Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Adenomiosis
1. Pengertian
Adenomiosis adalah bersarangnya endometrium dan
stromanya dalam otot uterus diikuti hyperplasia dari miometrium
ditetapkan masuknya endometrium 3 mm dibawah basal
membrane (Manuaba, 2010).
Menurut Benson & Pernoll (2009) Adenomiosis ialah adanya
kelenjar dan stroma endometrium dalam miometrium. Mungkin
merupakan proses difus dengan banyak daerah yang
menunjukkan adanya kontinuitas antara endometrium dan kelenjar
serta stroma dalam miometrium, atau fokus-fokus adenomiosis
yang terisolasi dalam miometrium.
Adenomiosis adalah adanya jaringan endometrium jauh di
dalam miometrium, mungkin merupakan entitas patologis yang
terpisah dari endometriosis dengan etiologi yang berbeda, serta
terjadi pada populasi yang berbeda pula (Glasier & Gebbie, 2012).
2. Etiologi
Menurut Manuaba (2010), para ahli berpendapat bahwa ada
empat kemungkinan yang menyebabkan adenomiosis, yaitu :
a. Faktor herediter
Pada tahun 1887 Meyer menemukan adenomiosis pada bayi
aterm / wanita umur 4-14 tahun dan tidak terdapat faktor lain
kecuali sifat herediternya
b. Faktor trauma
Terbukanya lapisan mioma uteri menyebabkan invasi
endometrium dan tumbuh menjadi adenomiosis

5
6

c. Hiperestrogenemia
Adenomiosis akibat estrogen atau prolaktin tinggi atau mungkin
keduanya. Fakta didapatkan pada binatang percobaan,
bromokriptine dapat menghalangi terjadinya adenomiosis
d. Faktor virus
Tidak mendapat dukungan ilmiah bagaimana virus dapat
menimbulkan invasi endometrium menuju mioma uterus.
3. Patofisiologi
Adenomiosis berkembang dari pertumbuhan ke bawah dan
invaginasi dari stratum basalis endometrium sehingga bisa dilihat
adanya hubungan langsung antara stratum balasis endometrium di
dalam miometrium. Di daerah ekstra-uteri misalnya pada plica
rectovagina, adenomiosis dapat berkembang de novo secara
embriologis dari sisa ductus Muller.
Mekanisme terjadinya invasi endometrium ke dalam
miometrium pada manusia masih dipelajari lebih lanjut. Perubahan
proliferasi seperti aktivitas mitosis menyebabkan peningkatan
secara signifikan dari sintesis DNA & ciliogenesis di lapisan
fungsional endometruim daripada di lapisan basalis. Lapisan
fungsional sebagai tempat implantasi blastocyst, sedangkan
lapisan batalis sebagai sumber produksi untuk regenerasi
endometrium akibat degenerasi dari lapisan fungsional saat
menstruasi. Pada saat proses regenerasi, sel-sel epitel dari
kelenjar basalis berhubungan langsung dengan sel-sel stroma
endometrium yang membentuk sistem mikrofilamentosa/trabekula
intraseluler dan gambaran sitoplasma pseudopodia. Beberapa
perubahan morfologi pada epitel kelenjar endometrium
adenomiosis tidak dapat digambarkan. Namun, dalam studi invitro
menunjukkan sel-sel endometrium memiliki potensial invasif ini
bisa memfasilitasi perluasan lapisan basalis endometrium ke
dalam miometrium.
7

