Anda di halaman 1dari 10

66

BAB VI
PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat

1. Kepatuhan Minum Obat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 34 responden yang yang

berkunjung ke Puskesmas Pademangan Jakarta didapatkan sebagian besar

responden memiliki kepatuhan minum obat dalam kategori patuh sebanyak

24 responden (70,6%), hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pasien

yang terkena TB Paru patuh dalam minum obat. Hal ini ditunjukkan

dengan adanya nilai konversi pasien yang patuh minum obat. Dimana

kepatuhan minum obat ini pasien mampu minum obat dan didukung oleh

sisitem pelayanan kesehatan.

Menurut Gatchel (2000) Kepatuhan penderita ( Patient Compliance )

adalah suatu istilah yang biasa di gunakan untuk menyatakan kesepakatan

dan kerjasama, melakukan apa yang di anjurkan oleh dokter dan petugas

kesehatan atau mengikuti nasehat untuk melakukan sikap mengenai

kebiasaan kesehatan atau yang berkaitan dengan kesehatan. Misalnya

kepatuhan minum obat sesuai anjuran dan tidak berhenti jika dokter

menyatakan sembuh. Ketidak patuan penderita (Patient Compliance)

adalah kegagalan dalam mengikuti nasehat dokter atau petugas kesehatan

yang tingkatnya sejauh seorang pasien tidak sepakat dengan apa yang

dokter atau petugas kesehatan katakan padanya.


Menurut Kozier (2010) Ketika mengidentifikasi adanya ketidakpatuan,

perlu mengambil langkah berikut : memastikan alasan klien tidak

mematuhi program, menunjukkan kepedulian, mendorong perilaku sehat

melalui penguatan positif, menggunakan alat bantu untuk membuat

penyuluhan membina hubungan terapeutik yang tidak kaku, saling

mengerti, dan tanggung jawab bersama dengan klien dan orang

pendukung. Standar untuk pengobatan TB yang berkaitan dengan

kepatuhan, dapat bersumber dari ISTC ( international standar for

tuberkulosis care ) merupakan standar yang melengkapi guideline program

penanggulangan TB nasional yang konsisten dengan rekomendasi WHO.

Berkaitan dengan kepatuhan dan kunjungan pasien TB ini bersumber pada

standar pengobatan, yaitu dengan menggunakan standar 9 yang di

maksudkan untuk membina dan menilai kapatuhan ( adherence ) kepada

pengobatan, suatu pendekatan pemberian obat yang berpihak kepada

pasien, berdasarkan kebutuhan pasien dan rasa saling menghormati antara

pasien dan penyelenggara kesehatan, seharusnya di kembangkan untuk

semua pasien.

Hasil penelitian Budi (2009) menyatakan bahwa pada pasien TB paru

wajib minum obat untuk mencapai kesembuhan penyakit TB Paru.

Dimana pasien yang tidak patuh dalam minum obat TB paru maka akan

menjadi resisten dan sulit untuk diobati dan penyakit TB paru akan

semakin parah bahkan dapat menimbulkan korban jiwa. Hasil analisa chi-

square didapatkan terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan


minum obat dengan resistensi obat pada penderita TB Paru. Didapatkan

nilai p-value < 0,05 (0,002).

Dari hasil penelitian, dasar teori dan hasil penelitian sebelumnya dapat

diasumsikan bahwa terdapat perbandingan yang lurus dimana penderita

TB Paru harus benar-benar mengkonsumsi obat dengan teratur dan tepat

waktu supaya kuman TB tidak resisten dan penyakit TBC dapat

dikendalikan.

2. Kesembuhan pasien TBC

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 34 responden yang yang

berkunjung ke Puskesmas Pademangan Jakarta didapatkan sebagian besar

responden memiliki kesembuhan pasien TBC dalam kategori sembuh

sebanyak sebagian besar responden memiliki kesembuhan dalam kategori

sembuh sebanyak 28 responden (82,4%). Dimana hal ini bisa terjadi

karena dalam 34 responden ada 6 responden yang dinyatakan tidak

sembuh, hal ini disebabkan karena waktu pengobatan TBC tahap pertama

pasien sempat dinyatakan tidak sembuh oleh dokter sehingga perlu

pengobatan tahap kedua dan dinyatakan sembuh oleh dokter.

Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan

pengobatannya secara lengkap, dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up)

paling sedikit dua kali berturut-turut hasilnya negatif (yaitu pada akhir

pengobatan dan/atau sebelum akhir pengobatan, dan pada satu

pemeriksaan follow-up sebelumnya) (DepKes, 2002).


Sembuh adalah pasien telah menyelesaikan pengobatanya secara lengkap

dan pemeriksaan ulang dahak ( follow-up ) hasilya negative pada AP (

akhir pengobatan ) Kemenkes, (2011).

Hasil penelitian Yogi (2012) menyatakan bahwa kesembuhan pasien TB

paru salah satunya ditentukan oleh kepatuhan dalam minum obat, dimana

dengan semakin patuh dalam minum obat maka akan semakin mudah

dalam menyembuhan penyakit TBC. Dengan menggunakan analisa

statistic didapatkan nilai p-value < 0,05 (0,0001), artinya terdapat

hubungan yang signifikan antara kesembuhan pasien TB paru dengan

kepatuhan minum obat.

Dari hasil penelitian, dasar teori dan hasil penelitian sebelumnya dapat

diasumsikan bahwa terdapat perbandingan yang lurus dimana kesembuhan

penderita TB Paru salah satunya dipengaruhi oleh kepatuhan dalam minum

obat. Sehingga dengan mengkonsumsi obat secara teratur dan tepat waktu

supaya kuman TB tidak resisten dan penyakit TBC dapat dikendalikan.

3. Nilai konversi pasien TBC

Hasil penelitian diperoleh data hasil perhitungan konversi dimana dengan

menggunakan nilai perbandingan jumlah pasien TB Paru BTA positif yang

konversi dibandingkan dengan jumlah pasien TB Paru BTA positif yang

diobati dikalikan 100%, maka didapatkan hasil 85,0%. Dimana dikatakan

konversi apabila nilainya lebih dari 80,0%.


Konversi adalah pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam

pengobatan 2 bulan. Pada tahap intensif ( awal ) pasien mendapat obat

setiap hari dan perlu di awasi secara langsung untuk mencegah terjadinya

retensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut di berikan secara

tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu

2 minggu. Setelah pasien minum obat 2 bulan di lakukan test BTA bila

hasil negatif di lanjutkan obat ke tahap lanjut ( DepKes RI, 2008)

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit , namun

dalam jangka waktu yang lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh

kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (DepKes RI,

2008). Angka konversi adalah prosentase pasien paru TB paru denganBTA

positif Yang mengalami perubauhan menjadi BTA negatif setelah

menjalani masa pengobatan intensif. indikator ini berguna untuk

mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan unuk mengetahui apakah

pengawasan langsung menelan obat di lakukan dengan benar. Di UPK,

indikator ini dapat di hitung dari kartu pasien TB .01, yaitu dengan cara

mereview seluruh kartu pasien baru BTA positif yang mulai berobat dalam

3-6 bulan sebelumnya, kemudian di hitung berapa diantaranya yang hasil

pemeriksaan dahak negatif, setelah pengobatan intensif ( 2 bulan ). Di

tingkat kabupaten, provinsi dan pusat, angka ini dengan mudah dapat di

hitung dari laporan TB 11. Angka minimal yang harus di capai adalah 80

% (Depkes, 2008).
Dari hasil penelitian dan dasar teori dapat diasumsikan bahwa angka

konversi adalah prosentase pasien paru TB paru dengan BTA positif yang

mengalami perubauhan menjadi BTA negatif setelah menjalani masa

pengobatan intensif. indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepat

hasil pengobatan dan unuk mengetahui apakah pengawasan langsung

menelan obat di lakukan dengan benar.

B. Analisis Bivariat

Dari hasil penelitian didapatkan nilai P-value sebesar 0,001, nilai P-value

lebih kecil dari pada alpha (0,05), kesimpulannya tolak H0 dan H1 diterima

artinya, terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan minum obat

dengan kesembuhan pasien TB Paru di Puskesmas Pademangan Jakarta.

Sebagian besar responden memiliki kepatuhan minum obat dalam kategori

patuh dan kesembuhan pasien TB Paru dalam kategori sembuh sebanyak 20

responden (58,8%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin patuh

minum obat maka akan semakin mudah dalam sembuh pasien TB Paru di

Puskesmas Pademangan Jakarta. Didapatkan nilai OR sebesar 23,000 artinya

ketidakpatuhan minum obat dan tidak sembuh memiliki peluang 23,000 kali

lipat dibandingkan dengan pasien yang patuh minum obat. Hal ini

menunjukkan bahwa banyak pasien TB paru yang sembuh karena patuh

dalam minum obat TB.

Menurut Gatchel (2000) Kepatuhan penderita ( Patient Compliance ) adalah

suatu istilah yang biasa di gunakan untuk menyatakan kesepakatan dan


kerjasama, melakukan apa yang di anjurkan oleh dokter dan petugas

kesehatan atau mengikuti nasehat untuk melakukan sikap mengenai kebiasaan

kesehatan atau yang berkaitan dengan kesehatan. Misalnya kepatuhan minum

obat sesuai anjuran dan tidak berhenti jika dokter menyatakan sembuh.

