Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
PENDAHULUAN

II.1 Latar Belakang


Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi akut telinga tengah yang
berlangsung kurang dari tiga minggu.1 Yang dimaksud dengan telinga tengah adalah
ruang di dalam telinga yang terletak antara membran timpani dengan telinga dalam
serta berhubungan dengan nasofaring melalui tuba Eustachi.2.
Dalam realita yang ada, OMA merupakan salah satu dari berbagai penyakit
yang umum terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di negara-negara dengan
ekonomi rendah dan Indonesia, serta memiliki angka kejadian yang cukup bervariasi
pada tiap-tiap Negara.3
Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang cukup berkaitan dengan
terjadinya OMA. Kasus OMA secara umum banyak terjadi pada anak-anak
dibandingkan kalangan usia lainnya. Kondisi demikian terjadi karena faktor anatomis,
dimana pada fase perkembangan telinga tengah saat usia anak-anak, tuba Eustachius
memang memiliki posisi yang lebih horizontal dengan drainase yang minimal
dibandingkan dengan usia lebih dewasa. Hal inilah yang membuat kecenderungan
terjadinya OMA pada usia anak-anak lebih besar dan lebih ekstrim dibandingkan usia
dewasa.2
Donaldson menyatakan bahwa anak-anak berusia 6-11 bulan lebih rentan
terkena OMA, dimana frekuensinya akan berkurang seiring dengan pertambahan usia,
yaitu pada rentang usia 18-20 bulan. Pada usia yang lebih tua, beberapa anak cenderung
tetap mengalami OMA dengan persentase kejadian yang cukup kecil dan terjadi paling
sering pada usia empat tahun dan awal usia lima tahun. Setelah gigi permanen muncul,
insidensi OMA menurun dengan signifikan, walaupun beberapa individu yang memang
memiliki kecenderungan tinggi mengalami otitis tetap sering mengalami episode
eksaserbasi akut hingga memasuki usia dewasa. Kadang-kadang, individu dewasa yang
2

tidak pernah memiliki riwayat penyakit telinga sebelumnya, namun mengalami Infeksi
Saluran Pernafasan Atas (ISPA) yang disebabkan oleh adanya infeksi virus juga
mengalami OMA.1
Prevalensi kejadian OMA banyak diderita oleh anak-anak maupun bayi
dibandingkan pada orang dewasa tua maupun dewasa muda. Pada anak-anak makin
sering menderita infeksi saluran napas atas, maka makin besar pula kemungkinan
terjadinya OMA disamping oleh karena sistem imunitas anak yang belum berkembang
secara sempurna.4
Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh yang terganggu,
sumbatan dan obstruksi pada tuba eusthacius merupakan faktor penyebab utama dari
otitis media sehingga invasi kuman ke dalam telinga tengah juga gampang terjadi yang
pada akhirnya menyebabkan perubahan mukosa telinga tengah sampai dengan
terjadinya peradangan berat. Penyakit otitis media akut (OMA) masih merupakan
masalah kesehatan khususnya pada anak-anak. Penatalaksanaan OMA mendapat
sejumlah tantangan. Otitis media akut yang tidak diobati dengan adekuat dapat menjadi
otitis media supuratif kronik dengan gejala yang lebih berat dengan pengobatan yang
lebih sulit.4
Mengingat tingginya angka kejadian bakteri yang resisten terhadap
antimikroba, maka diperlukan perhatian khusus.Hal ini dikarenakan penggunaan
antibiotik merupakan pilihan terapi awal pada OMA. Terapi pembedahan pada OMA
dapat dibagi ke dalam tiga prosedur, yakni: timpanosentesis, miringotomi, dan
miringotomi dengan pemasangan tuba ventilasi.1

II.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan ini adalah sebagai bahan belajar bagi dokter muda ataupun
pembaca lainnya mengenai definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, cara penegakkan diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari
otitis media akut serta anatomi dari telinga tengah.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi
Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan dalam. Telinga
tengah berbentuk kubus dengan perbatasan.5
Luar : membran timpani
Depan : tuba eustachius
Bawah : vena jugularis
Belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Atas : tegmen timpani (meningen/ otak)
Dalam : (dari atas ke bawah) kanalis semisirkularis horizontal,
kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),
tingkap bundar (round window) dan promontorium.

Gambar 2.1. (A) Telinga dan pembagiannya, (B) Permukaan lateral Pinna,
(C) Kartilago auricular 6
4

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari


arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian
atas disebut pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah
pars tensa (membran propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian
luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh
sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa
mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat
kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar
dan sirkuler di bagian dalam. Pada pars flaksida terdapat daerah yang
disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang
menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.5

Gambar 2.2. Serat radier, sirkular, dan parabolik dari pars tensa6

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani


disebut sebagai umbo.Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of
light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan
pukul 5 untuk membran timpani kanan.Refleks cahaya ialah cahaya dari
luar yang dipantulkan oleh membran timpani.Di membran timpani terdapat
2 macam serabut, sirkular dan radier.Serabut inilah yang menyebabkan
timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut itu.Secara klinis refleks
5

cahaya ini dinilai, misalnya bila letak refleks cahaya mendatar, berarti
terdapat gangguan pada tuba eustachius.5

Gambar 2.3. Penampakan membran timpani kanan7

Membran timpani dibagi ke dalam 4 kuadran, dengan menarik garis


searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis
itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-
depan serta bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran
timpani.5
Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di
bagian bawah belakang membran timpani.Di daerah ini tidak terdapat
tulang pendengaran.Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang
pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, stapes.5
6

Gambar 2.4. Pembagian telinga tengah menjadi epi-, meso-, danhipotimpanum6

Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling


berhubungan.Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani,
maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes.Stapes terletak
pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antara
tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.5

Gambar 2.5. Tulang pendengaran dan bagian-bagiannya6


7

II.2 Fisiologi Pendengaran


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian
tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.
Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan
tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan
melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan
gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan
rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area
39-40) di lobus temporalis.5

II.3 Otitis Media Akut


II.3.1 Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.Banyak ahli membuat pembagian
dan klasifikasi otitis media.5 Otitis media akut merupakan inflamasi pada telinga tengah
dalam waktu 3 minggu pertama.1

II.3.2 Etiologi
Penyebab utama otitis media akut (OMA) adalah invasi bakteri piogenik ke
dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril. Bakteri tersering penyebab OMA
diantaranya Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pnemokokus. Selain itu
kadang-kadang ditemukan juga Haemofilus influenza, Escherichia coli, Streptokokus
anhemolitikus, Proteus vulgaris dan Pseudomonas aurogenosa. Haemofilus influenza
8

sering ditemukan pada anak berusia dibawah 5 tahun. Infeksi saluran napas atas yang
berulang dan disfungsi tuba eustachii juga menjadi penyebab terjadinya OMA pada
anak dan dewasa.5,8,9,10
Selain itu, juga terdapat beberapa faktor predisposisi dari terjadinya otitis
media akut.Apapun yang mengganggu fungsi normal dari tuba eustachius
merupakan predisposisi terjadinya infeksi telinga tengah. Hal-hal tersebut seperti:6
 Serangan ISPA berulang
 Infeksi tonsil dan adenoid
 Rinitis dan sinusitis kronik
 Alergi
 Tumor nasofaring, mengorek hidung
 Palatoschisis

II.3 Epidemiologi
Otitis media akut sering terjadi pada anak, hal ini dikarenakan tuba
eustachius yang lebar dan pendek.11 Di Amerika Serikat, 70% anak telah mengalami
OMA setidaknya satu kali sebelum usia 2 tahun. Puncak kejadian otitis media akut
adalah pada anak berusia 3-18 bulan.1
Anak yang telah mengalami enam kali serangan otitis media atau lebih
disebut dengan istilah "cenderung otitis".Suatu penelitian oleh Howie menunjukkan
bahwa suatu episode infeksi S.pneumoniae dalam tahun pertama kehidupan telah
dihubungkan dengan berlanjutnya insidens episode otitis media akut
berulang.Keadaan ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak
wanita.Insidens kondisi alergi tidak meningkat pada anak-anak ini.Delapan serotipe
S.pneumoniae bertanggung jawab lebih atas lebih dari 75% episode otitis media
akut.12
9

II.4 Patogenesis dan Manifestasi Klinik


Faktor pencetus terjadinya OMA dapat didahului oleh terjadinya infeksi saluran
pernapasan atas yang berulang disertai dengan gangguan pertahanan tubuh oleh silia
dari mukosa tuba eusthachii, enzim dan antibodi yang menimbulkan tekanan negative
sehingga terjadi invasi bakteri dari mukosa nasofaring ke dalam telinga tengah melalui
tuba eusthachii dan menetap di dalam telinga tengah menjadi otitis media akut.5,8
Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit dan umur
pasien. Keluhan yang biasanya timbul adalah otalgia, otorea, pendengaran berkurang,
rasa penuh di telinga, demam. Pada anak-anak biasanya timbul keluhan demam, anak
gelisah dan sulit tidur, diare, kejang, kadang-kadang anak memegang telinga yang
sakit. Stadium otitis media akut berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah terdiri
dari:5
Ada 5 stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan pada perubahan mukosa
telinga tengah, yaitu:5
1. Stadium Oklusi
Tanda adanya oklusi tuba eustachius ialah adanya gambaran retraksi
membran timpani akibat tekanan negatif didalam telinga tengah, karena adanya
absorpsi udara. Posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga
berkurang, edema yang terjadi pada tuba eustachius juga menyebabkannya
tersumbat. Kadang-kadang membrane timpani tampak normal atau berwarna
keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini
sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau
alergi.5
2. Stadium Hiperemis
Pada stadium ini tampak seluruh membrane timpani hiperemis serta edem.
Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga
sukar terlihat1. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan
sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi terjadi
di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan
tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa
10

penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan
ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat
tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua
belas jam sampai dengan satu hari.5

3. Stadium Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superficial, serta terbentuknya sekret eksudat yang purulen di cavum timpani
menyebabkan membrane timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.5
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta
rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di cavum timpani
tidak berkurang maka terjadi iskemia akibat tekanan pada kapiler-kapiler,
kemudian timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil serta nekrosis pada mukosa
dan submukosa. Nekrosis ini pada membrane timpani terlihat sebagai daerah yang
lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot. Di tempat ini akan terjadi
rupture.5
11

4. Stadium Perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotic atau
virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi rupture membrane timpani dan
nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar, secret yang keluar
terlihat seperti berdenyut. Anak-anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi
tenang, suhu badan turun dan anak-anak dapat tidur nyenyak.5

5. Stadium Resolusi
Stadium terakhir dari OMA. Bila membrane timpani tetap utuh maka
keadaan membrane timpani perlahan-lahan akan normal kembali bila sudah terjadi
perforasi hingga perforasi membrane timpani menutup kembali dan sekret purulen
tidak ada lagi, kemudian secret akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran
kembali normal. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka
12

resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. Otitis media akut dapat
menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa bila secret menetap
di cavum timpani tanpa terjadinya perforasi. Apabila stadium resolusi gagal
terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan
stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar
secara terus-menerus atau hilang timbul.5

II.5 Diagnosis
Diagnosis OMA harus memenuhi 3 hal berikut ini :
1. Penyakit ini onsetnya mendadak (akut)
2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh)
di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan memperhatikan tanda berikut:
a. Mengembangnya gendang telinga
b. Terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga
c. Adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga
d. Cairan yang keluar dari telinga
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan
adanya salah satu diantara tanda berikut :
a. Kemerahan pada gendang telinga
b. Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal
Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik
daun telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran,
demam, sulit makan, mual dan muntah serta rewel. Namun gejala-gejala ini tidak
spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat
semata.13
Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop untuk melihat dengan jelas
keadaan gendang telinga/membrane timpani yang menggembung, eritema bahkan
kuning dan suram serta adanya cairan berwarna kekuningan di liang telinga.13
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatic
(alat untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk
13

menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara). Gerakan gendang
telinga yang kurang dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini dapat
digunakan sebagai pemeriksaan tambahan untuk memperkuat diagnosis OMA. Namun
umunya OMA sudah dapat ditegakkan dengan pemeriksaan otoskop biasa.13
Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan
terhadap gendang telinga). Namun pemeriksaan ini tidak dilakukan pada sembarang
anak. Indikasi perlunya timpanosentesis anatara lain OMA pada bayi berumur di bawah
6 minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan
kekebalan tubuh, anak yang tidak member respon pada beberapa pemberian antibiotic
atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.13
OMA harus dibedakan dengan otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai
OMA. Untuk membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut :13
GEJALA DAN TANDA OMA OMA EFUSI
Nyeri telinga, demam, rewel + -
Efusi telinga tengah + +
Gendang telinga suram + +/-
Gendang yang menggembung +/- -
Gerakan gendang berkurang + +
Berkurangnya pendengaran + +

II.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan
pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan
pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan
pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan
ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba
Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imum
lokal dan sistemik.5,8,9,12
14

Terapi tergantung pada stadium penyakitnya:5,8,9,12


1. Stadium oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba eustachius sehingga
tekanan negative di telinga tengah hilang dengan diberikan :
a. Obat tetes hidung HCL efedrin 0.5% dalam larutan fisiologis (anak<12
tahun) atau HCL efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak di atas
12 tahun atau dewasa.
b. Mengobati sumber infeksi lokal dengan antibiotika bila penyebabnya
kuman. Sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan
antibiotik selama 7 hari:
 Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/KgBB 4 x sehari
atau
 Amoksisilin: Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 3 x
sehari atau
 Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 4 x
sehari
2. Stadium hiperemis (presupurasi)
a. Antibiotic (golongan penisilin atau ampisilin) selama 7 hari dengan
pemberian IM pada awalnya agar tidak terjadi mastoiditis terselubung,
gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan relaps.
b. Obat tetes hidung (decongestan)
c. Analgesic / antipyretic
Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan
miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin,
selama 10-14 hari:
Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/KgBB 4 x sehari atau
Amoksisilin: Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 3 x sehari atau
Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 4 x sehari
Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam
klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar
15

konsentrasinya adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama


7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40
mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari. Kemudian diberikan
obat tetes hidung nasal dekongestan maksimal 5 hari, antihistamin bila ada
tanda-tanda alergi, antipiretik, analgetik dan pengobatan simtomatis lainnya.
3. Stadium supurasi
Bila tidak dilakukan insisi membrane timpani (miringotomi) pada
stadium ini, maka kemungkinan besar membrane timpani akan rupture dan
nanah keluar ke liang telinga. Dengan dilakukan miringotomi luka insisiakan
menutup kembali, sedangkan apabila terjadi rupture, maka lubang tempat
rupture (perforasi) tidak mudah menutup kembali. Miringotomi dilakukan
jika membrane timpani masih utuh.
Selain miringotomi, diberikan juga antibiotik pada stadium ini, yaitu:
 Amoxyciline : Dewasa 3x 500mg/hari, Bayi/anak 50mg/kgBB/hari
 Erythromycine : Dewasa/ anak sama dengan dosis amoxyciline
 Cotrimoxazole : (kombinasi trimethroprim 80mg dan sulfamethoxazole
400mg-tablet) untuk dewasa 2x2 tablet, Anak ( trimethroprim 40mg dan
sulfamethoxazole 200mg) suspense 2x1 cth.
 Jika kuman sudah resisten (infeksi berulang): kombinasi amoxyciline dan
asam clavulanic, dewasa 3x625 mg/hari. Bayi /anak, disesuaikan dengan
BB dan usia.
Antibiotik diberikan 7-10 hari, pemberian yang tidak adekuat dapat
menyebabkan kekambuhan. Penderita yang alergi penicillin dapat diberikan
golongan makrolid (Azithromicine, Roxythromicine).2
a. Diberikan dekongestan, antibiotika, analgetik/antipiretik.
b. Pasien harus dirujuk untuk dilakukan mirongotomi bila membrane
timpani masih utuh sehingga gejala-gejala klinis cepat hilang dan
rupture (perforasi) dapat dihindari.
4. Stadium perforasi
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar,
16

kadang secara berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear
toilet) H2O2 3% (4-5 tetes sehari) selama 3 sampai dengan 5 hari serta
antibiotik yang adekuat, berupa ciprofloxacin 200 mg (2x1) selama 3-14
hari. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali
dalam 7 sampai dengan 10 hari. Diberikan obat cuci telinga perhidrol atau
H2O3 3% selama 3-5 hari
a. Antibiotika yang adekuat sampai 3 minggu.
b. Biasanya secret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam
7-10 hari.
5. Stadium resolusi
Antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu bila tidak ada perbaikan
membrane timpani, secret dan perforasi1.
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret
tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya
sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran
timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini
berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis.

Gambar 2.10. Agen antibakterial untuk OMA6

Pengobatan pada anak-anak dengan kecenderungan mengalami otitis media


akut dapat bersifat medis atau pembedahan. Penatalaksanaan medis berupa pemberian
antibiotic dosis rendah dalam jangka waktu hingga 3 bulan. Alternative lain adalah
pemasangan tuba ventilasi untuk mengeluarkan secret terutama pada kasus-kasus yang
17

membandel. Keputusan untuk melakukan miringotomi umumnya berdasarkan


kegagalan profilaksis secara medis atau timbul reaksi alergi terhadap antimikroba yang
lazim dipakai.12
Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian
antibiotik. Observasi dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak
membaik dalam dua sampai tiga hari, atau ada perburukan gejala. Ternyata pemberian
antibiotik yang segera dan dosis sesuai dapat terhindar dari tejadinya komplikasi
supuratif seterusnya. Masalah yang muncul adalah risiko terbentuknya bakteri
yang resisten terhadap antibiotik meningkat. Menurut American Academy of
Pediatrics (2004), mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang harus
segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut.14
Tabel 1. Kriteria Terapi Antibiotik dan Observasi pada Anak dengan OMA
Usia Diagnosis pasti (certain) Diagnosis meragukan
(uncertain)
Kurang dari 6 bulan Antibiotik Antibiotik
6 bulan sampai 2 tahun Antibiotik Antibiotik jika gejala berat,

2 tahun ke atas Antibiotik jika gejala Observasi


observasi jika gejala ringan
berat,

observasi jika gejala


Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut, terdapat
ringan
efusi telinga tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga tengah. Gejala
ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam kurang dari 39°C dalam 24 jam
terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang-berat atau demam
39°C. Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia
enam bulan sampai dengan dua tahun, dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau
diagnosis meragukan pada anak di atas dua tahun. Follow-up dilaksanakan dan
pemberian analgesia seperti asetaminofen dan ibuprofen tetap diberikan pada masa
observasi. 14
18

Menurut American Academic of Pediatric (2004), amoksisilin merupakan first-


line terapi dengan pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal selama
lima hari. Amoksisilin efektif terhadap Streptococcus penumoniae. Jika pasien
alergi ringan terhadap amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin seperti cefdinir.
Second-line terapi seperti amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus
influenzae dan Moraxella catarrhalis, termasuk Streptococcus penumoniae.
Pneumococcal 7- valent conjugate vaccine dapat dianjurkan untuk menurunkan
prevalensi otitis media 14
 Pembedahan

Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA


rekuren, seperti miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan
adenoidektomi.15
1. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani,
supa ya terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Syaratnya adalah harus dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus
tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi
miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan
sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di
telinga tengah. Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri
berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis,
mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan
terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali
terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi
atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang
memuaskan terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi
mikroorganisme melalui kultur.15
2. Timpanosintesis
Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan
analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi
19

timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi


supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah.
Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat menurun morbiditas
OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara
signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif,
randomized trial yang telah dijalankan.15
3. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media
dengan efusi dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan
miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak
memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah
didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika
terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.15

Gambar 2.11. Pengobatan OMA6


20

II.7 Prognosis dan Komplikasi

Komplikasi dari OMA dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu melalui
erosi tulang, invasi langsung dan tromboflebitis. Komplikasi ini dibagi menjadi
komplikasi intratemporal dan intrakranial. Komplikasi intratemporal terdiri dari:
mastoiditis akut, petrositis, labirintitis, perforasi pars tensa, atelektasis telinga tengah,
paresis fasialis, dan gangguan pendengaran. Komplikasi intrakranial yang dapat terjadi
antara lain yaitu meningitis, encefalitis, hidrosefalus otikus, abses otak, abses epidural,
empiema subdural, dan trombosis sinus lateralis. Komplikasi tersebut umumnya sering
ditemukan sewaktu belum adanya antibiotik, tetapi pada era antibiotik semua jenis
komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari otitis media supuratif
kronik (OMSK). Penatalaksanaan OMA dengan komplikasi ini yaitu dengan
menggunakan antibiotik spektrum luas, dan pembedahan seperti mastoidektomi.5,16
Prognosis otitis media akut adalah dubia ad bonam, biasanya gejala membaik
dalam 24 jam dan dapat sembuh dalam 3 hari dengan pengobatan yang adekuat,
tetapi jika tidak diobati dengan benar, otitis media akut dapat menimbulkan
komplikasi mulai dari mastoiditis, kolesteatom, abses subperiosteal sampai abses
otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapat
pada OMSK. Jika perforasi menetap dan secret tetap keluar lebih dari 3 bulan maka
keadaan ini disebut OMSK. Kematian yang disebabkan oleh OMA sangat jarang di
era modern ini. Dengan terapi antibiotik yang efektif, tanda sistemik seperti demam
dan letargis akan menghilang bersamaan dengan hilangnya nyeri dalam waktu 48
jam. Dan biasanya tuli pendengaran konduktif jugaakan membaik. Efusi telinga
tengah dan tuli pendengaran konduktif dapat menetap selama periode terapi, dengan
perkiraan 70% anak akan mengalami efusi telinga tengah dalam waktu 14 hari, 50%
dalam satu bulan, 20% dalam 2 bulan, dan 10% setelah 3 bulan.1,5
21

BAB III
KESIMPULAN

Otitis media akut adalah peradangan sebagian atau seluruh bagian mukosa
telinga tengah, tuba eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid yang berlangsung
mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri maupun virus ke dalam telinga tengah
baik secara langsung maupun secara tidak langsung sebagai akibat dari infeksi saluran
napas atas yang berulang. Manifestasi klinis dari penyakit yang lebih sering terkena
pada anak ini tergantung dari stadium penyakitnya, diantaranya stadium oklusi,
hiperemis atau presupurasi, supurasi, perforasi dan resolusi.
Prinsip penatalaksanaan dari otitis media akut juga tergantung pada stadium
penyakitnya. Setiap stadium mendapatkan pengobatan yang berbeda. Pengobatan pada
otitis media akut harus dilakukan dengan adekut. Pengobatan yang tidak adekuat dapat
menyebabkan infeksi yang lebih serius salah satunya otitis media supuratif kronik
(OMSK). Prognosis dari otitis media akut adalah baik jika pengobatan dilakukan
dengan adekuat dan tuntas.
22

DAFTAR PUSTAKA

1. Donaldson JD. Acute Otitis Media. Medscape reference. 2015


2. Tortora GJ. Principles of Anatomy and Physiology 13th ed. USA: Biological
Science Textbook. 2012
3. Ramakrishnan K. Diagnosis and treatment of otitis media.Ann Fann Physician
76(11): 1650-1658. 2007
4. Tahtinen PA, Laine MK, Huovinen P, Jalava J, Ruuskanen o, Ruohola A. A
placebo-controlled trial of antimicrobial treatment for acute otitis media. N
Engl J Med 2011;364(2):116-26.
5. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. 2007
6. Dhingra PL, Dhingra S, Dhingra D. Disease of Ear Nose and Throat & Head
and Neck Surgery 6th ed. Haryana: Elsevier. 2014
7. Probst R, Grevers G, Iro H. Basic Otorhinolaryngology A Step by Step Learning
Guide. Stuttgart: Thieme. 2006
8. Spiro DM, Tay, KY, Arnold DH, Dziura JD, Baker MD, Shapiro ED. Wait and
see prescription for the treatment of acute otitis media. A randomized controlled
trial. JAMA 2006;296(10):1235-41.
9. McCormick DP, Chonmaitree T, Pittman C, Saeed K, Friedman NR, Uchida T,
et al. Nonsevere acute otitis media: a clinical trial comparing outcomes of
watchful waiting ersus immediate antibiotic treatment. Pediatrics
2005;115:1455-65.
10. Siegel RM, Kiely M, Bien JP, Joseph EC, Davis JB, Mendel SG, et al. Treatment
of otitis media with observation and a safety-net antibiotic prescription.
Pediatrics 2003;112:527-31.
11. Bull TR. Color Atlas of ENT Diagnosis 6th ed. London: Thieme. 2003
23

12. Adam, George L, Lawrence R.Boies, dan Peter A.Higler. Embriologi


Anatomi dan Fisiologi Telinga dan Penyakit Telinga Tengah dan
Mastoid.BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC. 2012
13. Healy GB, Rosbe KW. Otitis media and middle ear effusions. In: Snow JB,
Ballenger JJ,eds. Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck surgery. 16th
edition. New York: BC Decker;2003. p.249-59.
14. American Academy of Pediatrics and American Academy of Family Physicians.
Diagnosis and management of acute otitis media. Clinical practice guideline.
Pediatrics 2004;113(5):1451-1465.
15. Gulya AJ. Anatomy of the ear and temporal bone. In: Glasscock III ME, Gulya
AJ, editors. Glasscokc-Shambaugh, surgery of the ear. Fifth edition. Ontario:BC
Decker Inc.,2003.p.44.
16. Harmadji, S., Soepriyadi, & Wisnubroto. (2005). Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bag/. In R. d. Soetomo, Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit
Telinga, Hidung, dan Tenggorokan Edisi ke-3 (pp. 10-13). Surabaya: FK
UNAIR.

Anda mungkin juga menyukai