Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran nafas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan dan kematian
yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk,
paling sering dalam bentuk pneumonia. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab
kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran nafas akut termasuk
pneumonia.

Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme-bakteri, virus, jamur, parasit, namun pneumonia juga dapat disebabkan oleh
penyebab selain mikroorganisme (fisik, kimiawi, alergi) sering disebut sebagai pneumonitis.
Pneumonia merupakan proses konsolidasi rongga udara akibat rongga udara alveolar terisi
dengan eksudat inflamatori yang disebabkan oleh adanya infeksi.
Klasifikasi pneumonia dapat dibagi berdasarkan : klinis dan epidemiologinya,
etiologinya, dan predileksi infeksi. Secara klinis dan epidemiologinya pneumonia dapat
diklasifikasikan sebagai pneumonia komuniti, pneumonia nosokomial, pneumonia aspirasi, dan
pneumonia pada penderita immunocompromised. Secara etiologi dapat dibedakan atas
pneumonia tipikal (bakteri), pneumonia atipikal, pneumonia virus, dan pneumonia jamur.
Sedangkan menurut predileksi infeksinya diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris,
pneumonia lobularis (bronkopneumonia), dan pneumonia interstisial. Pembagian dibuat untuk
memudahkan dalam menentukan kemungkinan jenis mikroorganisme penyebabnya.
Identifikasi pneumonia dengan modalitas radiologi akan memberikan gambaran yang
sangat bervariasi mengingat pneumonia memiliki banyak penyebab. Modalitas yang dapat
digunakan saat ini berupa foto konvensional X-Ray Thorax, High Resolution CT-Scan Thorax.
Selain itu pemeriksaan lain seperti laboratorium, dan diagnostik intervensional lainnya juga
dapat digunakan untuk menunjang diagnosis pneumonia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pneumonia

2.1.1 DEFINISI

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang disebabkan oleh mikroogranisme.

Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh
nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain)
disebut pneumonitis.

2.1.2 EPIDEMIOLOGI

Secara gender, laki-laki lebih sering terkena dibanding perempuan. Berdasarkan umur,
pneumonia dapat menyerang siapa saja. Meskipun lebih banyak ditemukan pada anak-anak dan
usia lanjut. Pada berbagai usia penyebabnya cenderung berbeda-beda. Pneumonia semakin sering
dijumpai pada orang-orang lanjut usia (lansia) dan sering terjadi pada penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK). Juga dapat terjadi pada pasien dengan penyakit lain seperti diabetes mellitus
(DM), payah jantung, penyakit arteri koroner. Juga adanya tindakan infasive seperti infuse,
intubasi, traekostomi, atau pemasangan ventilator. Perlu diteliti faktor lingkungan khususnya
tempat kediaman misalnya di rumah jompo atau panti, penggunaan antibiotik, obat suntik IV,
serta keadaan alkoholik yang meningkatkan kemungkinan terinfeksi kuman gram negative.
Pasien-pasien pneumonia komunitas juga dapat terinfeksi oleh berbagai jenis patogen yang baru.

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013,


menunjukkan prevalensi nasional Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu sebesar 25 %,
dan terjadi peningkatan prevalensi pneumonia 11,2% pada tahun 2007 menjadi 18,5% pada
tahun 2013. Insiden tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan
(21,7%).

2.1.3 ETIOLOGI

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus,
jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar
negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak
disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri
anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri
yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram
negatif.

Daftar mikroorganisme yang menyebabkan pneumonia

Infeksi Bakteri Infeksi Atipikal Infeksi Jamur


Streptococcus pneumoniae Mycoplasma pneumoniae Aspergillus
Haemphillus influenza Legionella pneumophillia Histoplasmosis
Klebsiella pneumoniae Coxiella burnetii Candida
Pseudomonas aeruginosa Chlamydia psittaci Nocardia
Gram negatif (E. Coli)
Infeksi Virus Infeksi Protozoa Penyebab lain
Influenza Pneumocytis carinii Aspirasi
Coxsackie Toksoplasmosis Pneumonia lipoid
Adenovirus Amebiasis Bronkiektasis
Sinsitial respiratori Fibrosis kistik

2.1.4 FAKTOR RESIKO

Adapun faktor-faktor resiko pneumonia yakni :

a. Usia diatas 65 tahun atau dibawah 5 tahun


b. Aspirasi sekret orofaringeal
c. Infeksi pernapasan oleh virus
d. Sakit yang parah yang menyebabkan imunodefisiensi seperti
e. Penyakit pernapasan kronik (COPD, asma kistik fibrosis)
f. Kanker( terutama kanker paru )
g. Trakeostomi atau pemakaian endotrakeal atau ventilator
h. Bedah abdominal atau toraks (pasca operasi)
i. Fraktur tulang iga
j. Pengobatan dengan imunosupresif
k. AIDS
l. Riwayat merokok
m. Alkoholisme
n. Malnutrisi
o. Pekerjaan
p. Lingkungan kerja

2.1.5 Patofisiologi
Patogenesis pneumonia mencakup interaksi antara mikroorganisme penyebab yang masuk
melalui berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh pasien, mikroorganisme penyebab pneumonia
memiliki tiga bentuk transmisi primer :

1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi di orofaring.
2. Inhalasi aerosol yang infeksius
3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonar
Asprasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan
pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen lebih jarang terjadi. Pada saluran nafas
bagan bawah, kuman menghadapi dayatahan tubuh berupa sistem pertahanan mukosilier, daya
tahan selular makrofag alveolar, limfosit bronkial, dan netrofil. Juga daya tahan humoral igA dan
igG dari sekresi bronkial.

Terjadinya pneumonia tergantung kepada virulensi MO, tingkatan kemudahan dan luasnya
daerah paru yang terkena serta penurunan daya tahan tubuh.Pneumonia dapat terjadi pada orang
normal tanpa kelainan imunitas yang jelas.Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang
menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya
tahan tubuh.

Respon yang di timbulkan juga bergantung dari agen penyebabnya.Streptococus


pneumonla (pneumococus), adalah penyebab yang paling sering dari pneumonia bakteri, baik
yang didapat di masyarakat maupun dari semua kasus rumah sakit.Di antara semua pneumonia
bakteri, pneumonia pneumokokus merupakan yang paling banyak diselidiki.Pneumokokus
umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus atau saliva.Lobus bagian bawah paling sering
terkena karena efek gravitasi. Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan
respon khas yang terdiri dari 4 tahap berurutan

1. kongesti (4 sampai 12 jam pertama):eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui


pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru tampak merah dan bergranula (hepatisasi =
seperti hepar) karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveoli.
3. Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari) : paru tampak kelabu karena leukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
4. Resolusi (7 sanrpai 11 hari) : eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali pada struktur semula.
Awitan pneumonia pneumokokus bersifat mendadak disertai menggigil, demam, nyeri pleuritik,
batuk dan sputum yang berwarna seperti karat.Ronki basah dan gesekan pleura dapat terdengar
di atas jaringan yang terserang oleh karena eksudat dan fibrin dalam alveolus dan dapat pula
dalam permukaan pleura.Hampir selalu terdapat hipoksemia dalam tingkat tertentu, akibat pirau
darah melalui daerah paru yang tak mengalami ventilasi dan konsilodasi.Untuk membantu dalam
menegakkan diagnosis dan mengikuti perjalanan pneumonia dapat dilakukan radiogram dada,
hitung leukosit dan pemeriksaan sputum terdiri dari pemeriksaan dengan mata telanjang dan
mikroskopik serta biakan.

Pneumonia diharapkan sembuh setelah terapi mencapai 2-3 minggu. Bila lebih lama perlu
di curigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non bakteri seperti oleh jamur,
mikobacterium atau parasit. Karena itu perlu penyelidikan lebih lanjut terhadap MO penyebab
pneumonia Pada umumnya pasien dengan gangguan imunitas yang berat mempunyai prognosis
yang lebihburuk dan kemungkinan rekurensi yang lebih besar.
2.1.6 Klasifikasi Pneumonia
A. Berdasarkan sumber kuman
1. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP) : Endemic, muda atau
orang tua.
2. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP) : Didahului dengan
perawatan di Rumah Sakit
3. Pneumonia pada penderita immunocompromised Host : Pasien transplantasi, AIDS,
onkologi
4. Pneumonia aspirasi : Alcohol, anak, usia tua.

B. Berdasarkan Penyebab

1. Pneumonia bacterial/ tipikal : staphlycoccus, streptococcus, Hemofilus Infleunza, dll


2. Pneumonia atipikal : mycoplasma, chamydia
3. Pneumonia virus

C. Berdasarkan lokasi infeksi


1. Pneumonia lobaris
Sering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri (Staphylococcus), jarang
pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi benda
asing atau proses keganasan. Pada gambaran radiologis, terlihat gambaran gabungan
konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram adalah udara yang terdapat
pada percabangan bronchus, yang dikelilingi oleh bayangan opak rongga udara. Ketika
terlihat adanya bronchogram, hal ini bersifat diagnostik untuk pneumonia lobaris/

2. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)


Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis
menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi
di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi
dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan
sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat
muncul sebagai infeksi primer.

3. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil.
Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema
dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa
bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata

2.1.7 GAMBARAN KLINIS


Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala meliputi:
Gejala Mayor: 1.batuk
2. sputum produktif
3. demam (suhu>37,80c)
Gejala Minor: 1. sesak napas
2. nyeri dada
3. konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik
4. jumlah leukosit >12.000/L

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama
beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi
40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau
purulen, kadang-kadang berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas , pada
palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas
bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang- kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi
halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi.
Pneumonia pada usia lanjut seringkali memberikan gejala yang tidak khas. Selain batuk
dan demam pasien tidak jarang datang dengan keluhan gangguan kesadaran (delirium), tidak
mau makan, jatuh, dan inkontinensia akut.
2.1.8 Pemeriksaan dan Diagnosis

Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui:

1.Gambaran Klinis

Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala

meliputi:

a) Demam dan menggigil akibat proses peradangan


b) Batuk yang sering produktif dan purulen
c) Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas
d) Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama
beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi
40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau
purulen, kadang-kadang berdarah. Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit
tertinggal waktubernafas , pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada
auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang
melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada
stadium resolusi.

2.Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya


>10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-
25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
2.2 Gambaran Radiologis

2.2.2 Pnemonia dan Klasifikasinya Secara Radiologis

Infeksi paru (Pneumonia) dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan beberapa protozoa.
Gambaran pneumonia akan terjadi peningkatan densitas dalam bagian paru yang terkena. Paru yang
memberi gambaran lusen, akan tampak lebih opak karena adanya proses peradangan yang menggantikan
udara. Gambaran opak yang diberikan pun berbeda-beda, tergantung bentuk infeksi dan distribusinya.
Salah satu gambaran khas pneumonia adanya air bronkogram, yakni terperangkapnya udara dalan
bronkus karena tiadanya pertukaran udara pada alveolus. Namun, gambaran ini tidak muncul di semua
pneumonia.

Pada foto konvensional, secara umum tidak mungkin mendiagnosis suatu agen penyebab
infeksi dari jenis bayangannya saja. Sehingga dibutuhkan keterangan klinis, laboratoris seperti
jumlah leukosit dan hitung jenis. Oleh karena itu pada dasarnya semua pemeriksaan saling
melengkapi dan saling membantu dalam menegakkan suatu diagnosis.
American Thoracic Society merekomendasikan posisi PA (posteroanterior) dan lateral
(jika dibutuhkan) sebagai modalitas utama yang di gunakan untuk melihat adanya pneumonia.
Gambaran pneumonia pada foto thorax sebenarnya sama seperti gambaran konsolidasi radang.
Prinsipnya jika udara dalam alveoli digantikan oleh eksudat radang, maka bagian paru tersebut
akan tampak lebih opaq pada foto Roentgen. Jika kelainan ini melibatkan sebagian atau seluruh
lobus disebut lobaris pneumoniae, sedangkan jika berupa bercak yang mengikutsertakan alveoli
secara tersebar maka disebut bronchopneumoniae.
Adapun gambaran radiologis foto thorax pada pneumonia secara umum antara lain:
a. Perselubungan padat homogen atau inhomogen
b. Batas tidak tegas, kecuali jika mengenai 1 segmen lobus
c. Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak tampak
deviasi trachea/septum/fissure/seperti pada atelektasis.
d. Air bronchogram sign adalah bayangan udara yang terdapat di dalam percabangan
bronkus yang dikelilingi oleh bayangan opaq rongga udara yang akan tampak jelas jika
udara tersebut tergantikan oleh cairan/eksudat akibat proses inflamasi. Pada saat kondisi
seperti itulah, maka dikatakan air bronchogram sign positif (+)

e. Sillhoute sign adalah suatu tanda adanya dua bayangan benda (objek) yang berada dalam
satu bidang seakan tumpang tindih. Tanda ini bermanfaat untuk menentukan letak lesi
paru ; jika batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan
jantung atau di lobus medius kanan. Maka akan disebut sebagai sillhoute sign (+)

Berdasarkan letak anatomis dibagi menjadi 3 yaitu pneumonia lobaris, pneumonia lobularis
(bronchopneumonia) dan pneumonia interstitialis (bronkiolitis).

I. Pneumonia Lobaris
Berikut ilustrasi progresifitas konsolidasi pada pneumonia lobaris :

Pada gambar (A) memperlihatkan bahwa konsolidasi awalnya cenderung terjadi di daerah paru
dekat dengan pleura visceral dan lama kelamaan akan menyebar secara sentripetal menuju ke pori-pori
kohn (pore of kohn) yang selanjutnya akan membentuk konsolidasi pada satu segmen (B), lalu daerah
yang mengalami konsolidasi tersebut sampai mengisi 1 lobus parenkim paru sehingga pada derah bronkus
yang terkena akan tampak dengan jelas air bronchogram sign (+).

PNEUMONIA LOBARIS

Pada posisi PA dan lateral tersebut tampak perselubungan homogen pada


lobus paru kanan tengah dengan tepi yang tegas. Lapangan paru lainnya
masih tampak normal. Cor, sinus,diafragma tidak tampak kelainan.
Pnemonia lobaris ini paling sering disebabkan oleh Strep. Pneumonia.
Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus (lobus kanan
bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram
biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.

II. Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia)


Gambaran radiologi bronkopneumonia bercak berawan, batas tidak tegas, konsolidasi
dapat berupa lobular, subsegmental, atau segmental. Khas biasanya menyerang beberapa lobus,
hal ini yang membedakan dengan pneumonia lobaris. Lokasi predileksi bronkopneumonia
biasanya hanya terjadi di lapangan paru tengah dan bawah.
Pada gambar (A) di bawah ini memperlihatkan bahwa mikroorganisme awalnya
menyerang bronkiolus yang lebih besar sehingga mengakibatkan nodul sentrilobuler dan
gambaran cabang bronkus yang berdensitas opaq (tree-in-bud pattern). Lalu proses konsolidasi
yang terjadi akan mengenai daerah peribronkhial dan akan berkembang menjadi lobular,
subsegmental, atau segmental (B). Selanjutnya proses konsolidasi tersebut bisa terjadi
multifocal, tepi tidak rata, corakan bronkovaskular kasar akibat dinding cabang bronkus menjadi
lebih tebal, namun perselubungan yang terjadi biasanya tidak melebihi batas segmen (C) .
Bentuk ilustrasi progresifitas konsolidasi pada bronkopneumonia

PNEUMONIA LOBULARIS (BRONKOPNEUMONIA)

Dikutip dari kepustakaan 19.


Pada foto thorax posisi PA tersebut tampak perselubungan inhomogen pada
lobus medius di kedua lapangan paru. Bronchopneumonia ini sering
disebabkan oleh Staphylococcus aureus Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa.

Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran


bercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang
berdekatan di sekitarnya.Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak. Bronkopneumonia
adalah proses multi fokal yang dimulai pada bronkiolus terminalis dan respiratorius dan cenderung
menyebar secara segmental. dapat juga disebut pneumonia lobularis dan menghasilkan konsolidasi yang
tidak homogen. Pada foto thoraks tampak infiltrat peribronkhial yang semiopak dan tidak homogen
didaerah hillus yang menyebabkan batas jantung menghilang, penyebab paling sering oleh S.aureus dan
organisme gram negatif.

Merupakan Pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang dapat tersumbat oleh
eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus. Pada gambar diatas tampak
konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah kiri.

III. Pneumonia Interstisial


Umumnya jenis pneumonia intersisial ini disebabkan oleh virus. Infeksi dari virus
berawal dari permukaan dengan terjadinya kerusakan silia sel goblet dan kelenjar mukus
bronkioli, sehingga dinding bronkioli menjadi edematous. Juga terjadi edema di jaringan
interstisial peribronkial. Kadang-kadang alveolus terisi cairan edema. Pneumonia interstisial
dapat juga dikatakan sebagai pneumonia fokal/difus, di mana terjadi infiltrasi edema dan sel-sel
radang terhadap jaringan interstisial paru. Septum alveolus berisi infiltrat limfosit, histiosit, sel
plasma dan neutrofil. Dapat timbul pleuritis apabila peradangan mengenai pleura viseral.

PNEUMONIA INTERSISIAL

Pada fase akut tampak gambaran


bronchial cuffing, yaitu penebalan dan edema dinding
bronkiolus. Corakan bronkovaskular meningkat, hiperaerasi,
bercak-bercak inifiltrat
dan efusi pleura juga dapat ditemukan.

Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial. Radiologis
berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh perselubungan yang tidak merata.
IV. Pneumonia Cystis Carinii
Di negara berkembang, pola penyakit pneumonia ini sering dipersulit dengan adanya
imunosupresi akibat infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Pola ini sulit dikenali, namun
petunjuknya adalah pembuluh darah paru tampak tidak berbatas tegas atau “kabur” dan paru
tampak sedikit opaq. Tidak ditemukan adanya air brochogram sign. Pola ini sering ditemukan
pada infeksi pneumonia Pneumocystis carinii yang diderita oleh pasien dengan imunosupresi
terutama akibat AIDS, infeksi mikoplasma dan infeksi virus.

Gambaran radiologi x-ray :


- Bayangan ground-glass opak yang bilateral simetris
atau pola reticulonodular
- Utamanya cenderung mengisi daerah perihiler
- Namun dapat juga meluas ke daerah ata dan bawah
paru.

V. Pneumonia Aspirasi
Pneumonia aspirasi adalah masuknya benda atau zat asing, padat atau cair ke dalam
saluran pernafasan, inhalasi uap atau asap. Pneumonia ini biasanya juga disebabkan oleh adanya
flora orofaring normal yang teraspirasi ke dalam saluran napas.
PNEUMONIA ASPIRASI

Pada foto thorax menunjukkan tampak perselubungan homogen bilateral


di kedua lapangan paru yang disertai dengan adanya endotracheal di atas
carina. Kasus tersebut adalah seorang pria usia 29 tahun, dengan riwayat
cerebral palsy dan gangguan neurologis, di bawa ke rumah sakit dengan
kesadaran menurun.

2.2.3 Pemeriksaan Lain (CT Scan)

Dalam beberapa kasus CT scan dapat mendeteksi pneumonia yang tidak terlihat pada foto
toraks. Terkadang pada foto thoraks bisa terjadi kesalahpahaman apakah ini jaringan parut pada
paru atau gagal jantung kongesti. Kedua kelainan di atas dapat memberikan gambaran
menyerupai pneumonia di foto thoraks.
Dalam beberapa kasus ct-scan dapat mendeteksi pneumonia yang tidak terlihat pada foto thorak.

lndikasi Pemeriksaan:

 Tumor, massa
 Aneurisma
 Abses
 Lesi pada hilus atau mediastinal

1. Pnemonia Lobaris
Gambar diatas, menunjukkan foto CT-scan thorax resolusi tinggi dengan memperlihatkan adanya
perselubungan di lobus atas paru kanan. Tampak air brochogram sign sepanjang bronkus lobus
atas paru kanan dan gambaran ground glass di tepi perselubungan dan paru normal.
High resolution CT-scan sangat baik digunakan untuk melihat gambaran pola dan
distribusi pneumonia dibandingkan dengan foto konvensional seperti X-ray. Namun jarang
digunakan untuk mengevaluasi pasien yang curiga atau dipastikan pneumonia. Akan tetapi, CT-
scan merupakan pilihan yang direkomendasikan untuk menilai adanya kelainan non spesifik
yang tidak di temukan pada foto konvensional.

Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke perifer.
2. Pnemonia Lobularis (Bronkhopneonia)

Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar
sampai perifer.

3. Pnemonia Intertisial

Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19 tahun. (A)
Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang irreguler. (B) CT
Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi yang irreguler
tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda panah)
4. Pneumonia Cystis Carinii

Gambaran radiologi CT-scan Thorax :


- Bayangan ground-glass opak yang bilateral
simetris
- Terkadang tidak rata dan menyebar. (20)

2.2.4 Diagnosis Banding Secara Radiologis

Differential Diagnosis dari penyakit pneumonia adalah sebagai berikut:

1. Tuberculosis Paru (TB)


Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M.
tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih
dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam,
menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan.

Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax proyeksi PA
2. Atelektasis
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan
menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung
udara dan kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air
bronchogram. Namun terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang
sakit karena adanya pengurangan volume interkostal space menjadi lebih sempit dan
pengecilan dari seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan tampak thorax
asimetris.

Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA


3. Efusi Pleura
Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram. Terdapat
penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trakea, dan mediastinum kearah
yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign,
tanda khas pada efusi pleura.

Efusi pleura pada foto thorax posisi PA


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis
yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri,virus,jamur,protozoa).
2. Penegakan diagnosis pneumonia berupa gambaran klinis, pemeriksaan laboratorium,
dan pemeriksaan radiologis
3. Gambaran radiologis pneumonia berupa: Perselubungan homogen atau inhomogen
sesuai dengan lobus atau segmen paru secara anatomis. Batasnya tegas walaupun
pada mulanya kurang jelas. Volume paru tidak berubah, tidak tampak deviasi
trakea/septum/fissure. Silhoutte sign (+) bermanfaat untuk menentukan lesi paru;
batas paru dengan lesi dengan jantung hilang berarti lesi tersebut berdampingan
dengan jantung atau di lobus medius kanan. Seringkali terjadi komplikasi efusi
pleura.Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus kostoprhenikus yang paling
akhir terkena . Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler. Pada masa resolusi
sering tampak air bronchogram sign (terperangkapnya udara pada bronkus karena
tiadanya pertukaran udara pada alveolus).
4. Klasifikasi pneumonia berdasarkan gambaran radiologis terdiri dari: pneumonia
lobaris, bronkopneumonia (pneumonia lobularis), dan pneumonia interstitial.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Edisi 4.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM;2007.
2. Burgener, X'rancis A, dan Kormano, Martti. Differential Diagnosis in Conventional

Radiology. Thieme.Strafton, Inc. New York 1985

3. Corr, Peter. Fot Thorax normal dan Infeksi Paru. In: Ramadhani, Dian., Dwijayanthi, Linda.,
Dharmawan, Didiek. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik (terjemahan dari Patterm
Recognation in Diagnostic Imaging). Jakarta: Penerbit EGC. 2010; hal 28, 33-5
4. Dahlan, Zul. Pneumonia. In: Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
Kelima. Jakarta: Interna Publishing. 2009; hal 2196-200, 2203-05
5. Djojodibroto, Darmanto. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta. Penerbit EGC. 2007;
hal 136-142
6. Lee, Jaw. Aspiration of Imaging. In: Lin, Eugene C. Pneumonia. Available from
www.medscape.com updated May 25, 2011
7. Paul and Juhl. Essential of Radiologic Imagiog, 5th edition. J.B. Lippincott Company. Philadelpia
8. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-6
9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Nosokomial. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-5
10. Sutarto, Ade Satriyani., Budyatmoko, Bambang., Darmiati, Sawitri. Radiologi Anak. In:
Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua Jakarta. Balai Penerbit FK UI. 2009: hal
400-1
11. Wilson, M Lorraine. Penyakit Pernapasan Restriktif. In: Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine
M. Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Jakarta. Penerbit EGC. 2003; hal 804-806

Anda mungkin juga menyukai