Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Piutang

Piutang merupakan bagian dari aset lancar. Apabila ditinjau dari sumber terjadinya,
piutang digolongkan menjadi dua kategori :

1. Piutang Usaha (Account Receivables)


Meliputi piutang yang timbul karena adanya penjualan produk atau
penyerahan jasa dalam rangka kegiatan usaha normal perusahaan. Piutang
ini seluruhnya dapat dimasukkan ke dalam aset lancar dengan syarat jangka
waktu penagihannya kurang dari satu tahun atau satu siklus usaha normal.
2. Piutang Lain-lain (Other Receivables)
Timbul dari transaksi di luar kegiatan usaha normal perusahaan. Piutang ini
diharapkan akan direalisasikan dalam waktu satu tahun.

2.2 Penyajian dalam Laporan Keuangan

Penyajian piutang usaha dan piutang lain-lain dalam laporan keuangan


harus secara terpisah dengan menggunakan identifikasi yang jelas. Sebagai contoh,
disebutkan piutang penjualan angsuran.
Piutang dalam laporan keuangan tersebut juga dinyatakan sebesar jumlah
kotor tagihan diikuti dengan jumlah taksiran piutang yang tidak dapat ditagih atau
piutang yang diragukan. Bentuk [iutang lain-lain seperti piutang yang dijaminkan
disyaratkan harus diungkapkan dalam catatan laporan keuangan. Demikian pula
diperlukan penjelasan untuk penjualan yang diikuti perjanjian untuk dibeli kembali.

2.3 Akuntansi atas Piutang

Perlakuan akuntansi atas piutang tetap mendasarkan pada Standar


Akuntansi Keuangan (SAK). Pada umumnya sering memberikan potongan kepada
para pelanggan karena membayar tunai atau pelanggan membeli barang dalam
jumlah besar. Dalam transaksi penjualan biasanya juga terdapat syarat jual beli
yang menunjukkan unsur penjualan kredit, sebagai contoh 3/10 dan n/10.
Persyaratan dimaksudkan bahwa potongan tunai 3% diberikan apabila pembayaran
dilakukan dalam jangka waktu 10 setelah tanggal transaksi, namun kredit harus
dilunasi sepenuhnya dalam 30 hari.
Sebagai contoh, Tuan Abadi menjual barang yang bernilai Rp 20.000.000,00 secara
kredit. Dalam akuntansi komersial, penjualan tersebut dicatat dengan ayat jurnal :
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit(Rp)
Piutang Usaha 20.000.000
Penjualan 20.000.000

Barang yang dijual mungkin dikembalikan oleh pelanggan, dan karenanya


diberikan potongan harga (sales return dan allowance).
Sebagai contoh, pelanggan Tuan Abadi mengembalikan barang yang bernilai Rp
10.000.000,00. Maka berdasarkan nota kredit yang dikeluarkan, jurnal yang harus
dibuat adalah :
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit(Rp)
Retur dan Potongan Penjualan 10.000.000
Piutang Usaha 10.000.000

2.4 Metode Penghapusan Piutang

Kemungkinan tidak semua piutang dapat ditagih. Jika jumlah piutang tidak
dapat ditagih relatif kecil, maka perusahaan tidak membentuk
cadangan/penyisihan. Sebaliknya apabila piutang ini jumlahnya cukup besar dan
berisiko, sebaiknya perusahaan membentuk cadangan. Metode penghapusan
piutang yang digunakan :
1. Metode Penghapusan Langsung (Direct Write-off Method)
Pada periode dimana terdapat piutang yang tidak dapat ditagih, maka pada
saat itu dilakukan pencatatan. Sebagai contoh, piutang terhadap Tn. Yahya
Rp 25.000.000,00 tidak dapat ditagih dan harus dihapus. Ayat jurnal yang
disusun :
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit(Rp)
Biaya Piutang Tidak Tertagih 25.000.000
Piutang Dagang 25.000.000

2. Metode Penyisihan/Pencadangan (Allowance Method)


Dengan metode ini, piutang yang diperkiraklan tidak dapat ditagih dicatat
melalui ayat jurnal. Sebagai contoh, piutang usaha Rp 50.000.000,00
diperkirakan 3% tidak dapat ditagih dan saldo penyisihan [piutang tak
tertagih Rp 6.000.000,00. Ayat jurnal yang disusun :
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit(Rp)
Biaya Piutang Tidak Tertagih 49.600.000
Penyisihan Piutang Tidak Tertagih 49.600.000

2.5 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih

Akuntansi komersial mengatur bahwa jumlah kotor piutang tetap disajikan


di neraca yang diikuti dengan penyisihan untuk piutang yang diragukan atau
taksiran piutang yang tidak dapat ditagih. Pada prinsipnya terdapat dua cara dalam
menetapkan jumlah penyisihan piutang tak tertagih:

1. Atas dasar Saldo Piutang


Cara ini dilakukan dengan menetapkan suatu presntase terhadap saldo
piutang rata-rata atau golongan unsur piutang pada akhir periode.
Contoh :
Saldo piutang per 1 januari 2011 sebesar Rp 10.000.000 dan saldo piutang
per 31 Desember 2011 Rp 20.000.000 diasumsikan penyisihannya 2%.
Besarnya penyisihan piutang tidak tertagih dihitung sebagai berikut :
𝑅𝑝 10.000.000+20.000.000
Saldo piutang rata-rata =
2
= Rp 15.000.000,00
Penyisihan piutang tidak tertagih = 2% x Rp 15.000.000,00
= Rp 7.500.000,00
Apabila dasar yang digunakan adalah golongan umur piutang pada
akhir periode, maka pada akhir periode perusahaan harus membuat daftar
umur piutang (aging schedule of receivable) seperti contoh berikut :

Dari data daftar umur piutang diatas kemudian diolah dan diklasifikasikan
sesuai presentase piutang tidak tertagih seperti contoh berikut :

2. Atas Saldo Penjualan


Seperti cara sebelumnya, cara ini juga dilakukan dengan menetapkan
presentase tertentu terhadap penjualan. Dasar yang digunakan dapat
menggunakan penjualan kredit atau total penjualan. Sebagai contoh, total
penjualan kredit tahun 2011 Rp 140.000.000. Presentase penyisihan yang
ditetapkan perusahaan 2% dari penjualan. Besarnya saldo penyisihan
piutang tidak tertagih (2% x 140.000.000=2.800.000, sedangkan biaya
piutang tak tertagih juga sama yaitu (2% x 140.000.000=2.800.000).

2.6 Pembebanan Biaya Piutang Tak Tertagih

Sebagai contoh diketahui bahwa besarnya penyisihan harus dibentuk pada


tahun 2011 sebesar Rp 7.500.000. Jumlah tersebut harus tampak di neraca dengan
akun “Penyisihan Piutang Tidak Tertagih”. Selanjutnya untk menentukan berapa
besarnya yang dibebankan sebagai biaya, saldo awal akun “Penyisihan Piutang
Tidak Tertagih” perlu diperhatikan dahulu.

Diasumsikan saldo awalnya kredit sebesar Rp 3.000.000 selisihnya (Rp


7.500.000 – Rp 3.000.000) = Rp 4.500.000 menjadi biaya tahun yang bersangkutan
dengan ayat jurnal penyesuaian :

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit(Rp)


Biaya Piutang Tidak Tertagih 4.500.000
Penyisihan Piutang Tidak Tertagih 4.500.000

Demikian pula sebaliknya apabila saldo debit akun “Penyisihan Piutang


Tidak Tertagih” sebesar Rp 1.000.000, maka ayat jurnal penyesuaian yang dibuat :

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit(Rp)


Biaya Piutang Tidak Tertagih 8.500.000
Penyisihan Piutang Tidak Tertagih 8.500.000

Bila dasar saldo penjualan yang digunakan, maka besarnya piutang tidak
tertagih yang dibebankan sama dengan penyisihannya, maka pembebanannya
dibuat adalah ayat jurnal seperti berikut :

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit(Rp)


Biaya Piutang Tidak Tertagih 2.800.000
Penyisihan Piutang Tidak Tertagih 2.800.000

2.7 Penghapusan Piutang

Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih dibentuk sebagai


cadanagn kemungkinan rugi akibat piutang tidak dapat ditagih. Kenyataan dalam
periode tertentu piutang perusahaan nyata-nyata tidak dapat ditagih karena pailit
atau sebab lain, maka piutang tersebut harus dihapuskan (write off). Untuk lebih
jelasnya dapat digambarkan sebagai berikut :
Saldo piutang usaha per 31 Desember 2011 (D) Rp 40.000.000

Saldo penyisihan piutang tidak tertagih per 31 Desember 2011(K) Rp 7.500.000

Pada bualan Januari 2012 ternyata piutang kepada Tn Yaman sebesar Rp


10.000.000 tidak dapat ditagih.

