Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipospadia adalah kelainan congenital berupa muara uretra yang terletak di sebelah
ventral dan sebelah proksimal ujung penis. Pada hipospadia tidak didapatkan prepusium
ventral sehingga prepusium dorsal menjadi berlebihan (dorsal hood) dan sering disertai
dengan korde (penis angulasike ventral). Kadang-kadang didapatkan stenosis meatus
uretra, dan anomaly bawaan berupa testis maldesensus atau hernia inguinalis. Letak
meatus uretra bisa terletak pada glandular hingga perineal. Pravalensi hipospadia secara
umum sangat bervariasi dari 0,37 sampai 41/10000 bayi. Kejadian hipospadia telah
dilaporkan di beberapa Negara seperti Inggris, Wales, Swedia, Norwegia, Denmark,
Finlandia, Spanyol, New Zealand, Australia dan Cekoslavika. Penelitian di Amerika
melaporkan kejadian yang lebih tinggi pada kulit putih daripada kulit hitam, sedangkan di
Finlandia kejadiannya lebih rendah yaitu 5/10000 dibandingkan dengan negara-negara
Skandinavia lainnya yaitu 14/10000 bayi-bayi (Vos, 1999). Kejadian seluruh hipospadia
yang bersmaan dengan kriporkismus adalah 9%, tetapi pada hipospadia posterior sebesar
32% (Schwartz, 2008). Jumlah pasien di RSUD Dr. Soetomo per 2013 sekitar 50 pasien.

Epispadia adalah suatu anomaly congenital yaitu meatus uretra terletak pada
permukaan dorsal penis. Insiden epispadia yang lengkap sekitar 1 dalam 120.000 laki-
laki. Keadaan ini biasanya tidak terjadi sendirian, tetapi juga disertai anomaly saluran
kemih. Inkontinensia urine timbul pada epispadia penopubis (95%) dan penis (75%)
karena perkembangan yang salah dari spingter urinarius. Perbaikan dengan pembedahan
dilakukan untuk memperbaiki inkontinensia, memperluas uretra ke glans. Prepusium
digunakan dalam proses rekonstruksi, sehingga bayi baru lahir dengan epispadia tidak
boleh di sirkumsisi. Pada epispadia, meatus uretra tidak meluas ke ujung penis karena
tidak adanya dinding dorsal uretra. Pada kedua keadaan tersebut, derajat rekonstruksi
uretra yang dibutuhkan bergantung pada letak lubang uretra di batang penis. Rekonstruksi
uretra dapat dilakukan dengan menggunakan selubung kulit yang ditanam, flap kulit, atau
tandar bebas. Selama penyembuhan pengeluaran urine biasanya dialihkan.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi Hipospadia dan Epispadia?
2. Apa klasifikasi Hipospadia dan Epispadia?
3. Apa etiologi dari Hipospadia dan Epispadia?
4. Bagaimana manifestasi klinik Hipospadia dan Epispadia?
5. Bagaimana patofisiologi dari Hipospadia dan Epispadia?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik Hipospadia dan Epispadia?
7. Bagaimana penatalaksanaan Hipospadia dan Epispadia?
8. Apa komplikasi dari Hipospadia dan Epispadia?
9. Bagaimana asuhan keperawatann Hipospadia dan Epispadia?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan definisi Hipospadia dan Epispadia
2. Menjelaskan klasifikasi Hipospadia dan Epispadia
3. Menjelaskan etiologi dari Hipospadia dan Epispadia
4. Menjelaskan patofisiologi Hipospadia dan Epispadia
5. Menjelaskan manifestasi klinikdari Hipospadia dan Epispadia
6. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik Antepartum Bleeding
7. Menjelaskan penatalaksanaan Hipospadia dan Epispadia
8. Menjelaskan komplikasi dari Hipospadia dan Epispadia
9. Menjelaskan asuhan Keperawatan Hipospadia dan Epispadia.

1.4 Manfaat
A. Menambah wawasan pengetahuan mengenai kasus Hipospadia dan Epispadia dan
penerapan konsep keperawatan pada kasus Hipospadia dan Epispadia.
B. Menambah wawasan pengetahuan mengenai penerapan diagnose keperawatan pada
kasus Hipospadia dan Epispadia.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipospadia

2.1.1 Definisi Hipospadia

2
Hipospadia berasal dari istilah Yunani, yaitu “hypo” yang berarti “dibawah” dan
“spadon” yang berarti celah. Hipospadia merupakan suatu kelainan bawaan dimana
meatus uretra eksternus (lubang kencing) terletak di bagian bawah dari penis dan
letaknya lebih kearah pangkal penis dibandingkan normal. Hipospadia adalah kelainan
kongenital berupa muara uretra yang terletak di sebelah ventral penis dan sebelah
proksimal ujung penis (Muttaqin & Sari, 2011).

Hipospadia merupakan kelainan kelamin sejak lahir. Beratnya hipospadia


bervariasi, mulai dari yang ringan sampai berat. Pada kasus paling ringan, lubang uretra
terletak didekat ujung penis yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat
terjadi jika lubang uretra terdapat ditengah batang penis atau pada pangkal penis, dan
kadang pada skrotum atau dibawah skrotum. Kelainan ini sering berhubungan kordi,
yaitu suatu jaringan vibrosa yang kencang yang menyebabkan penis melengkung
kebawah saat ereksi. (Muslihatum, 2010).

2.1.2 Klasifikasi Hipospadia

Menurut letak orifisium uretra eksternum,hipospadia dibagi menjadi


beberapa tipe sebagai berikut:
1. Tipe Sederhana/Tipe Anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe
ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini
bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak
sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe Penil
Terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal. Pada tipe
ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan
kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga
penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada
kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap,
mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada
bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk
tindakan bedah selanjutnya.
3. Tipe Posterior

3
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya
pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida,
meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun(Purnomo, 2011).

Gambar 2.1 Hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra

Gambar 2.2 Hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra

Berdasarkan letak muara uretra setelah dilakukan koreksi chordee, Browne


1936 dalam Purnomo (2011), membagi hipospadia dalam tiga bagian besar,
yaitu:
1. Hipospadia anterior terdiri atas tipe granular, subkoronal, dan penile distal.
2. Hipospadia medius terdiri atas: midshaft dan penile proksimal.

4
3. Hipospadia posterior terdiri atas: penoskrotal, skotal, dan perineal.

Gambar 2.3 Hipospadia berdasarkan letak muara uretra

2.1.3 Etiologi Hipospadia


Menurut Basuki (2011), etiologi hipospadia dan epispadia yaitu :
1. Faktor Genetik
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi
pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen
tersebut tidak terjadi.
2. Faktor Hormon
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau bias juga karena reseptor hormone
androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga
walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila
reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang
semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak
mencukupi pun akan berdampak sama.
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang
bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
4. Embriologi
Secara embriologis hipospadia disebabkan oleh sebuah kondisi dimana bagian
ventral lekuk uretra gagal untuk menutup dengan sempurna.Diferensiasi uretra
bergantung pada hormone androgen Dihidrotestosteron (DHT) dengan kata lain

5
hipospadia dapat disebabkan oleh defisiensi produk testosterone, konversi
testosterone menjadi DHT yang tidak adequate, atau defisiensi local pada
hormone androgen. (Heffner, 2005)

2.1.4 Patofisiologi Hipospadia

Hipospadia merupakan cacat bawaan yang diperkirakan terjadi pada masa embrio
selama perkembangan uretra, dari kehamilan 8-20 minggu. Hipospadia di mana lubang
uretra terletak pada perbatasan penis dan skortum, ini dapat berkaitan dengan chordee
kongenital. Paling umum pada hipospadia adalah lubang uretra bermuara pada tempat
frenum, frenumnya tidak berbentuk, tempat normalnya meatus urinarius di tandai pada
glans penis sebagai celah buntu. Penyebab dari hipospadia belum diketahui secara jelas
dan dapat dihubungkan dengan faktor genetik dan pengaruh hormonal. Pada usia gestasi
Minggu ke VI kehamilan terjadi pembentukan genital, pada Minggu ke VII terjadi
agenesis pada mesoderm sehingga genital tubercel tidak terbentuk, bila genital fold gagal
bersatu diatas sinus urogenital maka akan timbul hipospadia.

Pada embrio berumur 2 minggu, baru terdapat dua lapisan ektoderm dan
entoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan di tengah-tengah yaitu mesoderm yang
kemudian bermigrasi ke perifer, yang memisahkan ektoderm dan entoderm. Di bagian
kaudal ektoderm dan entoderm tetap bersatu membentuk membrana kloaka. Pada
permulaan minggu ke 6, terbentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail yang disebut
genital tuberkel. Dibawahnya pada garis tengah terbentuk lekukan dimana bagian
lateralnya ada dua lipatan memanjang yang disebut genital fold. Selama minggu ke 7,
genital tuberkel akan memanjang dan membentuk glans. Ini adalah bentuk primordial
dari penis bila embrio adalah laki-laki. Bila wanita akan menjadi klitoris. (Mary. 2005)

Perkembangan uretra dalam utero dimulai sekitar usia 8 minggu dan selesai dalam 15
minggu, uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan ventral
penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi furikulus ektoderm yang tumbuh melalui
glands untuk menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu. Hipospadia terjadi bila
penyatuan digaris tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka
tidak pada ujung penis. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, menyebabkan

6
lengkungan (kurvatura) Lingkungan
Embriologi pada penis. Pada orang dewasa,
Genetik chordee tersebut akan
Hormonal
menghalangi hubungan seksual, infertilisasi (hipospadia penoskrota atau perineal),
menyebabkan stenosis meatus sehingga mengalami kesulitan
Mutasidalam
gen mengatur aliran urine
Minggu ke-2 Konsumsi Terpapar zat Tidak ada
dan sering terjadi kriptorkidisme. yang
terbentuk sayur buah polutan yang sintesis
mengkode
lapisan mengandung bersifat androgen
sintesis
ectoderm dan pesttisida tetragonik
androgen
endoderm
Penghentian diri
Androgen perkembangan sel-
tidak terbentuk sel penghasil
Mutasi androgen

Defisiensi uretra
pada penis tidak Penurunan
terbentuk secara androgen
Perkembangan
terjadinya fusi dari sempurna
garis tengah lipatan
Testosteron tidak
uretra tidak lengkap
dapat diubah jadi
dihidrotestosteron

Gangguan
pembentukan
tubukel genital

2.1.5 WOC Hipospadia


Minggu ke-7 genital Genital fold
tuberkel membentuk membentuk sisi-
glans laki-laki= sisi sinus
penis, perempuan= urogenital
klitoris

Genital fold HIPOSPADIA EPISPADIA


gagal bersatu di
atas sinus
urogenital
Dipisahkan oleh lekukan di
tengah yaitu mesoderm yang
7
kemudian bermigrasi ke
perifer dan bagian kaudal
membentuk membrane kloaka
Pada minggu ke-6
terbentuk tuberkel genital

Tuberkel genital
Dibagian tengah bawah membentuk lipatan
terdapat lekukan dimana uretra di bagian
sisi lateralnya ada 2 anterior, skrotum
lipatan memannjang menonjol dan bergerak
genital fold ke kaudal
chordee

Meatus uretra terletak di


bagian punggung, bawah,
atau dasar penis
Risiko komplikasi
ke struktur uretra
Urin merembes
ke perinal

Penatalaksanaan Iritasi di area Penatalaksanaan


sekitar

Chordectomy Keluaran
Pre Op urine
MK: dan uretroplasty
tidak
Kerusakan
Luka pasca lancar
Kurangnya Integritas Kulit
bedah Terputusnya
pengetahuan orang tua kontinuitas
mengenai kondisi, MK:
jaringan
prognosis penyakit, dan Retensi
prosedur pembedahan Urin
Merangsang
MK: Risiko saraf nyeri di
MK: Ansietas Infeksi radix dorsal
medulla spinal 8

PortPost
de entry
op MK: Nyeri
2.1.6 Manifestasi Klinis Hipospadia
Menurut Suriardi (2006;142) Manisfestasi klinis dari hipospadia adalah
1. Terbuka uretral pada saat lahir, posisi ventral atau dorsal.
2. Adanya chordee (penis melengkung ke bawah ) dengan atau tanpa ereksi.
3. Adanya lekukan pada ujung penis.
4. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah
penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
5. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis.
6. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
7. Kulit penis bagian bawah sangat tipis. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus
spongiosum tidak ada.
8. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
9. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
10. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
11. Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah, menyebar,
mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok pada saat BAK.
12. Pada Hipospadia grandular/ koronal anak dapat BAK dengan berdiri dengan
mengangkat penis keatas.
13. Pada Hipospadia peniscrotal/ perineal anak berkemih dengan jongkok.

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik Hipospadia

Pemeriksaan diagnostik pada hipospadia lebih sering dilakukan dan jelas terlihat
pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang menyeluruh serta pemeriksaan kromosom
perlu dilakukan karena keainan lain dapat menyertai hipospadia dan epispadia (Corwin,
2009). Hanya sedikit penderita hipospadia berat yang mungkin mengalami abnormalitas
pada genitalia. Bagaimanapun, tes kromosom CT scan pada genitalia dapat mempercepat
penemuan dan mencegah komplikasi jika sindrom lain sering dirasakan. Pemeriksaan lain
yang dapat dilakukan adalah USG pelvis, MRI, Sistogram mikturasi, kultur urin,
sistografi, dan BNO-IVP. Pemeriksaan BNO-IVP dilakukan karena biasanya pada
hipospadia diisertai dengan kelainan kongenital ginjal.

Pemeriksaan fisik genitalia bayi laki-laki menurut (Wilson,2011)


1. Genitalia laki-laki
2. Ukuran/bentuk
3. Penis
4. Kulup/prepusium

9
5. Pembukaan Uretra
6. Kantong skrotum
7. Testis

Inspeksi :
Genitalia, bentuk dan ukuran penis yang sesuai. Penis harus berada di garis tengah
Pemeriksaan :
1. Pegang prepusium (kulup) ke depan untuk memeriksa meatus sentral.
2. Jangan menarik kulup karena kulup menempel pada glans penis dan harus
menutupinya dengan sempurna
3. Periksa apakah bayi sudah berkemih dan bagaimana jenis alirannya
4. Urin tidak boleh menyemprot dan kulup tidak boleh terisi urin sewaktu berkemih
5. Dengan meraba sepanjang kanalis inguinalis, kita dapat merasakan ada tidaknya
testis di dalam kanalis inguinal.
6. Palpasi untuk memastikan bahwa testis berada di dalam kantung skrotum, dimulai
dari puncak kedua skrotum kearah bawah dengan ibu jari dan jari telunjuk
7. Testis yang tidak turun harus dicatat

2.1.8 Penatalaksanaan Hipospadia


Beberapa abnormalitas hipospadia sangat sedikit sehingga tidak banyak hal yang
dilakukan. Kebanyakan penangan dari hipospadia adalah dengan pembedahan.
Pembedahan ini dilakukan dengan membuat lubang kencing pada ujung penis dan
melakukan sirkumsisi pada saat itu juga. Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah
hipospadia adalah merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra di
tempat yang normal atau dekat dengan normal sehingga arah aliran urin ke depan dan
dapat melakukan koitus dengan normal. Operasi harus dilakukan sejak dini dan
sebelum operasi dilakukan, bayi atau anak tidak boleh sirkumsisi karena kulit depan
penis digunakan untuk pembedahan nanti. Penanganan yang tepat dapat dilihat pada
aliran urin, yaitu anak dapat berkemih saat berdiri.Selain itu, penanganan yang tepat
jika anak bebas dari nyeri ketika penis ereksi. Berikut adalah tahap pembedahan yang
dilakukan pada hipospadia:
1. Tahap 1
Pembedahan tahap pertama mencakup pembuangan jaringan ikat (chordee
release), pembuatan lubang kencing pada ujung kepala penis sesuai dengan
bentuk anatomi yang baik dan membuat saluran kencing baru (tunneling) di dalam
kepala penis yang dindingnya dibentuk dari kulit tudung (preputium) kepala penis.

10
Operasi tahap pertama ini menentukan hasil akhir operasi hipospadia secara
keseluruhan; operasi tahap pertama yang baik akan menghasilkan bentuk estetik
penis yang anatomis – penis lurus dan lubang kencing tepat di ujung kepala penis
dan bebas dai risiko striktura.
2. Tahap 2
Pembedahan tahap kedua dilakukan setelah proses penyembuhan pembedahan
tahap pertama tuntas, paling dini 6 bulan setelah pembedahan pertama.
Pembedahan tahap kedua membentuk saluran kencing baru (urethroplasty) di
batang penis yang menghubungkan lubang kencing abnormal, saluran kencing di
dalam kepala penis, dan lubang kencing baru di ujung penis. Jika teknik
pembedahan dilakukan dengan baik maka risiko komplikasi kebocoran saluran
kencing dapat diminimalkan.
2.1.9 Komplikasi Hipospadia

a. Komplikasi yang dapat terjadi pada hipospadia antara lain:


1. Dapat terjadi disfungsi ejakulasi pada pria dewasa. Apabila chordeenya parah,
maka penetrasi selama berhubungan intim tidak dapat dilakukan (Corwin,
2009).
2. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin
dalam jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri seksual tertentu (Ramali
& Pamoentjak, 2005).
3. Saat dewasa akan mengalami kesulitan berhubungan seksual apabila tidak
segera dioperasi.
4. Infertilitas.
5. Risiko hernia inguinal karena riwayat hipospadia dapat meningkatkan resiko
terjdinya hernia inguinal.
6. Gangguan psikososial pada anak karena merasa malu akibat bentuk penis
yang berbeda dengan teman-temannya (Suriadi, 2001).

b. Komplikasi pascaoperasi yang mungkin dapat terjadi :


1. Edema yang terjadi akibat reaksi jaringan yang besarnya dapat bervariasi,
juga terbentuknya hematom/ kumpulan darah di bawah kulit, yang biasanya
dicegah dengan balutan ditekan selama 2 sampai 3 hari pascaoperasi.
2. Striktur, pada proksimal anastomis yang kemungkinan disebabkan oleh
angulasi dari anastomis.

11
3. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing
berulang atau pembentukan batu saat pubertas.
4. Fistula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan
sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu
tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5%—10%.
5. Residual chordee/rekuren chrodee, akibat dari chordee yang tidak sempurna,
dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan scar
yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang
Divertikulum (kantung abnormal yang menonjol ke luar dari saluran atau alat
berongga) terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar atau adanya
stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang dilanjut.(Ramali &
Pamoentjak, 2005).

2.2 Epispadia
2.2.1 Definisi epispadia

Epispadia merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan adanya lubang


uretra disuatu tempat pada bagian permukaan dorsum penis, kelainan ini terjadi pada laki-
laki maupun perempuan, tetapi lebih sering terjadi pada laki-laki (Dorland, 2011).

Menurut Kamus Keperawatan halaman 217 dikutip oleh Nurhamsyah (2012),


epispadia merupakan malformasi kongenital dimana uretra bermuara pada pada
permukaan dorsal penis. Kelainan ini biasanya tidak berdiri sendirian, namun disertai
dengan anomali saluran kemih.

Epispadia merupakan suatu kelainan kongenital pada laki-laki, dimana lubang


uretra terdapat di bagian punggung penis atau uretra tidak berbentuk tabung, tetapi
terbuka. Epispadia adalah kelaianan bawaan dari alat kelamin eksternal dan bawah
saluran kemih akibat perkembangan yang tidak lengkap dari permukaan dorsal penis atau
klitoris dan dinding atas dari uretra yang karena terbuka. Akibatnya meatus uretra
eksternal memiliki lokasi yang tidak biasa di titik variabel antara kandung kemih dan
puncak kepala penis.

12
2.2.2 Klasifikasi Epispadia

Epispadia dikelompokkan berdasarkan letak meatus kemih di sepanjang batang


penis (Price, 2005):

1. Epispadia glandular (pada glans bagaian dorsal)

Epispadia glandular merupakan malformasi terbatas pada kelenjar, meatus


terletak pada permukaan, alur dari meatus di puncak kepala penis. Ini adalah
jenis epispadia kurang sering dan lebih mudah diperbaiki.

2. Epispadia penis (antara simfisis pubis dan sulkus koronarius)

Epispadia penis adalah derajat pemendekan lebih besar dengan meatus uretra
terletak di titik variabel anatara kelenjar dan simfisis pubis.

3. Epispadia penopubis (pada permukaan antara penis dan pubis)

Epispadia penopubis adalah varian yang lebih parah dan lebih sering. Uretra
terbuka sepanjang perpanjangan seluruh hingga leher kandung kemih yang
lebar dan pendek.

13
2.2.3 Etiologi Epispadia

Menurut (J Corwin Elizabeth, 2009), penyebab dari epispadia antara lain:

1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon


Hormone yang berperan adalah hormone androgen, dimana hormone ini mengatur
organogenesis kelamin pria atau dapat juga karena reseptor hormone androgennya
sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Maka hormon androgen yang
telah terbentuk cukup akan tetapi karena reseptornya tidak cukup maka tidak
memberikan suatu efek yang semestinya.
2. Genetik atau idiopatik
Hal ini disebabkan karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi
karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi
gen tidak terjadi.
3. Lingkungan
Biasanya factor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang
bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.

2.2.4 Patofisiologi Epispadia

Epispadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra dalam utero. Pada
anak laki-laki yang terkena, penis biasanya luas, dipersingkat dan melengkung ke arah
perut (chordee dorsal). Pada anak laki-laki normal, meatus terletak di ujung penis, namun
anak laki-laki dengan epispadia, terletak di atas penis. Dari posisi yang abnormal ke
ujung, penis dibagi dan dibuka, membentuk selokan. Epispadia digambarkan seolah-olah
pisau dimasukkan ke meatus normal dan kulit dilucuti di bagian atas penis. Klasifikasi
epispadias didasarkan pada lokasi meatus pada penis. Hal ini dapat diposisikan pada
kepala penis (glanular), di sepanjang batang penis (penis) atau dekat tulang kemaluan
(penopubic). Posisi meatus penting dalam hal itu memprediksi sejauh mana kandung
kemih dapat menyimpan urin (kontinensia). Semakin dekat meatus (dasar atas penis),
semakin besar kemungkinan kandung kemih tidak akan menahan kencing.
Dalam kebanyakan kasus epispadia penopubic, tulang panggul tidak tumbuh
bersama-sama di depan. Dalam situasi ini, leher kandung kemih tidak dapat menutup
sepenuhnya dan hasilnya adalah kebocoran urin. Kebanyakan anak laki-laki dengan
epispadi penopubic dan sekitar dua pertiga dari mereka dengan epispadias penis memiliki

14
inkontinensia urin stres (misalnya
Embriologi dengan batuk atau aktivitas
Lingkungan yang berat). Pada Hormonal
Genetik akhirnya,
mereka mungkin membutuhkan bedah rekonstruksi pada leher kandung kemih. Hampir
semua anak laki-laki dengan epispadias glanular memiliki
Mutasileher
gen kandung kemih yang
Minggu ke-2 Konsumsi Terpapar zat Tidak ada
baik. Mereka dapat menahan kencing dan melatih BAK yang Namun, kelainan penis
normal.
terbentuk sayur buah polutan yang sintesis
mengkode
lapisan
(membungkuk kemengandung
atas dan pembukaanbersifat
abnormal) masih memerlukan operasi perbaikan.
androgen
sintesis
ectoderm dan
Epispadia pesttisida
jauh lebih jarangtetragonik
pada anak perempuan, dengan hanya satu dari
androgen
endoderm
565.000. Mereka yang terpengaruh memiliki tulang kemaluan yang dipisahkan dengan
Penghentian diri
berbagai derajat. Hal ini menyebabkan klitoris tidak menyatu
Androgen selama perkembangan,
perkembangan sel-
tidakkandung
sehingga menjadi dua bagian klitoris. Selanjutnya, leher sel penghasil
terbentukkemih hampir selalu
Mutasi androgen
terpengaruh. Akibatnya, anak perempuan dengan epispadias selalu inkontinensia urin
stres (misalnya dengan batuk atau melakukan aktivitas yang berat).
Defisiensi uretra Untungnya, dalam
padamasalah
banyak kasus, perawatan bedah dini dapat menyelesaikan penis tidak
ini. Penurunan
terbentuk secara androgen
2.2.5 WOC Epispadia Perkembangan
terjadinya fusi dari sempurna
garis tengah lipatan
Testosteron tidak
uretra tidak lengkap
dapat diubah jadi
dihidrotestosteron

Gangguan
pembentukan
tubukel genital

Dipisahkan oleh lekukan di


tengah yaitu mesoderm yang
Minggu ke-7 genital Genital fold
kemudian bermigrasi ke
tuberkel membentuk membentuk sisi-
glansperifer dan bagian kaudal
laki-laki= sisi sinus
membentuk membrane kloaka
penis, perempuan= urogenital
klitoris

Pada minggu ke-6


terbentuk
Genital foldtuberkel genital
HIPOSPADIA EPISPADIA
gagal bersatu di
atas sinus
urogenital Tuberkel genital
Dibagian tengah bawah membentuk lipatan
terdapat lekukan dimana uretra di bagian
15
sisi lateralnya ada 2 anterior, skrotum
lipatan memannjang menonjol dan bergerak
genital fold ke kaudal
chordee

Meatus uretra terletak di


bagian punggung, bawah,
atau dasar penis
Risiko komplikasi
ke struktur uretra
Urin merembes
ke perinal

Penatalaksanaan Iritasi di area Penatalaksanaan


sekitar

Chordectomy Keluaran
Pre Op urine
MK: dan uretroplasty
tidak
Kerusakan
Luka pasca lancar
Kurangnya Integritas Kulit Post op
bedah Terputusnya
pengetahuan orang tua kontinuitas
mengenai kondisi, MK:
jaringan
prognosis penyakit, dan Retensi
prosedur pembedahan Urin
Merangsang
MK:de
Port Risiko
entry saraf nyeri di
MK: Ansietas Infeksi radix dorsal
medulla spinal 16

MK: Nyeri
2.2.6 Manifestasi Klinis Epispadia

Menurut (Price, 2005), tanda dan gejala epispadia adalah sebagai berikut:

1. Uretra terbuka pada saat lahir, posisi dorsal.


2. Kesulitan atau ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan posisi berdiri.
3. Meatus uretra meluas dan perluasan alur dorsal dari meatus terletak di atas glans.
4. Prepusium menggantung dari sisi ventral penis.
5. Terdapat penis yang melengkung kea rah dorsal, tampak jelas pada saat ereksi.
6. Penis pipih, kecil dan mungkin akan melengkung ke dorsal akibat adanya chordae.
7. Terdapat lekukan pada ujung penis.
8. Inkontinensia urin timbul pada epispadia penopubis (95%) dan penis (75%)
karena perkembangan yang salah dari sfingter urinarius.
2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik Epispadia

Pemeriksaan diagnostik untuk epispadia yaitu:

1. Radiologis (IVP)
2. USG system kemih-kelamin
3. Pembedahan.

2.2.8 Penatalaksanaan Epispadia

Penatalaksanaan pada pasien dengan epispadia adalah dengan pembedahan,


pembedahan ini dilakukan bertujuan agar penis menjadi lurus dengan meatus uretra di
tempat yang normal atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya ke depan dan
dapat melakukan coitus dengan normal. Selain itu perbaikan dengan pembedahan
dilakukan untuk memperbaiki inkontinensia, membuang chordee, dan memperluas uretra
ke glans. Ada beberapa tahap pembedahan menurut (Price, 2005):

a. One Stage Uretroplasty

Merupakan Teknik operasi sederhana yang sering dilakukan untuk epispadia tipe
distal. Tipe distal ini meatusnya terletak di anterior atau midle. Meskipun sering

17
hasilnya kurang begitu bagus untuk kelainan yang berat, sehingga banyak dokter
lebih memilih untuk melakukan 2 tahap.

b. Operasi epispadia 2 tahap

Tahap pertama operasi pelepasan chordee dan tunnelling dilakukan untuk meluruskan
penis supaya posisi meatus letaknya lebih proksimal (mendekati letak normal),
memobilisasi kulit dan preputium untuk menutup bagian ventral/bawah penis. Tahap
selanjutnya yaitu dilakukan uretroplasty (pembuatan saluran kencing buatan/uretra)
sesudah 6 bulan. Dokter akan menentukanteknik operasi yang terbaik. Satu tahap
maupun dua tahap dapat dilakukan sesuai dengan kelainan yang dialami oleh pasien.

2.2.9 Komplikasi Epispadia

Komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat epispadia (Corwin, 2009), adalah sebagai
berikut:

1. Dapat terjadi disfungsi ejakulasi pada pria dewasa. Apabila chordeenya parah,
maka penetrasi selama berhubungan intim tidak dapat dilakukan.

2. Pada episapadia apabila lubang uretra di dorsalnya luas, maka dapat terjadi
ekstrofi (pemajanan melalui kulit) kandung kemih.

3. Edema atau pembengkakan yang trjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat
bervariasi, juga terbentuknya hematom/kumpulan darah dibawah kulit, yang
biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 samai 3 hari pasca operasi.

4. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi


dari anastomosis rambutvdalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran
kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas.

5. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai


parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada saat ini angka kejadian yang
dapat diterima adalah 5-10%.

18
6. Residual chordee/rekuren chorde, akibat dari riliskorde yang tidak sempurna,
dimana tidak melakukan erekai artificial saat operasi atau pembentukan skar yang
berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang.

7. Diverticulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya
stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.

2.2.10 Pencegahan Epispadia

Pencegahan epispadia dapat dilakukan dengan mencegah adanya pemaparan


lingkungan yang buruk, polusi, karsinogen, trauma fisik dan trauma psikis saat wanita
dalam keadaan hamil. Karena penyebab dari epispadia adalah bisa karena kelainan
kongenital yang berkaitan dengan sekresi hormone, genetik dan lingkungan yang
menyebabkan pembentukan meatus uretra pada janin abnormal.

19
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1 Asuhan Keperawatan Umum Hipospadia


A. Pengkajian
a. Anamnesa
1. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, alamat, dll.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien dengan hipospadia mengeluh penisnya melengkung ke bawah
yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi dan adanya lubang kencing yang tidak
pada tempatnya.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang kencing
yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui dengan pasti
penyebabnya
b. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya penis yang melengkung ke
bawah, adanya lubang kencing tidak pada tempatnya sejak lahir
c. Riwayat penyakit keluarga
Di dalam keluarga tidak ditemukan penyakit yang sama karena penyakit ini
bukan penyakit turunan.
4. Pengkajian Kognitif
Individu yang memiliki keterbatasan kognitif mungkin tidak mengetahui tentang
proses penyakit, prgnosis, dan penatalaksanaannya, sehingga akibatnya timbul
kecemasan.
5. Pengkajian Psikososial
Adanya kondisi kesehatan yang tidak normal mempengaruhi hubungan interpersonal.
Selain itu, karena pada pasien hipospadia ditemukan adanya kelainan pada bentuk
penisnya dan cara BAK yang tidak normal, biasanya pasien merasa malu.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum

20
Adanya nyeri pasca pembedahan memungkinkan terjadinya perubahan tanda-tanda
vital, misalnya tekanan dara, nadi, dan RR yang naik.
2. Sistem Pernapasan (B1)
Secara umum, tidak ada gangguan pada sistem pernapasan. Tetapi mungkin terjadi
obstruksi jalan napas karena hipersalivasi dan penumpukan sekret akibat efek
anestesi.
3. Sistem Kardiovaskuler (B2)
Secara umum, tidak ada gangguan pada sistem kardiovaskuler.
4. Sistem Persarafan (B3)
Secara umum, tidak ada gangguan pada sistem persarafan
5. Sistem Perkemihan (B4)
Karena pasien hipospadia ditemukan adanya penis yang melengkung ke bawah dan
adanya lubang kencing tidak pada tempatnya, sehingga pada saat BAK tidak normal.
6. Sistem Pencernaan (B5)
Pada umumnya nutrisi, cairan, dan elektrolit pasien hipospadia tidak mengalami
gangguan.
7. Sistem Muskuloskeletal (B6)
Secara umum, tidak ada gangguan pada sistem muskuloskeletal.
2. Sistem Integumen
Akibat urin yang tidak memancar, menyebabkan urin merembes sehingga kulit di
sekitar area perineal lecet dan terjadi gangguan integritas kulit.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Uretroscopy dan cystoscopy
Pemeriksaan uretroscopy dan cystoscopy dilakukan untuk memastikan organ-organ
seks interna terbentuk secara normal.
2. Excretory urography
Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas
congenital pada ginjal dan ureter.
3. Pemeriksaan penunjang lain
Pemeriksaan penunjang lain yang cukup berguna meskipun jarang dilakukan adalah
pemeriksaan radiologis urografi (IVP,sistouretrografi) untuk menilai gambaran
saluran kemih secara keseluruhan dengan bantuan kontras. Pemeriksaan ini biasanya
baru dilakukan bila penderita mengeluh sulit berkemih. Selain itu jugadilakukan

21
pemeriksaan USG untuk mengetahui keadaan ginjal,mengingat hipospadi sering
disertai dengan kelainan pada ginjal.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre-operasi
a. Domain 11. Keamanan/Perlindungan. Kelas 2. Cedera Fisik. Kerusakan Integritas
Kulit (00046).
b. Domain 9. Koping/Toleransi Stres. Kelas 2. Respons Koping. Ansietas
berhubungan dengan Perubahan Besar (mis., status ekonomi, lingkungan, status
kesehatan, fungsi peran, status peran) (00146).
2. Post – operasi
a. Domain 11. Keamanan/Perlindungan. Kelas 1. Risiko Infeksi (00004).
b. Domain 12. Kenyamanan. Kelas 1. Kenyamanan Fisik. Nyeri Akut berhubungan
dengan Agens Cedera Fisik (mis., abses, amputasi, luka bakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur bedah, trauma, olahraga berlebihan) (00132).
C. Intervensi Keperawatan
a. Pre-operasi:

NO Diagnosa Keperawatan NOC (Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)

Domain 11. Setelah dilakukan asuhan Pengecekan Kulit (3590):


1. Periksa kulit dan selaput
Keamanan/Perlindungan. keperawatan 3x 24 jam
lender terkait dengan
Kelas 2. Cedera Fisik. diharapkan integritas kulit
adanya kemerahan,
Kerusakan Integritas klien tidak mangalami
kehangatan ekstrim,
Kulit (00046). kerusakan dengan kriteria
edema, atau drainase.
hasil:
2. Periksa kondisi luka
Integritas jaringan: kulit
operasi dengan tepat.
dan membrane mukosa
3. Monitor warna dan suhu
(1101):
kulit.
1. Suhu kulit normal.
4. Monitor kulit untuk
2. Elastisitas normal.
3. Pigmentasi abnormal adanya kekeringan yang
tidak ada. berlebihan dan
4. Lesi pada kulit tidak
kelembapan.
ada. 5. Ajarkan pada
keluarga/pemberi asuhan
mengenai tanda-tanda

22
kerusaan kulit dengan
tepat.
Perawatan Luka (3660):
1. Angkat balutan dan
plester perekat.
2. Monitor karakteristik
luka, termasuk drainase,
warna, ukuran, dan bau.
3. Oleskan salep yang
sesuai dengan kulit/lesi.
4. Berikan balutan yang
sesuai dengan jenis luka.
5. Periksa luka setiap kali
perubahan balutan.
6. Bandingkan dan catat
setiap perubahan luka.
7. Anjurkan pasien dan
keluarga pada prosedur
perawatan luka.
2. Domain 9. Setelah dilakukan asuhan Pengurangan kecemasan
Koping/Toleransi Stres. keperawatan 2x24 jam, (5820):
1. Gunakan pendekatan yang
Kelas 2. Respons diharapkan kecemasan
tenang dan meyakinkan.
Koping. Ansietas klien dan keluarga
2. Berikan informasi faktual
berhubungan dengan berkurang, dengan kriteria
terkait diagnosis,
Perubahan Besar (mis., hasil:
perawatan dan prognosis.
Tingkat Kecemasan
status ekonomi, 3. Berada di sisi pasien
(1211):
lingkungan, status untuk meningkatkan rasa
1. Pasien dapat
kesehatan, fungsi peran, aman dan mengurangi
beristirahat dengan
status peran) (00146). ketakutan.
tenang.
4. Dengarakan pasien.
2. Perasaaan gelisah
5. Puji/kuatkan perilaku
pada pasien tidak ada.
yang baik secara tepat.
3. Wajah tegang pada
6. Dukung penggunaan
pasien tidak ada..
mekanisme koping yang
4. Peningkatan tekanan

23
darah tidak ada. sesuai.
5. Gangguan tidur tidak Peningkatan koping(5230):
1. Bantu pasien dalam
ada.
Koping (1302): mengidentifikasi tujuan
1. Pasien mampu
jangka pendek dan jangka
mengidentifikasi
Panjang yang tepat.
pola koping yang 2. Bantu pasien unutk
efektif. memecahkan msalah
2. Pasien melakukan
dengan cara yang
modifikasi gaya
konstruktif.
hidup untuk 3. Gunakan pendekatan yang
mengurangi stress. tenang dan memberikan
3. Pasien
jaminan.
menggunakan 4. Dukung keterlibatan
perilaku yang sesuai keluarga dengan cara yang
dengan kesukaan tepat.
Terapi relaksasi (6040):
pasien untuk
1. Ciptakan lingkungan yang
mengurangi stress.
tenang dan tanpa distraksi
4. Pasien mampu
dengan lampu yang redup
menggunakan
dan suhu lingkungan yang
strategi koping yang
nyaman, jika
efektif.
memungkinkan.
2. Tunjukkan dan praktikkan
teknik relaksasi pada
pasien.
3. Dorong pasien untuk
mengulang praktik
relaksasi jika
memungkinkan.
4. Evaluasi dan
dokumentasikan respon
terhadap terapi relaksasi.

b. Post Operasi :

24
3. Domain 11. Setelah dilakukan asuhan Kontrol infeksi (6540):
1. Batasi jumlah pengunjung.
Keamanan/Perlindungan. keperawatan 3x 24 jam,
2. Anjurkan pasien dan
Kelas 1. Risiko Infeksi diharapkan infeksi tidak
kelurga mengenai teknik
(00004). terjadi, dengan kriteria
mencuci tangan dengan
hasil:
tepat.
Keparahan Infeksi
3. Cuci tangan sebelum dan
(0703):
sesudah kegiatan
1. Kemerahan tidak ada.
2. Pasien tidak demam. perawatan pasien.
3. Nafsu makan pasien 4. Lakukan tindakan-
baik. tindakan pencegahan yang
bersifat universal.
5. Gunakan kateterisasi
intermiten untuk
mengurangi kejadian n
infeksi kandung kemih.
6. Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai tanda
dan gejala infeksi dan
kapan harus
melaporkannya kepada
penyedia perawatan
kesehatan.
7. Dorong intake nutrisi yang
tepat.
Perlindungan infeksi
(6550):
1. Monitor adanya tanda dan
gejala infeksi sistemik dan
local.
2. Monitor kerentanan
terhadap infeksi.
3. Batasi jumlah pengunjung
yang sesuai.
4. Periksa kulit dan selaput

25
lender untuk adanya
kemerahan, kehangatan
ekstrim, atau drainase.
5. Tingkatkan asupan nutrisi
yang cukup.
6. Ajarkan pasien dan
keluarga bagaimana cara
menghindari infeksi.
4. Domain 12. Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri (1400):
1. Kendalikan factor
Kenyamanan. Kelas 1. keperawatan 3x24 jam,
lingkungan yang dapat
Kenyamanan Fisik. diharapkan nyeri klien
mempengaruhi respon
Nyeri Akut berhubungan berkurang dengan kriteria
pasien terhadap
dengan Agens Cedera hasil:
Kontrol Nyeri (1605): ketidaknyamanan
Fisik (mis., abses,
1. Pasien mampu
(misalnya suhul, ruangan,
amputasi, luka bakar,
meggunakan tindakan
pencahayaan, sura bising).
terpotong, mengangkat
pengurangan nyeri 2. Kurangi atau eliminasi
berat, prosedur bedah,
tanpa analgesik. factor-faktor yang dapat
trauma, olahraga 2. Pasien mampu
mencetuskan atau
berlebihan) (00132). melaporkan perubahan
meningkatkan nyeri
terhadap gejala nyeri
(ketakutan kelelahan,
pada professional
keadaan monoton atau
kesehatan.
kurang pengetahuan).
3. Pasien mampu
3. Pilih dan implementsikan
melaporkan nyeri yang
tindakan yang beragam
terkontrol.
(misalnya farmakologi,
Tingkat Nyeri (2102):
1. Nyeri yang dilaporkan nonfarmakologi,
tidak ada. interpersonal) untuk
2. Ekspresi nyeri wajah
memfasilitasi penurunan
pada pasien tidak ada.
nyeri sesuai dengan
3. Pasien bisa beristirahat
kebutuhan.
dengan tenang.
4. Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri.

