Anda di halaman 1dari 34

APLIKAS SEFT TERAPI TERHADAP RESPON ADAPTASI FISIOLOGIS

DAN PSIKOLOGIS PASIEN LUKA BAKAR DALAM ASUHAN


KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN COMBUSTIO POST AMPUTASI
DI RUANG ANAK LANTAI 1 RSUP DR KARIADI SEMARANG

Praktik Ruang : Anak Lantai 1 RSUP dr Kariadi


Nama Mahasiswa : Imanuel Dwijayanto
NIM : G3A017029

PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja, dan dapat terjadi di mana saja
baik di rumah, tempat kerja bahkan di jalan atau di tempat-tempat lain. Penyebab
luka bakarpun bermacam-macam bisa berupa api, cairan panas, uap panas bahkan
bahan kimia, aliran listrik dan lain-lain
Luka bakar yang terjadi, akan menimbulkan kondisi kerusakan kulit selain
itu juga dapat mempengaruhi berbagai sistem tubuh. Cidera luka bakar terutama
pada luka bakar yang dalam dan luas masih merupakan penyebab utama kematian
dan disfungsi berat jangka panjang
Pendapat di atas tidak akan terwujud tanpa adanya penanganan yang cepat
dan tepat serta kerja sama yang baik antara anggota tim kesehatan yang terkait.
Penderita luka bakar memerlukan perawatan secara khusus karena luka bakar
berbeda dengan luka tubuh lain (seperti luka tusuk, tembak, dan sayatan). Hal ini
disebabkan karena pada luka bakar terdapat keadaan seperti:
1. Ditempati kuman dengan patogenitas tinggi
2. Terdapat banyak jaringan mati
3. Mengeluarkan banyak air, serum dan darah
4. Terbuka untuk waktu yang lama (mudah terinfeksi dan terkenal trauma)
5. Memerlukan jaringan untuk menutup
Berbagai karakteristik unit luka bakar membutuhkan intervensi khusus
yang berbeda. Perbedaan karakteristik tersebut dipengaruhi oleh penyebab luka
bakar dan bagian tubuh yang terkena. Luka bakar yang lebih luas dan dalam
memerlukan perawatan/ intervensi lebih intensif dibandingkan luka bakar yang
hanya sedikit dan superfisial. Luka bakar yang terjadi karena tersiram air panas
dengan luka bakar yang disebabkan zat kimia atau radiasi atau listrik
membutuhkan penanganan yang berbeda meskipun luas luka bakarnya sama.
Luka bakar yang mengenai daerah genetalia mempunyai resiko yang lebih besar
untuk terjadinya infeksi dibandingkan dengan luka bakar yang ukuran/luasnya
sama pada bagian tubuh yang lain. Luka bakar yang mengenai tangan dan kaki
dapat mempengaruhi kapasitas fungsi pasien (produktivitas/kemampuan kerja)
sehingga memerlukan teknik penanganan yang berbeda dengan bagian tubuh lain
(Sherif dan Sato, 2013 dalam Effendi, 2015).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan praktek di R anak lantai 1, mahasiswa mampu
menerapkan pola pikir ilmiah dalam memberikan asuhan keperawatan
pada klien dengan luka bakar.
2. Tujuan Khusus
a. Mengkaji status kesehatan klien dengan masalah luka bakar.
b. Menyusun rencana asuhan keperawatan untuk pasien yang mengalami
luka bakar
c. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien luka bakar
d. Memberikan pendidikan kesehatan yang tepat.
e. Mengevaluasi asuhan keperawatan berdasarkan pada hasil yang
diharapkan pada pasien luka bakar.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar
1. Pengertian

Luka bakar adalah suatu luka yang terjadi karena adanya kontak antara kulit
dengan panas kering, panas basah, bahan kimia, arus listrik dan radiasi (Long,
1996).

Luka bakar adalah suatu luka yang disebabkan karena adanya perpindahan energi
dari sumber panas ketubuh, dan panas tersebut bisa dihantarkan melalui konduksi
atau radiasi elektromagnetik (Effendy, 1999).
2. klasifikasi

a. Kedalaman Luka Bakar


Respons lokal terhadap luka bakar tergantung pada dalamnya
kerusakan kulit. Adapun klasifikasinya sebagai berikut :
1) Luka bakar derajat satu
Epidermis mengalami kerusakan atau cedera dan sebagian dermis turut

cedera. Luka tersebut bisa terasa nyeri, tampak merah dan kering seperti

luka bakar matahari atau mengalami lepuh/bullae.

2) Luka bakar derajat dua


Meliputi destruksi epidermis serta lapisan atas dermis dan cedera pada

bagian dermis yang lebih dalam. Luka bakar tersebut terasa nyeri, tampak

merah dan mengalami eksudasi cairan. Pemutihan jaringan yang terbakar

diikuti oleh pengisian kembali kapiler; folikel rambut masih utuh.