Ayat jurnal yang dibuat pada penghapusan piutang :

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit(Rp)


Penyisihan Piutang Tidak Tertagih 10.000.000
Piutang Usaha 10.000.000

Perlu diperhatikan bahwa atas penghapusan piutang telah didebit pada akun
“Penyisihan Piutang Tidak Tertagih” dan tidak pada akun “Biaya”. Pembebanan
akibat piutang tidak dapat ditagih telah dilakukan pada waktu pembentukan
penyisihan.

Bagaimana selanjutnya apabila hutang yang terlah dihapuskan ternyata


debitur melunasi utangnya, maka dapat dibuat ayat jurnal sebanyak dua kali yaitu :

1. Penyesuaian dengan menimbulkan kembali saldo piutang

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit(Rp)


Piutang Usaha 10.000.000
Penyisihan Piutang Tidak Tertagih 10.000.000

2. Pada saat penerimaan pelunasan piutang

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit(Rp)


Kas 10.000.000
Piutang Usaha 10.000.000
2.8 Akuntansi Pajak

Dalam Pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-Undang Pajak Penghasilan telah


mengatur pembebanan sebagai biaya atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih atau lebih dikenai dengan penghapusan piutang dengan syarat :

1. Telah dibebankan sebagai biaya pada laporan laba rugi komersial.


2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Direktorat Jenderal Pajak.
3. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan
utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan. Atau telah
dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya
pengakuan dari debitu bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah
uang tertentu.

Pelaksanaan tersebut selanjutnya akan diatur dengan atau berdasarkan


Peraturan Menteri Keuangan. Masalah yang bersangkutan dengan penghapusan
piutang ini sebelumnya telah diatur dengan keputusan menteri keuangan Nomor
130/KMK,04/1998 tentang Penghapusan Piutang Tidak Tertagih yang boleh
dikurangkan sebagai biaya. Dalam keputusan tersebut, yang perlu diperhatikan
adalah :

1. Piutang tak tertagih yang dapat dibebankan sebagai biaya dalam


menghitung penghasilan kena pajak adalah piutang tidak tertagih yang timb
ul di bidang usaha bank, lembaga pembiayaan, industri, dagang, dan jasa
lainnya.
2. Piutang tidak tertagih yang dapat dihapuskan adalah piutang usaha sesuai
dengan bidang usaha dari wajib pajak yang bersangkutan.
3. Terdapat persyaratan dalam pengelompokan sebagai piutang tak tertagih
seperti yangdimuat dalam pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-Undang Pajak
Penghasilan. Persyaratanyang diatur dalam keputusan mentri keuangan
bersifat kumulatif, namun untuk pelaksanaan tahun 2001 mengacu pada
undang-undang
Pengertian penerbitan umum atau khusus adalah penerbitan yang meliputi :

1. Penerbitan umum adalah pemuatan pengumuman pada penerbitan


koran/majalah atau media massa cetak yang lazim lainnya Yang berskala
nasional; atau
2. Penerbitan khusus adalah pemuatan pengumuman pada
 penerbitan Himpunan Bank-Bank Milik Negara
(HIMBARA)/Persatuan Bank-Bank Swasta Nasional (PERBANAS)
 penerbitan/pengumuman khusus Bank Indonesia; dan/atau
 Penerbitan yang dikeluarkan oleh asosiasi yang telah terdaftar
sebagai wajib pajak dan pihak kreditor sebagai anggotanya

Piutang yang nyatnya tidak dapat ditagih yang timbul di bidang usaha bank,
lembaga pembiayaan industri, dagang dan jasa lainnya daoat dibebankan sebagai
beban (biaya) dalam menghitung penghasilan kena pajak. Untuk piutang yang nyta-
nyata tidak dapat ditagih termasuk piutang yang berasal dari transaksi bisnis
dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa. Seperti yang telah
dijelaskan bahwa pembebanannya sebagai pengurang penghasilan bruto harus
terpenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 ayat (1) huruf “h” Undang-
undang Pajak Penghasilan, tetapi syarat yang tercantum dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf “h” angka “3” Undang-undang pajak penghasilan tidak berlaku untuk piutnag
yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil. Piutang debitur kecil
yang dimaksud yaitu yang jumlahnya tidak melibihi Rp 100.000.000,00 yang
merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa kreditur yang telah diberikan
oleh suatu institusi bank atau lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai akibat
adanya pemberian :

1. Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), yaitu kredit lunak untuk


usaha ekonomi produktif yang diberikan kepada keluarga Prasejahtera dan
Keluarga Sejahtera 1 yang telah menjadi peserta Takesra dan tergabung
dalam kegiatan kelompok Prookestra-OPPKS
2. Kredit Usaha Tani (KUT) yaitu kredit modal kerja yang diberikan oleh
bank kepada koperasi primer baik sebagai pelaksana maupun penyalur atau
kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai pelaksana pemberi
kredit, untuk keperluan petani yang tergabung dalam kelompok tani guna
membiayai usaha taninya dalam rangkan insentifikasi padi, palawija dan
holtikultura
3. Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), yaitu kredit yang
diberikan oleh bank kepada masyarakat untuk pemilihan rumah sangat
sederhana (RSS)
4. Kredit Usaha Kecil (KUK), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah
usaha kecil
5. Kredit Usaha Rakyat (KUR) yaitu kredit yang diberikan untuk keperluan
modal usaha kecil lainnya selain KUK; dan/atau
6. Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia
dalam mengembangkan usaha kecil dan komperasi

Praktik-praktik akuntansi komersial tetap diikuti oleh akuntansi pajak,


tetapi perlu diperhatikan bahwa dalam hal penyisihan misal nya “Sales Return and
Allowance”, tidak diperkenankan untuk tujuan pajak. Pajak lebih menekankan
keadaan yang sebenarnya dan bukan antisipasi melalui pembentukan
cadangan/penyisihan. Demikian juga terhadap piutang yang diragukan untuk dapat
ditagih, sesuai ketentuan akuntansi komersial, jumlah piutang yang diragukan
tersebut akan dihapuskan dari pembukuan dan dibebankan kepada
cadangan/penyisihan.

Ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf c tentang Pajak Penghasilan menyatakan


bahwa tidak diperkenankan melakukan pembentukan atau pemupulan dana
cadangan untuk dibebankan sebagai biaya. Namun, ada pengecualian yang
memperkenankan pembentukan atau pemupukan dan cadangan pembentukan,
seperti :

1. Cadangan Piutang Tidak Tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang meyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi,perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang.
2. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang
dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jamina Sosial (BPJS);
3. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjaminan Simpanan;
4. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.
5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah
industry untuk usaha pengolahan limbah industry.

2.9 Pembentukan Cadangan Piutang Tidak Tertagih Usaha Bank

Sesuai keputusan Menteri Keuangan No. 235/KMK.01/1998 Tanggal 14


April 1998 tentang Besarnya Dana Cadangan yang Boleh Dikenakan Sebagai
Biaya yang Menyatakan bahwa Bank dapat Membentuk Dana Cadangan Piutang
Tak Tertagih. Besarnya dana cadangan piutang tidak tertagih yang diperkenankan
untuk dibebankan sebagai biaya Usaha Bank tersebut sebagai berikut :

1. 5% dari kredit yang digolongkan perhatian khusus


2. 15% dari kredit yang digolongkan kurang lancar
3. 50% dari kredit yang digolongkan diragukan
4. 100% dari kredit yang digolongkan macet

Penggolongan tersebut telah sesuai dengan yang digariskan dalam lampiran


Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR Tanggal 12 November
1998. Masing-masing setelah dikurangkan dengan nilai anggunan tunai. Angunan
tunai dimaksud adalah angunan berupa giro, deposito, atau tabungan yang diblokir
oleh bank.

Pembentukan cadangan dan perhitungannya harus diaudit oleh kantor


akuntan publik yang menyatakan perhitungan dana cadangan piutang tidak tertagih
tersebut dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku dan telah diperhitungkan ke
laba rugi komersial.

Kerugian sebenarnya yang disebabkan oleh piutang yang nyata-nyata tidak


dapat ditagih dibebankan ke akun Cadangan/Penyisihan Piutang Tidak Tertagih
dengan ayat jurnal:

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit(Rp)


Penyisihan Piutang Tidak Tertagih 200.000.000
Piutang Usaha 200.000.000
Dalam hal piutang tidak tertagih atau tidak seluruhnya dipakai untuk
menutup kerugian, maka kelebihan cadangan diperhitungkan sebagai penghasilan.
Demikian pula sebaliknya apabila cadangan tidak mencukupi, maka
kekurangannya diperhitungkan sebagai kerugian.

Masalah pembentukan dana Cadangan Penghapusan Piutang Ragu-ragu atas


Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) yang telah diatur dalam SE-22/PJ.42/1990
menjadi tidak berlaku. Dengan demikian SBPU yang tidak di-endors oleh Bank
Indonesia tidak termasuk pengertian kredit, oleh karena itu tidak diperkenankan
membentuk cadangan.

Anda mungkin juga menyukai