26
5. Dukung istirahat/tidur
yang adekuat untuk
membantu penurunan
nyeri.

3.2 Asuhan Keperawatan Umum Epispadia

A. Pengkajian
a) Anamnesa

1. Identitas Pasien

Meliputi nama, usia, jenis kelamin (paling banyak terjadi pada laki-laki),
pendidikan, agama, alamat, tanggal MRS.

2. Keluhan utama

Merupakan alasan utama mengapa pasien dating kerumah sakit, biasanya pada
epispadia mengeluh BAK keluar dari atas.

3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji adanya gangguan hormon androgen yang mengatur organogenesis


kelamin pria atau dapat juga karena reseptor hormone androgennya sendiri
di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada terutama saat kehamilan ibu.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Sebelum Operasi:

Pasien mengeluh sejak lahir lubang penis berada di atas, bila psien BAK
pancaran urin tidak keluar dari ujung penis melainkan dari atas, saat BAK
pasien tidak menangis, warna urin kunng jernih tidak ada darah dan tidak
ada demam.

27
Setelah Operasi

Adanya rasa nyeri, kaji lokasi , karakter, durasi, dan hubungan dengan
urinasi biasanya karena luka pembedahan, factor-faktor yang memicu rasa
nyeri dan yang meringankannya.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Kaji adanya riwayat penyakit ginjal atau kandung kemih dalam keluarga,
seperti adanya factor genetic terjadi karena gagalnya sintesis androgen yang
diderita keluarga. Hal ini bisanya terjadi karena mutasi pada gen yang
mengkode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi gen tersebut tidak
terjadi.

b) Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pada umumnya tidak terjadi gangguan pada pemeliharaan kesehatan yang
dikarenakan epispadia. Namun biasanya terganggu saat akan melakukan
BAK saja.
2. Pola nutrisi/ metabolic
Nafsu makan pasien baik, an tidak mengalami pola nutrisi/metabolic
3. Pola eliminasi
Pasien tidak mengalami gangguan pola eliminasi, namun saat buang air
kecil urinnya memancar ke atas.\
4. Pola aktivitas dan latihan
Pasien lebih suka beraktivitas di dalam rumah.
5. Pola istirahat dan tidur
Tidak mengalami ganggguan pada tidurnya
6. Pola kognitif dan perceptual
Lubang penis berada di atas mempengaruhi perasaan pasien.
7. Pola persepsi diri
Pasien merasa malu dengan dirinya
8. Pola seksual dan reproduksi
Terjadi perubahan dalam menvcapai kepuasan seks krena gangguan saat
penetrasi dan ejakulasi saat berhubungan seksual, perubahan minat
terhadap diri sendiri, persepsi keterbatasan akibat lubang penis yang
berada di atas.
9. Pola peran dan hubungan

28
Peran hubungan pasien dengan orang lain biasanya terganggu karena
keadaannya.
10. Pola manjemen koping stress
Pasien terlaihat cemas saat mau dilakukan operasi, ada rasa takut sebelum
dilakukan pembedahan.
11. Nilai dan keyaknian
Tidak ada gangguan pada pasien.

B. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum

Keadaan umum:baik

Derajad kesadaran: comos mentis

2. Tanda-tanda vital

 Tekanan darah

Sebelum pembedahan: >120/80 mmHg

Setelah pembedahan: normal (120/80 mmHg).

 Nadi

Sebelum pembedahan: >100x/menit

Sesudah pembedahan: normal (60-100x/ menit).

 Pernapasan

Sebelum pembedahan: 16-20x/ menit

Setelah pembedahan: >24x/menit

 Suhu: normal (36,5-37,50C)

3. Kulit

Kulit putih kecoklatan, kering, kelainan kulit tdak ada, hiperpigmentasi tidak ada.

29
4. Kepala

Bentuk normal, rambut normal, warna hitam, sukar dicabut.

5. Wajah

Edema tidak ada

6. Mata

Normal

7. Hidung

Sebelum operasi: napas cuping hidung tidak ada, skret tidak ada, darah tidak ada

Setelah operasi napas cuping hidung (+), skret tidak ada, darah tidak ada

8. Mulut

Normal

9. Telinga

Daun telinga dalam batas normal, secret tidak ada.

10. Tenggorok

Sebelum operasi: uvula di tengah, secret (-)

Sesudah operasi: uvula di tengah, secret (+)

11. Leher

Normal

12. Toraks

Bentuk: normal

Inspeksi: iktus kordis tidak tampak

Palpasi: tidak terjadi kardiomegali

30
Perkusi: pekak

Auskultasi: bunyi jantung normal, regular, dan tidak ada bising jantung

 Pulmo

Inspeksi: pengembangan dada kanan dan kiri normal

Palpasi: fremitus raba dada kanan dan kiri normal

Perkusi: sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi: normal

13. Abdomen

Inspeksi: simetris

Auskultasi: normal

Perkusi: timpani

Palpasi: hepar dan lien tidak teraba

14. Genitalia dan anus:

Sebelum operasi: lubangh penis berada di dorsal penis

Sesudah operasi: lubang penis pada posisi normal.

Anus: saat diinspeksi tidak ada tanda-tanda hemoroid, tidak tampak tanda-tanda
tumor dan tidak terdapat jejas.

C. Diagnosa Keperawatan

1. Domain 11. Keamanan/Perlindungan. Kelas 2. Cedera Fisik. Kerusakan Integritas


Kulit (00046).
2. Domain 3. Eliminasi dan Pertukaran. Kelas 4. Fungsi Urinarius. Retensi Urin
(00023).

31
3. Domain 9. Koping/Toleransi Stres. Kelas 2. Respons Koping. Ansietas
berhubungan dengan Perubahan Besar (mis., status ekonomi, lingkungan, status
kesehatan, fungsi peran, status peran) (00146).
4. Domain 11. Keamanan/Perlindungan. Kelas 1. Risiko Infeksi (00004).
5. Domain 12. Kenyamanan. Kelas 1. Kenyamanan Fisik. Nyeri Akut berhubungan
dengan Agens Cedera Fisik (mis., abses, amputasi, luka bakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur bedah, trauma, olahraga berlebihan) (00132).
D. Intervensi

NO Diagnosa Keperawatan NOC (Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)

1. Domain 11. Setelah dilakukan Pengecekan Kulit


Keamanan/Perlindungan. asuhan keperawatan (3590):
1. Periksa kulit dan
Kelas 2. Cedera Fisik. 3x 24 jam
selaput lender
Kerusakan Integritas diharapkan:
Integritas jaringan: terkait dengan
Kulit (00046).
kulit dan membrane adanya kemerahan,
mukosa (1101): kehangatan ekstrim,
1. Suhu kulit normal.
edema, atau
2. Elastisitas normal.
3. Pigmentasi drainase.
2. Periksa kondisi luka
abnormal tidak ada.
4. Lesi pada kulit tidak operasi dengan
ada. tepat.
Konsekuensi 3. Monitor warna dan
Imobilitas: Fisiologi suhu kulit.
4. Monitor kulit untuk
(0204:
1. Retensi urin tidak adanya kekeringan
ada yang berlebihan dan
2. Pasien tidak demam
kelembapan.
3. Status nutrisi pasien
5. Ajarkan pada
baik.
keluarga/pemberi
asuhan mengenai
tanda-tanda
kerusaan kulit
dengan tepat.
Perawatan Luka

32
(3660):
1. Angkat balutan dan
plester perekat.
2. Monitor
karakteristik luka,
termasuk drainase,
warna, ukuran, dan
bau.
3. Oleskan salep yang
sesuai dengan
kulit/lesi.
4. Berikan balutan
yang sesuai dengan
jenis luka.
5. Periksa luka setiap
kali perubahan
balutan.
6. Bandingkan dan
catat setiap
perubahan luka.
7. Anjurkan pasien dan
keluarga pada
prosedur perawatan
luka.
2. Domain 3. Eliminasi dan Setelah dilakukan Irigasi kantong kemih
Pertukaran. Kelas 4. asuhan keperawatan (0550):
1. Tentukan apakah
Fungsi Urinarius. Retensi 3x24 jam diharapkan:
Eliminasi Urin (0503): akan melakukan
Urin (00023).
1. Pola eliminasi pada
irigasi terus
pasien tidak
menerus atau
terganggu.
berkala.
2. Pasien dapat
2. Jelaskan tindakan
mengosongkan
yang akan dilakukan
kantong kemih
kepada pasien.

33
sepenuhnya. 3. Siapkan peralatan
3. Retensi urin tidak
irigasi yang steril,
ada.
dan pertahankan
Status Kenyamanan
Teknik steril setiap
(2010):
1. Kesejahteraan fisik kali tindakan.
4. Bersihkan
pasien terpenuhi.
2. Pasien bisa sambungan kateter
menngunakan baju atau ujung-Y
yang nyaman. dengan kaas
3. Pasien mampu
alkohol.
melakukan 5. Monitor dan
perawatan pribadi pertahankan
dan kebersihan. kecepatan alian
yang tepat.
6. Catat jumlah cairan
yang digunakan,
karakteristik cairan,
jumlah cairan yang
keluar, dan respon
pasien sesuai
dengan prosedur
tetap yang ada.
Kateterisasi Urin
(0580):
1. Jelaskan prosedur
dan rasonalisasi
kateterisasi.
2. Pasang alat dengan
tepat.
3. Berikan privasi dan
tutupi pasien dengan
baik untuk
kesopanan (hanya

34
mengekspos area
genitalia).
4. Pastikan
pencahayaan yang
tepat untuk
visualisasi anatomi
yang tepat.
5. Isi bola kateter
sebelum
pemasangan kateter
untuk memeriksa
ukuran dan
kepatenan kateter.
6. Pertahankan Teknik
aseptic yang ketat.
7. Pertahankan
kebersihan tangan
baik sebelum,
selama, dan setelah
insersi atau saat
memanipulasi
kateter.
8. Posisikan pasien
dengan tepat.
9. Bersihkan daerah
sekitar meatus uretra
dengan larutan
antibakteri, saline
steril, atau air steril.
10. Masukkan dengan
lurus atau retensi
kateter ke dalam
kandung kemih.
11. Gunakan ukuran

35
kateter terkecil yang
sesuai.
12. Pastikan bahwa
kateter yang
dimasukkan cukup
jauh ke dalam
kandung kemih
untuk mencegah
trauma pada
jaringan uretra
dengan inflasi
balon.
13. Hubungkan retensi
kateter ke kantung
sisi tempat tidur
drainase atau pada
kantung kaki.
14. Monitor intake dan
output.
15. Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
perawatan kateter
yang tepat.
3. Domain 9. Setelah dilakukan Bimbingan antisipasif
Koping/Toleransi Stres. asuhan keperawatan (5210):
1. Berikan informasi
Kelas 2. Respons 2x24 jam,
mengenai haapan-
Koping. Ansietas diharapkan:
Tingkat Kecemasan harapan yang
berhubungan dengan
(1211): realistis terkait
Perubahan Besar (mis.,
1. Pasien dapat
dengan perilaku
status ekonomi,
beristirahat dengan
pasien.
lingkungan, status
tenang. 2. Bantu klien untuk
kesehatan, fungsi peran, 2. Perasaaan gelisah
memutuskan

36
status peran) (00146). pada pasien tidak bagaimana masalah
ada. dipecahkan.
3. Wajah tegang pada 3. Gunakan contoh
pasien tidak ada.. kasus untuk
4. Peningkatan tekanan
meningkatkan
darah tidak ada.
kemampuan
5. Gangguan tidur
pemecahan masalah
tidak ada.
Koping (1302): pasien dengan cara
1. Pasien mampu
yang tepat.
mengidentifikasi 4. Libatkan keluarga
pola koping yang maupun orang-
efektif. orang terdekat
2. Pasien melakukan
pasien jika
modifikasi gaya
memungkinkan.
hidup untuk Pengurangan
mengurangi stress. kecemasan (5820):
3. Pasien 1. Gunakan
menggunakan pendekatan yang
perilaku yang sesuai tenang dan
dengan kesukaan meyakinkan.
2. Berikan informasi
pasien untuk
faktual terkait
mengurangi stress.
4. Pasien mampu diagnosis,
menggunakan perawatan dan
strategi koping yang prognosis.
3. Berada di sisi pasien
efektif.
untuk meningkatkan
rasa aman dan
mengurangi
ketakutan.
4. Dengarakan pasien.
5. Puji/kuatkan
perilaku yang baik

37
secara tepat.
6. Berikan aktivitas
pengganti yang
bertujuan untuk
mengurangi
tekanan.
7. Dukung penggunaan
mekanisme koping
yang sesuai.
Peningkatan
koping(5230):
1. Bantu pasien dalam
mengidentifikasi
tujuan jangka
pendek dan jangka
Panjang yang tepat.
2. Bantu pasien unutk
memecahkan
msalah dengan cara
yang konstruktif.
3. Gunakan
pendekatan yang
tenang dan
memberikan
jaminan.
4. Dukung keterlibatan
keluarga dengan
cara yang tepat.
5. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi
strategi-strategi
positif untuk
mengatasi
keterbatasan dan

38
mengelola
kebutuhan gaya
hidup maupun
perubahan peran.
Terapi relaksasi
(6040):
1. Ciptakan
lingkungan yang
tenang dan tanpa
distraksi dengan
lampu yang redup
dan suhu
lingkungan yang
nyaman, jika
memungkinkan.
2. Dapatkan perilaku
yang menunjukkan
terjadinya relaksasi,
misalnya bernapas
dalam, menguap,
pernapasan perut,
atau bayangan yang
menenangkan.
3. Tunjukkan dan
praktikkan Teknik
relaksasi pada
pasien.
4. Dorong pasien
untuk mengulang
praktik relaksasi
jika memungkinkan.
5. Evaluasi dan
dokumentasikan

39
respon terhadap
terapi relaksasi.
4. Domain 11. Setelah dilakukan Kontrol infeksi
Keamanan/Perlindungan. asuhan keperawatan (6540):
1. Batasi jumlah
Kelas 1. Risiko Infeksi 3x 24 jam,
pengunjung.
(00004). diharapkan:
2. Anjurkan pasien dan
Keparahan Infeksi
kelurga mengenai
(0703):
1. Kemerahan tidak teknik mencuci
ada. tangan dengan tepat.
2. Pasien tidak demam. 3. Cuci tangan
3. Nafsu makan pasien
sebelum dan
baik.
sesudah kegiatan
Kontrol Risiko (1902):
1. Pasien mampu perawatan pasien.
4. Lakukan tindakan-
mengidentifikasi
tindakan
faktor resiko.
2. Pasien mampu pencegahan yang
mengenali faktor bersifat universal.
5. Gunakan
resiko yang ada di
kateterisasi
lingkungan.
3. Pasien dan keluarga intermiten untuk
mampu mengurangi
menyesuaikan kejadian n infeksi
strategi kontrol kandung kemih.
6. Ajarkan pasien dan
resiko.
4. Pasien mampu keluarga mengenai
menjalankan strategi tanda dan gejala
kontrol resiko yang infeksi dan kapan
sudah ditetapkan harus
5. Pasien mampu
melaporkannya
mengenali
kepada penyedia
perubahan status
perawatan
kesehatan.
kesehatan.

40
7. Dorong intake
nutrisi yang tepat.
Perlindungan infeksi
(6550):
1. Monitor adanya
tanda dan gejala
infeksi sistemik dan
local.
2. Monitor kerentanan
terhadap infeksi.
3. Batasi jumlah
pengunjung yang
sesuai.
4. Periksa kulit dan
selaput lender untuk
adanya kemerahan,
kehangatan ekstrim,
atau drainase.
5. Tingkatkan asupan
nutrisi yang cukup.
6. Ajarkan pasien dan
keluarga bagaimana
cara menghindari
infeksi.
5. Domain 12. Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
Kenyamanan. Kelas 1. asuhan keperawatan (1400):
1. Kendalikan factor
Kenyamanan Fisik. 3x24 jam,
lingkungan yang
Nyeri Akut berhubungan diharapkan:
Kontrol Nyeri (1605): dapat
dengan Agens Cedera
1. Pasien mampu
mempengaruhi
Fisik (mis., abses,
meggunakan
respon pasien
amputasi, luka bakar,
tindakan
terhadap
terpotong, mengangkat
pengurangan nyeri
ketidaknyamanan
berat, prosedur bedah,
tanpa analgesik.
(misalnya suhul,

41
trauma, olahraga 2. Pasien mampu ruangan,
berlebihan) (00132). melaporkan pencahayaan, sura
perubahan terhadap bising).
2. Kurangi atau
gejala nyeri pada
eliminasi factor-
professional
faktor yang dapat
kesehatan.
3. Pasien mampu mencetuskan atau
melaporkan nyeri meningkatkan nyeri
yang terkontrol. (ketakutan
Tingkat Nyeri (2102):
kelelahan, keadaan
1. Nyeri yang
monoton atau
dilaporkan tidak
kurang
ada.
2. Ekspresi nyeri wajah pengetahuan).
3. Pilih dan
pada pasien tidak
implementsikan
ada.
3. Pasien bisa tindakan yang
beristirahat dengan beragam (misalnya
tenang. farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
memfasilitasi
penurunan nyeri
sesuai dengan
kebutuhan.
4. Ajarkan prinsip-
prinsip manajemen
nyeri.
5. Dukung
istirahat/tidur yang
adekuat untuk
membantu
penurunan nyeri.
Manajemen

42
lingkungan (6480):
1. Ciptakan
lingkungan yang
aman bagi pasien.
2. Sesuaikan suhu
lingkungan dengan
kebutuhan pasien,
jika suhu tubuh
berubah.
3. Berikan musik
pilihan.

43
BAB 4

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

KASUS HIPOSPADIA
An. R berusia 4 tahun dibawa oleh ibunya ke RS UNAIR pada tanggal 25 Februari 2018
dengan keluhan gangguan pada lubang berkemih sejak bayi yaitu letak lubang kencing
tidak seperti umumnya. Ibu An. R terlihat cemas dengan kondisi anaknya. Setelah
dilakukan pemeriksaan medis An. R mengalami kelainan urinarius yaitu lubang uretra
terletak pada pangkal glans penis. Diagnosa medis : Hipospadia. Pada tanggal 1 Maret
2018 An. R menjalani operasi pada penis yaitu one stage urethroplasty, pada hari pertama
post operasi An. R mengatakan terasa nyeri pada luka, sering terbangun pada malam hari
karena nyeri, An. R tampak meringis kesakitan. Ibu An. R mengatakan An. R hanya dapat
tidur 6 jam per hari. Ibu An. R juga mengatakan An. R mengalami penurunan nafsu
makan. Saat dipalpasi badan An. R teraba hangat. Klien terlihat kesusahan saat berubah
posisi, An. R juga terbatas untuk berjalan. Dari hasil pengkajian TTV, Suhu 37,6 0C, Nadi
100x/menit, RR 22x/menit, TD 120/80mm/Hg.

A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a. Biodata :
Nama : An. R
Usia : 4 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : PAUD
Pekerjaan : Pelajar
Status pernikahan : Belum menikah
Alamat : Surabaya

44
Diagnosa medis : Hipospadia
Tanggal masuk RS : 25 Februari 2018
b. Keluhan Utama
Pre operasi : lubang uretra terletak pada pangkal glans penis
Post operasi : nyeri pada luka operasi.

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Ibu klien mengatakan anaknya mengalami gangguan berkemih sejak bayi
yaitu letak lubang kencing tidak seperti umumnya. Setelah dilakukan pemeriksaan
medis An. R mengalami kelainan urinarius yaitu lubang uretra berada di pangkal
glans penis. Pada tanggal 1 Maret 2018 An. R menjalani operasi pada penis yaitu
one stage urethroplasty, hari pertama post operasi An. R mengatakan terasa nyeri
pada luka, sering terbangun pada malam hari karena nyeri, An. R tampak meringis
kesakitan. Ibu An. R mengatakan An. R hanya dapat tidur 6 jam per hari. Ibu An.
R juga mengatakan An. R mengalami penurunan nafsu makan. Saat dipalpasi
badan An. R teraba hangat. Klien terlihat kesusahan saat berubah posisi, An. R
juga terbatas untuk berjalan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak terdapat riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terdapat riwayat penyakit keluarga
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breath):
RR 22 x/menit
b. B2 (Blood):
TD : 120/80 mmHg, Nadi : 100x/menit, Suhu 37,6oC
c. B3 (Brain):
Compos mentis, GCS 456, nyeri pada luka, sering terbangun di malam hari karena
nyeri
d. B4 (Bladder):
Gangguan berkemih sejak bayi yaitu lubang kencing tidak seperti umumnya,
lubang uretra terletak pada pangkal glans penis
e. B5 (Bowel):
Nafsu makan menurun
f. B6 (Bone):
Klien terlihat kesusahan saat berubah posisi, terbatas untuk berjalan.

45
B. ANALISA DATA
Pre Operasi :
No Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. Ds : Ibu An. R mengatakan lubang uretranya terletak pada Ansietas b.d Perubahan
cemas dengan kondisi pangkal glans penis besar (status kesehatan)
anaknya sekarang (hipospadia)
Do : Ibu An. R terlihat
cemas dengan kondisi tindakan pembedahan pada
anaknya daerah penis

Ansietas

Post Operasi :
No Data Etiologi Masalah Keperawatan
1 Ds: hari pertama post lubang uretranya terletak pada Nyeri akut b.d Agen
operasi An. R mengatakan pangkal glans penis cedera fisik (prosedur
terasa nyeri pada luka, (hipospadia) pembedahan)
sering terbangun pada
malam hari karena nyeri, tindakan pembedahan pada
An. R tampak meringis daerah penis
kesakitan.
Ibu An. R mengatakan An. kerusakan jaringan daerah
R hanya dapat tidur 6 jam penis
per hari.
Do: Saat dipalpasi badan pelepasan histamine dan
An. R teraba hangat. Klien bradikinin
terlihat kesusahan saat
berubah posisi, An. R juga Nyeri Akut
terbatas untuk berjalan.
Dari hasil pengkajian TTV,
Suhu 37,60C, Nadi

46
100x/menit, RR 22x/menit,
TD 120/80mm/Hg.
2 Ds: Ibu An. R juga tindakan pembedahan pada Ketidakseimbangan nutrisi:
mengatakan An. R daerah penis kurang dari kebutuhan
mengalami penurunan nafsu tubuh b.d Ketidakmampuan
makan. kerusakan jaringan daerah makan
Do : badan An. R teraba penis
hangat. Klien terlihat
kesusahan saat berubah pelepasan histamine dan
posisi, An. R juga terbatas bradikinin
untuk berjalan. Dari hasil
pengkajian TTV, Suhu Nyeri Akut
37,60C, Nadi 100x/menit,
RR 22x/menit, TD Mempengaruhi nafsu makan
120/80mm/Hg.
Ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh
3 Ds: - lubang uretranya terletak pada Hambatan mobilitas fisik
Do: Klien terlihat pangkal glans penis b.d Intoleransi aktivitas
kesusahan saat berubah (hipospadia)
posisi, An. R juga terbatas
untuk berjalan. Dari hasil post oprasi pada daerah penis
pengkajian TTV, Suhu
37,60C, Nadi 100x/menit, Hambatan mobilitas fisik
RR 22x/menit, TD
120/80mm/Hg.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre operasi :
1. Domain 9: Koping/Toleransi Stress. Kelas 2. Respon Koping. Ansietas b.d Perubahan
besar (status kesehatan) (00146)

Post operasi :

47
1. Domain 12: Kenyamanan. Kelas 1. Kenyamanan Fisik. Nyeri akut b.d Agen cedera
fisik (prosedur pembedahan) (00132)
2. Domain 2: Nutrisi. Kelas 1. Makan. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh b.d Ketidakmampuan makan (00002)
3. Domain 4: Aktivitas/Istirahat. Kelas 2. Aktivitas/Olahraga. Hambatan mobilitas fisik
b.d Intoleransi aktivitas (00085)

D. INTERVENSI
Pre Operasi :
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Domain 9: Setelah dilakukan 1. Jelaskan pada anak dan
Koping/Toleransi Stress. tindakan keperawatan orang tua tentang
Kelas 2. Respon Koping. kecemasan klien dan prosedur bedah dan
Ansietas b.d Perubahan keluarga berkurang, perawatan pre dan pasca
besar (status kesehatan) dengan kriteria hasil : operasi yang diharapkan.
2. Evaluasi tingkat
(00146) - Rasa cemas
pemahaman keluarga
berkurang
tentang penyakit
- Keluarga memahami
3. Akui masalah klien dan
prosedur bedah klien
dorong mengekspresikan
- Klien dan keluarga
masalah dan berikan
merasa tenang
kesempatan untuk
bertanya
4. Libatkan klien dan
keluarga dalam
perencanaan
keperawatan
5. Berikan kenyamanan
bagi klien dan keluarga

Post Operasi :
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Domain 12: Setelah dilakukan tindakan Pain management (1400)

48
Kenyamanan. Kelas 1. keperawatan nyeri klien 1. Gunakan skala nyeri
Kenyamanan Fisik. berkurang, dengan kriteria sebelum nyeri bertambah
Nyeri akut b.d Agen hasil : parah
2. Melakukan penilaian yang
cedera fisik (prosedur 1. Onset nyeri diketahui
2. Klien dapat komprehensif dari rasa sakit
pembedahan) (00132)
menyebutkan faktor meliputi lokasi,
penyebab nyeri karakteristik, onset / durasi,
3. Klien dapat
frekuensi, kualitas,
menggunakan teknik
intensitas atau keparahan
penurunan nyeri
nyeri, dan mempercepat
4. Nyeri berkurang skala
efektif
0
3. Berikan obat analgesik
5. Wajah klien tidak
untuk mengurangi nyeri
menahan nyeri
4. Ajarkan teknik non-
farmakologi (seperti
hypnosis, relaksasi,
imaginasi terbimbing, terapi
music, terapi aktivitas,
distraksi, terapi bermain,
terapi aktivitas).
5. Mengontrol faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon klien
terhadap ketidaknyamanan
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
6. Memonitor kepuasan klien
dengan manajemen nyeri
pada selang waktu tertentu
7. Berikan HE pada klien dan
keluarga tentang
pengolahan nyeri dan gejala

49
dalam konteks pribadi
2 Domain 2: Nutrisi. Setelah dilakukukan Manajemen nutrisi (1100)
Kelas 1. Makan. tindakan asuhan 1. Tentukan status gizi klien
Ketidakseimbangan keperawatan, diharapkan dan kemampuan klien
nutrisi : kurang dari nafsu makan klien untuk memenuhi
kebutuhan tubuh b.d meningkat, dengan kriteria kebutuhan gizi.
2. Beri obat-obatan sebelum
Ketidakmampuan hasil :
makan (misalnya
makan (00002) Status nutrisi (1004)
penghilang mual /
1. Asupan gizi klien baik
2. Asupan makanan klien antiemetic)
3. Monitoring kalori dan
baik
3. Asupan cairan klien asupan makanan.
4. Monitor kecenderungan
baik
4. Rasio berat terjadinya penurunan
badan/tinggi badan nafsu makan dan berat
klien normal badan.
Bantuan Peningkatan Berat
Nafsu makan (1014) Badan (1240)
1. Hasrat/keinginan untuk 1. Timbang klien pada jam
makan membaik yang sama setiap hari.
2. Intake makanan normal 2. Monitor mual muntah
3. Intake nutrisi normal 3. Berikan obat-obatan untuk
4. Intake cairan normal
meredakan mual dan nyeri
sebelum makan.
4. Monitor asupan kalori
setiap hari.
5. Dukung peningkatan
asupan kalori.
6. Sediakan variasi makanan
yang tinggi kalori dan
bernutrisi tinggi. (diet
TKTP)

3 Domain 4: Setelah diberikan tindakan Activity Therapy (4310)


Aktivitas/Istirahat. keperawatan, klien dapat 1. Kaji adanya faktor yang

50
Kelas 2. bergerak atau berpindah menyebabkan kelelahan
2. Monitor nutrisi dan
Aktivitas/Olahraga. secara mandiri dengan
sumber energi yang
Hambatan kriteria hasil:
adekuat
mobilitas fisik b.d Mobility (0208)
3. Monitor klien akan adanya
Intoleransi 1. Dapat menggerakkan
kelelahan fisik dan emosi
aktivitas (00085) tubuh tanpa kesulitan
secara berlebihan
2. Berpindah dengan
4. Mengobati nyeri dan luka
mudah
post operasi
3. Tidak mengalami
5. Monitor respon
kesulitan berjalan
kardiovaskuler terhadap
aktivitas (takikardi,
disritmia, sesak nafas,
daiporesis, pucat,
perubahan hemodinamik)
6. Bantu klien untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
7. Bantu untuk memilih
aktifitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi, dan sosial
8. Bantu klien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan

E. IMPLEMENTASI
No Diagnosa Intervensi Implementasi
Keperawatan
Domain 9: 1. Jelaskan pada anak 1. Menjelaskan pada anak dan orang tua
Koping/Toleransi dan orang tua tentang prosedur bedah dan perawatan

51
Stress. Kelas 2. Respon tentang prosedur pre dan pasca operasi yang diharapkan.
2. Mengevaluasi tingkat pemahaman
Koping. Ansietas b.d bedah dan perawatan
keluarga tentang penyakit
Perubahan besar pre dan pasca
3. Mengakui masalah klien dan dorong
(status kesehatan) operasi yang
mengekspresikan masalah dan berikan
(00146) diharapkan.
kesempatan untuk bertanya
2. Evaluasi tingkat
4. Melibatkan klien dan keluarga dalam
pemahaman keluarga
perencanaan keperawatan
tentang penyakit 5. Memberikan kenyamanan bagi klien dan
3. Akui masalah klien
keluarga
dan dorong
mengekspresikan
masalah dan berikan
kesempatan untuk
bertanya
4. Libatkan klien dan
keluarga dalam
perencanaan
keperawatan
5. Berikan kenyamanan
bagi klien dan
keluarga
Domain 12: Pain management Pain management (1400)
Kenyamanan. Kelas 1. (1400)
Kenyamanan Fisik. 1. Gunakan skala nyeri 1. Menggunakan skala nyeri sebelum nyeri
Nyeri akut b.d Agen sebelum nyeri bertambah parah
2. Melakukan penilaian yang komprehensif
cedera fisik (prosedur bertambah parah
2. Melakukan penilaian dari rasa sakit meliputi lokasi, karakteristik,
pembedahan) (00132)
yang komprehensif onset / durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
dari rasa sakit atau keparahan nyeri, dan mempercepat
meliputi lokasi, efektif
3. Memberikan obat analgesic untuk
karakteristik, onset /
mengurangi nyeri
durasi, frekuensi,
4. Mengajarkan teknik non-farmakologi
kualitas, intensitas
(seperti hypnosis, relaksasi, imaginasi

52
atau keparahan terbimbing, terapi music, terapi aktivitas,
nyeri, dan distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas).
5. Mengontrol faktor lingkungan yang dapat
mempercepat efektif
3. Berikan obat mempengaruhi respon klien terhadap
analgesik untuk ketidaknyamanan seperti suhu ruangan,
mengurangi nyeri pencahayaan dan kebisingan
4. Ajarkan teknik non- 6. Memonitor kepuasan klien dengan
farmakologi (seperti manajemen nyeri pada selang waktu tertentu
hypnosis, relaksasi, Berikan HE pada klien dan keluarga tentang
imaginasi pengolahan nyeri dan gejala dalam konteks
terbimbing, terapi pribadi
music, terapi
aktivitas, distraksi,
terapi bermain,
terapi aktivitas).
5. Mengontrol faktor
lingkungan yang
dapat mempengaruhi
respon klien
terhadap
ketidaknyamanan
seperti suhu
ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
6. Memonitor kepuasan
klien dengan
manajemen nyeri
pada selang waktu
tertentu Berikan HE
pada klien dan
keluarga tentang

53
pengolahan nyeri
dan gejala dalam
konteks pribadi
Domain 2: Nutrisi. Manajemen nutrisi Manajemen nutrisi (1100)
Kelas 1. Makan. (1100) 1. Menentukan status gizi klien dan
Ketidakseimbangan 1. Tentukan status gizi kemampuan klien untuk memenuhi
nutrisi : kurang dari klien dan kebutuhan gizi.
2. memberi obat-obatan sebelum makan
kebutuhan tubuh b.d kemampuan klien
(misalnya penghilang mual / antiemetic)
Ketidakmampuan untuk memenuhi
3. Memonitoring kalori dan asupan makanan.
makan (00002) kebutuhan gizi. 4. Memonitor kecenderungan terjadinya
2. Beri obat-obatan
penurunan nafsu makan dan berat badan.
sebelum makan
Bantuan Peningkatan Berat Badan (1240)
(misalnya
1. menimbang klien pada jam yang sama setiap
penghilang mual /
hari.
antiemetic) 2. Memonitor mual muntah
3. Monitoring kalori 3. Memberikan obat-obatan untuk meredakan
dan asupan mual dan nyeri sebelum makan.
4. Memonitor asupan kalori setiap hari.
makanan.
5. Mendukung peningkatan asupan kalori.
4. Monitor
6. Menyediakan variasi makanan yang tinggi
kecenderungan
kalori dan bernutrisi tinggi. (diet TKTP)
terjadinya penurunan
nafsu makan dan
berat badan.
Bantuan Peningkatan
Berat Badan (1240)
1. Timbang klien pada
jam yang sama
setiap hari.
2. Monitor mual
muntah
3. Berikan obat-obatan
untuk meredakan
mual dan nyeri

54
sebelum makan.
4. Monitor asupan
kalori setiap hari.
5. Dukung peningkatan
asupan kalori.
6. Sediakan variasi
makanan yang tinggi
kalori dan bernutrisi
tinggi. (diet TKTP)
Domain 4: Activity Therapy (4310) Activity Therapy (4310)
Aktivitas/Istirahat. 1. Kaji adanya faktor 1. Mengkaji adanya faktor yang menyebabkan
Kelas 2. yang menyebabkan kelelahan
2. Memonitor nutrisi dan sumber energi yang
Aktivitas/Olahraga. kelelahan
2. Monitor nutrisi dan adekuat
Hambatan mobilitas
3. Memonitor klien akan adanya kelelahan
sumber energi yang
fisik b.d Intoleransi
fisik dan emosi secara berlebihan
adekuat
aktivitas (00085) 4. Mengobati nyeri dan luka post operasi
3. Monitor klien akan
5. Memonitor respon kardiovaskuler terhadap
adanya kelelahan
aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas,
fisik dan emosi
daiporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
secara berlebihan 6. Membantu klien untuk mengidentifikasi dan
4. Mengobati nyeri dan
mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
luka post operasi
aktivitas yang diinginkan
5. Monitor respon
7. Membantu untuk memilih aktifitas
kardiovaskuler
konsisten yang sesuai dengan kemampuan
terhadap aktivitas
fisik, psikologi, dan sosial
(takikardi, disritmia, 8. Membantu klien untuk mengembangkan
sesak nafas, motivasi diri dan penguatan
daiporesis, pucat,
perubahan
hemodinamik)
6. Bantu klien untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan
sumber yang

55
diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
7. Bantu untuk memilih
aktifitas konsisten
yang sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi, dan sosial
8. Bantu klien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan

F. EVALUASI
1. MK : Ansietas b.d Perubahan besar (status kesehatan) (00146)
S: Orang tua klien mengatakan sudah tidak cemas lagi dengan tindakan pembedahan
yang akan dilakukan pada anaknya
O: Orang tua klien nampak tenang
A: Kategori outcome tercapai dan intervensi berhasil
P: Hentikan intervensi
2. MK: Nyeri akut b.d Agen cedera fisik (prosedur pembedahan) (00132)
S: Klien tidak mengeluh kesakitan pada area bekas operasi dan sudah mampu tidur nyenyak
O: Klien lebih terlihat lebih segar dan sudah bisa tersenyum
A: Kategori outcome tercapai dan intervensi berhasil
P: Hentikan intervensi
3. MK : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d Ketidakmampuan makan (00002)
S: Orangtua klien mengatakan anaknya sudah mau makan
O: Klien sudah terlihat bugar dan BB klien mengalami peningkatan
A: Kategori outcome tercapai dan intervensi berhasil
P: Hentikan intervensi
4. MK: Hambatan mobilitas fisik b.d Intoleransi aktivitas (00085)
S: Klien tmengatakan sudah tidak kesusahan berjalan

56
O: Klien terlihat tidak kesusahan saat berubah posisi, juga terbatas untuk berjalan
A: Kategori outcome tercapai dan intervensi berhasil
P: Hentikan intervensi
BAB 5

KESIMPULAN

Hipospadia adalah suatu keadaan dengan lubang uretra terdapat padapenis bagian
bawah, bukan diujung penis. Beratnya hipospadi bervariasi, kebanyakan lubang uretra
terletak didekat ujung penis yaitupada glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih
berat terjadi jikaluubang uretra terdapat ditengah batang penis atau pada pangkal
penis,dan kadang pada skrotum atau dibawah skrotum. Kelainan ini seringberhubungan
kordi, yaitu suatu jaringan vibrosa yang kencang yang menyebabkan penis melengkung
kebawah saat ereksi. Hipospadia merupakan cacat bawaan yang diperkirakan terjadi pada
masa embrio selama perkembangan uretra, dari kehamilan 8-20 minggu. Epispadia
merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan adanya lubang uretra disuatu tempat
pada bagian permukaan dorsum penis, kelainan ini terjadi pada laki-laki maupun
perempaun, tetapi lebih sering terjadi pada laki-laki. Pencegahan epispadia dapat dilakukan
dengan mencegah adanya pemaparan lingkungan yang buruk, polusi, karsinogen, trauma
fisik dan trauma psikis saat wanita dalam keadaan hamil.
Kedua gangguan tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah keperawatan. Peran
perawat yaitu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif dan dapat membantu
mempertimbangkan berbagai keputusan dan tindakan klinis agar masalah keperawatan klien
dapat teratasi.

57
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi (3 ed.). Jakarta: EGC.

Dorland, W.A Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed. 28. Jakarta: EGC

Emil A. Tanagho, MD. 2008. Smith’s General Urology edisi 17. a LANGE medical book

Herdman, T., & S.Kamitsuru. (2014). NANDA International Nursing Diagnoses: Definition and
Classification, 2015-1017. Oxford: Wiley Blackwell.

Muscary, M. E. (2005). Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika.

Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed.6. Jakarta: EGC

Purnomo, B. B. (2011). Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: CV Sagung Seto.

Suriadi & rita yuliani. 2001. Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta: KDT

58

Anda mungkin juga menyukai

  • Askep Kasus CA Kolorektal
    Askep Kasus CA Kolorektal
    Dokumen5 halaman
    Askep Kasus CA Kolorektal
    Dewita Pramesti SeptaNingtyas
    Belum ada peringkat
  • Askep Kasus CA Kolorektal
    Askep Kasus CA Kolorektal
    Dokumen5 halaman
    Askep Kasus CA Kolorektal
    Dewita Pramesti SeptaNingtyas
    Belum ada peringkat
  • Paralisis Bell Woc
    Paralisis Bell Woc
    Dokumen2 halaman
    Paralisis Bell Woc
    Dewita Pramesti SeptaNingtyas
    Belum ada peringkat
  • Woc Trigeminus
    Woc Trigeminus
    Dokumen2 halaman
    Woc Trigeminus
    Dewita Pramesti SeptaNingtyas
    Belum ada peringkat
  • Woc Trigeminus
    Woc Trigeminus
    Dokumen2 halaman
    Woc Trigeminus
    Dewita Pramesti SeptaNingtyas
    Belum ada peringkat
  • Paralisis Bell Woc
    Paralisis Bell Woc
    Dokumen2 halaman
    Paralisis Bell Woc
    Dewita Pramesti SeptaNingtyas
    Belum ada peringkat
  • Daftar
    Daftar
    Dokumen2 halaman
    Daftar
    Dewita Pramesti SeptaNingtyas
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv Penutup
    Bab Iv Penutup
    Dokumen3 halaman
    Bab Iv Penutup
    Dewita Pramesti SeptaNingtyas
    Belum ada peringkat