Oleh :
Putri Rahmawati 1310311032
Preseptor :
dr. Syafrudin, Sp. B
2018
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga bersangkutan. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia.
Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan atau kongenital dan hernia
dapatan atau akuisita. Berdasarkan letaknya, hernia diberi nama sesuai dengan
lokasi anatominya, seperti hernia diafragma, inguinal, umbilikalis, femoralis, dll.
Sekitar 80-90% ditemukan pada laki-laki dan 10% pada perempuan.1 Hampir 75%
dari hernia abdominalis merupakan hernia ingunalis.2 Sebesar 60% hernia terjadi
pada sisi kanan, sebesar 20-25% di sisi kiri, dan sebesar 15% terjadi bilateral.3
Tahun 2004 di Indonesia, hernia inguinalis menempati urutan ke-8 dengan jumlah
18.145 kasus.4 Menurut data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah,
jumlah kasus hernia inguinalis yang dirawat inap pada tahun 2010 - 2011 yaitu 410
kasus. Ini merupakan jumlah dari kasus hernia inguinalis yang terjadi di 6 rumah
sakit yang ada di Sulawesi Tengah. Rumah Sakit Umum Anutapura Palu
merupakan rumah sakit yang memiliki jumlah kasus hernia inguinalis yang dirawat
inap periode 2010 – 2011 terbanyak yaitu 269 kasus.5
Pada hernia inguinalis keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat
paha yang timbul pada waktu mengejan, batuk, atau mengangkat beban berat dan
menghilang waktu istirahat baring.6 Hernia inguinalis inkarserata dan strangulata
merupakan kasus akut abdomen yang harus segera ditangani oleh karena dapat
memengaruhi morbiditas (19-30%) dan juga mortalitas (1,4-13,4%).7
2
Batasan penulisan case report ini membahas mengenai anatomi, definisi,
epidemiologi, etiologi dan patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis
banding, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis hernia skrotalis.
1.4 Metode Penulisan
Penulisan case report ini menggunakan metode penulisan tinjauan
kepustakaan merujuk pada berbagai literatur.
3
BAB 2
PEMBAHASAN
4
Gambar 2. Lokasi terjadinya hernia
Secara umum, hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Semua hernia terjadi melalui celah
lemah atau kelemahan yang potensial pada dinding abdomen yang dicetuskan oleh
peningkatan tekanan intraabdomen yang berulang atau berkelanjutan.10
Berdasarkan letaknya, hernia diberi nama sesuai lokasi anatominya, seperti hernia
inguinal, diafragma, umbilikalis, femoralis, dan lain-lain. Meskipun hernia dapat
terjadi di berbagai tempat dari tubuh kebanyakan defek melibatkan dinding
abdomen pada umumnya daerah inguinal.8, 11
Hernia inguinalis dibagi menjadi
hernia ingunalis lateralis dan hernia ingunalis medialis.12
5
Tabel 1. Perbandingan Antara HIL dan HIM
6
Gambar 3 Hernia Inguinalis Lateralis
Hernia directa tidak begitu sering seperti hernia indirecta; kurang lebih 15
% dari seluruh hernia inguinalis dan biasanya bilateral. Biasanya terjadi pada laki-
laki berusia lebih dari 40 tahun, jarang terjadi pada wanita dan terjadi sebagai akibat
kelemahan otot-otot abdomen bagian depan, yang disertai peninggian tekanan
intraabdominal. Kantong hernia terdiri dari peritoneum dan fascia transversalis.
7
Kadang ditemukan defek kecil di m. oblikus internus abdominis, pada segala usia,
dengan cincin yang kaku dan tajam yang sering menyebabkan strangulasi.
Kantung hernia inguinalis direk berasal dari dasar kanalis inguinalis, yaitu
segitiga Hesselbach; menonjol secara langsung; dan kantung hernia ini tidak
mengandung aponeurosis otot obliqus ekstemus. Hanya pada keadaan yang jarang,
hernia ini sedemikian besarnya sehingga mendesak keluar melalui anulus super-
fisialis dan turun ke dalam skrotum. Kandung kemih sering menjadi komponen
sliding dari kantung hernia direk.
