Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

DASAR-DASAR PENDIDIKAN

HAKIKAT MANUSIA DAN PERKEMBANGANYA

Di Susun Oleh Kelompok 2:

1) Wahyu Dwi Prastyo (17050514031)


2) Agus Rafiki (17050514001)
3) Adam Maulana (17050514013)
4) Dwi Nugroho (17050514010)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
PRODI S1 PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO
2017
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Allah SWT sebagai pencipta dan pengatur kehidupan
di dunia, karena hanya dengan berkat, rahmat, dan karunia-Nyalah kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam juga kami curahkan kepada Nabi
besar Muhammad SAW, junjungan umat Islam, pembawa kebenaran di muka
bumi ini. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
kepada pembaca tentang Dasar-dasar Pendidikan. Makalah ini berisi informasi
Tentang “Hakikat Manusia dan Pengembanganya” ,yang diharapkan dapat
memberi informasi dan menammbah pengetahuan kepada para pembaca.
Tak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Bapak Syunu
tirhantoyo selaku dosen mata kuliah Dasar-dasar Pendidikan yang telah memberi
tugas makalah ini sehingga sangat memberi kami pelajaran akan hal-hal yang baru
dalam penyusunan sebuah makalah. Kami ucapkan kepada Orang tua dan teman-
teman Mahasiswa/I PTE-A angkatan 2017 yang senantiasa mendukung dan
memotivasi kami, serta memberi masukan-masukan yang sangat berguna dalam
penyelesaian tugas makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna,oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.Akhir kata, kami ucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari
awal sampai akhir. Semoga Allah meridhoi segala usaha kita.Amin

Hormat kami
Surabaya, 20 September 2017

KELOMPOK 2

i
BAB I-PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hakikat manusia dan Perkembanganya dalam memahami hakikat manusia
itu menjadi keharusan oleh karena itu pendidikan bukanlah sekedar soal praktek
melainkan praktek yang berlandasan dan bertujuan. Landasan dan tujuan
pendidikan bersifat filosofis normatif. Bersifat filosif karna untuk mendapatkan
landasan yang kukuh. Bersifat normatif karena pendidikan mempunyai tugas
untuk menumbuh kembangkan sifat hakiki manusia sebagai makhluk sosial.
Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu
peserta didik untuk menumbuh kembangkangkan potensi-potensi kemanusiaanya.
Ibarat biji mangga bagaimanapun wujudnya jika ditanam dengan baik, pasti
menjadi pohon mangga dan bukan menjadi pohon jambu. Tugas mendidik hanya
mungkin dilakukan dengan benar dan tepat tujuan, jika pendidik memiliki
gambaran yang jelas tentang siapa manusia itu sebenarnya. Di sebut sifat hakiki
manusia karena secara hakiki sifat terrsebut hanya dimiliki oleh manusia dan tidak
terdapat pada hewan. Gambaran yang benar dan jelas tentang manusia itu perlu di
miliki poleh pendidik karena adanya perkembangan sains dan teknologi yang
sangat pesat, lebih-lebih pada masa mendatang, yang banyak manfaatnya bagi
kehidupan manusia darinya.

B. Rumusan Masalah
1. Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
2. Apa itu sifat hakiki manusia?
3. Pengertian sifat Hakiki manusia?
4. Wujud-wujud sifat hakiki manusia?
5. Dimensi apa saja yang terdapat pada Hakikat manusia potensi, keunikan,
dan dinamikanya?
6. Apa itu pengembangan dimensi hakikat manusia?
7. Pengertian sosok manusia seutuhnya?

ii
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan apa itu sifat hakiki manusia?
2. Menjelaskan pengertian sifat Hakiki manusia?
3. Menjelaskan dimensi apa saja yang terdapat pada Hakikat manusia
potensi, keunikan, dan dinamikanya?
4. Menjelaskan apa itu pengembangan dimensi hakikat manusia?
5. Menjelaskan pengertian sosok manusia seutuhnya?

