1. Orang sakit.
Seorang muslim yang sedang sakit pada Bulan Ramadhan dibolehkan untuk tidak
berpuasa.
Jika ia masih mampu berpuasa tanpa kesukaran, maka ia lebih baik berpuasa; tetapi
kalau ia tidak mampu, lebih baik ia berbuka.
Kalau ia masih ada harapan sembuh dari sakitnya, maka ia bersabar menunggu
sampai ia sembuh, lalu ia membayar (qadha) sebanyak puasa yang ditinggalkannya.
Namun, jika tidak ada harapan akan kesembuhannya, maka ia boleh berbuka dan
membayar fideyah dengan secupak bahan makanan yang diberikan kepada orang
miskin sesuai dengan jumlah hari puasa yang ditinggalkannya.
2. Musafir.
Orang yang sedang melakukan perjalanan (musafir) sejauh yang dibolehkan mengkasar
shalat, dibolehkan tidak berpuasa. Setelah kembali dari perjalanannya, ia akan membayar
(qadha) puasa yang ditinggalkannya pada hari diluar bulan Ramadhan.
Firman Allah di dalam Alquran, "Maka, jika diantara kamu ada yang sakit, atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang
ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." (QS. Al Baqarah: 184).
Jika musafir itu dapat berpuasa dalam perjalanannya adalah lebih baik daripada tidak
berpuasa, sebagaimana Firman Allah SWT,"Dan berpuasa lebih baik bagi kamu, jika
kamu mengetahui."(QS. Al Baqarah: 155).
Orang yang sudah lanjut usia, baik laki-laki, maupun perempuan diperbolehkan tidak
berpuasa jika mereka tidak mampu lagi berpuasa. Demikian juga orang-orang yang
bekerja berat sebagai mata pencahariannya, seperti orang-orang yang bekerja di dalam
pertambangan, atau orang-orang yang telah dihukum dengan kerja paksa, sehingga sulit
sekali melakukan puasa.
Mereka semuanya dapat mengganti hari-hari puasa mereka dengan fidyah, sebagaimana
firman Allah SWT, "Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika
mereka tidak berpuasa), membayar (yaitu), memberi makan seorang miskin." (QS.
Albaqarah: 184).
Jika seorang wanita hamil khuaatir terhadap janinnya, dan seorang wanita yang sedang
menyusui khuaatir akan bayi susuannya. Jika dia berpuasa kerana kekurangan air susu
dan sebagainya disebabkan oleh puasa, maka tidak ada perselisihan diantara ulama
tentang bolehnya bagi kedua wanita tersebut untuk berbuka. Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah meringankan bagi musafir separuh solat, dan
memberi keringanan bagi musafir, wanita hamil dan wanita menyusui dalam masalah
puasa.” (HR. Ahmad)
Wallahu a’lam