2.3 Epidemiologi
Hernia lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan rasio
4-8:1. Tidak terdapat predileksi ras pada hernia inguinalis.13 Hampir 75% dari
hernia abdominalis merupakan hernia ingunalis.2, 12 Sebesar 60% hernia terjadi pada
sisi kanan, sebesar 20-25% di sisi kiri, dan sebesar 15% terjadi bilateral.3 Tahun
2004 di Indonesia, hernia inguinalis menempati urutan ke-8 dengan jumlah 18.145
kasus.4
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado Periode Agustus 2012 – Juli 2014 didapatkan pasien hernia
inguinalis lateralis sebanyak 146 pasien dengan distribusi pada bulan Agustus-
8
Desember tahun 2012 sebanyak 35 pasien (24,0%), tahun 2013 sebanyak 59 pasien
(40,4%) dan bulan Januari-Juli tahun 2014 sebanyak 52 pasien (35,6%).1
Menurut data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, jumlah kasus
hernia inguinalis yang dirawat inap pada tahun 2010 - 2011 yaitu 410 kasus. Ini
merupakan jumlah dari kasus hernia inguinalis yang terjadi di 6 rumah sakit yang
ada di Sulawesi Tengah. Rumah Sakit Umum Anutapura Palu merupakan rumah
sakit yang memiliki jumlah kasus hernia inguinalis yang dirawat inap periode 2010
– 2011 terbanyak yaitu 269 kasus.14 Pada tahun 2012, jumlah kasus hernia
inguinalis yang dirawat inap di Sulawesi Tengah yaitu 270 kasus. Sedangkan
jumlah kasus hernia inguinalis yang dirawat inap di kota Palu pada tahun 2012 yaitu
244 kasus.15
9
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau didapat.
Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia di anulus
internus yang cukup lebar, sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain
itu, diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang
sudah terbuka cukup lebar itu. Pada orang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat
mencegah terjadinya hernia inguinalis antara lain, kanalis inguinalis yang berjalan
miring, struktur otot oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis
ketika berkontraksi, dan fasia transversa kuat yang menutupi trigonum Hesselbach
yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan mekanisme ini menyebabkan
terjadinya hernia. Faktor yang dipandang berperan adalah peninggian tekanan di
dalam rongga abdomen, adanya prosesus vaginalis yang terbuka, dan kelemahan
dinding abdomen karena usia.10,16
10
Hernia terdiri dari cincin, kantong dan isi hernia. Ukuran defek dapat
bervariasi, mungkin sangat kecil atau sangat luas. Defek kecil dengan dinding yang
kaku akan membuat isi hernia terperangkap, sehingga mencegah pergerakan isi
hernia keluar masuk secara bebas dan meningkatkan risiko komplikasi.
11
dikatakan hernia telah mengalami strangulasi. Dinding usus akan perforasi,
melepaskan agen infeksius, meracuni usus ke dalam jaringan dan kembali ke
rongga peritoneal, sehingga menimbulkan nekrosis/ gangren. Risiko strangulasi
tinggi pada hernia yang memiliki leher kecil dan kaku. Istilah inkarserata tidak
didefinisikan secara jelas dan digunakan untuk menggambarkan hernia yang
irreducible/ irreponibel yang berkembang ke arah strangulasi.20
2.6 Diagnosis
12
Pada hernia reponibel, keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di
lipat paha yang muncul waktu berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan
menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada
biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri
viseral karena renggangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus
halus masuk kedalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual muntah baru
timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis
atau gangren.10
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Adanya benjolan pada kedua sisi lipat paha, skrotum atau labia dalam posisi
berdiri dan posisi berbaring. Pasien diminta mengedan atau batuk sehingga
benjolan dapat dilihat.10 Pembengkakan yang timbul mulai dari regio
inguinalis dan mencapai labium majus atau sampai dasar skrotum, selalu
merupakan hernia inguinalis lateralis. Kalau pembengkakan yang terlihat
kemudian berada di atas lipatan inguinal dan berjalan miring dan lateral atas
menuju ke medial bawah, maka pembengkakan tersebut adalah hernia
inguinalis lateralis. Tetapi kalau pembengkakan itu kelihatannya langsung
muncul ke depan, maka kita berhadapan dengan hernia inguinalis
medialis.19,17
b. Palpasi
Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba
konsistensinya, dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat direposisi.
Untuk menentukan jenis hernianya, ada beberapa pemeriksaan yang dapat
dilakukan, diantaranya:
Finger test
Gunakan tangan kanan untuk hernia sisi kanan, pakai tangan kiri untuk
hernia sisi kiri. Dengan jari kelingking kulit scrotum diinvaginasikan,
jari tersebut digeser sampai kuku berada diatas spermatic cord dan
permukaan volar jari menghadap ke dinding ventral scrotum. Dengan
menyusuri spermatic cord kearah proksimal maka akan terasa jari
13
tersebut masuk melalui annulus eksternus, dengan demikian dapat
dipastikan selanjutnya akan berada dalam kanalis inguinalis. Bila
terdapat hernia inguinalis lateralis, terasa impuls pada ujung jari, bila
hernia inguinalis medialis maka teraba dorongan pada bagian samping
jari.
Silk Glove Sign
Jika dilakukan perabaan pada kantong hernia dengan cara menggesek
dua lapis kantong hernia, maka akan terasa seperti sensasi gesekan dua
permukaan sutera.
Tes Visibel
Pasien disuruh untuk mengedan, dan perhatikan benjolan yang keluar.
Dikatakan hernia inguinalis lateralis apabila benjolan keluar dari lateral
dan berbentuk lonjong. Apabila benjolan yang keluar langsung ke
bagian depan dan berbentuk bulat, maka itu disebut hernia inguinalis
medial.
c. Auskultasi
Terdengar suara usus, bila auskultasi negatif maka kemungkinan isi
hernia berupa omentum. Auskultasi juga bisa untuk mengetahui derajat
obstruksi usus.17
d. Perkusi
Jika isi kantung hernia adalah gas, maka akan terdengar bunyi timpani.17
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk penilaian pasien
dengan suspek hernia inguinal dan atau hidrokel. Pemeriksaan pencitraan
umumnya juga tidak dibutuhkan untuk pemeriksaan hernia inguinal.8,9
Meskipun begitu, ultrasonografi (USG) dapat bermanfaat pada pasien
tertentu.8 Penggunaan USG dapat dilakukan untuk membedakan antara
hidrokel dan hernia inguinal. Pada hidrokel, akan ditemukan gambaran
kantong yang terisi cairan. Namun, pada hernia inguinal inkarserata, USG
tidak lagi sensitif untuk membedakan dua kondisi tersebut.8
14
Selain USG, herniografi juga dapat digunakan dengan cara
menyuntikkan kontras larut air ke dalam kavum peritoneum melalui injeksi
infraumbilikal dengan bantuan fluoroskopi. Kontras yang dimasukkan akan
menuju ke kantung hernia dengan bantuan gravitasi. Selanjutnya, dilakukan
foto inguinal pada menit ke-5, 10, dan 45 secara serial. Herniografi dapat
dilakukan untuk memeriksa hidrokel, hernia inguinalis kontralateral, dan
membedakan antara hernia inguinalis dengan hernia femoralis.22
2.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding hernia inguinalis adalah:23
1. Encysted hydrocele of the cord,
2. Spermatokel,
3. Hernia Femoralis,
4. Lipoma of the cord
5. Orkitis
2.8 Penatalaksanaan
a. Konservatif
Pengobatan konservatif bukan merupakan tindakan definitif sehingga dapat
kambuh lagi. Reposisi adalah suatu usaha atau tindakan untuk memasukkan
atau mengembalikan isi hernia ke dalam cavum peritoneum atau abdomen
secara hati-hati dan dengan tekanan yang lembut dan pasti. Reposisi ini
dilakukan pada hernia inguinalis yang reponibel dengan cara memakai
kedua tangan. Tangan yang satu memegang lekuk yang sesuai dengan
pintunya (leher hernia diraba secara hati-hati, pintu dilebarkan), sedangkan
tangan yang lainnya memasukkan isi hernia melalui pintu tersebut.10
b. Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis
yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan.10
Pada herniotomi, dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke
15
lehernya. Kantong dibuka, dan isi hernia dibebaskan kalau ada
perlengketan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi
mungkin lalu dipotong.
Pada hernioplasti, dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis
internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti
lebih penting dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan
herniotomi. Dikenal berbagai metode hernioplasti, seperti memperkecil
anulus inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan
memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan pertemuan otot transversus
internus abdominis dan otot oblikus internus abdominis, yang dikenal
dengan nama conjoint tendon, ke ligamentum inguinale Pouparti menurut
metode Bassini, atau menjahitkan fasia transversa, otot transversus
abdominis, dan otot oblikus internus abdominis ke ligamentum Cooper pada
metode Lotheissen-Mc Vay.
Metode Bassini merupakan teknik herniorafi yang pertama diperkenalkan
tahun 1887. Setelah diseksi kanalis inguinalis, dilakukan rekonstruksi dasar
lipat paha dengan cara mendekatkan muskulus oblikus internus abdominis,
muskulus transversus abdominis, dan fasia transversalis ke traktus iliopubik
dan ligamentum inguinale. Teknik ini dapat diterapkan baik pada hernia
direk maupun indirek.
Kelemahan teknik Bassini dan teknik lain yang berupa variasi teknik
herniotomi Bassini adalah terdapatnya renggangan berlebihan pada otot-
otot yang dijahit.
Pada tahun 1980-an dikenalkan suatu teknik operasi bebas regangan, yaitu
teknik hernioplasti bebas renggangan menggunakan mesh, dan sekarang
teknik ini banyak dipakai. Pada teknik ini digunakan mesh prostesis untuk
memperkuat fasia transversalis yang membentuk dasar kanalis inguinalis
tanpa menjahitkan otot-otot ke ligamentum inguinale.10
2.9 Komplikasi
16
Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi
hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponibel, ini dapat terjadi
kalau isi hernia terlalu besar atau terdiri dan omenturn, organ ekstra peritoneal
(hernia geser atau hernia akreta). Disini tidak timbul gejala klinik kecuali berupa
benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi
hernia strangulata yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana.
Sumbatan dapat terjadi total atau parsial seperti pada hernia richter. Jepitan
cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada
pemulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau struktur
didalam hernia dan transudasi kedalam kantong hernia. Timbulnya udem
menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya
peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia
akan berisi transudat berupa serosanguinus. Kalau isi hernis terdiri dari usus, dapat
terjadi perforasi yang dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau peritonitis jika
terjadi hubungan dengan rongga perut.10
Infeksi luka merupakan masalah yang sering dihadapi. Sebuah infeksi yang
lebih dalam dapat berdampak dalarn kernunculan kembali hernia. Kandung kemih
dapat luka dengan cara saat dasar saluran inguinal dibentuk kembali dan dilakukan
untuk hernia pangkal paha. Jika rnungkin melukai testis, vasdeferens, pembuluh
darah atau syaraf’ illiohypogastrik, illioinguinal
17
Komplikasi sistemik setelah operasi berhubungan dengan suatu prosedur khusus
dalam kemunculannya.
2.10 Prognosis
Tergantung dari umur penderita, ukuran hernia serta kondisi dari isi kantong
hernia. Prognosis baik jika infeksi luka, obstruksi usus segera ditangani. Penyulit
pasca bedah seperti nyeri pasca herniorafi, atrofi testis, dan rekurensi hernia
umumnya dapat diatasi.25
18
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
3.2 Anamnesa
Keluhan Utama
Benjolan pada skrotum kiri dan kanan sejak 4 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
- Benjolan pada skrotum kiri dan kanan sejak 4 bulan yang lalu, tidak
nyeri
- Benjolan pertama kali dirasakan pasien pada skrotum kiri sejak 8 bulan
yang lalu setelah pasien mengangkat beban berat
- Benjolan timbul saat pasien berdiri, batuk dan mengedan dan hilang
jika pasien berbaring
- BAB ada, flatus (+)
- Mual (-), Muntah (-)
- Demam (-)
- BAK tak ada keluhan
19
3.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum
- Keadaan Umum : Sakit sedang
- Kesadaran : Komposmentis kooperatif
- TekananDarah : 120/70 mmHg
- Nadi : 100 kali/menit
- Nafas : 21 kali/menit
- Suhu : Afebris
Status Internus
- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
- Kulit dan kuku : Turgor kulit baik, tidak sianosis
- Kelenjer Getah Bening : Tidak ditemukan pembesaran
- Kepala : Tidak ditemukan kelainan
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
- Hidung : Tidak ditemukan kelainan
- Telinga : Tidak ditemukan kelainan
- Leher : JVP 5-2 cmH2O
- Paru :
Inspeksi : Simetris, kiri = kanan
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
- Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial línea mid
clavicula sinistra RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (-),
Gallop (-)
- Regio Abdomen :
20
Inspeksi : Distensi (-), DC (-), DS (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), muscle rigid(-
)
Status Lokalis
- Inspeksi : Massa di skrotum kiri dan kanan (+)
- Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
- Perkusi : Tidak dilakukan
- Auskultasi : Tidak dilakukan
3.6 Tatalaksana
- Pasien direncanakan dilakukan Hernioraphy +MESH.
21
Diagnosis Pasca Bedah : Hernia Skrotalis Bilateral
Tindakan Pembedahan : Hernioraphy bilateral + MESH
Anestesi : Spinal
Laporan Operasi :
- Aseptik dan antiseptik
- Insisi skin area inguinal (d). Buka atap canal, cari kantong, herniotomi.
Hernioplasti dengan pasang MESH. Rawat perdarahan. Jahit luka lapis
demi lapis.
- Insisi skin area inguinal (ds. Buka atap canal, cari kantong, herniotomi.
Hernioplasti dengan pasang MESH. Rawat perdarahan. Jahit luka lapis
demi lapis.
Komplikasi operasi : -
BAB 4
22
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien laki-laki usia 25 tahun di bangsal bedah RSUD
Adnaan WD Payakumbuh dengan diagnosis hernia skrotalis bilateral. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari hasil
anamnesis ditemukan keluhan utama benjolan pada skrotum kiri dan kanan sejak 3
bulan yang lalu. Benjolan pada skrotum yang bisa dimasukkan lagi disebut dengan
hernia reponibel. Hernia menurut sifatnya bisa dibagi menjadi dua macam, yaitu
hernia reponibel bila isi hernia dapat keluar-masuk rongga perut dan hernia
irreponibel bila hernia tidak bisa direposisi lagi ke dalam rongga perut. Hernia
disebut inkarserata atau strangulata apabila isi hernia terjepit oleh cincin hernia
sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut.
Akibatnya, terjadi gangguan pasase atau vaskularisasi. Benjolan pada skrotum kiri
dan kanan sudah ada sejak 3 bulan yang lalu, benjolan timbul saat berdiri, batuk
dan mengedan dan hilang jika pasien berbaring.
Pasien tidak ada keluhan buang air besar, flatus (+) mual (-), muntah (-)
demam (-), nyeri (-). Tidak buang air besar, tidak ada flatus, mual dan muntah
merupakan suatu pertanda adanya gangguan pasase. Secara klinis, istilah hernia
reponible dimaksudkan untuk kasus hernia yang tidak disertai dengan adanya
gangguan pasase. Sedangkan apabila secara klinis pasien mengeluhkan nyeri, ini
adalah sebuah tanda dari hernia strangulata.
Pada pemeriksaaan fisik, keadaan fisik umum dalam batas normal, status
internus dalam batas normal, pada regio abdomen didapatkan distensi (-), DC (-),
DS (-) dan pada palpasi tidak ditemukan muscle rigid, nyeri tekan dan nyeri lepas.
Pemeriksaan status lokalis di regio skrotalis didapatkan massa di skrotum kiri dan
kanan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada nyeri lepas. Dari status lokalis didapatkan
bahwa terdapat kelainan pada pasien ini, yang mengindikasikan adanya sebuah
benjolan di skrotum kiri dan kanan , yang disebut dengan hernia skrotalis bilateral.
23
dan pemasangan MESH . Terapi defenitif pada pasien hernia adalah dengan
herniotomi dan hernioplasty atau gabungan keduanya. Herniotomi adalah
pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya. Kantong dibuka, dan isi hernia
dibebaskan kalau ada perlengketan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-
ikat setinggi mungkin lalu dipotong. Hernioplasti, dilakukan tindakan memperkecil
anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
Sedangkan hernioplasti adalah gabungan dari teknik herniotomi dengan
hernioplasti yang lebih penting dalam mencegah terjadinya residif pada kasus
hernia.
24
DAFTAR PUSTAKA
25
17. A. Mansjoer, Suprohaita, W.K. Wardhani, W. Setiowulan. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi III, Jilid II. Penerbit Media Aesculapius,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000. Hal 313-317
18. H G, Burhitt & O.R.G. Quick. Essential Surgery . Edisi III. 2003. Hal
348-356
19. C. Palanivelu. Operative Manual of Laparoscopic Hernia Surgery.
Edisi I. Penerbit GEM Foundation. 2004. Hal 39-58
20. Petroze RT, Groen RS, Niyonkuru F. Estimating operative disease
prevalence in low income country results of nationwide population
survey surgery. 2012.
21. American College of Surgeons. Pediatric hernia inguinal and femoral
repair. Tersedia dari: http://www.facs.com. Diunduh pada 25 September
2016.
22. Glick, P.L., & Boulanger, S.C. Inguinal Hernias and Hydroceles. In
A.G. Coran, N.S. Adzick, & T.M. Krummel, Pediatric Surgery .2012.
(pp. 985-1001). Philadelphia, USA: Elsevier Saunders.
23. Bailey and love’s: Short Practice of Surgery 25th ed. Hal. 968-90. 2008.
London: Edward Arnold Ltd.
24. Sabiston and Lyerly, Text Book of Surgery The Biological Basis of
Modern Surgical Practice, 15nd ed, 1.219- 1.232, W. B, Saunders
Company, London.1997.
25. Cameron, J. L, Terapi Bedah Mutakhir, edisi IV, 709- 713, Binarupa
Aksara, Jakarta. 1997.
26