4. Asas Kegiatan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien)
yang menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam
penyelenggaraan/kegiatan bimbingan. Guru Pembimbing (konselor) perlu
mendorong dan memotivasi peserta didik untuk dapat aktif dalam setiap
layanan/kegiatan yang diberikan kepadanya.
6. Asas Kekinian; yaitu asas yang menghendaki agar obyek sasaran layanan
bimbingan dan konseling yakni permasalahan yang dihadapi peserta
didik/klien dalam kondisi sekarang. Kondisi masa lampau dan masa depan
dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan
diperbuat peserta didik (klien) pada saat sekarang.
10. Asas Keahlian; yaitu asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling diselnggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional.
Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
lainnya hendaknya tenaga yang benar-benar ahli dalam bimbingan dan
konseling. Profesionalitas guru pembimbing (konselor) harus terwujud baik
dalam penyelenggaraaan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling dan dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus; yaitu asas yang menghendaki agar pihak-pihak
yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara
tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya dapat
mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing
(konselor)dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau
ahli lain. Demikian pula, sebaliknya guru pembimbing (konselor), dapat
mengalih-tangankan kasus kepada pihak yang lebih kompeten, baik yang berada
di dalam lembaga sekolah maupun di luar sekolah.
12. Asas Tut Wuri Handayani; yaitu asas yang menghendaki agar pelayanan
bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana
mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan
memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya
kepada peserta didik (klien) untuk maju.
F. Peranan Kepala Sekolah, Guru Mata Pelajaran dan Wali Kelas dalam
Bimbingan dan Konseling
Dalam kurikulum 2004, secara tegas dikemukakan bahwa : “Sekolah berkewajiban
memberikan bimbingan dan konseling kepada siswa yang menyangkut tentang
pribadi, sosial, belajar, dan karier”. Dengan adanya kata “kewajiban”, maka setiap
sekolah mutlak harus menyelenggarakan bimbingan dan konseling.
Keberhasilan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, tidak lepas dari
peranan berbagai pihak di sekolah. Selain Guru Pembimbing atau Konselor sebagai
pelaksana utama, penyelenggaraan Bimbingan dan konseling di sekolah, juga perlu
melibatkan kepala sekolah , guru mata pelajaran dan wali kelas.
Kepala sekolah selaku penanggung jawab seluruh penyelenggaraan pendidikan di
sekolah memegang peranan strategis dalam mengembangkan layanan bimbingan dan
konseling di sekolah. Secara garis besarnya, peran, tugas dan tanggung jawab kepala
sekolah, sebagai berikut :
1. Mengkoordinir segenap kegiatan yang diprogramkan dan berlangsung
di sekolah, sehingga pelayanan pengajaran, latihan, dan bimbingan dan konseling
merupakan suatu kesatuan yang terpadu, harmonis, dan dinamis.
2. Menyediakan prasarana, tenaga, dan berbagai kemudahan bagi
terlaksananya pelayanan bimbingan dan konseling yang efektif dan efisien.
3. Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap perencanaan dan
pelaksanaan program, penilaian dan upaya tidak lanjut pelayanan bimbingan dan
konseling.
4. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan
konseling Di sekolah kepada Dinas Pendidikan yang menjadi atasannya.
5. Menyediakan fasilitas, kesempatan, dan dukungan dalam kegiatan
kepengawasan yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah Bidang BK.
Sedangkan, peran, tugas dan tanggung jawab guru-guru mata pelajaran dalam
bimbingan dan konseling adalah :
1. Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling
kepada siswa
2. Membantu Guru Pembimbing mengidentifikasi siswa-siswa yang
memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang
siswa-siswa tersebut.
3. Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan
konseling kepada Guru Pembimbing
4. Menerima siswa alih tangan dari Guru Pembimbing, yaitu siswa yang
menuntut Guru Pembimbing memerlukan pelayanan pengajar /latihan khusus
(seperti pengajaran/ latihan perbaikan, program pengayaan).
5. Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan
hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan
dan konseling.
6. Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang
memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti
/menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu.
7. Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti
konferensi kasus.
8. Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka
penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.
Sebagai pengelola kelas tertentu dalam pelayanan bimbingan dan konseling, Wali
Kelas berperan :
1. membantu Guru Pembimbing melaksanakan tugas-tugasnya, khususnya
di kelas yang menjadi tanggung jawabnya;
2. membantu Guru Mata Pelajaran melaksanakan peranannya dalam
pelayanan bimbingan dan konseling, khususnya dikelas yang menjadi tanggung
jawabnya;
3. membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa,
khususnya dikelas yang menjadi tanggung jawabnya, untuk mengikuti/menjalani
layanan dan/atau kegiatan bimbingan dan konseling;
4. berpartisipasi aktif dalam kegiatan khusus bimbingan dan konseling,
seperti konferensi kasus; dan
5. mengalihtangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan
konseling kepada Guru Pembimbing.
Berkenaan peran guru mata pelajaran dan wali kelas dalam bimbingan dan konseling,
Sofyan S. Willis (2005) mengemukakan bahwa guru-guru mata pelajaran dalam
melakukan pendekatan kepada siswa harus manusiawi-religius, bersahabat, ramah,
mendorong, konkret, jujur dan asli, memahami dan menghargai tanpa syarat.
Remedial/Referal
Evaluasi/Follow Up
J. Proses Konseling
Dari beberapa jenis layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan kepada peserta
didik, tampaknya untuk layanan konseling perorangan perlu mendapat perhatian
lebih. Karena layanan yang satu ini boleh dikatakan merupakan ciri khas dari layanan
bimbingan dan konseling.
Dalam prakteknya, memang strategi layanan bimbingan dan konseling harus terlebih
dahulu mengedepankan layanan – layanan yang bersifat pencegahan dan
pengembangan, namun tetap saja layanan yang bersifat pengentasan pun masih
diperlukan. Oleh karena itu, guru maupun konselor seyogyanya dapat menguasai
proses dan berbagai teknik konseling, sehingga bantuan yang diberikan kepada
peserta didik dalam rangka pengentasan masalahnya dapat berjalan secara efektif dan
efisien.
Secara umum, proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) tahap awal (tahap
mendefinisikan masalah); (2) tahap inti (tahap kerja); dan (3) tahap akhir (tahap
perubahan dan tindakan).
1. Tahap Awal
Tahap ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai
konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa hal yang
perlu dilakukan, diantaranya :
a. Kepala : kaku
b. Muka : kaku, ekspresi melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat
saat klien sedang bicara, mata melotot.
c. Posisi tubuh : tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien
menjauh, duduk kurang akrab dan berpaling.
d. Memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk
memberi kesempatan klien berfikir dan berbicara.
e. Perhatian : terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar.
2. Empati; empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang
dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang
klien. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa perilaku
attending mustahil terbentuk empati. Terdapat dua macam empati, yaitu :
Contoh :
” Tampaknya yang Anda katakan suatu...”
” Barangkali yang akan Anda utarakan adalah...”
” Adakah yang Anda maksudkan peristiwa...”
13. Fokus; yaitu teknik untuk membantu klien memusatkan perhatian pada
pokok pembicaraan. Pada umumnya dalam wawancara konseling, klien akan
mengungkapkan sejumlah permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena
itu, konselor seyogyanya dapat membantu klien agar dia dapat menentukan apa
yang fokus masalah. Misalnya dengan mengatakan :
”Apakah tidak sebaiknya jika pokok pembicaraan kita berkisar dulu soal
hubungan Anda dengan orang tua yang kurang harmonis ”.
Ada beberapa yang dapat dilakukan, diantaranya :
a. Fokus pada diri klien.
Contoh :
”Tanti, Anda tidak yakin apa yang akan Anda lakukan ”.
”Tampaknya Anda berjuang sendirian”
14. Konfrontasi ; yaitu teknik yang menantang klien untuk melihat adanya
inkonsistensi antara perkataan dengan perbuatan atau bahasa badan, ide awal
dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan, dan sebagainya. Tujuannya
adalah : (1) mendorong klien mengadakan penelitian diri secara jujur; (2)
meningkatkan potensi klien; (3) membawa klien kepada kesadaran adanya
diskrepansi; konflik, atau kontradiksi dalam dirinya.
Penggunaan teknik ini hendaknya dilakukan secara hati-hati, yaitu dengan : (1)
memberi komentar khusus terhadap klien yang tidak konsisten dengan cara dan
waktu yang tepat;(2) tidak menilai apalagi menyalahkan; (3) dilakukan dengan
perilaku attending dan empati.
Contoh dialog :
Klien : ” Saya baik-baik saja”.
(suara rendah, wajah murung, posisi tubuh gelisah).”
Konselor :”Anda mengatakan baik-baik saja, tapi kelihatannya ada yang
tidak beres”
”Saya melihat ada perbedaan antara ucapan dengan kenyataan
diri ”.
Contoh dialog :
Klien :”Perubahan yang terjadi di keluarga saya membuat saya
bingung. Saya tidak mengerti siapa yang menjadi pemimpin di
rumah itu.”
Konselor :”Bisakah Anda menjelaskan persoalan pokoknya ? Misalnya
peran ayah, ibu, atau saudara-saudara Anda.”
17. Diam; teknik diam dilakukan dengan cara attending, paling lama 5 – 10
detik, komunikasi yang terjadi dalam bentuk perilaku non verbal. Tujuannya
adalah (1) menanti klien sedang berfikir; (2) sevagai protes jika klien ngomong
berbelit-belit; (3) menunjang perilaku attending dan empati sehingga klien babas
bicara.
Contoh dialog :
Klien :”Saya tidak senang dengan perilaku guru itu”
Konselor :”..............” (diam)
Klien :” Saya..harus bagaimana.., Saya.. tidak tahu..
Konselor :”..............” (diam)
20. Pemberian informasi; sama halnya dengan nasehat, jika konselor tidak
memiliki informasi sebaiknya dengan jujur katakan bahwa dia mengetahui hal
itu. Kalau pun konselor mengetahuinya, sebaiknya tetap diupayakan agar klien
mengusahakannya.
Contoh :
”Mengenai berapa biaya masuk ke Universitas Pendidikan Indonesia, saya
sarankan Anda bisa langsung bertanya ke pihak UPI atau Anda berkunjung ke
situs www.upi.com di internet”.
7. Bermain Proyeksi;
Proyeksi :
Memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri
tidak mau melihat atau menerimanya
Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya
kepada orang lain.
Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang lain merupakan
atribut yang dimilikinya. Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta
kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan
kepada orang lain.
10. Home work assigments; teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-
tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem
nilai tertentu yang menuntut pola perilaku yang diharapkan. Dengan tugas rumah
yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide
dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-
bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang
keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan.
Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien
dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik ini dimaksudkan
untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan
pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien
dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.
Catatan : beberapa contoh phrase dalam wawancara konseling di atas diambil dari Sofyan
S. Willis (2004) dan Sugiharto (2005)
DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
Akhmad Sudrajat. 1986. Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri Siswa oleh Orang Tua
dengan Prilaku Sosial Siswa di Sekolah (Skripsi). Bandung : PPB-FIP IKIP Bandung.
Calvin S. Hall & Gardner Lidzey (editor A. Supratiknya). 2005. Teori-Teori Psiko Dinamik
(Klinis) : Jakarta : Kanisius
Chaplin, J.P. (terj. Kartini Kartono).2005. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : P.T. Raja Grafindo
Persada.
Depdiknas, 2004. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta : Bagian Proyek Peningkatan
Tenaga Akdemik Dirjen Dikti
--------- 2003. Pedoman Penyelenggaraaan Program Percepatan Belajar SD, SMP dan SMA.
Jakarta : Dirjen Dikdasmen.
---------,1990. Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah. Jakarta :
Depsiknas
Djumhar I dan Moh. Surya. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance &
Counseling). Bandung : CV Ilmu.
Gendler, Margaret E..1992. Learning & Instruction; Theory Into Practice. New York : McMillan
Publishing.
H.M. Arifin. 2003. Teori-Teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta. PT Golden Terayon Press.
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Developmental Phsychology. New Yuork : McGraw-Hill Book
Company
Moh. Surya. 1997. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung PPB - IKIP Bandung.
Muhibbin Syah. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta : PT Raja Grafindo.
Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : P.T. Remaja
Rosdakarya.
Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas.
----------, dkk. 2004. Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Rineka
Cipta.
Shertzer, B. & Stone, S.C. 1976. Fundamental of Gudance. Boston : HMC
Sofyan S. Willis. 2004. Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta
Sugiharto.(2005). Pendekatan dalam Konseling (Makalah). Jakarta : PPPG
Sumadi Suryabrata. 1984. Psikologi Kepribadian. Jakarta : Rajawali.
Sunaryo Kartadinata.2003. Inventori Tugas Perkembangan. Bandung : Lab. PPB-UPI Bandung
Syamsu Yusuf LN. 2003. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.. Bandung : PT Rosda
Karya Remaja.
W.S. Winkel 1982. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah Menengah. Jakarta : Gramedia.