02 - Mengembangkan Industri Kecil Menengah Melalui Pendekatan Kluster PDF
02 - Mengembangkan Industri Kecil Menengah Melalui Pendekatan Kluster PDF
3, Desember 2005
Kacung Marijan
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga
ABSTRAK
Industrial sector in Indonesia has been dominated by small and medium enterprises
(SMEs). Many of them are clustered in particular areas. Unfortunately, most of
them are passive cluster industries. As a consequence, they only enjoyed external econo-
mies. They will be active clusters when they are able to carry out joint action in over-
coming their commond problems. This paper argues that in order to develop SMEs, we
can apply cluster approach that supports the existence of an active cluster. Therefore,
SMEs would be able to compete in international market.
© 2005, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005
216
Kacung Marijan
industri Indonesia saat ini adalah industri- di negara-negara industri. (Hughes, 1984).
industri besar berskala internasional (multi- Realitas memang menunjukkan bahwa
nasional) yang memiliki daya saing (competi- tingkat kemakmuran rakyat negara-negara
tiveness) tinggi industri memang jauh lebih tinggi daripada
Tulisan ini dibangun dari argumentasi negara-negara yang mengandalkan sektor
bahwa upaya mengembangkan industri kecil pertanian.
menengah yang mampu bersaing di pasar Usaha pemerintah Orde Baru itu
internasional bisa dilakukan melalui memang tidak sia-sia. Sejak pemerintahan
pendekatan kluster (cluster approach). Sebelum Orde Baru telah terjadi transformasi yang
membahas apa itu pendekatan kluster dan cukup besar struktur ekonomi Indonesia.
bagaimana pendekatan ini menggerakkan Pada 1960-an, misalnya, sumbangan sektor
berkembangnya industri kecil menengah, pertanian kepada GDP masih mencapai 53
terlebih dahulu dikemukakan potret industri persen. Pada awal 1990-an, sumbangan
kecil menengah dan kluster industri di In- sektor pertanian kepada GDP turun menjadi
donesia. 19 persen. Sebaliknya, sumbangan sektor
industri manufaktur mengalami pelonjakan
IKM dan Kluster sampai tiga kali lipat, yakni dari hanya 8
Secara historis, industrialisasi di Indo- persen mencapai 24 persen pada kurun
nesia sebenarnya telah dimulai pada masa waktu yang sama (Aswicahyono, 1997:2;
penjajahan Belanda, tepatnya setelah Hill, 2000:5).
pemerintah kolonial Belanda Sebagaimana di negara-negara yang
mengintrodusir sistem tanam paksa (cultiva- sedang berproses di dalam industrialisasi,
tion system) pada 1830-an (Maddison, 1989). tidak semua industri yang ada itu merupakan
Pada periode ini, sejumlah industri seperti industri besar. Yang terkatagori industri
industri makanan dan minuman, tekstile dan besar biasanya adalah industri-industri yang
rokok kretek telah ditemukan. Meskipun muncul karena proyek-proyek PMA atau
demikian, Pangestu dan Sato (1997:xi) proyek-proyek PMDN yang didirikan oleh
berpendapat bahwa industrialisasi modern keluarga-keluarga kaya. Tetapi, sebagian
di Indonesia dimulai ketika Presiden besar industri yang muncul adalah yang
Soeharto berkuasa pada pertengahan 1960- berkatagori kecil menengah. Kelompok ini
an. Pemerintah Orde Baru secara sengaja muncul bukan semata-mata karena kita
bermaksud merombak struktur ekonomi sedang berproses di dalam industrialisasi.
Indonesia, dari yang berbasis pada sektor Kemunculan industri kecil menengah tidak
pertanian ke yang berbasis pada sector jarang merupakan multiplier effects dari
industri. Sebagaimana di negara-negara industri-industri besar.
sedang berkembang lainnya, industrialisasi Sampai tahun 2000-an, kelompok
telah dipandang sebagai instrument penting industri yang terkatagori mikro, kecil dan
untuk mencapai standard kehidupan menengah tergolong yang paling besar di
masyarakat yang tinggi sebagaimana terjadi Indonesia. Sebagaimana terlihat pada table
1, kalau kelompok industri mikro dan kecil Belanda yang serius mengkaji kluster di In-
sangat mendominasi struktur industri di donesia, Weijland, memperkirakan bahwa
Indonesia. Bahkan, sekiranya data tentang lebih dari 40 persen kluster industri di In-
industri menengah itu dipisahkan dari donesia berada di Jawa Tengah (Weijland,
kelompok industri besar, jumlah industri 1999:1518). Perkiraan demikian didukung
besar akan menjadi minoritas. oleh data yang lain. Misalnya, Klapwijk
Type of Year
Establishment 2000 2001 2002 2003
Sumber: Biro Pusat Statistik, Statistical Year Book of Indonesia 2002 and 2003.
Yang menarik adalah, tidak sedikit (1997:45) menemukan bukti bahwa dari
industri kecil menengah itu cenderung 4,400 sentra-sentra industri di Jawa pada
mengelompok di dalam wilayah tertentu 1989, 90,9 persen di antaranya terkatagori
(clustered). Kecenderungan demikian bukan kluster industri yang ada di pedesaan.
kahs Indonesia. Sebagaimana dikemukakan Melihat banyaknya industri-industri
oleh Boadway et al. (2004:623) ‘kegiatan yang meng-kluster itu, pemerintah Indone-
ekonomi pada dasarnya cenderung meng- sia sudah berusaha melakukan pembinaan.
kluster’, khususnya aktivitas ekonomi yang Sebagaimana terlihat pada table 2.
bergerak di sektor serupa. Pembinaan itu, khususnya yang berkaitan
Di Indonesia, sebagian besar dengan bantuan teknis dan keuangan.
kelompok-kelompok industri (cluster) itu
muncul secara spontan, yang dirangsang Bantuan teknis, misalnya, dalam
oleh banyaknya bahan baku dan tenaga kerja bentuk pendirian UPT (Unit Pelaksana
yang trampil (Klapwijk, 1997; Poot et al., Teknis) tertentu, seperti UPT yang berkaitan
1990; Sandee, 1995; Tambunan, 2000; dengan industri kulit, kayu dan yang lain.
Weijland, 1999). Yang unik, banyak kluster Melalui UPT ini pemerintah juga sekaligus
ada di Jawa Tengah. Dari 5,715 kluster di memperkenalkan teknologi dan knowledge
Jawa pada 1998, 53,6 persen berada di Jawa baru guna memperbaiki kualitas produksi
Tengah. Besaran persentase demikian setara yang dihasilkan industri-industri yang ada
dengan 25,2 persen dari seluruh kluster di di lingkungan kluster itu (Thee, 1989:20).
Indonesia. Bahkan, seorang ekonom Selain itu, UPT juga berfungsi untuk
* Pada 1998 Timor Timur tidak dimasukkan karena dalam proses merdeka.
Sumber: Tulus Tambunan, Development of Small-Scale Industries during the New
Order Government in Indonesia, Ashgate, Singapore, 2000:116-117; Deperindag,
Industri Kecil dalam Angka tahun 2000, Deperindag, Jakarta, 2000:79.
yang lain, melainkan juga melakukan perusahaan itu sendiri, termasuk adanya
kersajama (cooperation). efisiensi.
Karakter kluster yang seperti itu dilihat Hanya saja, adanya external economies itu
memiliki potensi di dalam usaha tidak serta merta melahirkan adanya kluster
pengembangan ekonomi. Karena itu, pola industri yang dinamis. Huber Schmitz
kluster kemudian menjadi salah satu (1995b) mengemukakan bahwa kluster
pendekatan (approach) yang menjadi industri bisa berlangsung secara dinamis dan
rekomendasi sejumlah ilmuwan dan dipakai menguntungkan unit-unit usaha yang ada di
oleh pengambil kebijakan di dalam dalamnya kalau mampu melahirkan apa yang
mengembangkan industri di suatu daerah disebut ‘collective efficiency’ (efisiensi kolektif).
atau negara. Yang dia maksud sebagai ‘collective efficiency’
Alfred Marshall merupakan ekonom adalah keung gulan kompetitif yang
generasi pertama yang serius melihat potensi disebabkan oleh external economies dan joint
kluster industri bagi terdorongnya action (aksi bersama).
pertumbuhan ekonomi suatu negara, Efesiensi kolektif yang disebabkan
khususnya setelah dia mencermati oleh external economies, dalam pandangan
berkembangnya sentra-sentra industri di Schmitz, pada dasarnya bersifat pasif.
Inggris, Jerman dan di negara-negara lain di Keuntungan yang diperoleh lebih banyak
Eropa pada peralihan abad ke-19 menuju disebabkan oleh lokasi yang sama. Melalui
abad ke-20. Dalam pandangan Marshall, lokasi yang sama ini, perusahaan-perusahaan
sentra-sentra industri itu, yang di dalamnya yang ada di dalamnya secara mudah bisa
terdapat industri kecil dan menengah (IKM), memperoleh tenaga kerja yang dibutuhkan.
telah memperoleh keuntungan karena Lokasi yang sama juga akan memudahkan
berada di dalam suatu wilayah yang perusahaan-perusahaan itu berhubungan
berdekatan (geographical proximity). Di dengan para suppliers dan buyers.
antaranya adalah tersedianya tenaga kerja Relasi antar perusahaan yang ada di
yang memiliki ketrampilan khusus dan dalam kluster itu akan bersifat dinamis
sangat dibutuhkan oleh perusahaan- manakala perusahaan-perusahaan yang ada
perusahaan (labour pool) dan adanya di dalamnya mengadakan aksi bersama. Aksi
pertukaran informasi dan gagasan (knowledge bersama itu, khususnya, berkaitan dengan
spill-over) (Marshall, 1920:267-277). upaya untuk mengatasi masalah bersama.
Keuntungan-keuntungan yang didapat Ketika IKM itu menghadapi masalah
dari kedekatan dengan perusahaan- permodalan, misalnya, mereka bisa
perusahaan lain itu disebut penghematan membentuk kelompok dan membuat
eksternal (external economies). Keuntungan kerangka kerja penjaminan bersama ketika
demikian berbeda dengan keuntungan harus berhubungan dengan bank-bank yang
akibat penghematan internal (internal econo- akan memberi pinjaman. Demikian juga
mies), yakni penghematan-penghematan ketika menghadapi masalah-masalah lain
biaya yang terjadi di dalam suatu unit seperti masalah teknologi dan pemasaran
usaha di kelompok kluster, upgrading Levitsky, J., 2001. ‘Innovations in the Financ-
teknologi dan kualitas produk, dan network- ing of Small and Microenterprises in
ing di pasar internasional. Developing Countries’, SED Working
Paper No 22/E, Geneva.
Daftar Pustaka Maddison, A., 1989. ‘Dutch income in and
from Indonesia, 1700-1938’, dalam A.
Aswicahyono, H., 1997. ‘Transformation and Maddison and G. Prince (eds), Economic
Structural Change in Indonesia’s Manu- Growth in Indonesia, 1820-1940, Foris
facturing Sector’, dalam M.E. Pangestu Publications, Dordrecht:15-41.
and Y. Sato (eds), Waves of Change in Marshall, A., 1920. Principles of Economics, 8,
Indonesia’s Manufacturing, Institute of De- MacMilland and Co., London.
veloping Economies, Tokyo:1-28. Pangestu, M.E., 1996. ‘Financing Small Sscale
Bolnick, B.R., 1982. ‘Concessional Credit for Business: the Indonesian Experience’,
Small Scale Enterprise’, Bulletin of Indo- dalam M.E. Pangestu (ed.), Small Scale
nesian Economics Studies, 18(2):65-85. Business Development and Competition Policy,
Grizzell, S., 1988. ‘Promoting Small Scale CSIS, Jakarta:27-46.
Manufacturing in Indonesia: What Pangestu, M.E. and Sato, Y., 1997. ‘Introduc-
Works?’ DPS Research Memo No. 17, tion’, dalam M.E. Pangestu and Y. Sato
Jakarta. (eds), Waves of Change in Indonesia’s Manu-
Hamid, A., 1991. ‘The Development of Small facturing Industry, Institute of Develop-
Scale Industries in Indonesia: View on ing Economies, Tokyo:xi-xvi.
Central Government Policies,’ V.R.F. Poot, H., Kuyvenhoven, A. and Jansen, J.C.,
Series No 184, Yokyo. 1990. Industrialisation and Trade in Indone-
Hayashi, M., 2002. ‘SME Development and sia, Gadjah Mada University Press,
Subcontracting in Indonesia : A Com- Yogyakarta.
parison with Japan’s Historical Experi- Porter, M.E., 1990. The Competitive Advantage
ence,’ PhD Thesis, The Australian Na- of Nations, Free Press, New York.
tional University, Canberra. Prabatmodjo, H., 1999. ‘Prospects for Flex-
Hill, H., 2001. ‘Small and Medium Enterprises ible Specialisation in Less Developed
in Indonesia’, Asian Survey, 41(2):248-70. Countries: the Case of Small Scale of
Fotwear Production in Cibaduyut,
Hughes, H., 1984. ‘Industrialization and De- Bandung, Indonesia,’ PhD Thesis, Uni-
velopment: A Stocktaking’, dalam P.K. versity of Queensland, Queensland.
Gosh (ed.), Industrialization and Develop- Sandee, H., 1995. ‘Innovation Adoption in
ment, Greenwood Press, Westport:5-29. Rural Industry: Technological Change
Klapwijk, M., 1997. ‘Rural Industry Clusters in Roof Tile Clusters in Central Java,’
in Central Java, Indonesia: An Empiri- PhD Thesis, Vrije Univrsiteit, Vrije.
cal Assessment of Their Role in Rural Schmitz, H., 1995a. ‘Small Shoemakers and
Industrialization,’ PhD Thesis, Vrije Fordist Giants: Tale of a Supercluster’,
Universiteit, Amsterdam. World Development, 23(1):9-28.
Schmitz, H., 1995b. ‘Collective Efficiency: Thee, K.W., 1989. Cooperation in Small and
Growth Path for Small Scale Industry’, Medium Scale Industries in Asean Technol-
The Jour nal of Development Studies, ogy, Part B, PEP-LIPI.
31(4):529-66. Thee, K.W., 1993. ‘Industrial Structure and
Schmitz, H. and Nadvi, K., 1999. ‘Clustering Small and Medium Enterprises Devel-
and Industrialization: Introduction’, opment in Indonesia’, EDI Working Pa-
World Development, 27(9):1503-14. pers, Washington.
Supratikno, H., 2004. ‘The development of Weijland, H., 1999. ‘Microenterprise Clusters
SME Clusters in Indonesia’, dalam D. in Rural Indonesia: Industrial Seedbed
Hew and L.W. Nee (eds), Entrepreneur- and Policy Target’, World Development,
ship and SMEs in Southeast Asia, ISEAS, 27(9):1515-30.
Singapore:119-30.
Tambunan, T., 2000. Development of Small-Scale
Industries During the New Order Government
in Indonesia, Ashgate, Singapore.