Dalam studi yang menggunakan hibridisasi &


imunohistokimia insitusi menunjukkan kelenjar-kelenjar
endometrium pada adenomiosis lebih mengekspresikan reseptor
mRNA hCG/LH secara selektif. Pada endometrium yang normal,
kelenjar-kelenjar ini tidak dapat mengekspresikan reseptor
hCG/Lh. Hal ini mungkin meskipun belum terbukti bahwa
peningkatan ekspresi reseptor epitel endometrium berkaitan
dengan kemampuan untuk menembus miometrium dan
membentuk fokal adenomiosis. Menjadi menarik dimana
peningkatan ekspresi reseptor hCG/LH ditemukan pada karsinoma
endometrium dibandingkan kelenjar endometrium yang normal
seperti halnya yang ditemukan pada trofoblas invasif dibandingkan
yang non-invasif pada koriockrsinoma.
Studi tentang reseptor steroid menggunakan Cytosol,
menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Beberapa menunjukkan
tidak ada ekspresi reseptor progesteron pada 40% kasus
adenomiosis, sedangkan yang lain menunjukkan ekspresi reseptor
estrogen dan progesteron pada lapisan basalis endometrium
maupun adenomiosis
Reseptor merupakan syarat untuk pertumbuhan
endometrium yang menggunakan mediator estrogen. Meskipun
masih belum jelas evidensnya, hiperestrogenemia memiliki
peranan dalam proses invaginasi semenjak ditemukan banyaknya
hiperplasia endometrium pada wanita dengan adenomiosis.
Konsentrasi estrogen yang tinggi diperlukan dalam perkembangan
adenomiosis sebagaimana halnya endometriosis. Hal ini didukung
bahwa penekanan terhadap lingkungan estrogen dengan
pemberian Danazol menyebabkan involusi dati endometrium
ektopik yang dikaitkan dengan gejala menoragia dan dismenorea.
Pada penyakit uterus yang estrogen-dependent seperti
karsinoma endometrium, endo metriosis, adenomiosis &
8

leiomioma, tidak hanya terdapat reseptor estrogen, namun juga


aromatase, enzim yang mengkatalisasi konversi androgen menjadi
estrogen. Prekursosr utama androgen yang lain yaitu Estrogen-3-
Sulfat yang di konversi oleh enzim Estrogen sulfatase menjasi
Estrone, yang hanya terdapat dalam jaringan adenomiosis.
Nantinya Estrone akan di konversi lagi menjadi 17β-estradiol yang
meningkatkan tingkat aktivitas estrogen. Bersama dengan
estrogen dalam sirkulasi, akan menstimulasi pertumbuhan jaringan
yang menggunakan mediator estrogen.
Gambaran skematik mekanisme pertumbuhan adenomiosis
yang estrogen-dependent. Di dalam jaringan terdapat reseptor
estrogen. Aromatase & sulfatase. Produksi estrogen lokal
meningkatkan konsentrasi estrogen yang bersama-sama dengan
estrogen dalam sirkulasi, merangsang pertmbuhan jaringan yang
termediasi oleh reseptor estrogen.
m-RNA sotokrom p450 aromatase (P450arom) merupakan
komponen utama aromatase yang terdapat pada jaringan
adenomiosis. Protein p450arom terlokalisir secara imunologis
dalam sel-sel kelenjar jaringan adenomiosis (Pheilia & Nariratri,
2014).
9

Lesi Endometriotis Lesi Adenomiosis

Poliferasi P450 A -> E P450 A -> E

implantasi

Diseminasi transfokal

Deskuamasi dari fragmen ke Infiltrasi dari basal


basal endometrium endometrium ke miometrium

- Neurogenik Auto-trauma rahim


- Endokrin
- Endokrine pengganggu
- Herediter
Hiperperistaltik/disperistaltik

Efek parakrin dari estrogen Archimiometrium


Basalis adalah kelenjar
endokrin. Meningkatnya
voleme dari basalis
Terapi Hormonal Tindakan operasi
P450 -> E -> OT
Tindakan operasi
Histerektomi

Tindakan operasi
Fisik Psikologis

Tindakanpembedahan
Prosedur operasi Tindakan operasi
Kurang Pengetahuan
Tindakan operasi
Tindakan operasi
Trauma Jaringan Insisi bedah Ketakutan/ansietas

Tindakan operasi Tindakan operasi


Resiko tinggi infeksi

Tindakan operasi Nyeri Akut Kerusakan integritas kulit


Intoleransi aktivitas

Gangguan pola tidur

Skema 2.1 Pathway Adenomiosis menurut Pheilia & Nariratri (2014)


10

4. Manifestasi Klinis
Menurut Manuaba (2010), gejala klinik utama adenomiosis
adalah :
a. Perdarahan/menoragia
Bentuknya menoragia lebih banyak dari menometroragia.
Sebab pendarahannya adalah hiperestrogenemia – hiperplasia
endometrium, permukaan uterus lebih luas, dan pengeluaran
prostaglandine meningkat.
b. Dismenorea
Disebabkan oleh adenomiosis aktif mengikuti siklus menstruasi
meningkatkan volume dan mendesak serat syaraf dan
meningkatnya pengeluaran prostaglandine serta tergantung
luas penyebaran adenomiosis dalam uterus.
c. Dispareunia
Dispareunia tidak dapat dikaitkan dengan adenomiosis namun
besar dan ketegangan uterus dapat menerangkan dispareunia,
karena menambah tekanan serat syaraf.
5. Penatalaksanaan Medis
Menurut Norwitz & Schorge (2008), untuk pengobatan
adenomiosis tidak terdapat terapi medikamentosa yang efektif.
Histerektomi merupakan tindakan kuratif untuk pasien yang
simtomatik. Sedangkan menurut Benson & Pernoll (2009)
penatalaksanaan adenomiosis bersifat simtomatik jika masih ingin
mempertahankan kemampuan untuk memiliki anak. Terapi hormon
tidak bermanfaat. Kadang-kadang adenomioma yang terisolasi
dapat diangkat dengan pembedahan, tetapi terapi kuratif yang
biasa dikerjakan adalah histerektomi.
Menurut Appleton & Lange (2007), penatalaksanaan pada
pasien dengan adenomiosis adalah sebagai berikut :
11

a. Terapi Hormonal
Pengobatan dengan hormon belum berhasil dalam
pengobatan adenomiosis. Beberapa fokal adenomiosis telah
menunjukkan reaksi psedodesidual terhadap progestins tanpa
adanya gambaran simtomatik. GnRH dapat memberikan
pertolongan sementara untuk simtomatik/tanda dan gejala
fokus dari adenomiosis reseptor estrogen dan progesteron
positif. Namun, gejala kambuh setelah pengobatan dihentikan,
kontrasepsi oral dapat memperparah gejalanya.
b. Histerektomi
Meskipun titik adenomioma sesekali dapat berhasil
tergeser, histerektomi satu-satunya cara lain pengobatan yang
pasti untuk adenomiosis. Histerektomi juga satu-satunya
metode untuk menetapkan diagnosa dengan pasti. Apakah
ovarium/rahim harus diangkat, tergantung situasi lainnya pada
pasien : usia dan adanya lesi ovarium yang jelas atau
endometriosis pelvis yang sama rata. Rangkaian kecil pada
embolisasi arteri rahim menyarankan histerektomi bukanlah
pengobatan yang efektif
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Manuaba (2010), pemeriksaan penunjang pada pasien
dengan adenomiosis adalah sebagai berikut :
a. Histerosalpingografi :
1) Divertikulum endometrium, kedalam miometrium
2) Bentuk sarang tawon yang masuk dan menembus basal
membrane menuju miometrium
b. Ultrasonografi (USG) :
1) Dijumpai daerah bebas eko, dalam niometrium
2) Terutama dilakukan vaginal ultrasonografi
c. Magnetic Resonancer Imaging (MRI) :
1) Sulit menetapkan adenomiosis
12

d. Pemeriksaan Histopatologi :
1) Masih merupakan gold standart diagnose adenomiosis
2) Jaringan endometrium masuk kedalam miometrium dan
menembus basal membrane

B. Konsep Histerektomi
1. Pengertian
Histerektomi dikenal juga dengan operasi pengengkatan
rahim. Berasal dari kata histera berarti memotong atau
mengangkat. Tindakan ini hanya dilakukan berdasarkan alasan-
alasan medis atau indikasi tertentu (Parker dalam Safitri, 2014)
Histerektomi adalah pengangkatan rahim keseluruhan yang
dipertimbangkan pada wanita yang sudah tidak menginginkan
anak lagi (Joedosepoetra dalam Safitri, 2014)
2. Indikasi
Menurut Manuaba dalam Safitri (2014), indikasi dilakukannya
histerektomi adalah sebagai berikut:
a. Adanya tumor jinak rahim, misalnya mioma uteri,
endometriosis, dan adenomiosis. Meski jinak, tumor membesar
sehingga dikhawatirkan menekan jaringan disekitarnya.
b. Bila terdapat gejala-gejala prakanker atau hiperplasi selaput
rahim (endometrium) serta prakanker dileher rahim.
Histerektomi untuk prakanker, terutama dilakukan pada wanita
yang sudah punya anak cukup dan tingkar prakankernya
tergolong berat, misalnya kanker leher rahim yang disebut
disaplasia berat sampai carcinoma insitu.
c. Kanker pada badan dan leher rahim stadium awal. Kalau itu
yang menjadi alasan akan dilakukan histerektomi radikal.
Operasi ini juga dilakukan pada wanita usia lanjut yang
menderita kanker indung telur dan saluran tuba.
13

d. Rupture uteri
e. Perdarahan hebat pasca persalinan meliputi :
1) Atonia uteri
2) Afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia pada plasenta
3) Plasenta inkreta dan perkreta
4) Couvelaire uterus tanpa kontraksi
5) Uterine terputus
6) Hematoma yang luas pada rahim
f. Kematian janin dalam rahim dan missed abortion dengan
kelainan darah
3. Jenis-Jenis Histrektomi
Menurut Parker dalam Safitri (2014), jenis-jenis histerektomi
berdasarkan luas dan bagian rahim yang diangkat, tindakan
histerektomi dapat dikategorikan pada tiga jenis yaitu :
1) Histerektomi Total : Bila badan dan leher rahim diangkat
2) Histerektomi Sub Total : Hanya bagian atas yang diangkat
sedangkan mulut rahim dibiarkan pada tempatnya
3) Histerektomi Radikal : Bila leher rahim beserta jaringan
penggantung diangkat sampai kedinding panggul dan 1/3
panjang saluran vagina.

C. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Rasjidi (2008), pengkajian pada pasien dengan post
Histerektomi adalah sebagai berikut :
a. Identitas Pasien
b. Riwayat Keperawatan meliputi hal-hal berikut :
1) Riwayat kesehatan saat ini, yaitu keluhan utama yang
menyebabkan klien pergi kerumah sakit, misalnya
perdarahan pervagina diluar siklus haid, berdarah
pascakoitus, nyeri abdomen, amenorrhoe dan
14

hipermenorhoe, dan pengeluaran cairan vagina yang


berwarna serta berbau.
2) Riwayat kesehatan keluarga, yakni riwayat anggota
keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama
dengan penyakit yang dialami klien saat ini.
3) Riwayat tumbuh kembang klien, meliputi usia menarche,
lama dan siklus haid, usia saat pertama kali klien melakukan
hubungan seksual, banyaknya kehamilan dan persalinan,
adanya pasangan yang lebih dari satu, berapa kali pasien
menikah, dan kondisi perkembangan fisik klien saat ini.
4) Riwayat psikososial klien, mencakup kemampuan klien
untuk menerima penyakitnya serta harapan terhadap
pengobatan yang akan dijalani, hubungan klien terhadap
suami dan orang lain, respon suami/keluarga terhadap klien
dilihat dari segi keuangan keluarga.
5) Konsep diri klien meliputi gambaran diri, peran dan identitas
ketika klien mengalami gangguan terhadap gambaran
dirinya yang berkaitan dengan kehilangan sistem reproduksi
akibat histerektomi. Sebagai wanita, klien merasa tidak
berguna lagi karena kehilangan fungsi reproduksinya. Akibat
operasi yang telah dijalani, klien akan merasa
ketergantungan sehingga mengubah peran klien sebagai
ibu dan istri. Perlu diperhatikan pula raut muka klien yang
sedih, serta keluhan klien yang merasa bahwa dirinya tidak
berguna lagi dan hanya akan menyusahkan orang lain.
6) Riwayat kebiasaan sehari-hari, yang meliputi pemenuhan
istirahat dan tidur.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik klien histerektomi meliputi tinggi badan,
lingkar abdomen, tanda-tanda vital, keluhan klien berupa nyeri
pada saat buang air besar, nyeri abdomen akut, kelelahan,
15

hipertensi, penurunan berat badan, adanya perdarahan,


pengeluaran sekret melalui vagina, dan perdarahan
pascakoitus.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang akan digunakan oleh penulis
dalam menyelesaikan masalah keperawatan menggunakan 2 Teori
yang berbeda, yaitu menurut Doenges (2012) dan NANDA NIC
NOC dalam Wilkinson & Ahern (2014) adalah sebagai berikut:
a. Kurang pengetahuan (kebutuhan untuk belajar) mengenai
kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya pemajanan, salah interpretasi, dan tidak
akrab dengan sumber informasi
b. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan pada
status kesehatan
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma
jaringan
d. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah
e. Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan interupsi
mekanis pada kulit/jaringan
f. Intoleransi Aktivitas
g. Insomnia

Anda mungkin juga menyukai