Disusun oleh :
Kelompok
Fakultas Pertanian
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Lahan pasang surut (rawa) merupakan agroekologi potensial yang telah banyak
dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian. Luas lahan rawa di Indonesia
diperkirakan mencapai 33,4 juta hektar, yang terdiri dari 20,12 juta hektar lahan pasang
surut dan 13,28 juta hektar lahan lebak . Lahan rawa terdiri dari berbagai tipologi dan
tipe luapan dengan karakteristik yang berbeda dan dengan kendala yang berbeda pula,
sehingga penanganannya harus dilakukan secara serius dan hati-hati. Salah pengelolaan
akan mengakibatkan rusaknya lahan dan memerlukan biaya mahal dan waktu lama
untuk memulihkannya kembali.
Sawah surjan merupakan model pertanian yang diterapkan oleh petani yang
tinggal di pesisir Kulon Progo, Yogyakarta sudah sejak lama. Awalnya model ini
dulunya diterapkan untuk mengantisipasi adanya banjir saat air laut pasang.
Pengelolaan sumberdaya air pada ekosistem sawah ini sebagai bentuk adaptasi petani
terhadap kondisi geografis wilayah persawahan mereka. Tujuan pokok dari sistem
surjan di lahan pasang surut ini adalah untuk membagi risiko kegagalan usaha tani
sehingga dapat bertahan apabila tanaman padinya gagal.Selain itu sistem surjan dapat
meningkatkan diversifikasi tanaman, menjaga agar tanah tidak menjadi asam,
mengurangi bahaya kekeringan, mengurangi keracunan akibat genangan,
memperkecil resiko kegagalan, mendistribusikan tenaga kerja agar lebih merata dan
memanfaatkan tenaga kerja keluarga lebih optimal. Dan yang paling penting system
surjan dapat meningkatkan pendapatan petani karena cropping intensity bertambah.
B. RUMUSAN MASALAH
2. Apa saja kelebihan dan kekurangan penerapan sistem sawah surjan untuk kegiatn
pertanian ?
C. TUJUAN
3. Menegtahui bagaimana penerapan teknologi yang tepat untuk sistem sawah surjan
agar produktivitas hasil meningkat.
BAB II
ISI
Sawah surjan merupakan sistem pengelolaan sawah khas petani di pesisir Kulon
Progo yang merupakan kearifan lokal sebagai bentuk adaptasi terhadap kondisi
drainase yang buruk. Kondisi drainase yang buruk ini disebabkan karena wilayah
tersebut secara geomorfologi adalah dataran fluviomarin yang merupakan bekas rawa
belakang (back swamp) (Marwasta dan Priyono, 2007).
Sawah surjan merupakan modifikasi dari lingkungan lahan pasang surut, dengan
cara penanamannya mirip dengan alur baju surjan yang secara umum memiliki makna
surjan yaitu meninggikan dengan mengali atau mengerut tanah di sekitarnya, bagian
lahan yang di gali di sebut tembokan (raise beds) sedangkan tanah yang di gali di
sebut tabukan atau lendokan (sunkens beds). Aplikasi system surjan ini biasanya pada
lahan sawah, yang dinamakan sawah surjan. Pada tembokan biasanya di tanami
tanaman palawija seperti jagung, kedelai, kacang-kacangan, dan umbi-umbian
Sistem pertanian ini merupakan teknik cocok tanam turun-temurun dan Kabupaten
Kulonprogo.
Sebutan sawah surjan berasal dari morfologi sawah yang jika dilihat dari atas
tampak bergaris-garis seperti baju surjan yang biasa dipakai oleh orang Jawa tempo
dulu. Garis-garis tersebut terbentuk dari alur-alur tinggi yang bersifat terestrial
berselang-seling dengan alur-alur rendah yang bersifat akuatik. Bagian yang terestrial
oleh petani ditanami tanaman palawija, sedangkan bagian yang bersifat akuatik
ditanami padi sepanjang tahun. Hal inilah yang menyebabkan ekosistem sawah surjan
berbeda dengan sawah lembaran pada umumnya yang hanya bersifat akuatik saja.
Selain morfologi yang berciri seperti motif pakaian adat, sawah surjan memiliki ciri
lain yang berkaitan dengan pengelolaan lahannya, antara lain :
(3) resiko kegagalan panen dapat dikurangi, dan stabilitas produksi dan pendapatan
meningkat. Penerapan penataan lahan tersebut selain dapat meningkatkan kualitas dan
produktivitas lahan, juga dapat meningkatkan intensitas penggunaan lahan dan
penerapan beragam pola tanam sesuai pendapatan masyarakat transmigran dari Jawa
dan Bali.
Pada daerah tadah hujan, bedengan (galengan) yang tinggi tentu dibutuhkan untuk
menyimpan air pada lahan sawah. dengan memperbesar galengan dapat mencegah
galengan jebol, sehingga cadangan air pada lahan tadah hujan bisa tercukupi.
Galengan yang besar tentu sayang jika tidak dimanfaatkan untuk bertanam komoditas
lain. Jika kita selaku petani telaten dengan menanami galengan tersebut dengan
komoditas lain seperti jagung, singkong, atau sayuran, kebutuhan akan
keanekaragaman pangan keluarga tentu akan bisa kita cukupi dari lahan kita sendiri.
Tanaman padi dan palawija sekaligus. Sehingga hal ini dinilai lebih dapat
menyejahterakan masyarakat, karena selain beras tercukupi, kebutuhan lain seperti
sayur-sayuran juga tetap tersedia. Kemandirian panganpun terpenuhi, karena dapat
memproduksi sendiri.
Pola tanam polikultur yang diterapkan oleh petani sawah surjan dapat
memberikan keuntungan, antara lain pemanfaatan sumberdaya yang lebih efisien dan
lestari, karena hasil tanaman yang lebih banyak bervariasi dan dapat dipanen
berturutan (Beets, 1982 cit Aminatun 2014). Pola tanam polikultur juga memberikan
keuntungan, jika sampai terjadi kegagalan panen pada salah satu tanaman budidaya,
misalnya padi, maka petani masih dapatmendapatkan hasil dari tanaman yang lain,
misalnya palawija. Sistem surjan memungkinkan panen bisa dilakukan sepanjang
tahun karena pola tanam yang campuran (mixed cropping) pada bagian alur yang
terestrial (guludan). Karena ekosistem sawah merupakan ekosistem buatan maka
komponen sosial-ekonomi memegang peran penting dalam konservasi lahan pertanian
oleh petani. Sistem pengelolaan sawah yang menghasilkanm income paling tinggilah
yang akan dipilih petani untuk mempertahankan atau melestarikan lahan sawahnya.
(tanpa sadar). Hubungan pola kearifan petani sawah surjan di Kulon Progo dengan
komponen-komponen ekosistem pertanian yang dapat dikonservasi adalah membantu
menciptakan ekosistem pertanian yang lebih stabil dengan adanya keragaman
tanaman yang ditanam, sehingga tidak mudah terserang hama dan dengan adanya
diversifikasi hasil panen yang dapat memberikan keuntungan lebih bagi petani.
Temuan tersebut mengandung implikasi perlunya dilakukan penyegaran/ penyuluhan
kepada petani tentang pentingnya dan keistimewaan sawah
BAB III
KESIMPULAN
1. Sawah surjan merupakan sistem pengelolaan sawah khas petani di pesisir Kulon
Progo yang merupakan kearifan lokal sebagai bentuk adaptasi terhadap kondisi
drainase yang buruk. Sawah surjan di modifikasi dari lingkungan lahan pasang surut,
dengan cara penanamannya mirip dengan alur baju surjan yang secara umum
memiliki makna surjan yaitu meninggikan dengan mengali atau mengerut tanah di
sekitarnya, bagian yang di gali di sebut tembokan (raise beds) sedangkan tanah yang
di gali di sebut tabukan atau lendokan (sunkens beds).
2. Teknologi yang banyak digunakan oleh petani yang menggunakan system surjan
yaitu pola tanam polikurtur. Pola tanam polikultur yang diterapkan oleh petani sawah
surjan dapat memberikan keuntungan, antara lain pemanfaatan sumberdaya yang lebih
efisien dan lestari, karena hasil tanaman yang lebih banyak bervariasi dan dapat
dipanen berturutan dan panennya dapat dilakukan sepanjang tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Susilawati, A dan D. Nursyamsi. 2014. Sistem surjan: kearifan lokal petani lahan
pasang surut dalam mengantisipasi perubahan iklim. Jurnal Sumberdaya Lahan.
8 (1) : 32-34