meneliti faktor-faktor apa saja yang bisa memicu juga
dapat dijadikan alternative untuk menghindari Postpartum Blues. Selain itu juga
dapat mengkonsultasikan pada dokter atau orang yang profesional, agar dapat
meminimalisir faktor resiko lainnya dan membantu melakukan pengawasan.
Berikut ini beberapa kiat yang mungkin dapat mengurangi resiko Postpartum
Blues yaitu :
a. Pelajari diri sendiri.
Pelajari dan mencari informasi mengenai Postpartum Blues, sehingga dapat sadar
terhadap kondisi ini. Apabila terjadi, maka akan segera mendapatkan bantuan
secepatnya.
b. Tidur dan makan yang cukup
Diet nutrisi cukup penting untuk kesehatan, lakukan usaha yang terbaik dengan
makan dan tidur yang cukup. Keduanya penting selama periode postpartum dan
kehamilan.

8
c. Olahraga
Olahraga adalah kunci untuk mengurangi postpartum. Lakukan peregangan
selama 15 menit dengan berjalan setiap hari, sehingga dapat merasa lebih baik
dan menguasai emosi berlebihan dalam diri.
d. Hindari perubahan hidup secara drastis sebelum atau sesudah melahirkan.
Jika memungkinkan, hindari membuat keputusan besar seperti membeli rumah
atau pindah kerja, sebelum atau setelah melahirkan. Tetaplah hidup secara
sederhana dan menghindari stres, sehingga dapat segera dan lebih mudah
menyembuhkan postpartum yang diderita.
e. Beritahukan perasaan
Jangan takut untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan yang diinginkan dan
dibutuhkan demi kenyamanan . Jika memiliki masalah dan merasa tidak nyaman
terhadap sesuatu, segera beritahukan pada pasangan atau orang terdekat.
f. Dukungan
Dukungan dari keluarga atau orang yang dicintai selama melahirkan, sangat
diperlukan. Ceritakan pada pasangan atau orangtua, atau siapa saja yang bersedia
menjadi pendengar yang baik.
g. Persiapkan diri dengan baik.
Persiapan sebelum melahirkan sangat diperlukan.
h. Senam Hamil
Kelas senam hamil akan sangat membantu dalam mengetahui berbagai informasi
yang diperlukan, sehingga nanti tak akan terkejut setelah keluar dari kamar
bersalin.
i. Lakukan pekerjaan rumah tangga
Pekerjaan rumah tangga sedikitnya dapat membantu melupakan gejolak perasaan
yang terjadi selama periode postpartum. Kondisi yang belum stabil, bisa
dicurahkan dengan memasak atau membersihkan rumah. Mintalah dukungan dari
keluarga dan lingkungan.
j. Dukungan emosional
Dukungan emosi dari lingkungan dan juga keluarga, akan membantu dalam
mengatasi rasa frustasi yang menjalar. Ceritakan kepada mereka bagaimana
perasaan serta perubahan kehidupan hingga merasa lebih baik setelahnya.
k. Dukungan kelompok Postpartum Blues

9
Dukungan terbaik datang dari orang-orang yang ikut mengalami dan merasakan
hal yang sama. Carilah informasi mengenai adanya kelompok Postpartum Blues
yang bisa diikuti, sehingga tidak merasa sendirian menghadapi persoalan ini.

5. Asuhan Pada Postpartum Blues


Asuhan yang diberikan setelah melahirkan dapat berupa medikasi dan terapi
atau kombinasi keduanya. Beberapa jenis antidepressant yang sesuai dapat diberikan
kepada ibu yang menyusui. Dalam psikoterapi, partisipasi dalam grup support
dilakukan untuk memberikan dan menanamkan dukungan sosial terhadap individu
agar dapat mengurangi tingkat depresi yang muncul. Inti dari asuhan yang diberikan
mencakup perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis klien secara
bersamaan dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman
dekatnya.
Asuhan yang dapat diberikan salah satunya yaitu Support group. Support group
adalah sekelompok orang yang dipilih oleh psikolog, konselor dan terapis yang telah
diberikan petunjuk-petunjuk khusus untuk dapat memberikan dukungan secara
psikologis, moril dalam proses terapi. Biasanya keberadaan orang-orang tersebut
tidak diketahui secara pasti oleh klien, karena grup tersebut juga mengikuti proses
terapi atau kondisi yang sama dengan klien. Konseling yang dapat diberikan sebagai
asuhan keperawatan terhadap klien dengan postpartum Blues diantaranya :
a. Memberitahukan pada klien untuk menyadari bahwa dirinya bukanlah ibu yang
buruk. Bukan salah klien memiliki pemikiran atau perasaan yang berlebihan pada
postpartum.
b. Memberitahu klien untuk memperlakukan dirinya dengan baik dengan cara:
1) Makan makanan bergizi (hindari alkohol dan kafein)
2) Banyak istirahat dan tidur
3) Pergi keluar untuk mendapat cahaya matahari
4) Menyediakan waktu untuk diri sendiri (untuk sejenak menghindari tugas-
tugas dan urusan bayi)
5) Melewatkan waktu bersama keluarga dan teman-teman
c. Anjurkan klien untuk memberitahu teman yang terpercaya mengenai perasaan
yang dirasakan, khususnya bila muncul kekhawatiran akan menyakiti diri sendiri
atau bayi anda.

10
d. Bila perlu, anjurkan klien untuk berkonsultasi dengan dokter tentang terapis &
kelompok pendukung yang dapat menolong. Bahkan lebih baik lagi untuk
menemui dokter specialis kesehatan mental untuk meminta resep obat atau
psikolog untuk berkonsultasi.

C. Kesedihan dan Duka Cita


Kemurungan/Kesedihan masa nifas dapat disebabkan oleh perubahan dalam
tubuh selama kehamilan, persalinan dan nifas. Kemurungan dalam masa nifas
merupakan hal yang umum, perasaan demikian akan hilang dalam dua minggu
setelah melahirkan. Tanda-tanda dan gejala kemurungan masa nifas antara
lain emosional, cemas, sedih, khawatir, mudah tersinggung, cemas, hilang semangat,
mudah marah, sedih tanpa sebab, sering menangis.
Etiologi kemurungan/kesedihan pada masa nifas adalah perubahan yang terjadi
dalam kehamilan, perubahan cara hidup, perubahan hormonal. Hal ini dapat menjadi
semakin parah akibat ketidaknyamanan jasmani, rasa letih, stress, maupun kecemasan
yang tidak diharapkan karena adanya ketegangan dalam keluarga atau adanya cara
penanganan yang tidak peka oleh petugas.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan adalah bicarakan apa yang dialami ibu,
temani ibu, beri kesempatan ibu untuk bertanya, berikan dorongan ibu untuk merawat
bayinya, biarkan ibu bersama dengan bayinya, dampingi ibu dalam merawat bayinya
dan bantu ibu untuk merawat dirinya, serta gunakan obat bila perlu.
Berduka yang paling besar adalah disebabkan karena kematian bayi meskipun
kematian terjadi saat kehamilan. Bidan harus memahami psikologis ibu dan ayah untuk
membantu mereka melewati suasana duka dengan cara yang sehat.
Berduka adalah respon psikologis terhadap kehilangan. Proses berduka terdiri dari
tahap atau fase identifikasi respon tersebut. Tugas berduka, istilah ini diciptakan oleh
Lidermann, menunjukkan tugas bergerak melalui tahap proses berduka dalam
menentukan hubungan baru yang signifikan. Berduka adalah proses normal, dan tugas
berduka penting agar berduka tetap normal. Kegagalan untuk melakukan tugas berduka,
biasanya disebabkan keinginan untuk menghindari nyeri yang sangat berat
dan stress serta ekspresi yang penuh emosi. Seringkali menyebabkan reaksi berduka
abnormal atau patologis.

11
Tahap-tahap berduka:
1. Syok
Merupakan respon awal individu terhadap kehilangan. Manifestasi perilaku dan
perasaan meliputi: penyangkalan, ketidakpercayaan, putus asa, ketakutan, anxietas,
rasa bersalah, kekosongan, kesendirian, kesepian, isolasi, mati rasa, intoveksi
(memikirkan dirinya sendiri) tidak rasional, bermusuhan, kebencian, kegetiran,
kewaspadaan akut, kurang inisiatif, tindakan mekanis, mengasingkan diri,
berkhianat, frustasi, memberontak dan kurang konsentrasi.
Manifestasi klinis:
a. Gelombang distress somatik yang berlangsung selama 20-60 menit
b. Menghela nafas panjang
c. Penurunan berat badan
d. Anoreksia, tidur tidak tenang, keletihan, dan gelisah
e. Penampilan kurus dan tampak lesu
f. Rasa penuh di tenggorokan, tersedak, nafas pendek, nyeri dada, gemetaran
internal
g. Kelemahan umum dan kelemahan tertentu pada tungkai
2. Berduka
Ada penderitaan, fase realitas. Penerimaan terhadap fakta kehilangan dan upaya
terhadap realitas yang harus ia lakukan terjadi selama periode ini. Contohnya orang
yang berduka menyesuaikan diri dengan lingkungan tanpa ada orang yang disayangi
atau menerima fakta adanya pembuatan penyesuaian yang diperlukan dalam
kehidupan dan membuat perencanaan karena adanya deformitas.
Nyeri karena kehilangan dirasakan secara menyeluruh dalam realitas yang
memanjang dan dalam ingatan setiap hari, setiap saat dan peristiwa yang
mengingatkan. Ekspresi emosi yang penuh penting untuk resolusi yang sehat.
Menangis adalah salah satu bentuk pelepasan yang umum. Selain masa ini,
kehidupan orang yang berduka terus berlanjut. Saat individu terus, melanjutkan
tugas berduka. Dominasi kehilangan secara bertahap menjadi anxietas terhadap masa
depan.

12
3. Resolusi
Fase menentukan hubungan baru yang bermakna. Selama periode ini seseorang yang
berduka menerima kehilangan, penyesuaian telah berjalan dengan baik dan
seseorang kembali pada fungsinya secara penuh. Kemajuan ini berasal dari
penanaman kembali emosi seseorang pada hubungan lain yang bermakna.
Manifestasi perilaku reaksi berduka abnormal atau patologis meliputi:
a. Menghindari dan distorsi pernyataan emosi berduka normal
b. Depresi agitasi, kondisi psikosomatik, mengalami gejala penyakit menular atau
terakhir yang diderita orang yang meninggal.
c. Aktivitas yang merusak keberadaan sosial ekonomi individu
d. Mengalami kehilangan pola interaksi sosial
Tanggung jawab utama bidan dalam peristiwa kehilangan adalah
membagi informasi tersebut dengan orang tua. Bidan juga harus mendorong dan
menciptakan lingkungan yang aman untuk pengungkapan emosi berduka. Jika
kehilangan terjadi pada awal kehamilan. Bidan dapat dipanggil untuk berpartisipasi
dalam perawatan.

D. Respon Orang Tua Terhadap Bayi Baru Lahir

1. Bounding Attachment
a. Pengertian
Bounding merupakan suatu langkah awal untuk mengungkapkan perasaan
afeksi (kasih sayang) oleh ibu kepada bayinya segera setelah lahir. Attachment
merupakan interaksi antara ibu dan bayi secara specifik sepanjang waktu. (Saxton.
N and Pelikan. 1996). Jadi Bounding Attachment adalah kontak awal antara ibu
dan bayi setelah kelahiran, untuk memberikan kasih sayang yang merupakan dasar
interaksi antara keduanya secara terus menerus. Dengan kasih sayang yang
diberikan terhadap bayinya maka akan terbentuk ikatan batin antara orang tua dan
bayinya.
Pengertian bounding attachment menurut beberapa ahli, antara lain :
1) Parmi (2000): suatu usaha untuk memberikan kasih sayang dan
suatu proses yang saling merespon antara orang tua dan bayi lahir.
2) Perry (2002), bounding: proses pembentukan attachment atau membangun
ikatan; attachment: suatu ikatan khusus yang dikarakteristikkan
dengan kualitas-kualitas yang terbentuk dalam hubungan orang tua dan bayi.

13
3) Subroto (cit Lestari, 2002): sebuah peningkatan hubungan kasih sayang
dengan keterikatan batin antara orang tua dan bayi.
4) Harfiah, bounding: ikatan; attachment: sentuhan.
b. Tahapan Bounding Attachment
1) Perkenalan (acquaintance), dengan melakukan kontak mata, menyentuh,
berbicara, dan mengeksplorasi segera setelah mengenal bayinya.
2) Bounding (keterikatan).
3) Attachment, perasaan sayang yang mengikat individu dengan individu lain.
d. Prinsip-Prinsip dan Upaya Meningkatkan Bounding Attachment
1) Dilakukan segera (menit pertama jam pertama).
2) Sentuhan orang tua pertama kali.
3) Adanya ikatan yang baik dan sistematis berupa kedekatan orang tua ke anak.
4) Kesehatan emosional orang tua.
5) Terlibat pemberian dukungan dalam proses persalinan.
6) Persiapan PNC sebelumnya.
7) Adaptasi.
8) Tingkat kemampuan, komunikasi dan keterampilan untuk merawat anak.
9) Kontak sedini mungkin sehingga dapat membantu dalam memberi kehangatan
pada bayi, menurunkan rasa sakit ibu, serta memberi rasa nyaman.
10) Fasilitas untuk kontak lebih lama.
11) Penekanan pada hal-hal positif.
12) Libatkan anggota keluarga lainnya/dukungan sosial dari keluarga, teman dan
pasangan.
13) Informasi bertahap mengenai bounding attachment.
e. Keuntungan Bounding Attachment
1) Bayi merasa dicintai, diperhatikan, mempercayai, menumbuhkan sikap sosial.
2) Bayi merasa aman, berani mengadakan eksplorasi.
f. Hambatan Bounding Attachment
1) Kurangnya support sistem.
2) Ibu dengan resiko (ibu sakit).
3) Bayi dengan resiko (bayi prematur, bayi sakit, bayi dengan cacat fisik).
4) Kehadiran bayi yang tidak diinginkan.
g. Respon Antara Ibu dan Bayi
1) Touch ( Sentuhan )

14
Ibu memulai dengan sebuah ujung jarinya untuk memeriksa bagian kepala dan
ektremitas bayinya. Dalam waktu singkat secara terbuka perabaan digunakan
untuk membelai tubuh, dan mungkin bayi akan di peluk di lengan ibu, gerakan
dilanjutkan sebagai usapan lembut untuk menenangkan bayi, bayi akan
merapat pada payudara ibu, menggenggam satu jari atau seuntai rambut dan
terjadilah ikatan antara keduanya.
2) Eye to Eye Contact ( Kontak Mata )
Kesadaran untuk membuat kontak mata dilakukan kemudian dengan segera.
Kontak mata mempunyai efek yang erat terhadap perkembangan dimulainya
hubungan dan rasa percaya sebagai faktor yang penting dalam hubungan
manusia pada umumnya. Bayi baru lahir dapat memusatkan perhatian kepada
suatu obyek, satu jam setelah kelahiran pada jarak sekitar 20 – 25 cm, dan
dapat memusatkan pandangan sebaik orang dewasa pada usia kira – kira 4
bulan. Dengan demikian perlu diperhatikan dalam praktek kesehatan, adanya
faktor – faktor yang dapat menghambat proses tersebut, misalnya untuk
pemberian salep/tetes mata pada bayi dapat ditunda beberapa waktu sehingga
tidak mengganggu adanya kontak mata ibu dn bayi
3) Odor ( Bau Badan )
Indra penciuman pada bayi baru lahir sudah berkembang dengan baik dan
masih memainkan peran dalam nalurinya untuk mempertahankan hidup.
Penelitian menunjukan bahwa kegiatan seorang bayi, detak jantung dan pola
bernapasnya berubah setiap kali hadir bau yang baru, tetapi bersama dengan
semakin dikenalnya bau itu, si bayi pun berhenti bereaksi. Pada akhir minggu
pertama, seorang bayi dapat mengenali ibunya dari bau tubuh dan air susu
ibunya. Indra penciuman bayi akan sangat kuat, jika seorang ibu dapat
memberikan bayinya ASI pada waktu tertentu.
4) Body Warm ( Kehangatan Tubuh )
Jika tidak ada komplikasi yang serius, seorang ibu akan dapat langsung
meletakkan bayinya di atas perut ibu, baik setelah tahap kedua dari proses
melahirkan atau sebelum tali pusat dipotong. Kontak yang segera ini memberi
banyak manfaat baik bagi ibu maupun si bayi yaitu terjadinya kontak kulit
yang membantu agar bayi tetap hangat.
5) Voice ( Suara )

15
Respon antara ibu dan bayi berupa suara masing – masing. Orang tua akan
menantikan tangisan pertama bayinya. Dari tangisan tersebut, ibu menjadi
tenang karena merasa bayinya baik – baik saja (hidup). Bayi dapat mendengar
sejak dalam rahim, jadi tidak mengherankan jika ia dapat mendengarkan suara
– suara dan membedakan nada dan kekuatan sejak lahir, meskipun suara –
suara itu terhalang selama beberapa hari oleh cairan amniotik dari rahim yang
melekat pada telinga. Banyak penelitian memperlihatkan bahwa bayi – bayi
baru lahir bukan hanya mendengar secara pasif melainkan mendengarkan
dengan sengaja, dan mereka nampaknya lebih dapat menyesuaikan diri dengan
suara – suara tertentu daripada yang lain contoh suara detak jantung ibu.
6) Entrainment ( Gaya Bahasa )
Bayi yang baru lahir menemukan perubahan struktur pembicaraan dari orang
dewasa. Artinya perkembangan bayi dalam bahasa dipengaruhi kultur, jauh
sebelum ia menggunakan bahasa dalam berkomunikasi. Dengan demikian
terdapat salah satu yang akan lebih banyak dibawanya dalam memulai
berbicara (gaya bahasa). Selain itu juga mengisyaratkan umpan balik positif
bagi orang tua dan membentuk komunikasi yang efektif.
7) Biorhythmicity ( Irama Kehidupan )
Janin dalam rahim dapat dikatakan menyesuaikan diri dengan irama alamiah
ibunya seperti halnya denyut jantung. Salah satu tugas bayi setelah lahir
adalah menyesuaikan irama dirinya sendiri. Orang tua dapat membantu proses
ini dengan memberikan perawatan penuh kasih sayang secara konsisten dan
dengan menggunakan tanda keadaan bahaya bayi .untuk mengembangkan
respon bayi dan interaksi sosial serta kesempatan untuk belajar.
Namun menurut Klaus, Kennel (1982), ada beberapa
keuntungan fisiologis yang dapat diperoleh dari kontak dini :
1) Kadar oksitosin dan prolaktin meningkat.
2) Reflek menghisap dilakukan dini.
3) Pembentukkan kekebalan aktif dimulai.
4) Mempercepat proses ikatan antara orang tua dan anak (body warmth
(kehangatan tubuh); waktu pemberian kasih sayang; stimulasi hormonal).

16
2. Respon ayah dan keluarga
Reaksi orang tua dan keluarga terhadap bayi yang baru lahir, berbeda-beda.
Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya reaksi emosi maupun
pengalaman. Masalah lain juga dapat berpengaruh, misalnya masalah pada
jumlah anak, keadaan ekonomi, dan lain-lain. Respon yang mereka perlihatkan
pada bayi baru lahir, ada yang positif dan ada juga yang negatif.
a. Respon Positif
Respon positif dapat ditunjukkan dengan:
1) Ayah dan keluarga menyambut kelahiran bayinya dengan bahagia.
2) Ayah bertambah giat bekerja untuk memenuhi kebutuhan bayi dengan baik.
3) Ayah dan keluarga melibatkan diri dalam perawatan bayi.
4) Perasaan sayang terhadap ibu yang telah melahirkan bayi.

b. Respon Negatif
Respon negatif dapat ditunjukkan dengan:
1) Kelahiran bayi tidak dinginkan keluarga karena jenis kelamin yang tidak
sesuai keinginan.
2) Kurang berbahagia karena kegagalan KB.
3) Perhatian ibu pada bayi yang berlebihan yang menyebabkan ayah merasa
kurang mendapat perhatian.
4) Faktor ekonomi mempengaruhi perasaan kurang senang atau kekhawatiran
dalam membina keluarga karena kecemasan dalam biaya hidupnya.
5) Rasa malu baik bagi ibu dan keluarga karena anak lahir cacat.
6) Anak yang dilahirkan merupakan hasil hubungan zina, sehingga menimbulkan
rasa malu dan aib bagi keluarga.
Perilaku orang tua yang dapat mempengaruhi ikatan kasih sayang antara orang
tua terhadap bayi baru lahir, terbagi menjadi perilaku memfasilitasi dan perilaku
penghambat.
Perilaku Memfasilitasi Perilaku Penghambat
 Menatap, mencari ciri khas anak.  Menjauh dari anak, tidak memperdulikan
 Kontak mata. kehadirannya, menghindar, menolak
 Memberikan perhatian. untuk menyentuh anak.
 Menganggap anak sebagai individu yang  Tidak menempatkan anak sebagai
unik. anggota keluarga yang lain.
 Menganggap anak anggota keluarga.  Tidak memberikan nama pada anak.

17
 Memberikan senyuman.  Menganggap anak sebagai sesuatu yang
 Berbicara/bernyanyi. tidak disukai.
 Menunjukkan kebanggaan pada anak.  Tidak menggenggam jarinya.
 Mengajak anak pada acara keluarga.  Terburu-buru dalam menyusui.
 Memahami perilaku anak dan memenuhi  Menunjukkan kekecewaan pada anak dan
kebutuhan anak. tidak memenuhi kebutuhannya.
 Bereaksi positif terhadap perilaku anak.

Tabel I. perilaku memfasilitasi dan perilaku penghambat.


Respon orang tua terhadap bayinya dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain genetika, kebudayaan
yang mereka praktekkan dan menginternalisasikan dalam diri mereka, moral dan
nilai, kehamilan sebelumnya, pengalaman yang terkait, pengidentifikasian yang telah
mereka lakukan selama kehamilan (mengidentifikasikan diri mereka sendiri
sebagai orang tua, keinginan menjadi orang tua yang telah diimpikan dan efek
pelatihan selama kehamilan. Faktor eksternal antara lain perhatian yang diterima
selama kehamilan, melahirkan dan postpartum, sikap dan perilaku pengunjung dan
apakah bayinya terpisah dari orang tua selama satu jam pertama dan hari-hari dalam
kehidupannya.
Kondisi yang Mempengaruhi Sikap Orang Tua Terhadap Bayi. Kurang kasih
sayang., persaingan tugas orang tua, pengalaman melahirkan, kondisi fisik ibu
setelah melahirkan, cemas tentang biaya., kelainan pada bayi, penyesuaian
diri bayi pascanatal, tangisan bayi, kebencian orang tua pada perawatan, privasi dan
biaya pengeluaran, gelisah tentang kenormalan bayi, gelisah tentang kelangsungan
hidup bayi, Penyakit psikologis atau penyalahgunaan alkohol dan kekerasan
pada anak.

3. Sibling Rivalry
Kehadiran anggota keluarga baru (bayi) dalam keluarga dapat menimbulkan
suatu krisis situasional yang sebaiknya perlu dipersiapkan pada anak usia toddler (1-3
tahun) terutama pada anak pertama dimana ia mempunyai pengalaman dengan posisi
yang menyenangkan menjadi nomor satu.
a. Pengertian
Kamus kedokteran Dorland (Suherni, 2008): sibling (anglo-saxon sib dan
ling bentuk kecil) anak-anak dari orang tua yang sama, seorang saudara laki-laki
atau perempuan. Disebut juga sib. Rivalry keadaan kompetisi atau

18
antagonisme. Sibling rivalry adalah kompetisi antara saudara kandung untuk
mendapatkan cinta kasih, afeksi dan perhatian dari satu kedua orang tuanya, atau
untuk mendapatkan pengakuan atau suatu yang lebih.
Sibling rivalry adalah kecemburuan, persaingan dan pertengkaran antara
saudara laki-laki dan saudara perempuan. Hal ini terjadi pada semua orang tua
yang mempunyai dua anak atau lebih. Sibling rivalry menunjuk pada
kecemburuan dan kemarahan yang lazim terjadi pada anak sehubungan dengan
kehadiran anggota keluarga baru dalam keluarga yang dalam hal ini adalah
saudara sekandung. Sibling rivalry atau perselisihan yang terjadi pada anak-anak
tersebut adalah hal yang biasa bagi anak-anak usia antara 5-11 tahun. Bahkan
kurang dari 5 tahun pun sudah sangat mudah terjadi sibling rivalry itu. Istilah ahli
psikologi hubungan antar anak-anak seusia seperti itu
bersifat ambivalent dengan love hate relationship.
b. Perubahan sikap dan perilaku dengan kehadiran sibling rivalry
Respon yang dapat ditunjukkan oleh anak, antara lain:
 Memukul bayi
 Mendorong bayi dari pangkuan ibu
 Menjauhkan puting susu dari mulut bayi
 Secara verbal menginginkan bayi kembali ke perut ibu
 Ngompol lagi
 Kembali tergantung pada susu botol
 Bertingkah agresif
c. Antisipasi terhadap perubahan sikap dan perilaku Siapkan secara dini untuk
kelahiran bayi :
1) Mulai kenalkan dengan organ reproduksi dan seksual
2) Beri penjelasan yang konkret tentang pertumbuhan bayi dalam rahim dengan
menunjukkan gambar sederhana tentang uterus dan perkembangan fetus
3) Beri kesempatan anak untuk ikut gerakan janin
4) Libatkan anak dalam perawatan bayi
5) Beri pengertian mendasar tentang perubahan suasana rumah seperti alasan
pindah kamar.
6) Lakukan aktifitas yang biasa dan lakukan dengan anak seperti mendongeng
sebelum tidur atau piknik bersama.

19
d. Penyebab Sibling Rivalry
Banyak faktor yang menyebabkan sibling rivalry, antara lain:
 Masing-masing anak bersaing untuk menentukan pribadi mereka, sehingga
ingin menunjukkan pada saudara mereka.
 Anak merasa kurang mendapatkan perhatian, disiplin dan mau
mendengarkan dari orang tua mereka.
 Anak-anak merasa hubungan dengan orang tua mereka terancam oleh
kedatangan anggota keluarga baru/ bayi.
 Tahap perkembangan anak baik fisik maupun emosi yang dapat
mempengaruhi proses kedewasaan dan perhatian terhadap satu sama lain.
 Anak frustasi karena merasa lapar, bosan atau letih sehingga memulai
pertengkaran.
 Kemungkinan, anak tidak tahu cara untuk mendapatkan perhatian atau
memulai permainan dengan saudara mereka.
 Dinamika keluarga dalam memainkan peran.
 Pemikiran orang tua tentang agresi dan pertengkaran anak yang berlebihan
dalam keluarga adalah normal.
 Tidak memiliki waktu untuk berbagi, berkumpul bersama dengan anggota
keluarga.
 Orang tua mengalami stres dalam menjalani kehidupannya.
 Anak-anak mengalami stres dalam kehidupannya.
 Cara orang tua memperlakukan anak dan menangani konflik yang terjadi
pada mereka.
e. Segi Positif Sibling Rivalry
Meskipun sibling rivalry mempunyai pengertian yang negatif tetapi ada segi
positifnya, antara lain:
1) Mendorong anak untuk mengatasi perbedaan dengan mengembangkan
beberapa keterampilan penting.
2) Cara cepat untuk berkompromi dan bernegosiasi.
3) Mengontrol dorongan untuk bertindak agresif.
Oleh karena itu agar segi positif tersebut dapat dicapai, maka orang tua harus
menjadi fasilitator.

20
f. Mengatasi Sibling Rivalry
Beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua untuk mengatasi sibling rivalry,
sehingga anak dapat bergaul dengan baik, antara lain:
1) Tidak membandingkan antara anak satu sama lain.
2) Membiarkan anak menjadi diri pribadi mereka sendiri.
3) Menyukai bakat dan keberhasilan anak-anak Anda.
4) Membuat anak-anak mampu bekerja sama daripada bersaing antara satu sama
lain.
5) Memberikan perhatian setiap waktu atau pola lain ketika konflik biasa terjadi.
6) Mengajarkan anak-anak Anda cara-cara positif untuk mendapatkan perhatian
dari satu sama lain.
7) Bersikap adil sangat penting, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan anak.
Sehingga adil bagi anak satu dengan yang lain berbeda.
8) Merencanakan kegiatan keluarga yang menyenangkan bagi semua orang.
9) Meyakinkan setiap anak mendapatkan waktu yang cukup dan kebebasan
mereka sendiri.
10) Orang tua tidak perlu langsung campur tangan kecuali saat tanda-tanda akan
kekerasan fisik.
11) Orang tua harus dapat berperan memberikan otoritas kepada anak-anak, bukan
untuk anak-anak.
12) Orang tua dalam memisahkan anak-anak dari konflik tidak menyalahkan satu
sama lain.
13) Jangan memberi tuduhan tertentu tentang negatifnya sifat anak.
14) Kesabaran dan keuletan serta contoh-contoh yang baik dari perilaku orang tua
sehari-hari adalah cara pendidikan anak-anak untuk menghindari sibling
rivalry yang paling bagus.

g. Adaptasi Kakak Sesuai Tahapan Perkembangan


Respon kanak-kanak atas kelahiran seorang bayi laki-laki atau perempuan
bergantung kepada umur dan tingkat perkembangan. Biasanya anak-anak kurang
sadar akan adanya kehadiran anggota baru, sehingga menimbulkan persaingan
dan perasaan takut kehilangan kasih sayang orang tua. Tingkah laku negatif dapat
muncul dan merupakan petunjuk derajat stres pada anak-anak ini. Tingkah laku
ini antara lain berupa:

21
1) Masalah tidur.
2) Peningkatan upaya menarik perhatian orang tua maupun anggota keluarga
lain.
3) Kembali ke pola tingkah laku kekanak-kanakan seperti: ngompol dan
menghisap jempol.
h. Batita (Bawah Tiga Tahun)
Pada tahapan perkembangan ini, yang termasuk batita (bawah tiga tahun) ini
adalah usia 1-2 tahun. Cara beradaptasi pada tahap perkembangan ini antara lain:
1) Merubah pola tidur bersama dengan anak-anak pada beberapa minggu
sebelum kelahiran.
2) Mempersiapkan keluarga dan kawan-kawan anak batitanya dengan
menanyakan perasaannya terhadap kehadiran anggota baru.
3) Mengajarkan pada orang tua untuk menerima perasaan yang ditunjukkan
oleh anaknya.
4) Memperkuat kasih sayang terhadap anaknnya.
i. Anak yang Lebih Tua dan Remaja
Tahap perkembangan pada anak yang lebih tua, dikategorikan pada umur 3-
12 tahun. Pada anak seusia ini jauh lebih sadar akan perubahan-perubahan tubuh
ibunya dan mungkin menyadari akan kelahiran bayi. Anak akan memberikan
perhatian terhadap perkembangan adiknya. Terdapat pula, kelas-kelas yang
mempersiapkan mereka sebagai kakak sehingga dapat mengasuh adiknya. Respon
para remaja juga bergantung kepada tingkat perkembangan mereka. Ada remaja
yang merasa senang dengan kehadiran angggota baru, tetapi ada juga yang larut
dalam perkembangan mereka sendiri. Adaptasi yang ditunjukkan para remaja yang
menghadapi kehadiran anggota baru dalam keluarganya, misalnya:
1. Berkurangnya ikatan kepada orang tua.
2. Remaja menghadapi perkembangan seks mereka sendiri.
3. Ketidakpedulian terhadap kehamilan kecuali bila mengganggu kegiatan
mereka sendiri.
4. Keterlibatan dalam membantu persiapan lahirnya bayi.

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perubahan psikologi pada ibu nifas merupakan hal yang lazim dan dipengaruhi
oleh perubahan hormon. Jika ibu nifas dapat beradaptasi terhadap perubahan psikologi
tersebut, maka keadaan ibu tidak akan mengarah pada keadaan yang buruk. Kekuatan
dari dalam diri seorang ibu nifas, dukungan dari pasangan dan orang terdekat, serta
pengawasan dari seorang bidan merupakan kunci keberhasilan seorang ibu dalam
penyesuaiannya.
Seorang ibu yang tidak mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dapat
mengarah pada keadaan seperti postpartum blues, mengalami kesedihan, ditambah jika
terdapat duka didalamnya karena kehilangan.
Respon seorang ayah dan keluarga terhadap kelahiran bayi sangat berperan dalam
proses masa nifas dan menyikapi sibling rivalry yang dapat terjadi ketika masa itu.

B. Saran

Seorang bidan harus mampu memahami perubahan psikologi pada ibu nifas, hal ini
bertujuan untuk dapat memberikan asuhan secara tepat. Dengan mengetahui bagaimana
proses perubahan psikologi masa nifas diharapkan dapat mendeteksi, dan memberikan
penatalaksanaan kepada ibu nifas dengan tepat karena bidan mempunyai peranan
penting dalam membantu ibu dan pasangannya untuk mempersiapkan fisik, sosial,
emosi, dan psikologis dalam menghadapi masa nifas, terlebih dalam proses menjadi
orang tua.

DAFTAR PUSTAKA

23
Marmi.2015.Asuhan Kebidanan pada masa Nifas “Puerperium
Care”.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia.

Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC.

Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya.

Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika

Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya.

24

Anda mungkin juga menyukai