3) Luka bakar derajat tiga


Meliputi destruksi total epidermis serta dermis dan pada sebagian kasus,

jaringan yang berada di bawahnya. Warna luka bakar sangat bervariasi

mulai dari warna putih hingga merah, cokelat atau hitam. Daerah yang

terbakar tidak terasa nyeri karena serabut-serabut sarafnya hancur. Luka

bakar tesebut tampak seperti bahan kulit. Folikel rambut dan kelenjar

keringat turut hancur.

b. Agen Penyebab
Luka bakar juga dapat diklasifikasikan berdasarkan agen
penyebab cedera : termal (cedera terbakar, kontak dan kobaran api),
listrik, kimia dan radiasi. Luas dan kedalaman luka bakar berhubungan
dengan intensitas dan durasi dari pemajanan terhadap agen penyebab.
c. Keparahan Luka Bakar
1) Luka bakar minor
Cedera ketebalan parsial dengan LPTT lebih kecil dari 15 % pada orang
dewasa atau LPTT 10 % pada anak-anak atau cedera ketebalan penuh
LPTT kurang 2 % yang tidak disertai komplikasi. Ditangani di ruang
gawat darurat diikuti berobat jalan tapi diperhatikan tiap 48 jam sampai
resiko infeksi menurun dan penyembuhan luka.

2) Luka bakar sedang tak terkomplikasi


Ketebalan parsial dengan LPTT dari 15 % sampai 25 % pada orang
dewasa atau LPTT dari 10 % sampai 20 % pada anak-anak atau cedera
ketebalan penuh dengan LPTT kurang dari 10 % tanpa disertai
kompilkasi. Dapat diobati di rumah sakit dengan fasilitas dan pegawai
sesuai.

3) Cedera luka bakar mayor


Cedera ketebalan parsial dengan LPTT lebih dari 25 % pada orang
dewasa atau lebih dari 20 % pada anak-anak. Cedera ketebalan penuh
dengan LPTT 10% atau lebih besar. Luka bakar mengenai tangan, wajah,
mata, telinga, kaki dan perineum. Cedera inhalasi dan sengatan listrik.
Luka bakar dengan masalah ringan ; cedera pada jaringan lunak, fraktur,
trauma lainnya.

3. Etiologi
a. Penyebab luka bakar yaitu:
1) Suhu tinggi
2) Api
3) Air panas
4) Listrik
5) Petir
6) Asam dan basa kuat
b. Penyebab luka bakar secara umum yaitu:
1) Kontak dengan nyala api;
2) Kontak dengan bahan cair/padat yang panas;
3) Kontak dengan bahan kimia;
4) Kontak dengan arus listrik yang voltasenya tinggi; dan
5) Sinar ultraviolet (sengatan matahari).
4. Manifestasi Klinis

a. Cedera Inhalasi
Cedera inhalasi biasanya timbul dalam 24 sampai 48 jam pertama
pasca luka bakar.
1) Keracunan karbon monoksida
Karakteristik tanda fisik tidak ada dan warna kulit merah bertanda
cheery hampir tidak pernah terlihat pada pasien luka bakar.
Manifestasi Susunan Syaraf Pusat dari sakit kepala sampai koma
hingga kematian.
2) Distress pernafasan
Penurunan oksigenasi arterial akibat rendahnya perfusi jaringan
dan syok. Penyebab distress adalah edema laring atau spasme dan
akumulasi lendir. Adapun tanda-tanda distress pernafasan yaitu
serak, ngiler dan ketidakmampuan menangani sekresi.
3) Cedera pulmonal
Inhalasi produk-produk terbakar tidak sempurna mengakibatkan
pneumonitis kimiawi. Pohon pulmonal menjadi teriritasi dan
edematosa pada 24 jam pertama. Edema pulmonal terjadi sampai 7
hari setelah cedera. Pasien irasional atau tidak sadar tergantung
tingkat hipoksia. Tanda-tanda cedera pulmonal adalah pernafasan
cepat dan sulit, krakles, stridor dan batuk pendek.
b. Manifestasi-manifestasi hematologi
Hematokrit meningkat sekunder kebocoran kapiler dan kehilangan
volume plasma di sirkulasi. Menurunnya sel darah putih dan trombosit
serta meningkatnya leukosit.
c. Elektrolit
Menurunnya Kalium dan meningkatnya Natrium, Klorida serta BUN.
d. Ginjal
Terjadi peningkatan haluaran urin dan mioglobinuria
e. Metabolik
Terjadi hipermetabolik serta kehilangan berat badan.

5. Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas
kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi
elektromagnetik. Luka bakar dapat dikelompokan menjadi luka bakar termal,
radiasi atau kimia. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi
protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan
lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam, termasuk organ visera, dapat
mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama
dengan agens penyebab (burning agens). Nekrosis dan kegagalan organ dapat
terjadi.
Dalamnya luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan agen tersebut. Perawatan luka bakar harus
direncanakan menurut luas dan dalamnya luka bakar; kemudian
perawatannya dilakukan melalui tiga fase luka bakar yaitu : fase darurat /
resusitasi, fase akut / intermediate dan fase rehabilitasi.
(Smeltzer C. Suzanne, 2001 : 1912 )

6. Pathway

api air panas kimia radiasi Listrik n


panas

Osmotik ↓ & hidrostatik ↑

Kerusakan
Cairan plasma (protein)
integritas kulit bullae hipermetabolisme dehidrasi
keluar
Cedera luka bakar

Stimulus saraf Vasodilatasi/ kerusakan kapiler kemerahan


perifer

Permeabilitas ↑
nyeri

Kurang vol cairan


intravaskuler

pecah hipertermi Syok


hipovolemik
Resiko gangguan
harga diri
Resiko infeksi
Resiko gangguan perfusi
jaringan

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hitung darah lengkap
b. Leukosit
c. GDA (Gas Darah Arteri)
d. Elektrolit Serum
e. Natrium Urin
f. Alkali Fosfat
g. Glukosa Serum
h. Albumin Serum
i. BUN atau Kreatinin
j. Loop aliran volume
k. EKG
l. Fotografi luka bakar
8. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada luka bakar adalah:


a. Hipertrofi jaringan parut
Terbentuk hipertrofi jaringan parut dipengaruhi oleh:
1) Kedalaman luka bakar
2) Sifat kulit
3) Usia klien
4) Lamanya waktu penutupan
Jaringan parut terbentuk secara aktif pada 6 bulan post luka bakar
dengan warna awal merah muda dan menimbulkan rasa gatal.
Pembentukan jaringan parut terus berlangsung dan warna berubah merah,
merah tua dan sampai coklat muda dan terasa lebih lembut
b. Kontraktur
Kontraktur merupakan komplikasi yang sering menyertai luka bakar
serta menimbulkan gangguan fungsi pergerakan. Beberapa hal yang
dapat mencegah atau mengurangi terjadinya kontraktor antara lain:
1) Pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini
2) Latihan ROM baik pasif maupun aktif
3) Presure garmen yaitu pakaian yang dapat memberikan tekanan
yang bertujuan menekan timbulnya hipertrofi scar
9. Penatalaksanaan
a. Monitor urine dan CVP.
b. Topikal dan tutup luka
- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan
nekrotik.
- Tulle.
- Silver sulfa diazin tebal.
- Tutup kassa tebal.
- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.

c. Obat – obatan:
1) Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak
kejadian.
2) Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai
hasil kultur.
3) Analgetik : kuat (morfin, petidine)
4) Antasida : kalau perlu

B. Konsep Asuhan Keperawatan Sesuai Kasus


1. PENGKAJIAN
a) Biodata
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamt,
tnggal MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian klita
perlu informasi selain dari klien.

b) Wawancara
1) Tanyakan tentang :
2) Penyebab luka bakar (kimia, termal, listrik).
3) Waktu luka bakar (penting karena kebutuhan resusitasi cairan
dihitung dari waktu cidera luka bakar, bahkan dari waktu tibanya
luka bakar, area terbuka tertutup).
4) Adanya masalah – masalah medis yang menyertai.
5) Alergi (khususnya sulfa) karena banyak antimikrobial kapital
mengandung sulfa.
6) Tanggal terakhir imunisasi tetanus.
7) Obat-obatan yang digunakan bersamaan.

Menurut Arif Mutaqqin (2011) Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien
dengan luka bakar adalah sebagai berikut:
a. Fase darurat luka bakar
1) Perawatan menginventaris data-data melalui petugas luar rumah
sakit (petugas penyelamat atau petugas gawat darurat)
2) Bila pasien mampu berbicara lakukan pertanyaan tentang proses
dan mekanisme cedera secara ringkas dan cepat.

b. Tanda-Tanda Vital (TTV)


1) Melakukan pemeriksaan secara sering.
2) Status respirasi, suhu dipantau ketat.
3) Denyut nadi apikal, karotid, dan femoral dievaluasi.
4) Pemantauan jantung dilakukan bila memiliki riwayat penyakit
jantung.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat luka bakar.
2) Riwayat alergi.
3) Riwayat imunisasi tetanus.
4) Riwayat medis serta bedah masa lalu.
d. Intake dan Output
1) Dipantau dengan cermat dan diukur tiap satu jam.
2) Mencatat jumlah urine yang pertama kali keluar ketuka dipasang
kateter untuk menentukan fungsi ginjal dan status cairan sebelum
pasien mengalami luka bakar. Urine kemerahan menunjukkan
adanya hemokromogen dan mioglobulin karena kerusakan otot.
e. Pengkajian Fisik
1) Head to toe.
2) Berfokus pada tanda dan gejala, cedera atau komplikasi yang
timbul
f. Pengkajian Luas Bakar
1) Mengidentifikasi daerah-daerah luka bakar terutama derajat II
dan III.
2) Ukuran, warna, bau, eskar, eksudat, pembentukkan abses,
perdarahan, pertumbuhan epitel, penampakkan jaringan granulasi
pada luka bakar.
g. Pengkajian Neurologik
1) Berfokus pada tingkat kesadaran
2) status fisiologik
3) tingkat nyeri
4) kecemasan
5) perilaku
6) pemahaman pasien dan keluarga terhadap cedera serta
penanganannya.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
(Menurut Nanda, 2009) maka yang mungkin timbul pada penderita luka
bakar adalah:
1. Risiko bersihan jalan napas tidak efektif b.d. edema dan efek dari
inhalasi asap.
2. Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d. peningkatan
permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan akibat evaporasi dari
daerah luka bakar.
3. Nyeri b.d hipoksia jaringan, cedera jaringan, serta saraf dan dampak
emosional dari luka bakar.
4. Risiko tinggi infeksi b.d. hilangannya barier kulit dan terganggunya
respon imun.
5. Gangguan intergritas kulit b.d. luka bakar terbuka.
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Menurut Arif Muttaqin, (2011) Intervensi untuk klien dengan gangguan
luka bakar adalah sebagai berikut:
1) Risiko bersihan jalan napas tidak efektif b.d. edema dan efek dari
inhalasi asap.
a) Tujuan :
Dalam waktu 3 x 24 jam kebersihan jalan napas pasien tetap
optimal
b) Kriteria Hasil :
Jalan napas bersih, tidak ada obstruksi
Suara napas normal tidak ada bunyi napas tambahan seperti stridor
Tidak ada penggunaan otot bantu napas
c) Intervensi :
 Kaji dan monitor jalan napas
Rasional : Deteksi awal untuk interprestasi selanjutnya.
 Tempatkan pasien di bagian resusitasi
Rasional : Memudahkan melakukan monitoring status
kardiorespirasi dan intervensi kedaruratan.
 Beri oksigen 4 liter/menit dengan kanul atau sungkup
Rasional : Membantu meningkatkan paO2 di cairan otak yang
akan mempengaruhi pengaturab pernapasan,

 Lakukan tindakkan kedaruratan jalan napas agresif.


Rasional : Tindakkan ini termasuk membalikkan tubuh pasien,
mendorong pasien bernapas dalam, mengeluarkan timbunan
sekret melalui penghisapan trakea. Pengaturan posisi tubuh
pasien dapat mengurangi kerja pernapasan, meningkatkan
ekspansi dada yang maksimal, dan pemberian oksigen yang
dilembabkan dapat menurunkan stres metabolik dan oksigenasi
jaringan adekuat.
 Bersihkan jalan napas dengan suctioning bila kemampuan
mengeluarkan sekret tidak efektif.
Rasional : Pernapasan menjadi adekuat bila jalan napas bersih
 Intruksikan pasien untuk napas dalam dan batuk efektif
Rasional : Pernapasan diafragma dapat meningkatkan ekspansi
paru sehingga pasien dapat melakuan inspirasi maksimal.
Batuk efektif melonggarkan mukus.
 Evaluasi dan monitor keberhasilan intervensi bersihan jalan
napas.
Rasional : Memantau status respirasi dan keberhasilan bersihan
jalan napas
2) Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d. peningkatan
permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan akibat evaporasi dari
daerah luka bakar
a. Tujuan :
Tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
b. Kriteria Hasil :
- Pasien tidak mengeluh pusing, TTV batas normal, kesadaran
potimal, urine > 600ml/hari.
- Keluhan diare, mual, muntah berkurang.
- Hasil lab : nilai elektrolit dan analisis gas darah normal.
c. Intervensi :
1. Identifikasi faktor penyebab, spesifikasi luka, luas luka bakar,
kedalaman luka bakar, dan riwayat penyakit lain
Rasional : Sebagai parameter dalam menentukan intervensi
kedaruratan.
2. Kaji status dehidrasi.
Rasional : Menentukan jumlah cairan yang akan diberikan sesuai
dengan derajat dehidrasi dari individu.
3. Lakukan pemasangan IVFD (intravenous fluid drops).
Rasional : Kompensasi awal hidrasi cairan di gunakan untuk
mencegah syok hipovolemik.
4. Kaji penurunan kadar penurunan elektrolit
Rasional : Mendeteksi kondisi hiponatremi dan hipokalemi
sekunder dari hilangnya elektrolit dari plasma

3) Nyeri b.d hipoksia jaringan, cedera jaringan, serta saraf dan dampak
emosional dari luka bakar.
a. Tujuan :
Nyeri berkurang.
b. Kriteria hasil ::
- Secara subyektif melaporkan nyaeri berkurang.
- Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri.
c. Intervensi :
1. Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST.
Rasional : Parameter dasar untuk mengetahui sejauh mana
intervensi yang diperlukan dan sebagai evaluasi kberhasilan
intervensi manajemen nyeri.
2. Atur posisi fisiologis.
Rasional : Meningkatkan asupan O2 ke jaringan yang mengalami
peradangan.
3. Istirahatkan klien.
Rasional : Meningkatkan suplai darah pada jaringan yang
mengalami peradangan.
4. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam.
Rasional : Menurunkan nyeri sekunder dari peradangan.
5. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
Rasional : Memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke
korteks cerebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.
6. Kalaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik preparat
morfinAjarkan teknik distraksi pada saat nyeri.
Rasional : Memblok lintasan nyeri sehingga menurunkan nyeri.

4) Resiko tinggi infeksi b.d hilangnya barier kulit dan tergangguanya


respon imun.
a. Tujuan :
Tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas jaringan
lunak.
b. Kriteria Evaluasi :
- Lesi luka bakar mulai menutup pada hari ke-7 minimal o,5 cm
tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area lesi.
- Leukosit dalam batas norma TTV dalam batas normal.
c. Intervensi :
1. Kaji derajat, kondisi kedalaman, luasnya lesi luka bakar, serta
apakah adanya advice dokter dalam perawatan luka.
Rasional : Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari
tujuan yang diharapkan.
2. Lakukan perawatan steril setiap hari
Rasional : Menurunkan kontak kuman ke dalam lesi
3. Pantau ketat TTV ( respiratori, renal, atau gastrointestinal)
Rasional : Mampu mendeteksi dengan cepat mulainya suatu
infeksi.
4. Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering
Rasional : Menghindari kontaminasi
5. Kalaborasi penggunaan antibiotik
Rasional : Mencegah aktivasi yang masuk

5) Gangguan integritas kulit b/d luka bakar terbuka.


a. Tujuan :
Integritas kulit membaik secara optimal.
b. Kriteria Hasil:
Pertumbuhan jaringan membaik dan lesi psoriasis berkurang.
c. Intervensi
1. Kaji kerusakan jaringan kulit yang terjadi pada klien.
Rasional : Data dasar untuk memberikan informasi intervensi
perawatan yang akan digunakan
2. Lakukan perawatan luka terbuka
Rasiomal : Kadang-kadang luka bakar dibiarkan terbuka agar
terkena udara.
Dengan tetap mempertahankan lingkungan poasien tetap bersih
dan tetap membatasi infeksi luka bakar.
3. Lakukan komunikasi efektif
Rasional : Komunikasi yang akrab dan kerja sama antar pasien
menghasilkan perawatan luka yang optimal.
4. Lakukan perawatan luka tertutup.
Rasional : Mencegah infeksi dan mempercepat proses perbaikan
kulit

C. Daftar pustaka
Nurarif Amin Huda, 2013. Aplikasi Asuhan Bedasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC – NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Herdman T Heather, 2015. Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi
2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC.
Aru W. Sudoyo, dkk. 2006. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar
IlmuPenyakitDalam.Jilid III. EdisiIV.Jakarta:
DepartemenIlmuPenyakitDalam FKUI.
BAB III
RESUME ASKEP

A. Pengkajian fokus
1. Identitas
Nama : An. R (laki – laki)
Tempat dan tanggal lahir : Pemalang, 24 Desember 2004 (12 tahun)
Pendidikan terakhit : SMP
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : Belum kawin
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Pemalang
Diagnose medis : Combustio grade 3 10% arus listrik post
amputasi tangan kanan.
2. Status kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien tersengat listrik saat
sedang bermain dan memegang kabel listrik dengan tangan
kananya. Pasien sudah dioperasi (amputasi) tangan kanannya.
Kondisi saat ini Pasien mengeluh malu jika nanti di rumah ketemu
temannya karena tangan kirinya sudah di amputasi tgl 24-11-2017
b. Status kesehatan masa lalu
Pasien belum pernah dirawat di rumah sakit dan pasien juga belum
pernah mengalami kejadian kesetrum sebelumnya.

3. Pengkajian pola fungsi dan perubahan fisik


a. Resiko Infeksi
Gejala (subjektif)
Pasien mengatakan nyeri skala 3 pada luka post operasi, nyeri
bertambah saat dipakai aktifitas seperti ditusuk
Pasien mengatakan pernah operasi tanggal 24 November 2017
Tanda (objektif)
Pasien terpasang infus
ada luka di tangan kanan terbalut elastic bandage, terpasang drain.
lekosit 17.6 103/uL, Hb 14.7 g/dL
Suhu 37oC, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 84 kali/mnt,
pernafasan 20 kali/mnt
b. Psikologi (Citra Diri)
Gejala (subjektif)
Pasien mengatakan malu dengan teman temannya jika nanti tahu
tangan kanannya sudah diamputasi.
Tanda (objektif)
Tampak melamun, tidak tersenyum, pasien tampak tegang.
c. Nyeri
Gejala (subjektif)
P: nyeri bertambah ketika dibuat mobilisasi
Q:panas
R: di tangan kanan. Post amputasi
S: skala 3
T: kadang kadang
Tanda (Objektif)
Tampak meringis kesakitan, muka tegang TD:110/80. S:37,
N:80x/mnt

4. Data penunjang
a. Laboratorium
Hbs Ag negatif

Kimia klinik
Albumin 3,7g/dL
Ureum 13 mg/dL
Kreatinin 0,8 mg/dL
Natrium 132 mmol/L
Kalium 4.7 mmol/L
Chloride 99 mmol/L
Hematologi
Hemoglobin 14.7 g/dL
Lekosit 17.6 103/uL
Trombosit 287 103/uL

b. Radiologi
X – foto thoraks
Kesan : cor tak membesar
Pulmo tak tampak infiltrate

c. Obat – obatan
Ceftriaxon 2g/24 jam intravena
Ketorolac 15 mg/8 jam intravena
Tramadol 50 mg/8 jam intraena
Metoclopramid 10 mg/8 jam intravena
Ranitidine 50 mg/12 jam intravena
d. Diit
Diit biasa 1700 kkal

5. Analisa data

Dara subjektif dan objektif Masalah Etiologi


Data subjektif : Nyeri akut Agen cidera
a. Pasien mengatakan nyeri skala fisik (post
3 pada luka post operasi, nyeri operasi)
bertambah saat dipakai
aktifitas seperti kepanasan
b. P : bertambah saat di pakai
aktifitas, berkurang bila
dipakai tiduran atau duduk, Q :
seperti kena panas, R : di luka
post operasi debridement dan
amputasi, S : 3, T : kadang-
kadang bila dipakai aktifitas

Data objektif :
a. Suhu 37oC, tekanan darah
110/80 mmHg, nadi 84
kali/mnt, pernafasan 20
kali/mnt
b. ada luka post op di tangan
kanan, terpasang drain,
terbalut balutan elastic
bandage
c. pasien tampak meringis
kesakitan bila nyeri timbul

Data subjektif : Gangguan citra Kehilangan


a. Pasien mengatakan malu sama diri anggota
temannya, belum bisa tubuh( post
menerima kondisi saat ini operasi
Data objektif amputasi tangan
a. Pandangan mata pasien kanan)
kosong, pasien tampak tegang,
tidak tersenyum
b. Pasien tampak sedih
Data subjektif Resiko infeksi Tindakan
a. Pasien mengatakan nyeri skala invasif
3 pada luka post operasi, nyeri
bertambah saat dipakai
aktifitas seperti ditusuk
b. Pasien mengatakan pernah
operasi tanggal 24 November
Dara subjektif dan objektif Masalah Etiologi
2017
Data objektif
a. Pasien terpasang infus
b. ada luka di tangan kanan
terbalut elastic bandage,
terpasang drain.
c. lekosit 17.6 103/uL, Hb 14.7
g/dL
d. Suhu 37oC, tekanan darah
110/80 mmHg, nadi 84
kali/mnt, pernafasan 20
kali/mnt

B. Diagnose keperawatan
1. Gangguan citra diri berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh
(post operasi tangan kanan)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi
debridement)
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive

C. Fokus intervensi

Diagnose Tujuan dan kriteria Intervensi


keperawatan hasil (NOC) keperawatan (NIC)
Nyeri akut NOC NIC
berhubungan dengan a. Pain level a. Lakukan pengkajian
agen cidera fisik (post b. Pain control nyeri
c. Comfort level b. Observasi non
operasi debridement)
Kriteria hasil: verbal dari rasa
a. Mampu mengontrol
Diagnose Tujuan dan kriteria Intervensi
keperawatan hasil (NOC) keperawatan (NIC)
nyeri keridaknyamanan
b. Melaporkan bahwa c. Gunakan
nyeri berkurang komunikasi
c. Menyatakan rasa terapeutik untuk
nyaman nyeri mengetahui
berkurang pengalaman nyeri
pasien
d. Konrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruang, pencahayaan,
kebisingan.
e. Ajarkan teknik
nonfarmakologi
(nafas dalam dan
distraksi)
f. Kolaborasi
pemberian analgetik
untuk mengurangi
nyeri.
g. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri.
Resiko infeksi NOC NIC
berhubungan dengan 1. Immun status Infection Control
tindakan invasive 2. Knowledge : (Kontrol Infeksi)
infection control 1. Bersihkan
3. Risk control lingkungan setelah
Kriteria Hasil dipakai pasien lain
1. Klien bebas dari 2. Instruksikan
tanda dan gejala pengunjung untuk
infeksi cuci tangan
2. Menunjukkan sebelumdan
kemampuan untuk sesudah
mencegah infeksi mengunjungi
3. Jumlah lekosit pasien
normal 3. Gunakan sabun
4. Menunjukkan antimikrobia untuk
perilaku hidup cuci tangan
sehat 4. Cuci tangan setiap
Diagnose Tujuan dan kriteria Intervensi
keperawatan hasil (NOC) keperawatan (NIC)
sebelum dan
sesudah tindakan
keperawatan
5. Pertahankan
lingkungan aseptik
setiap pemasangan
alat
6. Ganti letak IV
perifer dan line
sentral dan
dressing sesuai
dengan petunjuk
umum
7. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan
infeksi kandung
kemih
8. Tingkatkan intake
Infection Protection
(Proteksi Terhadap
Infeksi)
1. Monitor tanda dan
gejala infeksi lokal
atau sistemik
2. Monitor hitung
granulocit, WBC
3. Berikan perawatan
kulit pada daerah
epidema
4. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap merah,
panas dan drainase
5. Inspeksi kondisi
luka / insisi bedah
6. Dorong masukan
nutrisi, cairan dan
istirahat tidur
7. Instruksikan pasien
Diagnose Tujuan dan kriteria Intervensi
keperawatan hasil (NOC) keperawatan (NIC)
untuk minum
antibiotika sesuai
resep
8. Ajarkan pada
keluarga tanda dan
gejala serta
pencegahan infeksi
9. Laporkan
kecurigan infeksi
dan kultur positif
Gangguan citra diri NOC NIC
berhubungan dengan 1. Anxiety reduction SEFT Therapy
kehilangan anggota 2. Comfort level 1. Kaji psikologi
3. Pain level pasien
tubuh (post operasi
4. Rilex : extent and 2. Berikan seft
amputasi tangan
pattern therapy
kanan) Kriteria hasil 3. Anjurkan relaksasi,
1. Pasien bisa guided imajery
menerima dan 4. Berikan support
ikhlas keadaan mental
dirinya 5. Motiasi keluarga
2. Pasien bisa untuk mensupport
bersosialisasi pasien
dengan teman- 6. Anjurkan untuk
temannya menggunakan
3. Pasien tampak teknik relaksasi dan
rilex, tersenyum seft dengan baik
dan tenang 7. Motivasi untuk
4. Mampu bangkit dan
mengidentifikasi semnagat untuk
hal – hal yang meraih masa depan
meningkatkan tidur
BAB IV
APLIKASI JURNAL EBNP
A. Identitas klien
Nama : An. R (laki – laki)
Tempat dan tanggal lahir : Pemalang, 24 Noember 2004 (12 tahun)
Pendidikan terakhit : SMP
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : Belum kawin
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Pemalang
Diagnose medis : combustion grade 3 10% post amputasi tangan
kanan
Data fokus pasien
Dara subjektif dan objektif Masalah Etiologi
Data subjektif : Gangguan citra Kehilangan
Pasien mengatakan malu sama diri anggota tubuh
temannya, belum bisa (post operasi
menerima kondisi saat ini amputasi)
Dara subjektif dan objektif Masalah Etiologi
Data objektif
Pandangan mata pasien
kosong, pasien tampak tegang,
tidak tersenyum
Pasien tampak sedih

B. Diagnose keperawatan yang berhubungan dengan jurnal evidence based


nursing practice yang diaplikasikan
Gangguan citra diri berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh (post
operasi amputasi tangan kanan)

C. Evidence based nursing practice yang diterapkan pada pasien


Respon adaptasi psikologis pasien luka bakar setelah diberikan seft therapy
D. Analisa sintesa justifikasi/alasan penerapan evidence based nursing
practice

combustio

Kerusakan integritas jaringan


jaringajaringajaringan

amputasi

Gangguan Citra diri ( kehilangan anggota tubuh


tangan kanan)

SEFT THERAPHY

Subjective feeling meningkat

Ketenangan kesejahteraan dan harapan meningkat

Penurunan hormone ACTH

Peningkatan respon imun dan inflamasi

Penyembuhan luka meningkat

Timbul rasa tenang, relaks, bahagia

Nyeri berkurang
E. Landasan teori terkait penerapan evidence based nursing practice
Nyeri setelah pembedahan merupakan hal yang fisiologis. Sensasi nyeri mulai
terasa sebelum kesadaran klien kembali penuh, dan semakin meningkat seiring
dengan berkurangnya pengaruh anestesi. Adapun bentuk nyeri yang dialami
oleh klien pasca pembedahan adalah nyeri akut yang terjadi karena adanya
luka insisi bekas pembedahan (Perry dan Potter, 2006).Pada nyeri pasca bedah
rangsangan nyeri disebabkan oleh rangsangan mekanik yaitu luka (insisi)
dimana insisi ini akan merangsang mediator-mediator kimia dari nyeri seperti
histamin, bradikinin, asetilkolin, dan substansi prostaglandin dimana zat-zat
ini diduga dapat meningkatkan sensitifitas reseptor nyeri yang akan
menimbulkan sensasi nyeri. Selain zat yang mampu merangsang kepekaan
nyeri, tubuh juga memiliki zat yang mampu menghambat (inhibitor) nyeri
yaitu endorfin dan enkefalin yang mampu meredakan nyeri (Bare G &
Smelzer C,2002).

Penggunaan manajemen nonfarmakologi lebih ekonomis dan tidak ada efek


sampingnya jika dibandingkan dengan penggunaan manajemen nyeri
farmakologi. Selain itu juga mengurangi ketergantungan pasien terhadap obat-
obatan. Perawatmengajarkan keperawatan mandiri atau terapi komplementer
kepada pasien atau keluarga pasien. Salah satu terapi komplementer adalah
aromaterapi, dimana aromaterapi ini bermanfaat mengurangi ketegangan otot
yang akan mengurangi tingkat nyeri. Bau yang merupakan stimulan ingatan
yang sangat kuat, secara spontan memberikan tanda tanda emosi yang
disebabkan karena keunikan dari sistem penciuman yang berhubungan
langsung dengan sistem limbik dan emosi kita (Romantyo & Harini,1999)
Sistem limbik adalah bagian dari otak yang dikaitkan dengan suasana hati,
emosi, memori, dan belajar kita. Semua bau yang mencapai sistem limbik
memiliki pengaruh langsung pada suasana hati kita (Sharma, 2009).

Aromaterapi lavender bermanfaat untuk relaksasi, kecemasan, mood, dan


pasca pembedahan menunjukkan terjadinya penurunan kecemasan, perbaikan
mood, dan terjadi peningkatan kekuatan gelombang alpha dan beta yang
menunjukkan peningkatan relaksasi. Gelombang alpha sangat bermanfaat
dalam kondisi relaks mendorong aliran energi kreativitas dan perasaan segar
dan sehat. Kondisi gelombang alpha ideal untuk perenungan, memecahkan
masalah, dan visualisasi, bertindak sebagai gerbangkreativitas seseorang.
Minyak lavender adalah salah satu aromaterapi yang terkenal memiliki efek
menenangkan. Pendapat ini juga didukung oleh Sharma (2009) yang
menyatakan bahwa lavender bersifat analgesik; untuk nyeri kepala, nyeri otot,
bersifat antibakterial, antifungal, antiinflamasi, antiseptik, dan penenang.
Sejauh ini tidak ada kontraindikasi yang diketahui dan tidak terdapat iritasi
jika digunakan pada kulit dan juga tidak mengiritasi mukosa. Bahwa mencium
lavender maka akan meningkatkan gelombang-gelombang alpha didalam otak
dan membantu untuk merasa rileks.
BAB V
PEMBAHASAN
A. Justifikasi pemilihan tindakan berdasarkan evidence based nursing
practice
Penggunaan manajemen nonfarmakologi lebih ekonomis dan tidak ada efek
sampingnya jika dibandingkan dengan penggunaan manajemen nyeri
farmakologi. Selain itu juga mengurangi ketergantungan pasien terhadap obat-
obatan. Perawat mengajarkan keperawatan mandiri atau terapi komplementer
kepada pasien atau keluarga pasien. Salah satu terapi komplementer adalah
aromaterapi, dimana aromaterapi ini bermanfaat mengurangi ketegangan otot
yang akan mengurangi tingkat nyeri.Aromaterapi lavender bermanfaat untuk
relaksasi, kecemasan, mood, dan pasca pembedahan menunjukkan terjadinya
penurunan kecemasan, perbaikan mood, dan terjadi peningkatan kekuatan
gelombang alpha dan beta yang menunjukkan peningkatan relaksasi.
Gelombang alpha sangat bermanfaat dalam kondisi relaks mendorong aliran
energi kreativitas dan perasaan segar dan sehat. Kondisi gelombang alpha
ideal untuk perenungan, memecahkan masalah, dan visualisasi, bertindak
sebagai gerbangkreativitas seseorang. Minyak lavender adalah salah satu
aromaterapi yang terkenal memiliki efek menenangkan. Pendapat ini juga
didukung oleh Sharma (2009) yang menyatakan bahwa lavender bersifat
analgesik; untuk nyeri kepala, nyeri otot, bersifat antibakterial, antifungal,
antiinflamasi, antiseptik, dan penenang. Sejauh ini tidak ada kontraindikasi
yang diketahui dan tidak terdapat iritasi jika digunakan pada kulit dan juga
tidak mengiritasi mukosa. Bahwa mencium lavender maka akan meningkatkan
gelombang-gelombang alpha didalam otak dan membantu untuk merasa
rileks.

B. Mekanisme penerapan evidence based nursing practice


Responden dikaji skala nyerinya menggunakan Verbal Descriptor Scale
(VDS) lalu diberikan aroma terapi lavendersebanyak 3 tetes dengan
menggunakan pembakar minyak dan tungku selama 10menit. Responden
diminta bernafasnormal, tidak melakukan aktivitas lainselama menghirup
aroma terapi, dalamkondisi ruangan yang tenang. Setelah kemudian di ukur
kembali nyeri menggunakan VDS.
C. Hasil yang dicapai
Intensitas nyeri yang dirasakan pasien berkurang dari skala 4 menjadi skala 3.
Hasil penerapan aromaterapi lavender untuk mengurangi nyeri pasca operasi
sesuai dengan teori yang menyataan bahwa aromaterapi lavender bermanfaat
untuk relaksasi, kecemasan, mood, dan pasca pembedahan menunjukkan
terjadinya penurunan kecemasan, perbaikan mood, dan terjadi peningkatan
kekuatan gelombang alpha dan beta yang menunjukkan peningkatan relaksasi.
Gelombang alpha sangat bermanfaat dalam kondisi relaks mendorong aliran
energi kreativitas dan perasaan segar dan sehat. Kondisi gelombang alpha
ideal untuk perenungan, memecahkan masalah, dan visualisasi, bertindak
sebagai gerbangkreativitas seseorang. Minyak lavender adalah salah satu
aromaterapi yang terkenal memiliki efek menenangkan. Pendapat ini juga
didukung oleh Sharma (2009) yang menyatakan bahwa lavender bersifat
analgesik; untuk nyeri kepala, nyeri otot, bersifat antibakterial, antifungal,
antiinflamasi, antiseptik, dan penenang. Bahwa mencium lavender maka akan
meningkatkan gelombang-gelombang alpha didalam otak dan membantu
untuk merasa rileks.

D. Kelebihan dan kekurangan atau hambatan yang ditemui selama aplikasi


Kelebihan : intervensi aromaterapi lavender dapat diterapkan mandiri oleh
pasien bila pasien merasa nyeri karena mudah dan ekonomis
Kekurangan : pada jurnal ini belum ditentukanjarak antara tungku dengan
pasien, luas ruangan yang ideal agar hasil lebih maksimal
Hambatan : karena ruangan banyak terdapat ventiasi atau kurang tertutup
sehingga banyak angin yang dapat mengganggu api pada tungku sehingga
membutuhkan waktu lebih dari 10 menit dan aroma lavender juga kadang
tidak sampai kepada pasien

BAB VI
KESIMPULAN
A. Simpulan
Aromaterapi lavender berpengaruh dalam penurunan intensitas nyeri pada
pasien pasca operasi bedah mayor ditandai dengan penurunan intensitas
nyeri sebelum dan sesudah diberikan aromaterapi lavender.
B. Saran
Perawat perlu mengintegrasikan hasil penelitian ini sebagai salah satu
intervensi dalam asuhan keperawatan pada pasien paska operasi. Perawat
juga perlu mensosialisasikan penggunaan aromatrapi lavender kepada
pasien, keluarga, dan masyarakat melalui pemberian pendidikan
kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai