Anda di halaman 1dari 20

I.

liTujuan Percobaan
Mahasiswa dapat melakukan analisa senyawa bioaktif pada sampel meliputi
analisa fenolik dan saponin.
II. Dasar Teori
2.1.Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Class : Dicotyledon
Ordo : Piperales
Family : Piperaceae
Genus : piper
Species : Piper betle L.

2.2.Deskripsi Tanaman
2.3.Kandungan Kimia
Daun sirih hijau mengandung senyawa saponin, flavonoid, polifenol dan
minyak atsiri (Departemen Kesehatan RI, 2000). Dalam daun sirih hijau juga
diketahui mengandung senyawa Piperol-A, Piperol-B, metil piper betlol,
terpinen-4-ol, safrole, allyl pyrocathechol monoacetate, eugenol, eugenyl acetate,
hydroxyl chavicol, piper betol, carvacol, allyl cathecol, chavicol, p-cymene,
carophylellene, chavibetol, cineole, estragol. Analisis fitokimia daun sirih hijau
menunjukkan adanya senyawa alkaloid, tanin, karbohidrat, asam amino dan
steroid. Komponen utama pada daun sirih hijau yaitu minyak atsiri yang
mengandung 2 senyawa fenol yaitu chavibetol dan chavicol (Dwivedi dan
tripathi, 2014).
Daun sirih hijau mengandung minyak atsiri sebesar 1-4,2% minyak atsiri,
tanin (Hariana, 2013). Terdapat pula kandungan alkaloid, flavonoid, fenol dan
steoid (Sarisadono, 2008). Kandungan lain yang terdapat dalam sirih hijau yaitu:
1-alanine, β-alanine, α-amino butyric acid, 1-arginine, asparagine, 1-asam
aspartat, 1-asam gultamat, glisin, histidin, 1-leusin, 1-lisin, 1-metionin,
fenilalanin, 1-prolin, 1-serin, 1-teronon, 1-triptofan, 1-tirosin, 1-valin, α-alanine,,
sistin, asam oksalat, nhentriakontan, n-pentatriakontan, sitosterol, terpen, fenil
propane, saponin, dan vitamin C (Widyaningtias, 2014).
Golongan Warna
No Pereaksi Pengamatan Pustaka
Senyawa Bercak
Kusumowati,
Asam dkk, 2012,
Biru, kuning UV 366 nm
Sitroborat Suhendi,
dkk, 2009
1. Flavonoid
Bekro, et al.,
AlCl3 5% Biru UV 366 nm
2008
Markham,
Uap Amonia Biru UV 366 nm
1988
Nugrahaningt
Sinar
FeCl3 5% Hijau, hitam yas dkk,
tampak
2005
Banu and
2. Fenol Folin Sinar
Biru Nagarajan,
Ciocalteau tampak
2014
Anisaldehid Sinar Aulifa, et al.,
Ungu
H2SO4 tampak 2015
Orange- Sinar Karthika, et
Alkaloid Dragendorf
kuning tampak al, 2014
UV 366
Coklat/coklat Shikongo,
Triterpenoid nm/sinar
Liebermann gelap 2012
tampak
Burchard
Biru atau Sinar Ballesteros,
steroid
hijau tampak et sl., 2013

2.4.Fitokimia dan Golongan Senyawa Metabolit Sekunder


A. Fitokimia
Menurut Robinson (1991) alasan lain melakukan fitokimia adalah untuk
menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek yang
bermanfaat, yang ditunjukan oleh ekstrak tumbuhan kasar bila diuji dengan
sistem biologis. Pemanfaatan prosedur fitokimia telah mempunyai peranan
yang mapan dalam semua cabang ilmu tumbuhan. Meskipun cara ini penting
dalam semua telaah kimia dan biokimia juga telah dimanfaatkan dalam kajian
biologis. Sejalan dengan hal tersebut, menurut Moelyono (1996) analisis
fitokimia merupakan bagian dari ilmu farmakognosi yang mempelajari metode
atau cara analisis kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan atau hewan
secara keseluruhan atau bagian-bagiannya, termasuk cara isolasi atau
pemisahannya.

B. Golongan Senyawa Metabolit Sekunder


Metabolit atau metabolisme adalah keseluruhan proses sintesis senyawa-
senyawa oleh organ dalam jaringan atau sel individu dalam kelangsungan
hidupnya. Manitto (1981), menyatakan bahwa proses ini berlangsung selama
individu atau organisme masih hidup bahkan pada jaringan organisme yang
telah mati dan pada umumnya metabolisme primer dan metabolisme sekunder.
Proses-proses kimia jenis lain yang terjadi hanya pada spesies tertentu
sehingga memberikan produk yang berlainan, sesuai dengan spesiesnya
merupakan senyawa-senyawa metabolik sekunder. Berperan dalam
kelangsungan hidup dan perjuangan menghadapi spesies-spesies lain berupa
zat kimia untuk pertahanan, penarik seks, dan feromen (Manitto, 1981).
Menurut Sastrohamidjojo (1996), bahwa metabolik sekunder adalah bahan
kimia non-nutrisi yang mengontrol spesies biologi dalam lingkungan atau
memainkan peranan penting dalam koeksistensi dan koevolusi spesies.
Menurut Harborne (1984) senyawa metabolit sekunder yang umum
terdapat pada tanaman adalah : alkaloid, flavanoid, steroid, saponin, terpenoid
dan tannin.
Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan,
yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil. Senyawa fenol cenderung
larut dalam air karena umumnya mereka seringkali berikatan dengan gula
sebagai glikosida dan biasanya terdapat pada vakuola sel (Putra, 2007).
Pada senyawa polifenol, aktivitas antioksidan berkaitan erat dengan
struktur rantai samping dan juga substitusi pada cincin aromatiknya.
Kemampuannya untuk bereaksi dengan radikal bebas DPPH dapat
mempengaruhi urutan kekuatan antioksidannya. Aktivitas peredaman radikal
bebas senyawa polifenol diyakini dipengaruhi oleh jumlah dan posisi hidrogen
fenolik dalam molekulnya. Dengan demikian aktivitas antioksidan yang lebih
tinggi akan dihasilkan pada senyawa fenolik yang mempunyai jumlah gugus
hidroksil yang lebih banyak pada inti flavonoidnya. Senyawa fenolik ini
mempunyai kemampuan untuk menyumbangkan hidrogen, maka aktivitas
antioksidan senyawa fenolik dapat dihasilkan pada reaksi netralisasi radikal
bebas yang mengawali proses oksidasi atau pada penghentian reaksi radikal
berantai yang terjadi.
III. Metodologi Percobaan
3.1.Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 2 Desember 2016 di laboratorium
kimia Universitas Muhammadiyah Semarang.
3.2.Alat dan Bahan
Alat Bahan
1. Erlenmeyer 1. Aquades
2. Corong 2. FeCl3
3. Bunsen 3. Etanol
4. Kaki tiga 4. Kloroform
5. Kasa
6. Corong pemisah
7. Gelas beker
8. Pipet tetes
9. Kertas Saring
10. Penangas Air

3.3.Urian Bahan
a. Aquadest
Nama Resmi : Aqua Destillata
Nama Lain : Air Suling
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul :18,02
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa
Penyimpanan : dalam wadah tertutup
Kegunaan : sebagai pelarut
b. FeCl3
Nama Resmi : ferri Chloridum
Nama Lain : Besi (III) klorida
Rumus Molekul : FeCl3
Berat Molekul : 162,2
Pemerian : hitam kehijauan, bebas warna jingga, hablur atau
serbuk hablur
Kelarutan : larut dalam air, larutan beropalesensi berwarma jingga
Kegunaan : sebagai pereaksi
c. Etanol
Nama Resmi : Aethonalium
Nama Lain : etanol, alkohol
Rumus Molekul : CH5OH
Pemerian : cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap, bau
khas, rasa panas dan mudah terbakar, memberikan nyala
biru
Kelarutan : sangat mudah larut dalan air, dan ester serta kloroform
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindungi cahaya
matahari
Kegunaan : zat tambahan
d. Kloroform
Nama Resmi : Cholorofornum
Nama Lain : Kloroform
Rumus Molekul : CHCl3
Berat Molekul : 119,38
Pemerian : cairan, mudah menguap, tidak berwarna, bau khas,
rasa manis dan membakar
Kelarutan : larut dalam lebih kurang 200 bagian air, mudah larut
dalam etanol p, dalam minyak atsiri dan dalam minyak
lemak
Penyimpanan : dalam wadah terturup baik, bersumbat kaca, terlindung
dari cahaya
Kegunaan : eluen
3.4.Cara Kerja
IV. Hasil Pengamatan
Uji Hasil
Daun sirih, warna hijau tua

V. Reaksi yang Terjadi

VI. Pembahasan
Uji fitokimia dilakukan untuk menentukan golongan senyawa aktif dari
ekstrak tumbuhan. Uji fitokimia yang sering dilakukan yaitu uji polifenol, kuinon,
alkaloid, triterpenoid, steroid, saponim dan flavonoid. Menurut harbone (1987)
fitokimia adalah suatu teknik analisa kandungan kimia didalam tumbuhan. Analisis
ini bersifat kualitatif sehingga data yang dihasilkan adalah data kualitatif. Oleh karena
itu dengan metode fitokimia dapat diketahui secara kualitatif kandungan kimia dalam
suatu jenis tumbuhan. Secara umum kandungan kimia tumbuhan dapat
dikelompokkan kedalam golongan senyawa alkaloid, triterpenoid, steroid, saponin,
flavonoid, tannin, polifenol, dan kuinon. Senyawa-senyawa tersebar luas didalam
tumbuhan. Untuk menentukan senyawa-senyawa tersebut maka digunakan pereaksi-
pereaksi khusus dan spesifik, misalnya pereaksi Dregendrorf, Meyer, Wagner, asam
pikrat dan pereaksi asam tannat untuk alkaloid. Pereaksi liebermen – burchard untuk
terpenoid, FeCl3 untuk mengidentifikasi polifenol dan larutan gelatin untuk senyawa
tanin.
Pada praktikum kali ini, dilakukan uji fitokimia pada Daun Sirih Hijau (Piper
betle L). Uji fitokimia secara umum dilakukan dengan terlebih dahulu menghaluskan
(memblender) simplisia daun sirih hijau, sehingga ukuran partikel sampel menjadi
sangat kecil sehingga memudahkan kandungan kimia dari bahan atau sampel tersebut
dapat tersaring dengan baik. Pada praktikum uji fitokimia yang yaitu dilakukan uji
saponin, uji fenol, uji steroid dan uji terpen.
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta
dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa yang stabil dalam air
dan menghomolisis sel darah merah. Untuk mengetahui adanya saponin dalam
sampel, maka filtrat dikocok sampe menimbulkan busa. Lapisan air tersebut dipipet
dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang lain, dikocok hingga terbentuk busa
yang tidak hilang selama 15 menit setinggi 3 cm. Berdasarkan hasil percobaan,
saponin tidak terdapat pada serbuk simplisia daun sirih yang diuji, dibuktikan dengan
tidak terdapatnya busa pada saat pengujian.
Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan,
yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil. Senyawa fenol cenderung larut
dalam air karena umumnya mereka seringkali berikatan dengan gula sebagai glikosida
dan biasanya terdapat pada vakuola sel (Putra, 2007). Pada saat pengujian di
laboratorium, daun sirih senyawa fenol, hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan
warna lapisan air pada saat ditetesi FeCl3. Hasil uji yang didapat sesuai dengan
literature bahwa daun sirih mengandung senyawa fenol.
Senyawa-senyawa yang terkandung dalam tumbuhan sirih hijau tidak
seluruhnya merupakan senyawa polar, namun juga tersapat senyawa non polar
ataupun semi polar dan bersifat lipofil, sebagaimana yang terkandung pada tanaman
tingkat tinggi pada umumnya. Pelarut etanol, etil asetal, dan n-heksana merupakan
pelarut organik yang banyak digunakan dalam proses ekstraksi, yang dapat
melarutkan senyawa flavonoid, saponin, aglikon flavonoid, steroid, dll (Sukriani dkk,
2016).
Beberapa kesalahan yang terjadi pada saat pengujian di antaranya tidak
terdapatnya saponin dan flavonoid dalam simplisia herba sambiloto sedangkan dalam
literature disebutkan bahwa dalam simplisia herba sambiloto terkandung saponin,
flavonoin dan sebagainya. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai macam factor,
diantaranya:

· Proses pengeringan yang terlalu lama.


· Kurang tepatnya sortasi basah dan pencucian sehingga masih terdapatnya benda-
benda asing yang terdapat pada herba sambiloto seperti kupu-kupu putih,
mikroorganisme, dan lain-lain.
· Kurangnya ketelitian dan kehati-hatian pada saat pengujian di laboratorium.
· Adanya bahan-bahan pereaksi di laboratorium yang tercampur dengan bahan lain.
· Kesalahan saat pengambilan tanaman, dan lain-lain.

VII. Kesimpulan
VIII. Daftar Pustaka
Harborne, J.B,1996. Metode Fitokimia, Edisi 2. Bandung: ITB Press
Teyler.V.E.et.al.1988. Pharmacognosy .9th Edition. 187 – 188. Phiadelphia : Lea &
Febiger
LIPIDA

I. Tujuan Percobaan

Setelah praktikum ini, diharapkan Mahasiswa dapat


1. memahami komponen utama lipida sederhana
2. Mengidentifikasi adanya komponen lipida yang bukan asam lemak
3. Mengidentifikasi adanya komponen lipida melalui reaksi kimia
4. Terampil melaksanakan eksperimen pengujian komponen utama lipida dan sterol-
sterol.

II. Dasar Teori


Lipid merupakan senyawa ester asam lemak dengan gliserol yang terdiri atas atom
karbon, hidrogen, dan oksigen. Lipid ini merupakan senyawa organik yang tidak larut
dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik seperti aseton, alkohol, kloroform, eter, dan
benzena. Lipid memilki peranan penting dalam tubuh, yaitu berperan sebagai pelarut
vitamin yang tidak larut air, sebagai sumber energi yang efisien, serta sebagai sumber
asam lemak esensial. Jenis lipid yang paling banyak terdapat di alam ialah lemak atau
triasilgliserol yang bersifat hidrofobik nonpolar (Lehninger, 2004). Triasilgliserol yang
banyak mengandung asam lemak jenuh, bentuknya padat pada suhu ruang, dan memilki
titik cair tinggi yang disebut lemak. Triasilgliserol yang banyak mengandung asam lemak
tak jenuh, bentuknya cair pada suhu ruang, dan memilki titik cair rendah yang disebut
minyak. Suatu lipid didefinisikan sebagai senyawa organik yang terdapat dalam alam
serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar seperti suatu
hidrokarbon atau dietil eter (Lehninger, 2004).
Lipid adalah senyawa yang merupakan ester dari asam lemak dengan gliserol yang
kadang-kadang mengandung gugus lain. Lipid tidak larut dalam air, tetapi larut dalam
pelarut organik seperti eter, aseton, kloroform, dan benzene. Lipid tidak memiliki rumus
molekul yang sama, akan tetapi terdiri dari beberapa golongan yang berbeda. Berdasarkan
kemiripan struktur kimia yang dimiliki, lipid dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu
asam lemak, lemak dan fosfolipid (Sumardjo, 2006).
Menurut Bintang (2010), senyawa-senyawa yang termasuk lipid ini dapat dibagi
dalam beberapa golongan.Lipid diklasifikasikan dari berbagai aspek menurut Poedjiadi
(2009):
1. Berdasarkan struktur kimianya, yaitu lemak netral (trigliserida), fosfolipida, lesitin,
dan sphyngomyeline.
2. Berdasarkan sumbernya (Bahan makanannya), yaitu lemak nabati (berasal dari
tumbuhan), dan lemak hewani (berasal dari hewan).
3. Berdasarkan konsistensinya, yaitu lemak padat (lemak atau gajih), dan lemak cair
(minyak).Menurut Riawan (1990), Lemak nabati mengandung lebih bayak asam
lemak tak jenuh yang menyebabkan titik cair yang lebih rendah dan berbentuk cair
(minyak), sedangkan lemak hewani mengandung asam lemak jenuh, khususnya yang
mempunyai rantai karbon panjang yang berbentuk padat.
4. Berdasarkan wujudnya, yaitu lemak tak terlihat (invisible fat), dan lemak terlihat
negatif.

Lipid dibagi atas 3 golongan yaitu: Lipid sederhana yang terdiri atas ester dari
asam-asam lemak gliserol. Ada 3 jenis lemak sederhana yaitu, lemak yang
strukturalnnya pada dalam suhu kamar, minyak yang strukturnya cair dalam suhu
kamar dan lilin atau malam yang merupakan ester asam lemak dengan alkohol. Lipid
campuran fosfolifid ester yang mengandung asam lemak dan yang mengandung gugus
lain yang terikat pada alkohol misalnya fosfolipida dan glikopida. Derivat lipid adalah
zat yang berasal dari hasil hidrolisis zat-zat tersebut antara lain lemak jenuh dan tidak
jenuh, alkohol, gliserol, sterol, dan lemak aldehid (Bintang, 2010).

Lipid mempunyai sifat umum sebagai berikut menurut (Poedjiadi, 2009):

a. Tidak larut dalam air


b. Larut dalam pelarut organik seperti benzena, eter, aseton, kloroform, dan
karbontetraklorida
c. Mengandung unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Kadang-
kadang juga mengandung nitrogen (N) dan fosfor (P).
d. Bila dihidrolisis akan menghasilkan asam lemak
e. Berperan pada metabolisme tumbuhan dan hewan.

III. Metodologi Percobaan


3.1.Waktu dan tempat Pelaksanaan
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 2 Desember 2016 di Laboratorium
Kimia UNIMUS.
3.2.Alat dan bahan
Alat : rak tabung reaksi, pipet tetes, gelas kimia, penjepit, tripot (kaki tiga), tabung
reaksi, gelas ukur, sendok, kompor spirtus, asbes

Bahan : minyak ikan, larutan sabun 1%, minyak kelapa, H2SO4 pekat, larutan
KMnO4, larutan KOH 0,1 N, indikator PP, Kristal KHSO4 padat, larutan HCl 0,1N,
gliserol, kolesterol 0,5%, kloroform, asetat anhidrid.

3.3.Uraian bahan
1. Asam sulfat (FI edisi III, hal 58)
Nama resmi : ACIDUM SULFURICUM
Nama lain : Asam sulfat
Rumus molekul : H2SO4
Berat molekul : 98,07
Pemerian : cairan kental seperti minyak, korosit, tidak berwarna,
jika ditambahkan ke dalam air menimbulkan panas.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Zat tambahan
2. KMnO4
Nama resmi = KALII PERMANGANAS
Nama lain = Kalium permanganate
RM = KMnO4
BM = 158,03
Pemerian = Hablur mengkilap, ungu tua /hampir hitam, tidak berbau, rasa
manis/sepat.
Kelarutan = Larut dalam 16 bagian air, mudah larut dalam air mendidih .
Kegunaan = Sebagai sampel
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup rapat
3. KOH
4. KHSO4
5. Indikator PP
Nama resmi : PHENOLPHTHALEINUM
Nama lain : Fenolftalein/Indikator PP
RM/BM : C20H14O4 / 318,33
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan lemah ; tidak
berbau ; stabil diudara.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air ; larut dalam etanol ; agak sukar
larut dalam eter
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Zat tambahan

6. HCl
Nama resmi : ACIDUM HYDROCHLORIDUM
Nama lain : Asam klorida
RM/BM : HCl / 36,46
Pemerian : Cairan ; tidak berwarna ; berasap, bau merangsang. Jika
diencerkan dengan 2 bagian air, asap dan bau hilang.
Kelarutan : Larut dalam etanol, asam asetat, tidak larut dalam air.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Zat tambahan

7. Gliserol
Nama resmi : Glycerolum

Nama lain : Gliserol/Gliserin

RM/BM : C3H8O3 /92,10

Pemerian : Cairan seperti sirop, jernih, tidak berwarna, tidak berbau,

manis diikuti rasa hangat, higroskopis

Kelarutan : Dapat campur dengan air dan dengan etanol (95%) P, praktis

tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P, dan dalam minyak

lemak

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Khasiat : Zat tambahan

Kegunaan : Sebagai sampel


8. Kolestrol
9. Kloroform
Nama Resmi : Cholorofornum
Nama Lain : Kloroform
Rumus Molekul : CHCl3
Berat Molekul : 119,38
Pemerian : cairan, mudah menguap, tidak berwarna, bau khas,
rasa manis dan membakar
Kelarutan : larut dalam lebih kurang 200 bagian air, mudah larut
dalam etanol p, dalam minyak atsiri dan dalam minyak
lemak
Penyimpanan : dalam wadah terturup baik, bersumbat kaca, terlindung
dari cahaya
Kegunaan : eluen

10. Asetat anhidrid


Nama Resmi : Acidum acetic anhidrate

Sinonim : Asam asetat anhidrat

% unsur : (CH3CO) (Mr = 99)

Rumus molekul : (CH3CO)2O

Berat Molekul : 102,09

Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, berbau tajam,

mengandung kurang dari 95,0% C4H6O3

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, etanol 95% P

Pennyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pelarut

3.4.Cara kerja
A. UjiKolesterol
1. Disiapkan3tabungreaksiyangbersihdankering.Tabungpertama diisidengan 1
mlminyakkelapamurni,tabung keduadengan5 tetes minyakikan,dan
tabungketigadengan 5 teteskolesterol0,5%.
2. Padasetiaptabung,ditambahkankloroformsebanyak2 ml.
3. Ditambahkanpula 10 tetesasamasetatanhidrid.
4. Melaluidindingtabung,ditambahkan2-3 tetesasamsulfatpekat.
5. Dikocokdengan hati-hatidan didiamkanbeberapadetik.
6. Diamatiperubahanyang terjadi.

B. Pembentukan Emulsi
1. Siapkan 5 ml aquades ke dalam tiga tabung reaksi. Beri label.
2. Tambahkan 3 tetes larutan soda ke dalam tabung reaksi pertama dan
Tambahkan 3 tetes larutan sabun ke dalam tabung kedua
3. Tambahkan 5 tetes minyak kelapa pada masing- masing tabung
4. Kocok tabung, saat pengocokan tutup tabung reaksi dengan ibu jari
5. Biarkan beberapa saat
6. Amati dan catat perubahan yang terjadi

C. Uji Akrolein
1. Masukkan 1 ml minyak kelapa ke dalam tabung reaksi
2. Tambahkan sedikit kristal KHSO4.
3. Panaskan tabung reaksi pada kompor spirtus hingga mendidih, amati bau
yang timbul. Lakukan prosedur yang sama untuk sampel gliserol.

D. Bilangan Asam
1. masukkan 10-20 gram minya ke dalam erlenmeyer
2. Tambahkan 5 ml alkohol 96%
3. Panaskan hingga mendidih
4. Tambahkan 2-3 tetes indikator PP
5. Titrasi dengan larutan KOH 0,1 N hingga warna merah jambu hilang.
6. Catat volume KOH yang dibutuhkan.

E. Bilangan Penyabunan
1. masukkan 5 gram minya ke dalam erlenmeyer
2. Tambahkan 2 ml KOH 0,1 n
3. Panaskan hingga mendidih sambil diaduk
4. Tambahkan 2 tetes indikator PP
5. Titrasi dengan larutan HCl 0,1 N hingga warna merah jambu hilang.
6. Catat volume HCl 0,1 N yang dibutuhkan.

IV. Hasil Pengamatan


V. Reaksi Percobaan
1. Uji Akrolein

2. Bilangan Asam
VI. Pembahasan
1. Uji Kolesterol
Pada percobaan uji kolesterol ini, didapatkan hasil negatif pada uji minyak
kelapa dan minyak ikan. Berdasarkan hasil percobaan pada tabung 1(minyak kelapa)
dan tabung 2 (minyak ikan) ternyata tidak terjadi perubahan warna yang
menunjukkan adanya kolesterol, ini dikarenakan kemungkinan rendahnya kadar
kolesterol yang dimiliki minyak kelapa dan minyak ikan sehingga membuatnya tidak
nampak jelas perubahan warnanya pada hasil percobaan. Hal ini sesuai dengan teori
yaitu adanya kolesterol dalam suatu bahan dapat di tentukan dengan reaksi Salkowski
yaitu reaksi antara kloroform dengan H2SO4 pekat, adanya kolesterol ditandai dengan
adanya perubahan warna menjadi merah, biru dan hijau.

2. Pembentukan Emulsi
Cara kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekunya yang dapat
terikat baik pada minyak maupaun air. Emulsifier akan membentuk lapisan
disekeliling minyak sebagai akibat menurunnya tegangan permukaan, sehingga
mengurangi kemungkinan bersatunya butir-butir minyak satu sama lainnya. Emulsi
adalah campuran antara partikel-partikel suatu zat cair (fase terdispersi) dengan zat
cair lainnya (fase pendispersi) dimana satu campuran yang terdiri dari dua bahan tak
dapat bercampur, dengan satu bahan tersebar di dalam fasa yang lain, seperti air dan
minyak. Dikarenakan setiap bahan pangan memilki karakteristik masing-masing maka
setiap bahan pangan memiliki jenis emulsi dan pengaruh jenis emulsi yang berbeda-
beda. Emulsi tersusun atas tiga komponen utama, yaitu: pertama, fase terdispersi (zat
cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain (fase internal).
Kedua, fase pendispersi (zat cair yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung)
dari emulsi tersebut (fase eksternal). Terakhir emulgator (zat yang digunakan dalam
kestabilan emulsi) (Fessenden, 1990).
Pada pengamatan yang dilakukan pada tabung I yang diisi dengan air atau
aquadest lalu ditambahkan minyak kelapa. Terbentuk emulsi tetapi emulsinya stabil
atau dengan kata lain bahwa kedua cairan ini tidak larut (tidak menyatu), larutan
mengalami emulsi stabil dikarenakan adanya emulsigator pada reagen uji sehingga
kondisinya stabil. Selain itu minyak kelapa bersifat non polar dan aquades bersifat
polar maka larutan tidak membentuk emulsi Pada tabung II yang diisi dengan air atau
aquadest lalu ditambahkan minyak kelapa, serta Na2CO3 mengalami emulsi tapi tidak
stabil karena ketiga cairan ini dapat menyatu (larut). Larutan mengalami emulsi tidak
stabil dikarenakan tidak adanya emulsigator pada reagen uji sehingga kondisinya
stabil. Akan tetapi, seharusnya minyak kelapa dengan penambahan Na2CO3 akan
membentuk emulsi stabil. Terbentuknya emulsi tidak stabil ini karena terdapat air
pada campuran tersebut. Pada tabung III yang diisi dengan air atau aquadest lalu
ditambahkan minyak zaitun, Na2CO3, serta larutan sabun mengalami emulsi tapi tidak
stabil karena ketiga cairan ini dapat menyatu (larut), karena sabun merupakan larutan
yang bersifat basa sehingga dapat saling berikatan dengan ikatan minyak zaitun.
Larutan mengalami emulsi stabil. Hal ini dikarenakan larutan sabun, protein dan
empedu termasuk emulsifier sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan antara
kedua fase cairan. Emulsifier akan membentuk lapisan di sekeliling minyak sebagai
akibat menurunnya tegangan permukaan dan diadsorpsi melalui butir-butir minyak,
sehingga mengurangi kemungkinan bersatunya butir-butir minyak satu sama lain.

Pada uji pembentukan emulsi, tabung 1 (air suling+minyak kelapa)


membentuk emulsi tidak stabil karena minyak kelapa bersifat nonpolar dan air suling
bersifat polar. Larutan yang bersifat polar tidak dapat larut dalam larutan nonpolar
sehingga kedua lapisan tersebut memisah. Pada tabung 2 (air suling+minyak
kelapa+Na2CO3 0,5%) terbentuk emulsi yang tidak stabil. Akan tetapi, seharusnya
minyak kelapa dengan penambahan Na2CO3 0,5% akan membentuk emulsi stabil.
Terbentuknya emulsi tidak stabil ini karena terdapat air pada campuran tersebut. Pada
tabung 3 (air suling+minyak kelapa+larutan sabun), tabung 4 (minyak kelapa+larutan
protein), dan tabung 5(minyak kelapa+larutan empedu) terbentuk emulsi stabil. Hal
ini dikarenakan larutan sabun, protein dan empedu termasuk emulsifier sehingga
dapat menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase cairan. Emulsifier akan
membentuk lapisan di sekeliling minyak sebagai akibat menurunnya tegangan
permukaan dan diadsorpsi melalui butir-butir minyak, sehingga mengurangi
kemungkinan bersatunya butir-butir minyak satu sama lain.
3. Uji Akrolein
4. Bilangan Asam
Prinsip pada saat melakukan percobaan bilangan asam adalah sejumlah
tertentu sampel yang mengandung lemak atau minyak dilarutkan dalam alcohol netral
kemudian dipanaskan pada alat kondensor sampai larut, sampel yang telah larut
tersebut dititrasi dengan menggunakan basa alkali yang konsentrasinya telah diketahui
untuk dihitung bilangan asamnya.
Penentuan asam lemak bebas atau biasa disebut dengan FFA yang merupakan
singkatan dari Free Fatty Acid sangat penting kaitannya dengan kualitas lemak.
Karena bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang
terdapat dalam lemak. Semakin besar angka ini berarti kandungan asam lemak bebas
semakin tinggi, sementara asam lemak bebas yang terkandung dalam sampel dapat
berasal dari proses hidrolisis ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik.
Karena proses hidrolisis dapat berlangsung dengan penambahan asam dan dibantu
oleh panas. Menurut (Sudarmadji, 1989) angka asam dapat menunjukan asam lemak
bebas yang berasal dari hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang
kurang baik. Makin tinggi angka asam maka makin rendah kualitasnya.
Sampel yang digunakan pada pengujian kali ini adalah CPO yang telah
mengalami pemurnian. Sampel kemudian ditimbang dengan berat 5 gram. Kemudian
ditambahkan pelarut alkohol yang kondisi alkoholnya harus netral. Digunakan alkohol
netral agar data akhir yang diperoleh benar-benar tepat. Karena bila kondisi tidak
netral, titrasi asam-basa akan berakhir dengan diperoleh data yang salah. Sesuai
dengan definisi bilangan asam itu sendiri yaitu jumlah miligram KOH atau basa-basa
lainnya yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak. Kemudian pada kedua
sampel ditambahkan indikator fenolftalein (PP). Indikator ini merupakan indikator
yang sering dipergunakan untuk titrasi asam-basa. Indikator ini akan berubah menjadi
merah muda bila suasana basa dan tetap bening jika dalam suasana asam. Karena pada
sampel alkohol yang dipergunakan tidaklah netral, maka ketika ditetesi fenolftalein,
berubah warna menjadi merah muda. Hal ini berakibat pada penentuan titik akhir
yang keliru pula. Setelah itu dititrasi menggunakan KOH 0,1 N yang telah
distandarisasi menggunakan asam oksalat sampai timbul warna pink yang tidak hilang
setelah 30 detik. Saat itulah titik akhir tercapai. Titik akhir adalah waktu ketika proses
titrasi dihentikan karena suasana telah menjadi netral yang ditunjukkan oleh
perubahan warna oleh indikator. Penentuan titik akhir dengan tepat pun tidak
menunjukkan suasana yang netral karena warna indikator berubah. Oleh karena itu
ada yang disebut titik ekuivalen yaitu waktu ketika jumlah titran dengan titrat
ekuivalen sehingga suasana benar-benar netral.
Fungsi penambahan alkohol netral adalah untuk melarutkan lemak atau
minyak dalam sampel agar dapat bereaksi dengan basa alkali. Karena alkohol yang
digunakan adalah untuk melarutkan minyak, sehingga alkohol (etanol) yang
digunakan konsentrasinya berada di kisaran 95-96%, karena etanol 95 % merupakan
pelarut lemak yang baik. Fungsi pemanasan saat percobaan adalah agar reaksi antara
alkohol dan minyak tersebut bereaksi dengan cepat, sehingga pada saat titrasi
diharapkan alkohol (etanol) larut seutuhnya. Pemberian tiga tetes indikator
fenolftalein (pp) pada praktikum ini adalah sebagai indikator pembuktian bahwa
bahan tersebut bersifat asam atau basa. Pada praktikum ini, setelah dititrasi dengan
KOH, larutan alkohol dan minyak kelapa yang telah ditetesi indikator fenolftalein
(pp) berubah warna menjadi merah muda. Hal ini membuktikan bahwa larutan
tersebut bersifat basa. Penggunaan KOH saat proses titrasi adalah untuk menentukan
kadar a sam lemak bebas yang terkandung dalam minyak kelapa. Jumlah volume yang
digunakan untuk mentitrasi larutan minyak kelapa dan alkohol digunakan dalam
proses penentuan asam lemak bebas.
Pada percobaan penentuan bilangan asam ini, campuran antara etanol dengan
minyak ditutup dengan pendingin balik, sambil dipanaskan dengan penangas air dan
digojok dengan kuat. Tujuan dari ditutupnya campuran dengan pendingin balik adalah
agar campuran yang menguap akibat panas tidak hilang dan jatuh kembali ke
campuran larutan akibat adanya pendinginan uap oleh pendingin balik yang ada.
Dilakuknanya proses pemanasan sambil penggojogan bertujuan agar semua larutan
dapat tercampurkan secara optimal. Setelah dipanaskan campuran didinginkan dan
kemudian baru dititrasi dengan KOH. Tujuan dari pendinginan adalah agar produk
yang telah terbentuk tidak terurai lagi menjadi reaktannya serta proses titrasi berjalan
dengan optimal. Berdasarkan hasil perhitungan bilangan asam diperoleh nilai untuk
minyak baru dan minyak bekas masing-masing sebesar: 2,66 ml KOH/gram minyak
dan 5,61 ml KOH/gram minyak. Dari hasil perhitungan ini dapat dilihat bahwa untuk
minyak bekas memiliki bilangan asam yang lebih besar dibandingkan dengan minyak
baru, dimana hal ini menunjukkan bahwa minyak baru memiliki kualitas yang lebih
baik dibandingkan dengan minyak bekas. Semakin tinggi bilangan asam maka
semakin banyak pula minyak yang terhidrolisis. Minyak bekas memiliki bilangan
asam yang lebih besar dari pada minyak baru, dikarena minyak goreng bekas dipakai
berulang-ulang dan akan mengalami perubahan kimia akibat hidrolisis dan oksidasi,
sehingga menyebabkan kerusakan pada minyak tersebut dan kandungan asam lemak
bebasnya banyak yang di sebabkan terurainya trigliserida menjadi senyawa lain yaitu
diantaranya asam lemak bebas (Ketaren, 1986).

5. Bilangan Penyabunan
Pada percobaan ini yaitu penentuan bilangan penyabunan, menunjukan
banyaknya basa (mg KOH) yang dibutuhkan untuk menyabunkan1 gram minyak.
Penentuan bilangan penyabunan berperan dalam proses identifikasi kualitas dari
minyak goreng yang digunakan. Besarnya bilangan penyabunan tergantung dari
massa molekul minyak, semakin besar molekul minyak maka semakin rendah
bilangan penyabunannya, hal ini dapat dijelaskan dengan semakin panjang rantai
karbon suatu minyak maka akan semakin kecil proporsi gugus karboksilat yang akan
bereaksi dengan basa. Dari hasil pengamatan diperoleh bilangan penyabunan untuk
minyak baru dan minyak bekas masing-masing yaitu 29,92mg KOH/gram dan 24,93
mg KOH/gram.
Prinsip kerja bilangan penyabunan adalah sejumlah tertentu sampel minyak/
lemak direaksikan dengan basa alkali berlebih yang telah diketahui konsentrasinya
menghasilkan gliserol dan sabun. Sisa dari KOH dititrasi dengan menggunakan HCl
yang telah diketahui konsentrasinya juga sehingga dapat diketahui berapa banyak
KOH yang bereaksi yang setara dengan asam lemak dan asam lemak bebas dalam
sampel. Bilangan penyabunan tersebut adalah banyaknya mg KOH yang diperlukan
untuk menyabunkan secara sempurnya 1 g lemak atau minyak. Pada saat percobaan
bilangan penyabunan juga digunakan titrasi blanko (titrasi tanpa menggunakan
sampel) yang berfungsi untuk mengetahui jumlah titer yang bereaksi dengan pereaksi.
Sehingga dalam perhitungan tidak terjadi kesalahan yang disebabkan oleh pereaksi.
Menurut (Sudarmadji, 2002) angka penyabunan dipergunakan untuk
menentukan berat molekul minyak secara kasar. Minyak yang tersusun oleh asam
lemak rantai C pendek berarti mempunyai berat molekul relatif kecil yang akan
mempunyai angka penyabunan yang besar. Angka penyabunan yang tinggi
membutuhkan banyak KOH karena banyak asam lemak berantai pendek. Angka
penyabunan merupakan bilangan penyabunan yang dinyatakan sebagai banyaknya
milligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram lemak atau minyak.
Penentuan bilangan penyabunan dilakukan untuk mengetahui sifat minyak
dan lemak. Pengujian sifat ini dapat digunakan untuk membedakan lemak yang satu
dengan yang lainnya.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Bilangan asam untuk sampel susu SGM yaitu 3,0294 dan untuk susu Frisian Flag
yaitu 7,0686.
2. Bilangan penyabunan untuk sampel susu SGM yaitu 100,95 dan untuk susu Frisian
Flag yaitu 207,57.
3. Menurut literatur range untuk bilangan penyabunan yaitu 200-205 sehingga dapat
dikatakan bahwa sampel susu SGM memenuhi syarat tetapi sampel susu Frisian Flag
tidak memenuhi syarat, sedangkan untuk bilangan asam syarat range yaitu 2-7
sehingga dapat dikatakan bahwa sampel susu SGM memenuhi syarat tetapi sampel
susu Frisian Flag sudah melewati range batasan maksimum (tidak memenuhi syarat).

VIII. Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai