Anda di halaman 1dari 10

1) Pengertian MDGs

Millennium Development Goals (MDGs) ialah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala
negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang telah
dijalankan pada September 2k, berupa delapan butir manfaat untuk dicapai pada tahun 2015.
Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015.

2) Sasaran MDGs

i. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan.


 Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah $1 (PPP) per
hari.
 Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara
1990-2015.
ii. Menciptakan pendidikan dasar untuk semua.
 Memastikan pada 2015 semua anak-anak di manapun, baik laki-laki maupun
perempuan dapat menyelesaikan pendidikan dasar.
iii. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
 Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada
2005 dan di semua jenjang pendidikan.
iv. Menurunkan angka kematian anak.
 Menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya, antara 1990-2015, dengan
cara pemberian imunisasi dan penyuluhan tentang kesehatan yang mendasar.
v. Meningkatkan kesehatan ibu. Bukan hanya mengurangi kematian pada usia balita,
namun MDGs juga meningkatkan kesehatan ibu hamil.
 Memusatkan dalam menurunkan angka kematian ibu hamil sebesar tiga perempatnya
antara 1990 hingga 2015.
vi. Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan penyakit menular lainnya.
 Mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan mulai menurunnya jumlah kasus baru pada
2015.
vii. Memastikan kelestarian hidup.
 Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan dan
program nasional, serta mengembalikan sumber daya lingkungan yang hilang.
viii. Membangun kemitraan global untuk pembangunan.
 Mengembangkan lebih lanjut mengenai sistem perdagangan, menanggapi kebutuhan
khusus negara-negara yang belum berkembang, menanggapi kebutuhan khusus negara-
negara yang hanya berbatasan dengan daratan dan negara-negara kepulauan kecil yang
sedang berkembang melalui program aksi untuk pembangunan berkelanjutan, dan
menyelesaikan secara menyeluruh masalah utang negara-negara berkembang.

3) Program MDGs

i. Program DOTS (Directly Observed Treatment, Short-course) adalah pengawasan


langsung pengobatan jangka pendek, yang kalau kita jabarkan pengertian DOTS dapat
dimulai dengan keharusan setiap pengelola program tuberkulosis secara fokus dalam
usaha menemukan penderita dengan kata lain mendeteksi kasus dengan pemeriksaan
mikroskop. Kemudian setiap penderita harus di observed dalam memakan obatnya,
setiap obat yang ditelan penderita harus di depan seorang pengawas.
ii. Program Bantuan Siswa Miskin dapat meningkatkan jumlah keikutsertaan
siswa/peserta didik, tetapi masih banyak anak – anak yang tidak dapat bersekolah,
putus sekolah dan tidak dapat melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang pendidikan
berikutnya. Salah satu penyebab hal tersebut adalah kesulitan orangtua/keluarga
dalam memenuhi kebutuhan pendidikan lainnya seperti baju seragam, buku tulis,
sepatu, biaya transportasi maupun biaya pendidikan lainnya yang tidak ditanggung
oleh dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah)
iii. PKH (program Keluar Harapan) adalah program perlindungan sosial yang memberikan
bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dan bagi anggota
keluarga RTS diwajibkan melaksanakan persyaratan dan ketentuan yang telah
ditetapkan.Program ini, dalam jangka pendek bertujuan mengurangi beban RTSM dan
dalam jangka panjang diharapkan dapat memutus mata rantai kemiskinan antar
generasi, sehingga generasi berikutnya dapat keluar dari perangkap
kemiskinan.Pelaksanaan PKH juga mendukung upaya pencapaian Tujuan
Pembangunan Millenium.

4) Pengertian SDGs dan sasaran SDGs

Pengertian SDGs

SDGs ( Sustainable Development Goals ) yang merupakan sebuah dokumen yang akan menjadi
sebuah acuan dalam kerangka pembangunan dan perundingan negara-negara di dunia. Konsep
SDGs melanjutkan konsep pembangunan Milenium Development Goals “MDGs” yang
dimana konsep itu sudah berakhir pada tahun 2015. Jadi kerangka pembangunan yang
berkaitan dengan perubahan situasi dunia yang semula menggunakan konsep MGDs sekarang
diganti dengan SDGs.