Ketidak patuan penderita (Patient Compliance) adalah kegagalan dalam

mengikuti nasehat dokter atau petugas kesehatan yang tingkatnya sejauh

seorang pasien tidak sepakat dengan apa yang dokter atau petugas kesehatan

katakan padanya.

Menurut Kozier (2010) Ketika mengidentifikasi adanya ketidakpatuan, perlu

mengambil langkah berikut : memastikan alasan klien tidak mematuhi

program, menunjukkan kepedulian, mendorong perilaku sehat melalui

penguatan positif, menggunakan alat bantu untuk membuat penyuluhan

membina hubungan terapeutik yang tidak kaku, saling mengerti, dan

tanggung jawab bersama dengan klien dan orang pendukung. Standar untuk

pengobatan TB yang berkaitan dengan kepatuhan, dapat bersumber dari ISTC

(international standar for tuberkulosis care) merupakan standar yang

melengkapi guideline program penanggulangan TB nasional yang konsisten

dengan rekomendasi WHO. Berkaitan dengan kepatuhan dan kunjungan

pasien TB ini bersumber pada standar pengobatan, yaitu dengan

menggunakan standar 9 yang di maksudkan untuk membina dan menilai

kapatuhan ( adherence ) kepada pengobatan, suatu pendekatan pemberian

obat yang berpihak kepada pasien, berdasarkan kebutuhan pasien dan rasa
saling menghormati antara pasien dan penyelenggara kesehatan, seharusnya

di kembangkan untuk semua pasien.

Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan

pengobatannya secara lengkap, dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up)

paling sedikit dua kali berturut-turut hasilnya negatif (yaitu pada akhir

pengobatan dan/atau sebelum akhir pengobatan, dan pada satu pemeriksaan

follow-up sebelumnya) (DepKes, 2002).

Sembuh adalah pasien telah menyelesaikan pengobatanya secara lengkap dan

pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilya negative pada AP (akhir

pengobatan) Kemenkes, (2011).

Hasil penelitian Yogi (2012) menyatakan bahwa kesembuhan pasien TB paru

salah satunya ditentukan oleh kepatuhan dalam minum obat, dimana dengan

semakin patuh dalam minum obat maka akan semakin mudah dalam

menyembuhan penyakit TBC. Dengan menggunakan analisa statistic

didapatkan nilai p-value < 0,05 (0,0001), artinya terdapat hubungan yang

signifikan antara kesembuhan pasien TB paru dengan kepatuhan minum obat.

Hasil penelitian Yogi (2012) menyatakan bahwa kesembuhan pasien TB paru

salah satunya ditentukan oleh kepatuhan dalam minum obat, dimana dengan

semakin patuh dalam minum obat maka akan semakin mudah dalam

menyembuhan penyakit TBC. Dengan menggunakan analisa statistic

didapatkan nilai p-value < 0,05 (0,0001), artinya terdapat hubungan yang

signifikan antara kesembuhan pasien TB paru dengan kepatuhan minum obat.


Dari hasil penelitian, dasar teori dan hasil penelitian sebelumnya dapat

diasumsikan bahwa terdapat perbandingan yang lurus dimana kesembuhan

penderita TB Paru dipengaruhi oleh kepatuhan pasien dalam minum obat.

Sehingga dengan mengkonsumsi obat secara teratur dan tepat waktu supaya

kuman TB tidak resisten dan penyakit TBC dapat dikendalikan sehingga

pasien dapat sembuh dari penyakit TB.

C. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini mengalami beberapa kendala seperti waktu penelitian

yang singkat sehingga membuat hasil penelitian ini masih jauh dari kata

sempurna.

D. Implikasi Terhadap Pelayanan Keperawatan, Pendidikan dan Penelitian

1. Pelayanan Keperawatan

Pemberian pendidikan kesehatan dan bimbingan tentang minum obat

secara teratur maka dapat membantu responden supaya patuh dalam

memngkonsumsi obat sehingga penyakit TB dapat mudah disembuhkan.

2. Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini dapat meningkatkan peran serta perawat dalam mengajarkan

dan membimbing para pasien yang memiliki penyakit TB supaya selalu

control sehingga dapat terdeteksi apa penyakit TB sudah sembuh atau

belum.
3. Penelitian Keperawatan

Penelitian ini dapat menjadi acuan atau masukan bagi peneliti selanjutnya

supaya penelitian selanjutnya lebih sempurna dari penelitian-penelitian

sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai