Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

Osteokondroma dalam Modalitas Foto Polos dan CT-Scan

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti


Program Pendikan Profesi Kedokteran
di Bagian Ilmu Radiologi
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soehadi Prijonegoro Sragen

Disusun oleh :
Halida Hasyati Aima 13711056

Dokter Pembimbing Klinik :


dr. Prasetyo Budi Dewanto, M.Sc., Sp. Rad

Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Referat

Osteokondroma dalam Modalitas Foto Polos dan CT-Scan

Disetujui pada :
Tanggal : Desember 2017
Tempat : RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen

Mengetahui,
Dokter Pembimbing Klinik

dr. Prasetyo Budi Dewanto, M.Sc., Sp.Rad


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh.


Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya, Penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul, “OSTEOKONDROMA DALAM
MODALITAS FOTO POLOS DAN CT-SCAN”. Referat ini disusun sebagai
salah satu persyaratan dalam mengikuti kepaniteraan klinik stase ilmu radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia.
Dalam penyusunan referat ini, banyak pihak yang memberikan bantuan
dan masukan baik berupa moril maupun materiil. Untuk itu, Penulis mengucapkan
terimakasih sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak dr. Prasetyo Budi Dewanto, M.Sc., Sp.Rad, selaku dosen
pembimbing klinik, atas segala bimbingan dan dukungan sampai
terselesaikannya referat ini.
2. Bapak, Ibu dan kakak-kakak Penulis yang senantiasa memberikan
motivasi dan cinta.
3. Teman-teman sesama co-ass RS dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.
4. Seluruh tim perawat dan radiografer instalasi radiologi RS dr. Soehadi
Prijonegoro Sragen.
Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun sangat
diharapkan demi kemajuan dan kesempurnaan penulisan di masa
mendatang. Harapan Penulis semoha referat ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak pada umumnya serta perkembangan dan kemajuan ilmu
pengetahuan pada khususnya. Aamiin.
Wassalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh.

Sragen, 5 Desember 2017

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Osteokondroma merupakan tumor jinak tulang tersering kedua (32,5%)
dari seluruh tumor jinak tulang. Kemungkinan merupakan tumor jinak yang
paling sering yang mengandung tulang dan kartilago (Patel, 2007). Sumber lain
menyebutkan bahwa osteokondroma mewakili lesi tulang pseudotumoral yang
paling sering terjadi (P Canete, D.M., et al, 2013).
Perdebatan berlanjut mengenai apakah osteokondroma adalah gangguan
perkembangan (lesi pseudotumoral) atau neoplasma. Namun, terlepas dari apakah
itu lesi pseudotumoral atau tumor tulang jinak, sudah jelas bahwa osteokondroma
adalah anexostosis (proliferasi tulang eksternal yang merusak tulang).
Osteokondroma umumnya terjadi pada tulang-tulang yang masih aktif
pertumbuhannya seperti pada anak-anak, remaja serta dewasa muda (De Souza
dan Junior, 2014). Manifestasi penyakit ini dapat terjadi pada anak-anak usia 2
tahun hingga lanjut usia berusia 60 tahun, namun paling sering muncul pada anak-
anak usia 11-20 tahun (Rawavathu, K. V. M., et al, 2015).

I.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui osteokondroma
dalam modalitas foto polos dan CT-Scan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Osteokondroma merupakan tumor jinak tulang yang ditandai dengan
penonjolan tulang yang berbatas tegas sebagai eksostosis yang muncul dari
metafisis, penonjolan tulang ini ditutupi oleh kartilago hialin. Komponen tumor
ini terdiri dari sel tulang (osteofit) dan tulang rawan (kondrosit).

2.2 Klasifikasi
Osteokondroma dibedakan menjadi dua menurut bentuknya, yaitu soliter
dan multipel. Osteokondroma yang berbentuk multipel bersifat herediter
(autosomal dominan). Bentuk ini akan berhenti tumbuh dan mengalami proses
penulangan setelah dewasa, oleh karena itu eksostosis multipel ini tidak lagi
disebut sebagai neoplasma. Namun, lesi multipel juga dapat berkembang pada
individu dengan predisposisi genetik. Osteokondroma yang berbentuk soliter akan
tumbuh terus walaupun penderita telah dewasa dan jenis ini dianggap sebagai
neoplasma.
Berdasarkan tipenya, osteokondroma dibedakan menjadi dua yaitu tipe
bertangkai (pedunculated) dan tipe tidak bertangkai (sesile). Tulang panjang yang
terkena biasanya tipe bertangkai, sedangkan di pelvis biasanya tipe sesile.
2.2.1 Osteokondroma Soliter
Angka kejadian osteokondroma soliter mencapai 10% dari semua tumor
tulang, diantaranya 35% (20-50%) dari tumor tulang jinak. Pada pasien
osteokondroma, sebanyak 85% individu diidentifikasi mengalami bentuk soliter.
Eksostosis ini paling sering dikenali selama masa kanak-kanak atau remaja.
Beberapa laporan menyebutkan bahwa jumlah anak laki-laki yang mengalami
bentuk ini sedikit lebih banyak dari anak perempuan, namun hal tesebut tidak
cukup berarti untuk menunjukkan bahwa gender laki-laki memiliki risiko lebih
besar untuk mengidap penyakit ini (De Souza dan Junior, 2014).
Pada umumnya osteokondroma mengenai tulang panjang, seperti ujung
distal os femur, ujung proksimal os tibia dan os humerus. Pada kasus langka dapat
mengenai tulang tangan dan kaki, skapula, panggul, tulang belakang, tulang rusuk
dan tempat jarang lagi seperti sendi temporomandibular atau jaringan lunak
sekitar lutut. Secara teori, osteokondroma dapat timbul dimanapun pada tulang
yang berkembang dari endokondral ossification. Sebagian besar manifestasi yang
ditimbulkan adalah lesi asimtomatik dan ditemukan secara kebetulan, namun
apabila lesi muncul dengan gejala, tanda yang paling umum adalah perkembangan
massa yang tumbuh secara lambat (P Canete, D.M., et al, 2013).
2.2.2 Osteokondroma Multipel
Angka kejadian osteokondroma multipel adalah 1: 50.000 individu. Pada
pasien osteokondroma, sebanyak 15% individu diidentifikasi mengalami bentuk
multipel. Lesi pada ostekondroma bentuk multipel cenderung berukuran besar dan
tidak bertangkai yang dibungkus dengan tulang rawan yang banyak (De Souza
dan Junior, 2014).
Salah satu bentuk osteokondroma multipel yang terjadi adalah eksostosis
herediter multipel. Ini adalah sindrom yang ditandai dengan perkembangan dari
beberapa osteokondroma dan menunjukkan pola genetik dominan autosomal.
Manifestasi klinis dan komplikasi yang ditimbulkan bentuk ini sebagian besar
sama dengan lesi soliter (P Canete, D.M., et al, 2013).

2.3 Etiologi dan Patogenesis


Penyebab osteokondroma tidak dipahami dengan jelas. Dalam beberapa
kasus, osteokondroma banyak dihubungkan dengan mutasi dari EXT 1 dan EXT 2
gen, yang diduga berperan dalam biosintesis heparan proteoglikan sulfat, yang
terlibat dalam pertumbuhan cakra epifisis, dan mungkin yang bisa menghasilkan
dedifferentiasi pertumbuhan jaringan kartilaginosa (P Canete, D.M., et al, 2013).
2.4 Gambaran Klinis
Sebagian besar manifestasi klinis yang ditimbulkan adalah asimtomatik.
Gejala timbul secara relatif menurut ukuran dan lokasi eksostosis. Biasanya
berupa massa keras yang tumbuh perlahan dan tidak terasa nyeri (Gambar 1).
Pada tulang yang masih mengalami pertumbuhan, osteokondroma akan tumbuh
secara progresif seiring dengan pertumbuhan tulang yang terkena dan berhenti
saat cakra epifisis tertutup. Pada beberapa kasus, rasa sakit dengan intensitas lebih
besar mungkin terjadi, hal ini berhubungan dengan tekanan yang ditimbulkan
pada jaringan di sekitarnya, seperti jaringan lunak, pembuluh darah dan saraf (De
Souza dan Junior, 2014).

Gambar 1. Manifetasi yang ditunjukkan osteokondroma (A), berupa massa keras


yang tumbuh perlahan dan tidak terasa nyeri. (B) foto polos humerus dextra pada
pasien yang sama.
Sumber : De Souza dan Junior (2014)

Lesi multipel dapat menunjukkan manifestasi yang lebih berat seperti


disproporsi antara badan dan ekstremitas akibat deformitas. (De Souza dan Junior,
2014) Pasien dengan kondisi ini memiliki risiko mengalami berbagai cacat
ortopedi, yang paling umum adalah lengan bawah yang memendek (Gambar 2).
Komplikasi yang lebih buruk diduga akibat lesi yang berjumlah lebih banyak.
Salah satu yang paling ditakuti adalah malignasinya osteokondroma ke arah
kondrosarkoma. (2013)
Gambar 2. Foto polos pasien dengan lesi multipel menunjukkan deformitas pada
lengan bawah (terjadi pemendekan os. Ulna)
Sumber : De Souza dan Junior (2014)

2.5 Gambaran Radiologis


Pemeriksaan penunjang yang berguna dalam penegakan diagnosis
osteokondroma selain biopsi adalah pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan radiologi
yang dapat dimanfaatkan penegakan diagnosis osteokondroma beberapa
diantaranya adalah foto polos dan CT-Scan.
2.5.1 Foto Polos
Fitur radiologisnya cukup khas, menampilkan lesi eksofitik dengan
kesinambungan korteks dan meduler yang menonjol dari tulang. Mengenai basis
implantasinya, ini bisa luas atau sempit, tergantung tipe ostekondroma, baik
soliter, tidak bertangkai dan bertangkai. Pemeriksaan radiologi sering dianggap
cukup dalam penegakan diagnosis untuk kasus yang tidak meragukan (P Canete,
D.M., et al, 2013).
Pemeriksaan foto polos mampu menunjukkan dengan jelas sifat komposit
dari lesi, yang dibentuk oleh jaringan tulang kortikal dan meduler, yang tumbuh
dari tulang yang terkena. Kesinambungan lesi dengan permukaan tulang yang
diserang merupakan tanda patognomonik dalam penegakan osteokondroma.
Kesinambungan ini mudah diamati pada lesi yang merusak tulang-tulang panjang
(Gambar 3) (De Souza dan Junior, 2014).
Gambar 3. Foto polos tulang dengan lesi soliter (A), foto polos tulang dengan
osteokondroma tipe bertangkai (B)
Sumber : De Souza dan Junior (2014)

Pada tulang planar (tulang panggul dan skapula) dan tulang yang tidak
teratur (vertebra), kesinambungan lesi dengan tulang tidak dapat dilihat dengan
foto polos saja (Gambar 4). Hal ini disebabkan selubung lesi yang berupa tulang
rawan seringkali tidak terlihat dalam pemeriksaan ini, karena densitasnya serupa
dengan jaringan lunak sekitarnya (De Souza dan Junior, 2014). Pada kasus yang
meragukan seperti ini, pemeriksaan dengan CT-Scan dapat membantu dalam
penegakan diagnosis.

Gambar 4. Tampak hubungan lesi dengan tulang yang berdekatan (A), tidak
begitu jelas lesi osteokondroma pada tulang yang berdekatan (B)
Sumber : De Souza dan Junior (2014)
Foto polos tidak hanya dapat dimanfaatkan dalam upaya penegakan
diagnosis, namun juga berguna dalam deteksi transformasi osteokondroma ke arah
keganasan. Hal ini diringkas oleh Rawavathu, et al (2015) pada tabel 1.
Tebal dan ukuran kartilago yang membungkus > 2 cm
Terjadi pengembangan massa jaringan lunak dengan/tanpa kalsifikasi jaringan
lunak
Kalsifikasi jaringan lunak yang terbungkus kartilago
Kerusakan tulang
Perubahan bentuk
Tabel 1. Ciri radiologis pada transformasi ke arah keganasan
Sumber : Rawavathu, K. V. M., et al (2015)

2.5.2 CT-Scan
Pemeriksaan CT-Scan berguna dalam melengkapi foto polos karena
mampu menunjukkan rincian kontinuitas tulang kortikal dan spons di dalam lesi
serta hubungannya dengan jaringan lunak yang berdekatan (Gambar 5). Irisan
tomografi aksial memudahkan interpretasi pada lesi yang terletak di tempat
anatomis dengan kompleksitas yang lebih besar (De Souza dan Junior, 2014).

Gambar 5. Tampak rincian kontinuitas tulang kortikal dan spons di dalam lesi
serta hubungannya dengan jaringan lunak yang berdekatan
Sumber : De Souza dan Junior (2014)
2.6 Terapi
Secara umum tidak ada terapi yang dibutuhkan pada kasus ini. Namun
pada beberapa kondisi, osteokondroma diharapkan tidak memperparah keadaan
apabila dilakukan operasi atau bedah reseksi. Pada lesi soliter, operasi dibutuhkan
apabila eksostosis menyebabkan rasa sakit yang berlebih akibat kompresi
neurovaskuler dan penurunan fungsional karena keterbatasan gerak sendi (P
Canete, D.M., et al, 2013).
Pada lesi multipel, operasi yang dibutuhkan lebih rumit, mengingat bahwa
lesi yang dihasilkan berjumlah lebih banyak. Umumnya dengan alasan kosmetik,
operasi dibutuhkan untuk mencegah terjadinya deformitas tulang. Pada
transformasi ke arah keganasan, umumnya dilakukan bedah reseksi di seluruh
bagian (P Canete, D.M., et al, 2013).

2.7 Komplikasi
Osteokondroma sama halnya dengan penyakit lain, dapat menyebabkan
komplikasi. Beberapa komplikasi ostekondroma yang paling sering terjadi
diantaranya adalah deformitas tulang, fraktur, gangguan vaskular dan neurologis
di sekitarnya, pembentukan bursa dan yang paling ditakuti, transformasi ke arah
keganasan. (P Canete, D.M., et al, 2013)
BAB 3
KESIMPULAN

Osteokondroma dianggap sebagai neoplasma tulang jinak yang paling


umum dan transformasi ganasnya dianggap sebagai komplikasi yang paling serius
dan ditakuti. Radiografi polos dan CT sangat membantu dalam
mengkonfirmasikan adanya osteokondroma dan berguna untuk memberi indikasi
luas dan tanda kemungkinan terjadinya transformasi ke arah keganasan.
DAFTAR PUSTAKA

De Souza, A. M. G., Junior, R. Z. P. Osteochondroma: Ignore or Investigate?.


Elsevier. 2014. 49(6): 555-564
P Canete, D.M., et al. Osteochondroma: Radiological Diagnosis, Complications
and Variants. Musculoesqueletico. 2013. 19(2): 73-81
Patel, P. R. 2007. Lecture Notes Radiologi Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Erlangga
Rawavathu, K. V. M., et al. Imaging of osteochondroma suspected of malignant
transformation. International Journal of Anatomy, Radiology and Surgery.
2015. 4(2): 11-13

Anda mungkin juga menyukai