Sasaran SDGs

i. Nol Kelaparan (Gizi Kesehatan Masyarakat).


 Pada tahun 2030, mengakhiri kelaparan dan menjamin akses pangan yang aman,
bergizi, dan mencukupi bagi semua orang, khususnya masyarakat miskin dan rentan
termasuk bayi, di sepanjang tahun.
ii. Kesehatan yang Baik (Sistem Kesehatan Nasional)
 Pada 2030, mengurangi angka kematian ibu hingga di bawah 70 per 100.000 kelahiran
hidup;
 Pada 2030, mengurangi sepertiga kematian prematur akibat penyakit tidak menular
melalui pencegahan dan perawatan, serta mendorong kesehatan dan kesejahteraan
mental
 Pada 2030, mengakhiri epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria dan penyakit tropis yang
terabaikan, serta memerangi hepatitis, penyakit bersumber air dan penyakit menular
lainnya
iii. Kesetaraan Gender
 Menghilangkan segala bentuk praktik berbahaya, seperti pernikahan anak-anak, usia
dini dan terpaksa, serta sunat perempuan
iv. Air Bersih dan Sanitasi
 Mencapai akses air minum aman yang universal dan merata

5) Hak-hak perempuan dan anak berhadapan dengan hukum

Hak-hak anak

i. Pasal 17 (UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak) Setiap anak
yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan
hukum berhak dirahasiakan.
ii. Pasal 18 (UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak) Setiap anak
yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum
dan bantuan lainnya.
iii. Pasal 64 (UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak) Perlindungan
khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum
 perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari
labelisasi.
 pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga
 penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini
 penyediaan sarana dan prasarana khusus
 penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak
 pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang
berhadapan dengan hukum

Hak-hak perempuan

i. Pasal 29 (Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8


Tahun 2009) Perlindungan hak privasi untuk tidak dipublikasikan
 Hak untuk didampingi oleh pekerja sosial atau ahli selain penasehat hukum.
 Hak untuk mendapat perlakuan dengan penuh perhatian dan rasa hormat terhadap
martabatnya.
ii. Pasal 20 (Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 2009 (Hak tersangka untuk diperiksa oleh petugas perempuan atau petugas yang
berspektif gender
 Hak tersangka untuk diperiksa di ruang pelayanan khusus
 Hak dipisahkan penempatan di ruang tersangka dengan laki-laki.

Membutuhkan layanan seperti psikososial, medis, dan rumah aman. Terpenting juga saat
proses hukum perempuan sangat membutuhkan peran pendamping atau Paralegal. Ketika
menjadi korban, perempuan membutuhkan pendampingan korban dan fasilitasi pemulihan
serta rehabilitasi pasca kejadian. Sedangkan sebagai pelaku perempuan membutuhkan
pendampingan dalam proses mencari akar masalah ketidakadilan gender struktural yang
menyebabkannya melakukan tindak pidana, dan bantuan hukum.

6) Maksud perempuan dan anak berhadapan dengan hukum

i. Perempuan Pasal 1 (Peraturan Mahkamah Agong Nomor 3 Tahun 2017 Tentang


Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum)
 Perempuan berhadapan dengan hukum adalah perempuan yang berkonflik dengan
hukum, perempuan sebagai korban, sebagai saksi atau sebagai pihak.
ii. Pasal 1 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,
anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak
yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi pidana.

Persoalan ini cukup serius karena:

 dalam proses peradilan cenderung terjadi pelanggaran hak asasi manusia, banyak bukti
menunjukkan adanya praktek kekerasan dan penyiksaan terhadap perempuan dan anak
yang masuk dalam proses peradilan;
 perspektif perempuan dan anak belum mewarnai proses peradilan;
 penjara yang menjadi tempat penghukuman anak terbukti bukan merupakan tempat
yang tepat untuk membina anak mencapai prosespendewasaan yang diharapkan;
 selama proses peradilan, perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum
kehilangan hak-hak dasarnya seperti hak berkomunikasi dengan orang tua, hak
memperoleh pendidikan, dan hak kesehatan, kalau perempuan hak perdampingan, dan
lain-lain.
 ada stigma yang melekat pada perempuan dan anak setelah selesai proses peradilan,
sehingga akan menyulitkan dalam perkembangan psikis dan sosial ke depannya.

7) Dasar penanganan Anak berhadapan dengan hukum

i. Nomor 2 Tahun 2009 tentang tentang penanganan anak berhadapan dengan


hukum
 Pasal 5 , Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum dilakukan oleh:
- Mahkamah Agung Republik Indonesia;
- Kejaksaan Agung Republik Indonesia;
- Kepolisian Negara Republik Indonesia
ii. Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
 Pasal 4 Anak yang sedang menjalani masa pidana berhak:
- mendapat pengurangan masa pidana;
- memperoleh cuti mengunjungi keluarga;
- memperoleh pembebasan bersyarat;
8) Macam-macam advokasi kebijakan yang sudah dilaksanakan dalam perlindungan
perempuan dan anak

i. Pusat Pelayanan Terpadu Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan


Anak Berbasis Gender “SERUNI” Kota Semarang.
 Visi tercapainya keterpaduan pelayanan penanganan kekerasan terhadap perempuan
dan anak yang berbasis gender, guna terwujudnya penghapusan kekerasan terhadap
perempuan dan anak berbasis gender di Kota Semarang.
 Misi mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam penghapusan kekerasan
terhadap perempuan dan anak.
- Mendorong mewujudkan kebijakan dan program pembangunan yang berperspektif
gender untuk perempuan dan anak.
ii. Jaringan Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Kudus merupakan
lembaga non struktural yang bertugas membantu Bupati dalam memberikan pelayanan
guna perlindungan perempuan dan anak.
 Memberikan pelayanan hukum terhadap korban kekerasan berbasis gender dan anak.
 Melakukan penelitian, pendidikan dan pengembangan berbasis gender dan anak.

9) Mekanisme penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak

Proses penanganan korban yang diselenggarakan oleh PPT (Pelayanan Terpadu)

 Korban / pendamping yang datang sendiri, melalui proses rujukan maupun yang
diperoleh melalui penjangkauan dilaksanakan proses identifikasi yang meliputi
screening, assesmen dan rencana intervensi sesuai dengan kebutuhan korban.
 Jika korban jika korban mengalami luka-luka maka korban sesegera mungkindiberikan
rehabilitasi kesehatan yang meliputi pelayanan non kritis, pelayanan semi kritis dan
pelayanan kritis sesuai dengan kondisi korban. Rekam medis harus memuat selengkap
mungkin hasil pemeriksaan korban karena dapat digunakan sebagai bahan peradilan.
 Jika korban memerlukan bantuan hukum maka dilakukan setelah proses rehabilitasi
kesehatan, rehabilitasi sosial, atau bisa langsung diberikan jika memang korban tidak
memerlukan rehabilitasi tersebut. Bantuan hukum diberikan mulai dari proses
pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan di kepolisian, proses penuntutan di kejaksaan
sampai pada proses pemeriksaan di sidang pengadilan.
 Proses terakhir dari layanan untuk korban adalah proses reintegrasi sosial, dimana
korban dikumpulkan kembali dengan keluarga atau keluarga pengganti serta
diupayakan agar korban dapat diterima kembali oleh keluarga dan masyarakatnya.
Dalam proses ini termasuk didalamnya adalah pemberdayaan ekonomi dan sosial serta
pembekalan ketrampilan agar dapat menghasilkan secara ekonomi, pemberian
pendidikan untuk korban yang masih bersekolah dan terputus karena menjadi korban
serta adanya monitoring dan bimbingan lanjutan.

Pengaduan/Identifikasi

 kegiatan pertama yang dilakukan dalam proses penanganan anak korban kekerasan
untuk mendapatkan informasi atau menggali data-data yang diperlukan dalam rangka
pemberian bantuan dan langkah ini merupakan langkah yang akan mempengaruhi
keberhasilan dari langkah-langkah selanjutnya.

Mekanisme Pelayanan

 Identifikasi Pengaduan korban


- Proses indentifikasi ini dapat terjadi karena adanya peran serta masyarakat yang datang
dan diterima di tempat-tempat pelayanan korban tindak kekerasan.
 Menentukan jenis kekerasan yang dialami
- Memberikan rujukan sesuai dengan identifikasi kekerasan. Jika anak mendapat
kekerasan fisik maupun psikis dirujuk untuk mendapatkan rehabilitasi kesehatan,
psikososial, atau bantuan hukum.
 Rekomendasi Layanan Lanjutan
- Dari hasil assesmen dan rekomendasi penanganan lanjutan oleh PPT perujuk, maka
petugas PPT memberikan rekomendasi intervensi layanan dengan tujuan untuk
menetapkan langkah-langkah tindak lanjut yang terbaik dalam pemenuhan hak korban.
 Koordinasi dengan Pihak Terkait
- Setelah ada rekomendasi layanan lanjutan dan terbangun kesepakatan dengan korban,
petugas menghubungi lembaga layanan lanjutan untuk mengkoordinasikan langkah
selanjutnya.
 Pengadministrasian Proses Identifikasi Layanan.
- Hasil identifikasi pengaduan dimasukkan ke dalam Buku Rekam Kasus (Lampiran) dan
diadministrasikan bersama dokumen pendukung dan dimasukkan ke dalam sistem data
base terkomputerisasi.

Pelayanan yang diberikan


 Rehabilitasi Kesehatan
- pelayanan kesehatan bagi anak korban kekerasan di Puskesmas dan Rumah Sakit
yang sudah terlatih pelayanan korban kekerasan terhadap anak.
 Pelayanan Sosial, Pemulangan (Reunifikasi) dan Reintegrasi Sosial
- pemulihan saksi dan/atau korban yang dilakukan oleh petugas rehabilitasi psikososial
yang terdiri dari pekerja sosial, konselor, dan psikolog yang telah mendapatkan
pelatihan penanganan anak korban kekerasan dari gangguan kondisi Psikososial dengan
menggunakan bantuan psikologis serta sosial yang ditujukan untuk membantu
meringankan, melindungi dan memulihkan kondisi fisik, psikologis, sosial dan spiritual
korban tindak kekerasan sehingga mampu menjalankan fungsi sosialnya kembali secara
wajar.
 Pemulangan
- Mengembalikan anak korban kekerasan kepada keluarganya (Reunifikasi) dengan
didampingi pendamping yang berasal dari kepolisian maupun pendamping lainnya
dengan cara menyediakan transport untuk korban pulang kembali ke keluarga atau
keluarga pengganti.
 Reintegrasi Sosial
- penelusuran anggota keluarga
- penyatuan anak dengan keluarga

Bantuan Hukum

penanganan dan perlindungan anak korban kekerasan di bidang hukum, mulai dari tingkat
penyelidikan dan penyidikan di kepolisian, penuntutan di kejaksaan, proses pemeriksaan di
sidang pengadilan sampai adanya kepastian hukum. Pelayanan Hukum diberikan dalam
kerangka pemenuhan hak asasi korban dan/atau saksi dan dilakukan secara terintegrasi dengan
pelayanan lainnya

PEREMPUAN DAN ANAK

Korban kekerasan terhadap perempuan dan anak dan/atau pendamping dari korban datang
dengan persyaratan sebagai berikut:

1. Kartu identitas pelapor dan/atau pendamping

2. Surat Keterangan bila korban dirujuk dari institusi atau lembaga lain

3. Mengisi surat pernyataan yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan


4. Mengisi formulir yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan

Mekanisme Penanganan Korban kekerasan terhadap perempuan dan anak

 Korban/Pendamping datang ke Bidang Pemberdayaan Perempuan dan isi buku tamu


 Korban/Pendamping mengisi formulir yang telah tersedia
 Korban menyampaikan kronologi kejadian dan petugas mencatat kronologi kejadian
yang disampaikan korban
 Rujukan pelayanan bagi korban ke pelayanan kesehatan, psikologis, hukum, sosial dan
ekonomi.
 Petugas memberikan konseling seperlunya
 pelayanan rujukan
- Pelayanan Bidang Kesehatan dan Psikologi (kesehatan fisik dan/atau kesehatan jiwa)
di RSUD Wonosari dan Puskesmas yang ditunjuk
- Pelayanan Bidang Hukum di UPPA Polres Gunungkidul, bagi Anak yang Berhadapan
dengan Hukum (ABH) oleh BAPAS Gunungkidul dan Bantuan Hukum oleh RIFKA
ANNIS
- Pelayanan Bidang Sosial oleh pedamping kerohanian sesuai agama yang dianut korban
serta rehabilitasi sosial dan reintegrasi sosial oleh Dinsosnarkertran Kab. Gunungkidul

Keterangan: Korban dan/atau pendamping dari korban datang ke Bidang


Pemberdayaan Perempuan pada BPMPKB melaporkan kejadian yang menimpa korban dengan
membawa identitas, dari keterangan korban petugas menentukan jenis pelayanan yang
dibutuhkan korban. Jika korban membutuhkan pelayanan Bidang Kesehatan dan Psikologi
(kesehatan fisik dan/atau kesehatan jiwa) dirujuk ke RSUD Wonosari dan Puskesmas yang
ditunjuk; jika memerlukan penanganan kasus hukum akan dirujuk ke Unit Perlindungan
Perempuan dan Anak (UUPA) Polres; Jika kasus melibatkan anak sebagai pelaku dan atau
saksi dirujuk ke Bapas; jika membutuhkan bantuan hukum dirujuk ke Rifki Anisa; jika
membutuhkan pelayanan bidang sosial dirujuk ke pedamping kerohanian sesuai agama yang
dianut korban; jika membutuhkan rehabilitasi sosial dan reintegrasi sosial dirujuk ke
Dinsosnarkertran Kab. Gunungkidul dan jika membutuhkan pelayanan bidang ekonomi dirujuk
ke SKPD terkait

Mekanisme penanganan pengaduan, saran dan masukan akan direspon maksimal 3


hari sejak diterimanya aduan melalui tahapan sebagai berikut :
1. Cek materi aduan; 2. Koordinasi internal;atau 3. Koordinasi eksternal; Tindaklanjut dan
solusi permasalahan

10) Prinsip penanganan perempuan dan anak

i. Non Diskriminasi;
 Setiap perempuan dan anak tanpa kecuali berhak mendapatkan layanan berkaitan
dengan kekerasan yang dialaminya; tidak ada seorang pun boleh ditolak atau
diberikan prioritas atas yang lain kecuali atas kedaruratan kondisi yang dialaminya.
ii. Hubungan Setara dan Menghormati;
 Siapapun korban, pemberian layanan kepadanya harus dijalankan dengan rasa
hormat kepada korban tanpa membedakan keyakinan, nilai-nilai dan status
sosialnya. Perlakuan hormat dari petugas pelayanan menjadi penting untuk
membangkitkan harga diri korban yang jatuh akibat mengalami kekerasan. Rasa
hormat juga perlu ditunjukkan dalam proses mendengarkan narasi korban atas kasus
yang dialamin.
iii. Menjaga Privasi dan Kerahasiaan
 Pelayanan harus diberikan di tempat yang menjamin privasi korban; Setiap
informasi yang terungkap dalam proses pemberian layanan harus dijaga
kerahasiaannya dan diketahui hanya oleh orang yang relevan dalam pemberian
layanan. Petugas harus menyampaikan prinsip ini kepada korban.
iv. Memberi rasa aman dan nyaman;
 Petugas pemberi layanan harus memastikan bahwa korban dalam keadaan aman dan
nyaman dalam menceritakan masalahnya.
v. Tidak menghakimi
 Petugas pemberi layanan harus memastikan bahwa apapun kondisi korban atau
informasi yang keluar dari korban tidak akan dinilai atau dihakimi.
vi. Menghormati Pilihan dan Keputusan Korban Sendiri
 Pemberian layanan harus dilakukan dengan persetujuan korban, mulai dari proses
wawancara (termasuk pencatatan data atau menggunakan perekam), penanganan
kasus hukum sampai dengan rehabilitasi sosial.

Anda mungkin juga menyukai