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
BAB I-PENDAHULUAN......................................................................................ii
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................ii
B. Rumusan Masalah.........................................................................................ii
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB II-HAKIKAT MANUSIA DAN PERKEMBANGANYA..........................1
A. Sifat Hakiki Manusia....................................................................................1
B. Pengertian Sifat Hakiki Manusia..................................................................1
C. Wujud Sifat Hakiki Manusia.........................................................................2
a) Kemampuan Menyadari Diri...............................................................................2

b) Kemampuan Bereksistensi.................................................................................3

c) Kata Hati (Conscience of Man)...........................................................................3

d) Moral..................................................................................................................4

e) Kemampuan Bertanggung Jawab.......................................................................4

f) Rasa Kebebasan..................................................................................................5

g) Kesediaan Melaksanakan Kewajiban dan Menyadari Hak..................................5

h) Kemampuan Menghayati Kebahagiaan..............................................................6

D. Dimensi Hakikat Manusia Potensi, Keunikan, dan Dinamikanya................6


1) Dimensi Keindividualan......................................................................................7

2) Dimensi Kesosialan.............................................................................................7

3) Dimensi kesusilaan.............................................................................................8

4) Dimensi Keberagaman........................................................................................8

E. Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia...................................................8


1) Pengembangan yang Utuh.................................................................................9

2) Pengembangan yang Tidak Utuh........................................................................9

F. Sosok Manusia Indonesia Seutuhnya..........................................................10


BAB III-PENUTUP..............................................................................................11
G. Kesimpulan.................................................................................................11

iv
H. Saran............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12

v
BAB II-HAKIKAT MANUSIA DAN PERKEMBANGANYA

A. Sifat Hakiki Manusia


Sifat Hakiki manusia adalah sejatinya bajik dan murni. Akan tetapi akibat
pengaruh lingkungan, manusia terus menumpuk berbagai kebiasaan buruk
sehingga kita semakin menjauh dari sifat hakiki ini. Akibat satu pemikiran atau
dogma yang menyimpang, maka manusia akan semakin jauh tersesat. Untuk
membing mereka ke jalan yang benar itu tidaklah hal yang mudah. Kita
membutuhkan kekuatan dari orang banyak untuk mengajak mereka kembali ke
jalan yang benar. Kita harus menciptakan lingkungan yang baik agar merek terus
belajar tentang kebaikan, dengan ini suatu hari nanti pasti mereka bisa berrubah
Hakikat manusia dan Perkembanganya dalam memahami hakikat manusia
itu menjadi keharusan oleh karena itu pendidikan bukanlah sekedar soal praktek
melainkan praktek yang berlandasan dan bertujuan. Landasan dan tujuan
pendidikan bersifat filosofis normatif. Bersifat filosif karna untuk mendapatkan
landasan yang kukuh. Bersifat normatif karena pendidikan mempunyai tugas
untuk menumbuh kembangkan sifat hakiki manusia sebagai makhluk sosial.

B. Pengertian Sifat Hakiki Manusia


Sifat hakiki manusia diartikan sebagai ciri-ciri khas yang secara prinsipal
dapat membedakan manusia dari hewan. Meskipun manusia dengan hewan
banyak kemiripanya dari segi biologisnya. Bertulang belakang seperti manusia,
berjalan tegak dengan menggunakan kedua kakinya, melahirkan dengan menyusui
anaknya, pemakan segala, dan adanya persamaan metabolisme dengan manusia.
Kenyataan dan pernyataan ini dapat menimbulkan kesan yang keliru,
mengira bahwa manusia dan hewan itu hanya berbeda secara gardual, yaitu
sesuatu perbedaan dengan melalui reakyasa dapat dibuat sama keadaanya,
misalnya air kena perubahan suhu dingin lalu menjadi es batu. Dengan teori
charles darwin yaiu teori evolusinya untuk menemukan bahwa manusia berasal
dari kera, tetapi ternyata gagal. The missing link yaitu suatu mata rantai yang
putus, tidak ditemukanya bukti-bukti yang menunjukan bahwa manusia itu berasal
dari kera melalui proses evaluasi

1
C. Wujud Sifat Hakiki Manusia
Pada bagian ini akan dipaparkan wujud sifat hakiki manusia (yang tidak
dimiliki oleh hewan) yang dikemukan oleh paham eksistensialisme, dengan
maksud menjadi masukan dalam membenahi konsep pendidikan yaitu:
a) Kemampuan menyadari diri;
b) Kemampuan bereksistensi;
c) Pemilikan kata hati;
d) Moral;
e) Kemampuan bertanggung jawab;
f) Rasa kebebasan (kemerdekaan);
g) Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak;
h) Kemampuan menghayati kebahagiaan;

a) Kemampuan Menyadari Diri


Kaum Rasionalis menunjuk kunci perbedaan antara hewan dengan
manusia dari kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia. Berkat
adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia, maka manusia
menyadari bahwa dirinya (akunya) memiliki ciri khas atau karakteristik diri. Hal
ini menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dengan aku-aku yang
lain(ia, mereka) dan dengan non-aku (lingkungan fisik) di sekitarnya. Bahkan
bukan hanya membedakan, tetapi lebih dari itu manusia dapat membuat jarak
(distansi) dengan lingkungannya, baik yang berupa pribadi maupun
nonpribadi/benda.
Orang lain merupakan pribadi-pribadi di sekitar, adapun pohon, batu,
cuaca, dan sebagainya merupakan lingkungan nonpribadi membedakan, tetapi
lebih dari itu manusia dapat membuat jarak (distansi) dengan lingkungannya, baik
yang berupa pribadi maupun nonpribadi/benda. Orang lain merupakan pribadi-
pribadi di sekitar, adapun pohon, batu, cuaca, dan sebagainya merupakan
lingkungan nonpribadi dan puncak aktifitas yang mengarah keluar ini dapat di
pandang gejala egoisme

2
b) Kemampuan Bereksistensi
Dengan keluar dari dirinya, dan dengan membuat jarak antara aku dengan
objek, lalu melihat objek itu sebagai sesuatu, berarti manusia itu dapat menembus
atau menerobos dan mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya.
Kemampuan menerobos ini bukan saja dalam kaitannya dengan soal ruang,
melainkan juga dengan waktu. Dengan demikian manusia tidak terbelenggu oleh
tempat atau ruang ini (di sini) dan waktu ini (sekarang), tapi dapat menembus ke
“sana" dan ke “masa depan" ataupun “masa lampau” Kemampuan menempatkan
diri dan menerobos inilah yang disebut kemampuan bereksistensi.
Justru karena manusia memiliki kemampuan bereksistenti inilah maka
pada manusia terdapat unsur kebebasan. Dengan kata lain, adanya manusia bukan
berada” seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan, melainkan “meng-ada” di muka
bumi (Drijarkara, 1962: 61-63). Jika seandainya pada diri manusia tidak terdapat
kebebasan, maka manusia itu tidak lebih dari hanya sekedar “esensi ” belaka,
artinya ada hanya sekedar “ber-ada ” dan tidak pernah “meng-ada ” atau “ber-
eksisitensi”. Adanya kemampuan eksistensi inilah pula yang membedakan
manusia sebagai makhluk infra human, di mana hewan menjadi onderdil dari
lingkungan, sedangkan manusia menjadi manajer lingkungannva.

c) Kata Hati (Conscience of Man)


Kata hati atau Conscience of Man juga sering disebut dengan istilah hati
nurani, lubuk hati, pelita hati, dan sebagainya. Conscience ialah “pengertian yang
ikut serta” atau “pengertian yang mengikuti perbuatan”. Manusia memiliki
pengertian yang menyertai apa yang sudah, yang sedang, dan yang akan
dibuatnya, bahkan mengerti juga akibatnya (baik atau buruk) bagi manusia
sebagai manusia.
Kata hati atau ”pelita hati ” atau “hati nurani” adalah kemampuan manusia
yang memberi penerangan tentang baik-buruk perbuatan sebagai manusia. Orang
yang tidak memiliki pertimbangan dan kemampuan untuk mengambil keputusan
tentang yang baik/benar dan yang buruk/salah atau dalam mengambil keputusan
hanya dari sudut pandang tertentu (misalnya sudut kepentingan diri), dikatakan
bahwa kata hatinya tidak cukup tajam. Jadi, kriteria baik/benar dan buruk/salah

3
harus dikaitkan dengan baik/benar dan buruk/salah bagi manusia sebagai manusia,
Drijarkara menyebutkan dengan baik yang integral. Sering dalam mengambil
keputusan orang mengalami kesulitan terutama jika harus mengambil keputusan
antara yang baik dengan yang kurang baik, atau antara yang buruk dengan yang
lebih buruk. Sulitnya, karena orang dihadapkan kepada sejumlah pilihan, dan
untuk dapat memilih alternatif mana yang terbaik harus berhadapan dengan
kriteria serta kemampuan analisis yang perlu didukung oleh kecerdasan akal budi.
Orang yang memiliki kecerdasan akal budi sehingga mampu menganalisis dan
mampu membedakan yang baik/benar dengan yang buruk/salah disebut tajam kata
hatinya.

d) Moral
Jika kata hati diartiakan sebagai bentuk pengertian yang menyertai
perbuatan, maka yang dimaksud dengan moral (yang sering . juga disebut etika)
adalah perbuatan itu sendiri. Di sini tampak bahwa masih ada jarak antara kata
hati dengan moral. Artinya seorang yang telah memiliki kata hati yang tajam
belum otomatis perbuatannya merupakan realisasi dari kata hatinya itu.
Untuk menjembatani jarak yang mengantarai keduanya masih ada aspek
yang diperlukan yaitu kemauan. Bukankah banyak orang yang memiliki
kecerdasan akal tetapi tidak cukup memiliki moral (keberanian berbuat). Itulah
sebabnya maka pendidikan moral juga sering disebut pendidikan kemauan, yang
oleh Langeveld dinamakan De opvoedeing omzichzelfs wil. Tentu saja yang
dimaksud adalah kemauan yang sesuai dengan tuntutan kodrat manusia.)

e) Kemampuan Bertanggung Jawab


Kesedian untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menuntut
jawab, merupakan pertanda dari sifat orang yang bertanggung jawab. Wujud
bertanggung jawab bermacam-macam. Ada tanggung jawab kepada diri sendiri,
tanggung jawab kepada masyarakat, dan tanggung jawab kepada Tuhan.
Tanggung jawab kepada diri sendiri berarti menanggung tuntutan kata hati,
misalnya dalam bentuk penyesalan yang mendalam. Bertanggung jawab kepada
masysrakat berarti menanggung tuntutan norma-norma sosial, bentuk tuntutannya

4
berupa sanksi-sanksi sosial seperti cemoohan masyarakat, hukuman penjara, dan
lain-lain. Bertanggung jawab kepada Tuhan berarti menanggung tuntutan norma-
norma agama. Misalnya perasaan berdosa dan terkutuk.
Di sini tampak betapa eratnya hubungan antara kata hati, moral, dan
tanggung jawab. Kata hati memberi pedoman, moral melakukan dan tanggung
jawab merupakan kesedian menerima kosekuensi dari per-buatan. Eratnya
hubungan antara ketiganya itu terlihat dalam hal bahwa kadar kesedian
bertanggung jawab itu tinggi apabila perbuatan sinkron dengan kata hati (yang
dimaksud kata hati yang tajam). Itulah sebabnya orang yang melakukan sesuatu
karena paksaan (bertentangan dengan kata hati) seiring tidak bersedia untuk
memikul tanggung jawab atas akibat dari apa yang telah dilakukannya.

f) Rasa Kebebasan
Merdeka adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatu): tetapi
sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Dalam pernyataan ini ada dua hal yang
kelihatannya saling bertentangan yaitu "rasa bebas " dan “sesuai ” dengan
tuntutan kodrat manusia “yang berati ada ikatan
Kemerdekaan dalam arti yang sebenarnya memang berlangsung dalam
keterikatan. Artinya, bebas berbuat sepanjang tidak bertentangan dengan tuntutan
kodrat manusia. Orang hanya mungkin merasakan adanya kebebasan batin apabila
ikatan-ikatan yang ada telah menyatu dengan dirinya, dan menjiwai segenap
perbuatannya. Dengan kata lain, ikatan luar (yang membelenggu) telah berubah
menjadi ikatan dalam (yang menggerakkan). Pernyataan tersebut menunjukkan
bahwa merdeka tidak sama dengan berbuat bebas tanpa ikatan. Perbuatan bebas
membabi buta tanpa memperhatikan petunjuk kata hati, sebenarnya hanya
merukapan kebebasan semu, sebab hanya kelihatannya bebas, tetapi sebenarnya
justru tidak bebas, karena perbuatan seperti itu segera disusul dengan sanksi-
sanksinya.

g) Kesediaan Melaksanakan Kewajiban dan Menyadari Hak


Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai
manifestasi dari manusia sebagai makhluk sosial. Yang satu ada hanya oleh karena

5
adanya yang lain. Tak ada hak tanpa kewajiban. Jika seseorang mempunyai hak
untuk menutut sesuatu maka tentu ada pihak lain yang berkewajiban untuk
memenuhi hak tersebut (yang pada saat itu belum dipenuhi). Sebaliknya
kewajiban ada oleh karena ada pihak lain yang harus dipenuhi haknya. Pada
dasarnya, hak itu adalah sesuatu yang masih kosong.
h) Kemampuan Menghayati Kebahagiaan
Kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir kehidupan manusia.
Penghayatan hidup yang disebut “kebahagiaan” ini meskipun tidak mudah untuk
dijabarkan tetapi tidak sulit untuk dirasakan. Dapat diduga, bahwa hampir setiap
orang pernah mengalami rasa bahagia. Untuk menjabarkan arti istilah
kebahagiaan sehingga cukup jelas dipahami serta memuaskan semua pihak
sesungguhnya tidak mudah. Kebahagiaan sering dihayati sebagai rasa: senang,
gembira, bahagia dan sejumlah istilah lain yang mirip dengan itu. Sebagian orang
mungkin meng-anggap bahwa seseorang yang sedang mengalami rasa senang atau
gembira itulah sedang mengalami kebahagiaan.
Proses integrasi dari kesemuanya itu (yang menyenangkan maupun yang
pahit) menghasilkan suatu bentuk penghayatan hidup yang disebut “bahagia
Peliknya persoalan mungkin juga disebabkan oleh karena kebahagiaan itu lebih
dapat dirasakan daripada dipikirkan. Pada saat orang menghayati kebahagian,
aspek rasa lebih berperan daripada aspek nalar. Oleh karena itu dikatakan bahwa
kebahagian itu sifatnya irasional. Padahal kebahagiaan yang tampaknya
didominasi oleh perasaan itu ternyata tidak demikian, karena aspek-aspek
kepribadian yang lain seperti akal pikiran juga ikut berperan.

D. Dimensi Hakikat Manusia Potensi, Keunikan, dan Dinamikanya


Pada bagian ini sifat hakikat tersebut akan di bahas lagi dimensi-
dimensinya dan telah di uraikan. Ada 4 macam dimensi yang akan di bahas,
yaitu ;
1) Dimensi Keindividualan
2) Dimensi Kesosialan
3) Dimensi Kesusilaan
4) Dimensi Keberagaman

6
1) Dimensi Keindividualan
Lysen mengartikan individu sebagai “orang-orang”, sesuatu yang
merupakan keuntungan yang tidak dapat di bagi-bagi. Langeveld menyatakan
bahwa bahkan dua anak kembar berasal dari telur pun, yang lazim dikatakan
seperti pinang dibelah dua, serupa dan sulit dibedakan satu dari yang lain, hanya
serupa tetapi tidak sama apalagi identik. Dan dikatakan bahwa setiap individu
bersifat unik (tidak ada tara dan bandinganya).
Secara fisik mungkin bentuk muka sama tetapi terdapat perbedaan
matanya. Karena adanya individualitas itu setiap orang memiliki kehendak,
perasaan, cita-cita, kecenderungan semngat dan daya tahan berbeda-beda.
Kecenderungan akan perbedaan ini sudah mulai tumbuh sejak seorang anak
menolak ajakan ibunya pada masa kanak-kanak

2) Dimensi Kesosialan
Setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas. Demikan kata
langeveld. Pernyataan tersebut diartikan bahwa setiap anak dikaruniai benih untuk
bergaul. Artinya, Setiap orang dapat berkomunikasi yang pada hakekatnya
terkandung unsur memberi dan menerima. Dengan adanya dorongan untuk
bergaul, setiap orang ingin bertemu sesamanya. Bila dipenjara merupakan
hukuman yang paling berat dirasakan oleh manusia, berarti diputuskanya
dorongan bergaul tersebut secara mutlak.
Banyak bukti yang menunjukan bahwa anak manusia tidak akan menjadi
manusia bila tidak berada diantar manusia, antara lain cerita tentang manusia
terpencil yaitu anak-anak yang diketemukan oleh seorang pandita bangsa india
yaitu Mr.Singh, dalam sebuah gua waktu ia sedang berburu keda anak tersebut
berusia 8 tahun dan satu lagi berrumur 1 setengah tahun. Yang kecil Amala
kemudian meninggal tetapi yang besar Kamala mencapai usia 17 tahun. Pada
waktu ditangkap dia memperlihatkan segala tingkah laku layaknya seekor serigala

7
3) Dimensi kesusilaan
Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih
tinggi. Akan tetapi, di dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup berbuat
yang pantas saja. Karena itu maka pengertian susila berkembang sehingga
memiliki keluasan yang lebih. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua macam
istilah yang mempunyai kontasi yang berbeda yaitu , etiket (persoalan kepantasan
dan kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan)
Drijarkara mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki
nilai-nilai, menghayati dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalm perbuatan.
Nilai-nilai dijunjung tinggi oleh manusia karena mengandung makna kebaikan,
keluhuran, kemuliaan dan nilai keagamaan yaitu yang berasal dari Tuhan dan
Tuhan adalah alpha oemga (pemula dan tujuan akhir)
4) Dimensi Keberagaman
Pada hakekatnya manusia adalah makhluk religius. Sejak dahulu kala,
sebelum manusia mengenal agama mereka telah percaya bahwa di luar alam yang
dapat dijangkau dengan perantara alat indranya. Untuk dapat berkomunikasi dan
mendekatkan diri diciptakanlah mitos-mitos.
Kemudian setelah ada agama manusia mulai menganutnya. Beragama
merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah
sehingga perlu bertopang. Manusia dapat menghayati agama melalui proses
pendidikan agama.
Khonstam berpendapat bahwa pendidikan agama adalah tugas kedua orang
tua dalam lingkungan keluarga, karena pendidikan agama adalah persoalan afektif
dan kata hati. Pendapat. Dan pendapat khonstam ini mengandung suatu kebenaran
dilihat dari segi kualitas hubungan antara pendidik dan peserta didik. Di samping
itu juga ada penamaan sikap dan kebiasaan beragama dimulai dari sedini
mungkin, meskipun masih terbatas pada latihan kebiasaan. Di samping itu
mengembangkan kepercayaan terhadap tuhan YME perlu mendapatkan perhatian
dan tidak cukup penddikan agama ditempuh melalui pendidikan formal.
E. Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia
Manusia lahir telah dikarunia dimensi hakikat manusia tetapi masih dalam
wujud potensi, belum teraktualisasi menjadi wujud kenyataan atau “aktualisasi”.

8
Dari kondisi “potensi ” menjadi wujud aktualisasi terdapat rentangan proses yang
mengandung pendidikan untuk berperan dalam memberikan jasanya. Seseorang
yang dilahirkan dengan bakat seni misalnya, itu juga harus memerlukan
pendidikan untuk diproses menjadi seniman.
Tentang pengembangan dimensi-dimensi manusia melalui pendidikan,
Immanuel kant menyatakan bahwa manusia hanya dapat menjadi manusia melalui
pendidikan. Melalui pendidikan diharapkan potensi-potensi yang ada pada peserta
didik (manusia) akan tumbuh dan berkembang secara optimal.
Meskipun pendidikan itu pada dasarnya baik tetapi dalam pelaksanaannya
mungkin saja bias terjadi kesalahan-kesalahan yang lazimnya disebut salah didik.
Hal demikian bias terjadi karena pendidik itu adalah manusia biasa, yang tidak
luput dari kelemahan-kelemahan. Sehubungan dengan itu ada dua kemungkinan
yang bias terjadi, yaitu;
1) Pengembangan yang utuh, dan
2) Pengembangan yang tidak utuh.

1) Pengembangan yang Utuh


Meskipun ada tendensi pandangan modern yang lebih cenderung
memberikan tekanan lebih pada pengaruh faktor lingkungan. Optimisme ini
timbul berkat pengaruh perkembangan iptek yang sangat pesat yang memberikan
dampak kepada peningkatan perekayasaan pendidikan melalui teknologi
pendidikan.
Namun demikian kualitas dari hasil pendidikan sebenarnya harus
dipulangkan kembali kepada peserta didik itu sendiri sebagai subjek sasaran
pendidikan. Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang sanggup
menghantar subjek didik menjadi seperti dirinya sendiri selaku anggota
masyarakat

2) Pengembangan yang Tidak Utuh


Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan
terjadi di dalam proses pengembangan ada unsur dimensi hakikat manusia yang
terabaikan untuk ditangani misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh

9
pengembangan dimensi keindividualan ataupun afektif didominasi oleh
pengembangan domain kognitif. Demikian pula secara vertikal ada domain
tingkah laku yang terabaikan penanganannya Pengembangan yang tidak utuh
berakibat terbentuknya kepribadian yang tidak lengkap dan tidak mantap.
Pengembangan semacam ini merupakan pengembangan yang patologis.

F. Sosok Manusia Indonesia Seutuhnya


Pendidikan manusia seutuhnya, pada dasarnya merupakan tujuan yang
hedak dicapai dalam konsep Value Education atau General Education yakni: 1)
manusia yang memiliki wawasan menyeluruh tentang segala aspek kehidupan,
serta 2) memiliki kepribadian yang utuh. Istilah menyeluruh dan utuh merupakan
dua terminologi yang memerlukan isi dan bentuk yang disesuaikan dengan
konteks sosial budaya dan keyakinan suatu bangsa yang dalam bahasa lain
pendidikan yang dapat melahirkan: a) pribadi yang dapat bertaqarrub kepada
Allah dengan benar, dan b) layak hidup sebagai manusia. Untuk dapat
menghasilkan manusia yang utuh, diperlukan suri tauadan bersama antar keluarga,
masyarakat, dan guru di sekolah sebagai wakil pemerintah. Selanjutnya juga
diartikan bahwa pembangunan itu merata diseluruh tanah air, bukan hanya untuk
sebagaian atau golongan tertentu saja.

10
BAB III-PENUTUP

G. Kesimpulan
Setiap manusia memiliki ciri khas masing-masing dan cara
mengenmbangkan diri. Bagaimana manusia tersebut mengimplementasikan di
lingkungan sekitarnya. Hakikat manusia tidak sama dengan hakikat pada hewan
maupun tumbuhan. Hal ini dapat diketahui dengan wujud sifat manusia
Sifat manusia terbentuk dengan baik apabila yang mendidik anak tersebut
memberikan contoh yang benar dan terarah serta bagaimana manusia tersebut
menjalankan. Pembelajaran sifat manusia didapatkan di lingkungan keluarga,
lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah. Sifat manusia itu dapat juga
dilihat dari dimensi keindividualan, kesosialan,kesusilaan,keberagaman.
H. Saran
Berilah contoh sifat yang baik kepada manusia maupun makhluk hidup
yang lainya. Sebab contoh yang baik akan melahirkan makhluk hidup berkualitas
dan menjadi generasi baik dikemudian hari.

11
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. MV. Roesminingsih, M.Pd, Drs. Lamijan Hadi Susarno, M.Pd, 2015,
Teori dan Praktek Pendidikan,Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negri
Surabaya
http://www.tzuchi.or.id/mobile/ruang-master/ceramah-master/suara-kasih-sifat-
hakiki-manusia/519

12

Anda mungkin juga menyukai