Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

Low back pain (LBP) atau nyeri pinggang adalah suatu sindroma klinik yang
ditandai dengan gejala utama rasa nyeri atau perasaan tidak enak di daerah tulang
punggung bawah. Iskhialgia adalah nyeri pada daerah tertentu sepanjang tungkai
yang merupakan manifestasi rangsangan saraf sensoris perifer dari nervus
iskhiadikus. Ahli lain berpendapat bahwa iskialgia merupakan salah satu manifestasi
dari nyeri punggung bawah yang dikarenakan adanya penjepitan nervus iskiadikus.
Iskialgia atau sciatika adalah nyeri yang menjalar (hipoestesia, parestesia atau
disastesia) ke bawah sepanjang perjalanan akar saraf iskidikus. Terjepitnya saraf ini
dapat terjadi karena kompresi dari musculus piriformis yang dapat menyebabkan
sindrom piriformi, adanya perkapuran tulang belakang atau adanya keadaan yang
disebut dengan Herniasi Nukleus Pulposus (HNP).
Puncak insidensi nyeri punggung bawah atau Ischialgia adalah pada usia 45 - 60
tahun. Pada penderita dewasa tua, nyeri punggung bawah dapat mengganggu
aktivitas sehari – hari pada 40% penderita, dan gangguan tidur pada 20% penderita.
Usia merupakan faktor yang mendukung terjadi LBP, sehingga biasanya di derita
oleh orang berusia lanjut karena penurunan fungsi – fungsi tubuhnya terutama
tulangnya sehingga tidak lagi elastis seperti diwaktu muda. Selain itu faktor risiko
terhadap pekerjaan dipengaruhi aktivitas terlalu banyak duduk atau berdiri juga
merupakan faktor yang mendukung LBP. Ini dinamakan posisi tubuh kerja statis,
pekerjaan yang membuat tubuh terpapar dengan getaran seperti yang dilakukan para
masinis, pengemudi truk, mengoperasikan alat bergetar sering mengangkat dan
menarik benda berat banyak membungkuk dan berputar. Ischialgia hanyalah
merupakan suatu symptom gejala, maka yang terpenting adalah mengetahui factor
penyebabnya agar dapat diberikan pengobatan yang tepat.
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. E
Umur : 50 tahun
No. RM : 86120
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : RT. 04 Desa Suko Awin Jaya
Pekerjaan : PNS
Dirawat di ruang : VIP Rsud Ahmad Ripin
Tanggal masuk RS : 02 Februari 2016

II. DAFTAR MASALAH

No. Aktif Tanggal Pasif


1. Nyeri pada bokong kiri 06/02/2018 -

III. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 06 februari 2018,
pukul 12.30 WIB di Ruang VIP Rsud Ahmad Ripin.
1. Keluhan Utama : nyeri pinggang kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
o Lokasi : Bokong kiri
o Onset : 1 hari SMRS
o Kualitas : Nyeri terasa seperti di tusuk tusuk, nyeri menjalar
dari bokong kiri, Paha belakang kiri, belakang
lutut kiri, & betis kiri.
o Kuantitas : nyeri terus menerus, aktivitas dibantu keluarga.
o Hal yg memperberat : Berjalan, bergerak, dan duduk lama
o Hal yg memperingan : Istirahat di tempat tidur

o Kronologi :
± 8 bulan yang lalu pasien sudah mengeluh nyeri bokong sebelah
kiri yang mejalar samapai ke betis kiri. Rasa nyeri di rasakan hilang
timbul, dan di sertai otot terasa kencang, namun pasien mengaku masih

2
dapat menjalankan aktifitas nya sehari hari. Pasien mencoba berobat ke
dokter praktek umum dan di beri obat penghilang rasa sakit namun
keluhan tidak kunjung hilang. Pasien selanjutnya pergi ke Rsud ahmad
Ripin dan di rawat untuk beberapa hari dan menjalankan fisioterapi. ± 3
hari di rawat pasien pulang dan melanjutkan obat makan yg diberi oleh
dokter. Selang beberapa hari keluhan nyeri tetap ada namun hilang
timbul, pasien masih bisa menjalankan aktifitas nya sehari hari. Jika
keluhan nyeri datang pasien meminum obat penghilang nyeri yg di beri
dokter selain itu pasien juga berobat secara tradisional.
± 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien menguluh nyeri yg
begitu berat yang mendadak saat bangun tidur di bokong kiri yg menjalar
ke paha belakang, belakang lutut kiri dan betis kiri di sertai otot terasa
kencang. Nyerinya terus menerus, bertambah parah jika di bawa bergerak
dan berjalan, pada saat ini pasien tidak bias melakukan aktivitas, untuk
mengurangi keluhan nyeri pasien mencoba mengoles kan krim
penghilang nyeri dan berbaring di tempat tidur. Demam (-), penurunan
berat badan (-), batuk lama (-), kelemahan anggota gerak (-), kesemutan
(-), buang air besar dan kecil tidak ada keluhan
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
o Riwayat dengan keluhan yg sama : Ada, sejak 08 agustus 2017
o Riwayat trauma : Pasien pernah terjatuh waktu kecil dan 2
minggu SMRS
o Riwayat DM & HT : disangkal
o Riwayat alergi : disangkal
o Riwayat keganasan : disangkal
o Riwayat penyakit paru-paru : disangkal
o Riwayat penyakit herpes : disangkal
o Riwayat keguguran 10 tahun yang lalu dan di lakukan kuretase di Rsud
Ahmad Ripin

4. Riwayat Penyakit Keluarga :


o Keluarga dengan keluhan yg sama : ada
o Riwayat Hipertensi : disangkal
o Riwayat DM : disangkal
o Riwayat keganasan : disangkal

5. Riwayat Sosial, Ekonomi dan Pribadi

3
Pasien bekerja sebagai guru yang memiliki frekuensi duduk yg lama, pasien juga
dulu nya sering ikut membantu suami nya kekebun sawit dan kadang pasien ikut
menggangkat buah sawit. Tinggal dengan 2 anak dan suaminya.
Kesan Ekonomi: cukup

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 06 februari 2018, pukul 13.00 WIB
Keadaan Umum : tampak sakit sedang, VAS 5-6
Kesadaran : Compos mentis
GCS: E4 M6 V5 = 15
Tekanan Darah : 140/80 mmHg, isi tegangan cukup
Nadi : 70 kali/menit, reguler
RR : 22 kali/menit, reguler
Suhu : 37 0C, axiller
Status Gizi
Berat Badan : 69kg
Tinggi Badan : 160 cm
IMT : 26,9
Kesan : Berat bada lebih
Status Internus
Kepala : kesan mesosefal, rambut hitam bergelombang, luka (-)
Mata : Nistagmus (-/-), lesi (-/-), conjungtiva palpebra anemis(-/-)
sklera ikterik (-/-), reflek cahaya direk (+/+) indirek (+/+),
pupil isokor 2,5mm/2,5mm, bulat sentral, reguler.
Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-)
Telinga : serumen (-/-), nyeri tekan (-/-)
Mulut :bibir sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-).
Leher : pembesaran kelenjar limfe (-), pembesaran kelenjar tyroid (-),
deviasi trakea (-), kaku kuduk (-)
Thorax
 Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba, tidak kuat angkat
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : Suara jantung I & II normal murni, bising jantung (-)
 Paru :
Inspeksi : lesi (-), simetris statis dinamis
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, wheezing (-), ronki (-)

4
 Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti sekitar
Auskultasi : Bising usus 10 kali/menit (normal)
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, pekak sisi (+) normal,
pekak alih (-), nyeri ketok ginjal dextra/sinistra (-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrum (-), Tidak teraba pembesaran organ
Ekstremitas
Superior Inferior
Akral pucat -/- -/-
Akral hangat +/+ +/+
Capillary Refill < 2 detik/< 2 detik < 2 detik/< 2 detik

 Punggung
Inspeksi : Asimetris, skoliosis (-), kifosis (-), gibus (-), tanda
radang (-)
Palpasi : Nyeri tekan daerah lumbosakral (-), bokong kiri (+),
Lipatan lutut kiri (-)
V. STATUS NEUROLOGIS
I. Fungsi Luhur
- Kesadaran :
 Kualitatif : compos mentis
 Kuantitatif GCS : E4M6V5
- Orientasi : tempat, waktu dan situasi baik
- Daya ingat
 Baru : baik
 Lama : baik
- Gerakan abnormal : tidak ditemukan
- Gangguan berbahasa :
 Afasia motorik : -
 Afasia sensorik : -
 Akalkuli :-
2. Koordinasi dan Keseimbangan
- Cara berjalan : Sikap badan condong ke
kanan
- Tes Romberg : tidak dilakukan
- Tes romberg dipertajam : tidak dilakukan
- Tes telunjuk hidung : tidak dilakukan
- Tes telunjuk –telunjuk : tidak dilakukan
3. Fungsi Vegetatif
- Miksi : Dalam batas normal

5
- Defekasi : Dalam batas normal
4. Nervi Cranialis

Nervus Kranialis Kanan Kiri


N I (Olfaktorius)
Subjektif Baik Baik
Objektif (dengan bahan) Baik Baik
N II (Optikus)
Tajam penglihatan Baik Baik
Lapangan pandang Baik Baik
Melihat warna Baik Baik
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N III (Okulomotorius)
Sela mata Simetris Simetris
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Pergerakan bola mata Normal Normal
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Ekso/endotalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil :
bentuk Bulat, isokor,  3 mm Bulat, isokor,  3 mm
reflex cahaya + +
reflex konvergensi + +
Melihat kembar - -
N IV (Trochlearis)
Pergerakan bola mata ke Normal Normal
bawah-dalam
Diplopia - -
N V (Trigeminus)
Motorik
Otot Masseter Normal Normal
Otot Temporal Normal Normal
Otot Pterygoideus Normal Normal
Sensorik
Oftalmikus Normal Normal
Maksila Normal Normal
Mandibula Normal Normal
N VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata Normal Normal
(lateral)
Diplopia - -
N VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata Normal Normal
Memperlihatkan gigi Normal Normal
Bersiul Normal Normal
Sensasi lidah 2/3 depan Normal Normal

6
N VIII (Vestibularis)
Suara berbisik Normal Normal
Detik arloji Normal Normal
Rinne test Normal Normal
Weber test Normal Normal
Swabach test Normal Normal
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
N IX (Glossofaringeus)
Sensasi lidah 1/3 blkg Normal Normal
Refleks muntah + +
N X (Vagus)
Arkus faring Simetris
Berbicara Normal
Menelan Baik
Refleks muntah Baik
Nadi Normal
N XI (Assesorius)
Menoleh ke kanan + +
Menoleh ke kiri + +
Mengangkat bahu + +
N XII (Hipoglosus)
Kedudukan lidah Lurus ke depan
dijulurkan
Atropi papil -
Disartria -

ANGGOTA GERAK
ATAS Kanan Kiri
Inspeksi:
Drop hand Tidak ada Tidak ada
Claw hand Tidak ada Tidak ada
Kontraktur Tidak ada Tidak ada
Warna kulit Normal Normal
Sistem motorik :
Gerakan + normal + normal
Kekuatan 5-5-5 5-5-5
Tonus Normal Normal
Trofi (-) (-)
Klonus (-) (-)
Sistem Sensoris :
Taktil (+) normal (+) normal
Nyeri (+) normal (+) normal
Thermal t.d.l t.d.l
Reflek fisiologik :
(+) (+)

7
Bisep (+) (+)
(+) (+)
Trisep
(+) (+)
Radius
(-) (-)
Ulna
(-) (-)
Reflek Patologi :
Hoffman
Tromer

ANGGOTA GERAK
Kanan Kiri
BAWAH
Inspeksi:
Drop foot Tidak ada Tidak ada
Claw foot Tidak ada Tidak ada
Tidak ada Tidak ada
Kontraktur Tidak ada Tidak ada
Warna kulit Normal Normal
Sistem motorik
Gerakan Bebas (↓) (nyeri)
Kekuatan 5-5-5 5-5-5
Tonus (+) normal (+) normal
trofi (-) (-)
Klonus (-) (-)
Sistem Sensoris :
Raba (+) normal (+) normal
Nyeri (+) normal (+) normal
Thermal t.d.l t.d.l
Reflek fisiologi :
Patella (+) (+)
Achiles (+) (+)

Keterangan Kanan Kiri

8
Reflek Patologis
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Mendel Bechterew - -
Rossolimo - -
Gonda - -
Klonus patella - -
Klonus kaki - -
Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk - -
Kernig sign - -

Rangsang Radikuler
Tes Lasegue - (90) + (70)
Kontra Lasague - -
Kernig Sign - -
Tes Bragard - +
Tes Sicard - +
Tes Patrik - -
Tes Kontra Patrik - -
Tes valsava - -

VI. PEMERIKSAAN TAMBAHAN


Darah Rutin
- Hb : 12,8 g/dl
- Leu : 9,62 ribu
- Erir : 4,55 juta
- Hema : 38,6 %
- Trom : 283 ribu

9
VII. RINGKASAN
Pasien perempuan usia 50 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan
nyeri yang mendadak dan begitu hebat di bokong kiri yg menjalar ke bagian,
paha belakang kiri, betis dan telapak kaki kiri di sertai otot terasa kencang. nyeri
nya terus menerus, bertambah parah jika di bawa bergerak, duduk lama dan
berjalan, pada saat ini pasien tidak bias melakukan aktivitas, untuk mengurangi
keluhan nyeri pasien mencoba mengoles kan krim penghilang nyeri dan
berbaring di tempat tidur. Demam (-), penurunan berat badan (-), batuk lama (-),
kelemahan anggota gerak (-), kesemutan (-), buang air besar dan kecil tidak ada
keluhan
Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU tampak sakit sedang, N.cranialis
dalam batas normal. Nyeri tekan di regio Gluteus sinistra, tes laseque (-/+),tes
bragard (-/+), tes sicard (/-+), tes valsava (-), Patrik (-), Kontra Petrik (-).
VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Ischialgia Sinistra
Diagnosis Topis : Susp. Musculus Piriformis dan N. Ischiadicus
Diagnosis Etiologi : Suspek Sindrom Piriformis
Diagnosa Banding : Ischialgia sinistra et causa Hernia nucleus
Pulposus Lumbosacral
IX. RENCANA AWAL
Rencana Diagnosis
Usulan pemeriksaan:
 X-foto Lumbal AP-Lateral
 MRI
Rencana Terapi
Farmakologi
a. Infus Nacl 0,9% 20 tpm
b. Injeksi Metylprednisolon 3 x 125 mg
c. Inj. Ranitidin 2 x 50mg
Pemberian Oral
d. Gabapentin 2 x 100 mg
e. Eperison Hcl 3 x 50mg
f. Mecobalamin 2x 500mg
g. Analtrum 3 X 1 tablet (k/P)
h. Dexketoprofen 35 mg
Paracetamol 400mg
Diazepam 5mg
Mfla Pulv dtd Da in Caps
S2dd Caps I

10
Non farmakologi
a. Bed rest
b. Fisioterapi
X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Follow UP Pasien

Tangga S O A P
l
06 Nyeri di bokong - KU: Tampak sakit sedang Ischialgia
Februari kiri yg - Kesadaran: CM Sinistra et Tx:
2018 menjalar ke - GCS : 15 causa susp. - Bed Rest
bagian, paha - TV: Sindrom - RL 0,9 % 20 TPM
belakang kiri, - TD: 140/80 mmHg Piriformis - Inj. Ranitidin 2 x 50mg
belakang lutut - N: 88 x/m - Inj. Metilprednisone
kiri, dan betis - RR: 20 x/m 3x125 mg
kiri. - T: 36,8˚C PO
Kesemutan (-)  Lassaque sign = + 70 - Gabapentin 2x100 mg
Otot terasa (kiri) - Eperison Hcl 50mg 3x1
kencang.  Baragard; +/- - Mecobalamin 2x500mg
 Sicard ; +/- - Analtrum 3x1 (k/p)
 Motorik :555/555 - Dexketoprofen 35 mg
Paracetamol 400mg
 Sensorik : baik
Diazepam 5mg
 VAS : 6-7
Mfla pulv da in caps
S2dd caps I

07 Nyeri di bokong - KU: Tampak sakit sedang Ischialgia


Februari kiri yg - Kesadaran: CM Sinistra et Tx:
2018 menjalar ke - GCS : 15 causa susp. - Bed Rest
bagian, paha - TV: Sindrom - RL 0,9 % 20 TPM
belakang kiri, - TD: 140/80 mmHg Piriformis - Inj. Ranitidin 2 x 50mg
belakang lutut - N: 80 x/m - Inj. Metilprednisone
kiri, dan betis - RR: 20 x/m 3x125 mg
kiri berkurang - T: 36,8˚C PO
dari sebelum  Lassaque sign = + 70 - Gabapentin 2x100 mg
nya, (kiri) - Eperison Hcl 50mg 3x1
Kesemutan (-)  Baragard; +/- - Mecobalamin 2x500mg
Otot terasa  Sicard ; +/- - Analtrum 3x1 (k/p)
kencang.  Motorik :555/555 - Dexketoprofen 35 mg
. Paracetamol 400mg
 Sensorik : baik
Diazepam 5mg
 Vas :6-7
Mfla pulv da in caps
S2dd caps I

08 Nyeri di bokong - KU: Tampak sakit sedang Ischialgia Konsul dr. Alfindra, Sp.S Pkl:
februari kiri yg - Kesadaran: CM Sinistra et 10.00 wib, Pasien boleh
2018 menjalar ke - GCS : 15 causa susp. pulang. Kontrol ulang hari
bagian, paha - TV: Sindrom senin 12-02-2018 dan lakukan
belakang kiri, - TD: 140/70 mmHg Piriformis fisioterapi sebelum pulang.
belakang lutut - N: 84 x/m Terapi pulang :
kiri, dan betis - RR: 20 x/m - Gabapentin 2x100 mg

11
kiri lebih - T: 36,8˚C - Eperison Hcl 50mg 3x1
berkurang dari  Lassaque sign = + 60 - Mecobalamin 2x500mg
sebelum nya, (kiri) - Analtrum 3x1 (k/p)
Kesemutan (-)  Baragard; +/- - Dexketoprofen 35 mg
Otot terasa  Sicard ; +/- Paracetamol 400mg
kencang.  Motorik :555/555 Diazepam 5mg
Mfla pulv da in caps
 Sensorik : baik
S2dd caps I
 Vas : 4-5

12 Nyeri di bokong - KU: Tampak sakit sedang Ischialgia


Februari kiri yg - Kesadaran: CM Sinistra et Tx:
2018 menjalar ke - GCS : 15 causa susp. - Gabapentin 2x100 mg
(poliklini bagian, paha - TV: Sindrom - Eperison Hcl 50mg 3x1
k) belakang kiri, - TD: 140/80 mmHg Piriformis - Lansoprazole 1x30 mg
belakang lutut - N: 80 x/m
kiri, dan betis - RR: 20 x/m - Tramadol 350 mg
kiri, - T: 36,8˚C Paracetamol 400mg
Kesemutan (-), Nyeri tekan epigastrium (+), Diazepam 5mg
otot terasa Bu + normal. Mfla pulv da in caps
kencang.  Lassaque sign = + 70 S2dd caps I
Nyeri ulu hati (kiri)
 Baragard; +/- Fisioterapi
 Sicard ; +/-
 Motorik :555/555
 Sensorik : baik
VAS :6-7
14 Nyeri di bokong - KU: Tampak sakit sedang Ischialgia
maret kiri yg - Kesadaran: CM Sinistra et Tx:
menjalar ke - GCS : 15 causa susp. - Gabapentin 2x100 mg
2018 bagian, paha - TV: Sindrom - Eperison Hcl 50mg 3x1
(polikli belakang kiri, - TD: 130/80 mmHg Piriformis
nik) belakang lutut - N: 80 x/m - Tramadol 350 mg
kiri, dan betis - RR: 20 x/m Paracetamol 400mg
kiri, - T: 36,8˚C Diazepam 5mg
Kesemutan (-),  Lassaque sign = + >70 Mfla pulv da in caps
otot terasa (kiri) S2dd caps I
kencang.  Baragard; +/-
 Sicard ; +/- Fisioterapi
 Motorik :555/555
 Sensorik : baik
- VAS :5-6

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI


a. Vertebrae dan Diskus Intervertebralis

12
Anatomi tulang belakang perlu diketahui agar dapat ditentukan elemen yang
terganggu pada timbulnya keluhan nyeri punggung bawah. Columna vertebralis adalah
pilar utama tubuh. Merupakan struktur fleksibel yang dibentuk oleh tulang-tulang tak
beraturan, disebut vertebrae. Vertebrae dikelompokkan sebagai berikut ; Cervicales (7),
Thoracicae (12), Lumbales (5), Sacroles (5, menyatu membentuk sacrum), Coccygeae
(4, 3 yang bawah biasanya menyatu).
Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar terbagi
atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus intervertebralis
(sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale anterior dan posterior.
Sedangkan bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta
prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi tempat otot penyokong dan pelindung
kolumna vertebrale. Bagian posterior vertebrae antara satu dan lain dihubungkan dengan
sendi apofisial (fascet joint).

Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan tulang
rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae yang
dihubungkan satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus invertebralis
dan diperkuat oleh ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum longitudinalis
posterior.
Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna vertebralis. Diskus
ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana banyak terjadi gerakan
columna vertebralis, dan berfungsi sebagai sendi dan shock absorber agar kolumna
vertebralis tidak cedera bila terjadi trauma.

13
Discus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage
Plate), nukleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah cair dari nukleus
pulposus, memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat mengjungkit kedepan
dan kebelakang diatas yang lain, seperti pada flexi dan ekstensi columna vertebralis.
Diskus intervertebralis, baik anulus fibrosus maupun nukleus pulposusnya
adalah bangunan yang tidak peka nyeri. Bagian yang merupakan bagian peka nyeri
adalah: Lig. Longitudinale anterior, Lig. Longitudinale posterior, Corpus vertebra dan
periosteumnya, Articulatio zygoapophyseal, Lig. Supraspinosum, Fasia dan otot
Stabilitas vertebrae tergantung pada integritas korpus vertebra dan diskus
intervertebralis serta dua jenis jaringan penyokong yaitu ligamentum (pasif) dan otot
(aktif). Untuk menahan beban yang besar terhadap kolumna vertebrale ini stabilitas
daerah pinggang sangat bergantung pada gerak kontraksi volunter dan refleks otot-otot
sakrospinalis, abdominal, gluteus maksimus, dan hamstring.
Dengan bertambahnya usia, kadar air nukleus pulposus menurun dan diganti
oleh fibrokartilago. Sehingga pada usia lanjut, diskus ini tipis dan kurang lentur, dan
sukar dibedakan dari anulus. Ligamen longitudinalis posterior di bagian L5-S1 sangat
lemah, sehingga HNP sering terjadi di bagian postero lateral.
Tiga puluh satu pasang saraf spinal (nervus spinalis) dilepaskan dari medulla
spinalis. Beberapa anak akar keluar dari permukaan dorsal dan permukaan ventral
medulla spinalis, dan bertaut untuk membentuk akar ventral (radix anterior) dan akar
dorsal (radix posterior). Dalam radix posterior terdapat serabut aferen atau sensoris dari
kulit, jaringan subkutan dan profunda, dan sringkali dari visera.radix anterior terdiri dari
serabut eferen atau motoris untuk otot kerangka. Pembagian nervus spinal adalah
sebagai berikut: 8 pasang nervus cervicalis, 12 pasang nervus thoracius, 5 pasang nervus
lumbalis, 5 pasang nervus sakralis, dan satu pasang nervus coccygeus.

14
b. Nervus Ischiadikus dan M. Piriformis
Nervus ischiadicus merupakan serabut saraf yang terbesar di dalam tubuh
manusia yang berasal dari fleksus sacralis. Fleksus sacralis dibentuk oleh rami anterior
L5-S1, yang kadang-kadang mendapat tambahan dari L4-S4. Fleksus sacralis berada di
sebelah ventral dari musculus piriformis. Dari sini fleksus sacralis akan
mempercabangkan diri menjadi N. Ischiadicus, N. Gluteus Superior, N. Gluteus Inferior,
N. Cutaneus Femoris posterior, N. Clunialis Medialis Inferior dan N. Musculare.
Nervus Ischiadicus meninggalkan pelvic lewat forament ischiadica major, di
bawah musculus piriformis dan berjalan ke distal diantara trochanter major os femur dan
tuberositas Ischiadica makin ke distal N. Ischiadicus berada di anterior musculus biceps
femoris dan musculus semimembranosus, kemudian masuk ke pusat poplitea dimana N.
Ischiadicus berakhir dan bercabang menjadi dua yaitu : N. Tibialis dan N. Peroneus
Communis.
Otot piriformis berbentuk piramida dan rata, berasal dari permukaan ventrolateral
vertebrae sacrum 2 sampai 4, kemudian melewati foramen ischiadicum majus dan
berada di sebelah dorsal nervus ischiadicus sebelum berinsersi di bagian superomedial
trochanter major, persarafan : N. Ischiadicus, fungsi : Abduksi hip dan eksorotasi.
Serabut saraf yang keluar dari vertebralumbal 4 – 5 dan sakral 1–3. N.
Ischiadicus meninggalkan pelvis melalui foramen ischiadikus major turun diantara
trochantormayor os femur dan tuberositas ischiadikus di sepanjang permukaan
posterior paha ke ruang poplitea dimana serabut saraf ini berakhir dan bercabang
menjadi n. tibialisdan n. peroneus commuis.

15
Gambar . N. Ischiadicus dan M. Piriformis
Gangguan pada otot piriformis mempengaruhi saraf ischiadikus, karena saraf
ischiadikus berada dibawah pinggul, sehingga otot piriformis dapat menekan dan
membuat luka saraf ischiadikus pada area tersebut.

Keterangan: (A) saraf sciatica keluar foramen sciatica yang lebih besar pada
permukaan inferior otot piriformis; pemisahan saraf sciatik saat melewati otot
piriformis dengan cabang lewat tibialis (B) inferior atau (C) superior; (D)
seluruh saraf sciatic melewati otot perut; (E) saraf sciatic keluar foramen sciatic
lebih besar sepanjang permukaan superior dari otot piriformis.3,5

3.2 Definisi Ischialgia


Iskhialgia adalah nyeri pada daerah tertentu sepanjang tungkai yang merupakan
manifestasi rangsangan saraf sensoris perifer dari nervus iskhiadikus. Ahli lain
berpendapat bahwa iskialgia merupakan salah satu manifestasi dari nyeri punggung
bawah yang dikarenakan adanya penjepitan nervus iskiadikus.
Pengertian lain, ischialgia merupakan nyeri yang terasa sampai ke tungkai,
dengan kata lain merupakan nyeri yang terasa sepanjang perjalanan Nervus Ischiadicus.
Oleh karana itu, ischialgia harus didefinisikan sebagai nyeri yang terasa disepanjang
nervus ischiadicus dan lanjutannya di sepanjang tungkai.

16
Ischialgia timbul akibat perangsangan serabut sensoris yang berasal dari radiks

posterior L4 sampai S3. Dan ini dapat terjadi pada setiap bagian nervus ischiadicus

sebelum ia muncul pada permukaan belakang tungkai, yaitu :

a. Pada tingkat discus intervertebralis antara L4 sampai S1. pada

lokasi tersebut bisa terjadi Hernia Nukleus Pulposus (HNP) yang dapat

menekan radiks posterior L5, S1 dan S2 juga ada osteofit, herpes zoster dan

tumor dapat menekan radiks posterior L5 – S1.

b. Di dalam foramen infrapiriformis nervus ischiadicus dapat

terjebak oleh kondisi bursitis muskulus piriformis, kontraktur muskulus

piriformis dan spasme muskulus pirifomis.

c. Pada daerah sendi panggul, nervus ischiadicus dapat teriritasi

atau mengalami pada peradangan pada sendi panggul seperti kondisi coxitis,

bursitis trochanterica dan bursitis tuberischii.

3.2.1 Etiologi Ischialgia

Penyebab terjepitnya saraf ini ada beberapa faktor yaitu antara lain: kontraksi /
radang otot-otot daerah bokong, adanya perkapuran tulang belakang atau adanya
keadaan yang disebut dengan Herniasi Nukleus Pulposus (HNP). Ketiga sebab diatas
adalah kasus yang banyak terjadi sehingga menyebabkan Ischialgia. Menurut Sidharta
(1984) Ischialgia dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Ischialgia sebagai perwujudan entrapment neuritis.
Ini terjadi karena dalam perjalanan menuju tepi n. Ischiadikus terperangkap
dalam proses patologik di berbagai jaringan dan bangunan yang dilewatinya.
Jaringan dan bangunan itu yang membuat n. Ischiadikus terperangkap, antara
lain : (1) Pleksus lumbosakralis yang diinfiltrasi oleh sel-sel sarcoma
reproperitonial, karsinoma uteri dan ovarii, (2) garis persendian sakroilliaka
dimana bagian-bagian dari pleksus lumbosakralis sedang membentuk n.
Ischiadikus mengalami proses radang (sakrolitis), (3) Bursitis di sekitar
trochantor mayor femoris, (4) Bursitis m. piriformis (5) Adanya metatasis

17
karsinoma prostat di tuber ischii.Tempat dari proses patologi primer dari
Ischialgia ini dapat diketahui dengan adanya nyeri tekan dan nyeri gerak. Nyeri
tekan dapat dilakukan dengan penekanan langsung pada sendi panggul,
trochantor mayor, tuber ischii dan spina ischiadika. Sedangkan nyeri gerak dapat
diprovokasi dengan cara melakukan tes Patrick dan tes Gaenslen.
b. Ischialgia sebagai perwujudan entrapment radikulitis dan radikulopati.
Ischialgia ini dapat terjadi karena nucleus pulposus yang jebol ke dalam kanalis
vertebralis (HNP), osteofit, herpes zoster (peradangan) atau karena adanya tumor
pada kanalis vertebralis. Pada kasus ini pasien akan meraskan nyeri hebat,
dimulai dari daerah lumbosakral menjalar menurut perjalanan n. Ischiadikus dan
lanjutannya pada n. peroneus communis dan n. tibialis.
Data-data yang dapat diperoleh untuk mengetahui adanya Ischialgia
radikulopati, antara lain : (1) Nyeri punggung bawah (low back pain), (2)
Adanya peningkatan tekanan didalam ruang arachnoidal, seperti : batuk, bersin
dan mengejan, (3) Faktor trauma, (4) lordosis lumbosakral mendatar, (5) Adanya
keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS) lumbosakral, (6) Nyeri tekan pada
lamina L4, L5 dan S1, (7) Tes laseque selalu positif.
c. Ischialgia sebagai perwujudan neuritis primer.
Ischialgia ini dapat disembuhkan dengan menggunakan NSAID (non-steroid anti
inflammatory drugs). Gejala utama neuritis Ischiadikus primer adalah adanya
nyeri yang dirasakan berasal dari daerah antara sacrum dan sendi panggul,
tepatnya pada foramen infrapiriforme atau incisura ishiadika dan menjalar
sepanjang perjalanan n. Ischiadikus dan lanjutannya pada n. peroneus communis
dan n. tibialis. Neuritis ischiadikus primer timbul akut, sub akut dan tidak
berhubungan dengan nyeri punggung bawah kronik. Ischialgia ini sering
berhubungan dengan diabetes meilitus (DM), masuk angin, flu, sakit
kerongkongan dan nyeri pada persendian. Neuritis ischiadikus dapat diketahui
dengan adanya nyeri tekan positif pada n. Ischiadikus, m. tibialis anterior dan m.
peroneus longus.

3.3 Sindrom Piriformis


3.3.1 Definisi Sindrom Piriformis
Piriformis berasal dari 2 kata “pirum” yang berarti buah pir dan “forma” yang
artinya bentuk. Menurut Kirschner JS dkk sindrom piriformis adalah suatu kondisi

18
neuromuskuler yang ditandai oleh gabungan gejala yang mencakup nyeri pinggul dan
nyeri pantat. Rasa sakit sering ke bawah bagian belakang kaki, kadang-kadang ke
kakimedial sehingga kondisi ini akan menimbulkan nyeri dimulai dari pantat dan
berjalan lurus kebawah pada area paha.
Berdasarkan pendapat para ahli sindrom piriformis merupakan suatu kondisi yang
disebabkan oleh kondisi abnormal otot piriformis berupa nyeri atau hipostesia di area
pantat dan paha bagian posterior, dengan sesekali menjalar sampai ke tungkai bawah
jika mengenai pada nervus sciatic.
Pendapat lain mengatakan Piriformis syndrome adalah gangguan neuromuskular
yang terjadi karena saraf sciatica (nervus ischiadicus) terkompresi atau teriritasi oleh
otot piriformis sehingga menimbulkan nyeri, kesemutan, pada area bokong sampai
perjalanan saraf sciatica.

3.3.2 Epidemiologi Sindrom Piriformis


Sekitar 70% - 80% populasi di dunia mengalami nyeri pinggang pada suatu waktu
selama masa kehidupannya, dan diantaranya terdapat subkelompok pasien yang
mengalami nyeri pinggang sekaligus nyeri sciatic. Salah satu diagnosis yang dapat
ditegakkan berdasarkan evaluasi pada pasien sciatic adalah sindrome piriformis. Sekitar
15% dari populasi kasus sciatic(ischialgia) adalah sindrom piriformis. Sedikitnya sekitar
6% - 8% dari 750 penderita nyeri pinggang bawah akibat sindrom piriformis. 7Sindrom
piriformis lebih sering terjadi pada wanita daripada pria 6:1, kemungkinan karena faktor
biomekanik yang berhubungan dengan sudut otot quadriceps femoris lebih lebar pada
tulang coxae perempuan.
3.3.3 Etiologi Sindrom Piriformis
Berdasarkan penyebabnya sindrom piriformis dapat dibagi atas penyebab primer
dan sekunder. Penyebab primer terjadi akibat kompresi saraf langsung akibat trauma
atau faktor intrinsik musculus piriformis, termasuk variasi anomali anatomi otot,
hipertrofi otot, inflamasi kronik otot dan perubahan sekunder akibat trauma semacam
perlengketan. Penyebab sekunder disebabkan oleh adanya faktor yang menginisiasi
munculnya gejala klinis dari proses penyakit seperti, macrotrauma, microtrauma, efek
massa yang iskemik, dan adanya iskemik lokal. Diantara pasien-pasien sindrom
piiformis terdapat sedikitnya 15% kasus yang memiliki penyebab primer.

19
Piriformis syndrome paling sering disebabkan oleh makrotrauma pada daerah
bokong dan mikrotrauma akibat dari overuse dari otot piriformis seperti berjalan atau
berlari jarak jauh dan terlalu lama atau karena adanya kompresi langsung karena trauma
akibat duduk diatas permukaan yang keras terus-menerus.
Maggs (2010) berpendapat bahwa salah satu penyebab sindrom piriformis adalah
akibat overuse injury, otot piriformis sangat rentan untuk terjadi cedera berulang akibat
gerakan (repetitive motion injury/RMI). RMI terjadi apabila otot bekerja diluar
kemampuannya, atau tidak diberi cukup waktu untuk fase recovery, akibatnya otot
menjadi memendek.

3.3.4 Patogenesis Sindrom Piriformis


Etiologi sindrom piriformis masih belum jelas namun gejalanya mungkin akibat
neuritis bagian proksimal nervus ischiadicus. Musculus piriformis selain mengiritasi,
dapat pula menekan nervus ischiadicus, terkait dengan spasme dan/atau kontrakturnya,
problem ini menyerupai ischialgia diskogenik (pseudoischialgia). Berdasarkan etiologi,
sindrom piriformis dapat dibagi atas penyebab primer dan sekunder. Penyebab primer
terjadi akibat kompresi saraf langsung akibat trauma atau faktor intrinsik musculus
piriformis, termasuk variasi anomali anatomi otot, hipertrofi otot, inflamasi kronik otot,
dan perubahan sekunder akibat trauma semacam perlengketan. Penyebab sekunder
termasuk gejala yang terkait lesi massa dalam pelvis, infeksi, anomali pembuluh darah
atau simpai fibrosis yang melintasi saraf, bursitis tendon piriformis, inflamasi
sacroiliaca, dan adanya titik-titik picu myofascial. Penyebab lain dapat berasal dari:
pseudoaneurysma arteri gluteus inferior, sindrom piriformis bilateral terkait dengan
posisi duduk yang berkepanjangan, cerebral palsy terkait dengan hipertonus dan
kontraktur, arthroplasti panggul total seperti yang akan didiskusikan berikut, dan
myositis ossificans. Hiperlordosis lumbal dan kontraktur panggul pada posisi fleksi
meningkatkan regangan musculus piriformis juga cenderung menyebabkan gejala
sindrom piriformis. Pasien dengan kelemahan otot-otot abduktor atau ketimpangan
panjang tungkai bawah juga cenderung mengalami sindrom ini. Perubahan biomekanika
gaya berjalan (gait) sebagai penyebab hipertrofi musculus piriformis dan inflamasi
kronik, juga akan memunculkan sindrom piriformis. Dalam proses melangkah, saat fase
berdiri (stance phase) musculus piriformis teregang sejalan dengan beban pada panggul
yang dipertahankan dalam posisi rotasi internal. Saat panggul memasuki fase ayun

20
(swing phase), musculus piriformis berkontraksi dan membantu rotasi eksternal.
Musculus piriformis tetap dalam kondisi teregang selama proses melangkah dan
cenderung lebih hipertrofi dibanding otot lain di sekitarnya. Setiap abnormalitas proses
melangkah yang melibatkan panggul dengan posisi rotasi internal atau adduksi yang
meningkat dapat semakin meregangkan musculus piriformis. Trauma tumpul dapat
menyebabkan hematom dan fibrosis di antara nervus ischiadicus dan otot-otot rotator
eksternal pendek, salah satu pemicu gejala sindrom ini; suatu studi menunjukkan di
antara 15 pasien sindroma piriformis pasca trauma langsung di area pantat, aktifitas
normal kembali 2 bulan setelah operasi pembebasan tendon piriformis tendon dan
neurolisis nervus ischiadicus. Radikulopati lumbal bagian bawah mengakibatkan iritasi
sekunder musculus piriformis yang nantinya akan memperumit diagnosis dan
memperlambat fisioterapi metode peregangan punggung bawah dan panggul karena
memperberat gejala-gejala sindrom piriformis.
3.3.5 Diagnosis Sindrom Piriformis
Tidak ada tanda atau gejala patologi, ataupun tes laboratorium dan tes imaging
yang dapat dengan tegas mendiagnosa sindrom piriformis. Keluhan yang khas adalah
kram atau nyeri di pantat atau di area hamstring, nyeri ischialgia di kaki tanpa nyeri
punggung, dan gangguan sensorik maupun motorik sesuai distribusi nervus ischiadicus.
Keluhan pasien dapat pula berupa nyeri yang semakin menjadi saat membungkuk,
berlama-lama duduk, bangun dari duduk, atau saat merotasi internal paha, juga nyeri
saat miksi/defekasi dan dispareunia. Robinson menandai 6 gejala dan tanda yang
digunakan sampai sekarang:
1. Riwayat trauma pada gluteus dan sacroiliaca
2. Nyeri pada regio sacroiliaca joint, foramen ischiadiscus major (greater sciatic
notch) dan otot piriformis.
3. Eksaserbasi akut nyeri pada saat membungkuk atau mengangkat
4. Teraba sausage-shape mass di atas otot piriformis
5. Tanda lasegue positif
6. Berdasarkan durasi gejala, atropi gluteal.
ANAMNESIS
a. Gejala:
- Nyeri meningkat dengan duduk, berdiri, atau berbaring lebih lama dari 15
sampai 20 menit.
- Nyeri dan/atau paresthesia menyebar dari sakrum melalui daerah gluteal
dan turun ke aspek posterior paha, biasanya berhenti di atas lutut.
- Nyeri membaik dengan ambulasi dan memburuk apabila tanpa gerakan

21
- Nyeri ketika bangkit dari posisi duduk atau jongkok
- Perubahan posisi tidak menghilangkan rasa sakit sepenuhnya
- Nyari sacroiliaca kontralateral
- Kesulitan berjalan (misalnya, gaya berjalan antalgic, kaki turun)
- Mati rasa pada kaki
- Kelemahan ekstremitas bawah ipsilateral
- Nyeri abdomen, pelvis, dan inguinal
- Dispareunia pada wanita
- Nyeri saat buang air besar
b. Tanda-tanda klinis
- Nyeri tekan atau tidak nyaman di daerah sendi sacroiliaca, greater sciatic
notch dan otot piriformis
- Nyeri tekan atau tidak nyaman di atas piriformis otot
- Teraba massa di bokong ipsilateral
- Tarikan pada anggota badan yang terkena sehingga memodulasi nyeri
- Kelemahan asimetris pada anggota badan yang terkena
- Tanda piriformis positif
- Tanda Lasègue positif
- Tanda Freiberg positif
- Tanda Pace (fleksi, adduksi, dan hasil tes rotasi internal) positif
- Hasil uji Beatty positif
- Rotasi media terbatas pada ekstremitas bawah ipsilateral
- Kaki ipsilateral menjadi pendek
- Atrofi gluteal (pada kasus kronis)
- Rotasi sacral persistent ke sisi kontralateral dengan rotasi lumbal.

PEMERIKSAAN FISIK
Beberapa uji klinis dapat digunakan untuk membantu dalam diagnosis
sindrom piriformis. Tes ini berguna untuk memperjelas klinis, meskipun tidak
ada tes tunggal khusus untuk sindrom piriformis.3,9
1. Tanda lasegue
Tanda Lasègue terlokalisasi sakit ketika tekanan pada otot piriformis dan
tendon, terutama ketika pinggul yang tertekuk pada sudut 90 derajat dan
lutut diluruskan 180.
2. Tes FAIR
Melakukan fleksi, abduksi dan internal rotasi pada pinggul, hasil positif jika
dirasakan nyeri.

22
3. Tanda Freiberg
Melakukan rotasi pasif ke dalam oleh pinggul dan dirasakan nyeri pada
bokong.

4. Manuver Pace
Nyeri bokong dengan adanya tahanan abduksi dari kaki yang dimanuver
ketika posisi duduk.
5. Manuver beatty
Pasien diposisikan lateral dekubitus pada sisi yang tidak saki, nyeri pada
bokong dirasakan pada ekstrimitas yang sakit ketika pasien melakukan
abduksi secara aktif pada pinggul yang mengalami nyeri dan menahan lutut
beberapa inci dari meja pemeriksaan.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis klinis sindrom piriformis adalah dengan magnetic resonance
imaging (MRI) dan computed tomography (CT-scan) sebagai alternatif utama
untuk melihat adanya gangguan penyakit lain yang masih saling berhubungan.

23
Hanya sedikit kasus yang dilaporkan mengenai hipertropi dari otot piriformis
pada CT-scan ataupun MRI. Pada CT scan dapat menunjukkan adanya massa
besar sisi anterior pada otot piriformis dan CT scan dapat digunakan sebagai
identifikasi stenosis spinal atau perubahan artritis. Pada MRI dapat ditemukan
penyebab lain low back pain seperti heniasi diskus, tumor spinal atau abses,
selain itu pada otot piriformis dapat muncul pembesaran berupa pelebaran pada
T1 atau T2. Elektromyografi dapat menunjukkan perubahan neurologi atau otot.
Pada sindrom piriformis, EMG terlihat normal pada gluteus minimus, gluteus
medius dan fascia latae tensor, sedangkan keadaan abnormal ditemukan pada
gluteus maximus dan otot piriformis.

3.3.6 Diagnosis Banding Sindrom Piriformis


Karena tidak ada tanda patognomonis, beberapa diagnosis banding harus
dipertimbangkan; antara lain: herniasi diskus intervertebralis, degenerasi diskus
intervertebralis, arthropati, sacroiliitis, nyeri myofascial, dan bursitis trochanter femur.
Umumnya, tes laboratoris dan pencitraan memiliki peran terbatas dalam diagnosis,
namun sebaiknya tetap dijalankan untuk membedakan dengan penyebab ischialgia lain.
Dengan USG doppler, Broadhurst et al., dengan sampel terbatas berhasil
mengidentifikasi proses edema dan sklerotik yang simtomatis pada otot piriformis.13
Pada metode pencitraan MRI pelvis dapat dipakai hipotesis Rossi et al. yang
menyatakan bahwa panggul dengan posisi rotasi eksternal aktif (otot berkontraksi) atau
rotasi internal pasif (otot meregang) akan semakin memerangkap nervus ischiadicus
sehingga didapatkan gambaran klinis khas yang menunjukkan pembesaran musculus
piriformis dan alih posisi nervus ischiadicus dengan sinyal intensitas normal Tes
elektrofisiologis dapat menunjang diagnosis dengan kriteria pemanjangan refleks H
1.86msec saat tes FAIR (Flexion, Adduction, Internal Rotation) pada ekstrimitas bawah
ipsilateral.15,16 Refleks H merupakan versi stimulasi elektrik refleks Achilles dan
melewati musculus piriformis dua kali (konduksi orthodromik aferen dan eferen).
Perubahan amplitudo dan latensi rekaman potensial di elektroda epidural di lumbal 3–4
pada stimulasi tungkai terkait juga terlihat pada sindrom ini.17 Yang lain mengajukan
pendekatan diagnosis melalui injeksi lidokain dan/ atau kortikosteroid ke dalam
musculus piriformis dengan panduan EMG dan fluoroskopi.18.19 Lepas dari berbagai
usaha mengembangkan tes diagnosis yang obyektif, penegakan sindrom piriformis tetap

24
sebaiknya didasarkan pada kumpulan tanda dan gejala yang berasal dari riwayat,
pemeriksaan fisik, dan tes-tes diagnosis.

3.3.7 Tatalaksana Sindrom Piriformis


Terapi konservatif adalah tatalaksana awal paling efektif, lebih dari 79% pasien
dengan sindrom piriformis memiliki pengurangan gejala dengan penggunaan non
steroid anti-inflamasi disease (NSAID), muscle relaxan, terapi es dan istirahat.
1. Farmakologi
a. NSAID dan acetaminofen sebagai pilihan pertama dalam menangani
low back pain karena dapat mempengaruhi penurunan mediator
inflamasi lokal, nyeri dan spasme. Penggunaan 1 minggu dilaporkan
dapat mengurangi gejala nyeri.
b. Selain itu penggunaan muscle relaxan untuk pasien sindrom piriformis.
Pasien menggunakan relaksan hampir lima kali mengalami perbaikan
gejala dalam 14 hari. Efek samping dalam penggunaan muscle relaxant
adalah mulut kering, mengantuk dan pusing.
c. Beberapa penelitian telah meneliti peran analgesik narkotik dalam
mengatasi nyeri akut maupun kronis meskipun lebih digunakan pada
kondisi nyeri kronis. Pengunaannya hanya dalam jangka waktu
pendek, karena dapat memicu ketergantungan. Efek samping dapat
berupa konstipasi, gastrointestinal upset dan sedasi.
d. Terapi injeksi dapat disertakan bila keluhan menetap. Arah injeksi
ditujukan ke sendi sacroiliaca atau ke insersi musculus piriformis,
dilakukan dengan panduan pencitraan atau secara manual melalui
palpasi titik yang paling lunak atau dengan colok dubur.21 Injeksi
steroid (triamcinolone 80 mg) dan/atau anestesi lokal (lidokain 1%)
menggunakan jarum spinal 3,5 inci (8.9 cm) atau lebih panjang pada
pasien gemuk. Hindari injeksi langsung pada nervus ischiadicus
dengan meminta pasien melaporkan setiap perubahan sensasi selama
prosedur. Beberapa peneliti meyakini hanya sedikit atau bahkan tidak
ada komponen inflamasi yang terkait, maka disarankan hanya
menggunakan lidokain 1% diikuti peregangan piriformis segera.
Injeksi tanpa steroid ini dapat setiap minggu selama periode 4-5
minggu sembari dinilai keefektifannya dan kemungkinan perlunya

25
tindakan bedah. Ada studi yang menggunakan 12.500 unit neurotoksin
botulinum B atau toksin botulinum A dengan dosis setara disertai
fisioterapi, menunjukkan perbaikan setelah lebih dari 3 bulan.17-19
Hampir 50% pasiennya mengalami efek samping berupa mulut kering
dan disfagia.

2. Terapi Fisik
Sejumlah strategi terapi efektif bagi pasien sindrom ini (Gambar 8).
Pendekatan tatalaksana yang pertama dan utama ialah rehabilitasi, dimulai
dari aktifitas dan terapi fisis, penekanannya pada komponen-kom ponen yang
melibatkan otot piriformis. Tujuannya selain meregangkan dan menguatkan
otot-otot abduktor/ adduktor panggul juga mengurangi efek lingkaran setan
nyeri dan spasme. Peregangan mandiri dapat dibantu dengan diatermi,
ultrasound, stimulasi elektrik, ataupun teknik-teknik manual lainnya. Bila
teknik tersebut diaplikasikan sebelum peregangan otot piriformis, maka akan
memudahkan pergerakan kapsul sendi panggul ke anterior dan posterior dan
otot-otot abdomen untuk meregang; dengan demikian tendon piriformis akan
mengalami relaksasi dan peregangan yang efektif. Pasien sebaiknya tetap
menjalani program peregangan mandiri di rumah, karena repetisi peregangan
secara intensif sepanjang hari merupakan komponen esensial program. Saat
fase awal, peregangan sangat dianjurkan dilakukan minimal tiap 6 jam.
Peregangan musculus piriformis dapat dikerjakan di posisi telentang ataupun
tegak dengan tungkai yang terkait difleksikan dan dirotasi internal/adduksi.
3. Bedah
Prosedur bedah adalah jalan terakhir, namun dapat memberikan hasil
dramatis. Pembedahan dalam kondisi ini meliputi reseksi musculus
piriformis atau tendon di dekat insersinya pada aspek superomedial dari
trochanter major os femur. Peneliti lain memakai teknik kombinasi dengan

26
membelah tendon pada insersinya dan kemudian pada ototnya di area
keluarnya dari foramen ischiadicum majus guna memisahkan otot ini dan
mendekompresi nervus ischiadicus secara keseluruhan serta mencegah
rekurensinya akibat pembentukan fibrosis. Pasien pada posisi lateral
dekubitus dengan tungkai yang terkait di atas. Insisi sebatas sepertiga
proksimal dari insisi posterolateral, standar bagi operasi penggantian panggul
total. Untuk reseksi piriformis, beberapa ahli lebih memilih pendekatan
invasif minimal mikroskop dibanding teknik endoskopi. Dimulai dengan
insisi kulit 4 cm, diikuti pemisahan tumpul serat musculus gluteus maximus
dengan perlahan dan cermat untuk menghindari cedera nervus ischiadicus.
Retraktor dipakai untuk memperlebar serat gluteus maximus dan jaringan
lemak di bagian dalam dipotong dengan teliti guna melokalisir musculus
piriformis dan insersinya di trochanter major. Rotasi internal panggul dapat
mempermudah identifikasi tendon musculus piriformis. Nervus ischiadicus
seharusnya diidentifikasi dengan pipa Penrose yang diletakkan di sekitar
saraf sebagai penanda. Berikutnya tendon piriformis dibelah dan musculus
dipisahkan dari nervus ischiadicus sampai di area foramen ischiadicum
majus. Nervus ischiadicus dieksplorasi dan didekompresi untuk memastikan
tidak ada residu lapisan fibrosis, simpai neurovaskular, ataupun faktor lain
yang menekan saraf. Pasca operasi pasien menanggung beban berat badan
sepenuhnya (fully weight-bearing) dengan kruk dan menjalani fisioterapi
untuk penguatan otot-otot adduktor/ abduktor dan latihan berjalan.

3.3.8 Prognosis Sindrom Piriformis


Sebagian besar pasien dengan sindrom piriformis memiliki progress baik setelah
dilakukan injeksi lokal trigger-point. Kekambuhan jarang terjadi setelah 6 minggu
terapi. Setelah bedah, pasien dengan piriformis sindrom dapat kembali lagi beraktivitas
rata-rata dalam 2-3 bulan.

3.4 Hernia Nukleus Pulposus


Hernia adalah protrusi atau penonjolan dari sebuah organ atau jaringan melalui
lubang yang abnormal. Nukleus pulposus adalah massa setengah cair yang terbuat dari
serat elastis putih yang membentuk bagian tengah dari diskus intervertebralis. Hernia

27
Nukleus Pulposus (HNP) merupakan suatu gangguan yang melibatkan ruptur annulus
fibrosus sehingga nukleus pulposis menonjol (bulging) dan menekan kearah kanalis
spinalis. HNP mempunyai banyak sinonim antara lain : Hernia Diskus Intervertebralis,
Ruptur Disc, Slipped Disc, Prolapsed Disc dan sebagainya.

3.4.1 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi HNP berkisar antara 1 – 2 % dari populasi. Usia yang paling sering
adalah usia 30 – 50 tahun. Pada penelitian HNP paling sering dijumpai pada tingkat L4-
L5; titik tumpuan tubuh di L4-L5-S1. Inside HNP di Amerika Serikat adalah sekitar 5%
orang dewasa. Kurang lebih 60-80% individu pernah mengalami nyeri punggung dalam
hidupnya. Nyeri punggung bawah merupakan 1 dari 10 penyakit terbanyak di Amerika
Serikat dengan angka prevalensi berkisar antara 7,6-37% insidens tertinggi dijumpai
pada usia 45-60 tahun.

3.4.2 PATOFISIOLOGI
1. Proses Degenaratif
Diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago yang berfungsi
sebagai shock absorber, menyebarkan gaya pada kolumna vertebralis dan juga
memungkinkan gerakan antar vertebra. Kandungan air diskus berkurang dengan
bertambahnya usia (dari 90% pada bayi sampai menjadi 70% pada orang usia
lanjut). Selain itu serabut-serabut menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut
membantu terjadinya perubahan ke arah herniasi nukleus pulposus melalui anulus
dan menekan radiks saraf spinal. Pada umumnya hernia paling mungkin terjadi pada
bagian kolumna vertebralis dimana terjadi peralihan dari segmen yang lebih mobile
ke yang kurang mobile (perbatasan lumbosakral dan servikotolarak).
2. Proses Traumatik
Dimulainya degenerasi diskus mempengaruhi mekanika sendi intervertebral,
yang dapat menyebabkan degenerasi lebih jauh. Selain degenerasi, gerakan
repetitive, seperti fleksi, ekstensi, lateral fleksi, rotasi, dan mengangkat beban dapat
memberi tekanan abnormal pada nukleus. Jika tekanan ini cukup besar sampai bisa
melukai annulus, nucleus pulposus ini berujung pada herniasi. Trauma akut dapat
pula menyebabkan herniasi, seperti mengangkat benda dengan cara yang salah dan
jatuh.

28
Hernia Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan keadaan
herniasinya, dimana ekstrusi dan sequestrasi merupakan hernia yang sesungguhnya,
yaitu:16,18
1. Protrusi diskus intervertebralis : nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa
kerusakan annulus fibrosus.
2. Prolaps diskus intervertebral : nukleus berpindah, tetapi masih dalam
lingkaran anulus fibrosus.
3. Extrusi diskus intervertebral : nukleus keluar dan anulus fibrosus dan berada
di bawah ligamentum, longitudinalis posterior.
4. Sequestrasi diskus intervertebral : nukleus telah menembus ligamentum
longitudinalis posterior

Nukleus pulposus yang mengalami herniasi ini dapat menekan nervus di dalam
medulla spinalis jika menembus dinding diskus (annulus fibrosus); hal ini dapat
menyebabkan nyeri, rasa tebal, rasa keram, atau kelemahan. Rasa nyeri dari herniasi
ini dapat berupa nyeri mekanik, yang berasal dari diskus dan ligamen; inflamasi,
nyeri yang berasal dari nucleus pulposus yang ekstrusi menembus annulus dan
kontak dengan suplai darah; dan nyeri neurogenik, yang berasal dari penekanan pada
nervus.
Faktor Resiko Berikut ini adalah faktor risiko yang meningkatkan seseorang
mengalami HNP:
a. Usia
Usia merupakan faktor utama terjadinya HNP karena annulus fibrosus lama
kelamaan akan hilang elastisitasnya sehingga menjadi kering dan keras,
menyebabkan annulus fibrosus mudah berubah bentuk dan ruptur.
b. Trauma
Terutama trauma yang memberikan stress terhadap columna vertebralis, seperti
jatuh.

29
c. Pekerjaan
Pekerjaan terutama yang sering mengangkat barang berat dan cara mengangkat
barang yang salah, meningkatkan risiko terjadinya HNP
d. Gender
Pria lebih sering terkena HNP dibandingkan wanita (2:1), hal ini terkait
pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan pada pria cenderung ke aktifitas fisik
yang melibatkan columna vertebralis.
Bangunan peka nyeri mengandung reseptor nosiseptif (nyeri) yang terangsang
oleh berbagai stimulus lokal (mekanis, termal, kimiawi). Stimulus ini akan direspon
dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan menimbulkan persepsi
nyeri. Mekanisme nyeri merupakan proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan
sehingga proses penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasme
otot, yang selanjutnya dapat menimbulkan iskemia.
Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan terlibatnya
berbagai mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang diakibatkan lesi primer pada
sistem saraf.
Iritasi neuropatik pada serabut saraf dapat menyebabkan 2 kemungkinan.
Pertama, penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus saraf yang kaya nosiseptor
dari nervi nevorum yang menimbulkan nyeri inflamasi.
Nyeri dirasakan sepanjang serabut saraf dan bertambah dengan peregangan
serabut saraf misalnya karena pergerakan. Kemungkinan kedua, penekanan mengenai
serabut saraf. Pada kondisi ini terjadi perubahan biomolekuler di mana terjadi akumulasi
saluran ion Na dan ion lainnya. Penumpukan ini menyebabkan timbulnya mechano-hot
spot yang sangat peka terhadap rangsang mekanikal dan termal. Hal ini merupakan
dasar pemeriksaan Laseque.

3.4.3 GEJALA KLINIS


Manifestasi klinis yang timbul tergantung lokasi lumbal yang terkena. HNP
dapat terjadi kesegala arah, tetapi kenyataannya lebih sering hanya pada 2 arah, yang
pertama ke arah postero-lateral yang menyebabkan nyeri pinggang, sciatica, dan gejala
dan tanda-tanda sesuai dengan radiks dan saraf mana yang terkena. Berikutnya ke arah
postero-sentral menyebabkan nyeri pinggang dan sindroma kauda equina.
Kedua saraf sciatic (N. Ischiadicus) adalah saraf terbesar dan terpanjang pada
tubuh. masing-masing hampir sebesar jari. Pada setiap sisi tubuh, saraf sciatic menjalar

30
dari tulang punggung bawah ,di belakang persendian pinggul, turun ke bokong dan
dibelakang lutut. Di sana saraf sciatic terbagi dalam beberapa cabang dan terus menuju
kaki.
Ketika saraf sciatic terjepit, meradang, atau rusak, nyeri sciatica bisa menyebar
sepanjang panjang saraf sciatic menuju kaki. Sciatica terjadi sekitar 5% pada orang
Ischialgia, yaitu suatu kondisi dimana saraf Ischiadikus yang mempersarafi daerah
bokong sampai kaki terjepit. Penyebab terjepitnya saraf ini ada beberapa faktor, yaitu
antara lain kontraksi atau radang otot-otot daerah bokong, adanya perkapuran tulang
belakang atau adanya Herniasi Nukleus Pulposus (HNP), dan lain sebagainya. 6
Sciatica merupakan nyeri yang terasa sepanjang perjalanan nervus ischiadicus
sampai ke tungkai, biasanya mengenai hanya salah satu sisi. Nyeri dirasakan seperti
ditusuk jarum, sakit nagging, atau nyeri seperti ditembak. Kekakuan kemungkinan
dirasakan pada kaki. Berjalan, berlari, menaiki tangga, dan meluruskan kaki
memperburuknyeri.
Gejala yang sering ditimbulkan akibat ischialgia adalah :
 Nyeri punggung bawah.
 Nyeri daerah bokong.
 Rasa kaku/ tertarik pada punggung bawah.
 Nyeri yang menjalar atau seperti rasa kesetrum dan dapat disertai baal, yang
dirasakan dari bokong menjalar ke daerah paha, betis bahkan sampai kaki,
tergantung bagian saraf mana yang terjepit.
 Rasa nyeri sering ditimbulkan setelah melakukan aktifitas yang berlebihan,
terutama banyak membungkukkan badan atau banyak berdiri dan berjalan.
 Rasa nyeri juga sering diprovokasi karena mengangkat barang yang berat, batuk,
bersin akibat bertambahnya tekanan intratekal.
 Jika dibiarkan maka lama kelamaan akan mengakibatkan kelemahan anggota
badan bawah/ tungkai bawah yang disertai dengan mengecilnya otot-otot tungkai
bawah dan hilangnya refleks tendon patella (KPR) dan achilles (APR).
 Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi, miksi
dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan kegawatan neurologis yang
memerlukan tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan fungsi permanen.
 Kebiasaan penderita perlu diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk pada
sisi yang sehat.

31
3.4.4 DIAGNOSA
Anamnesa
Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke bawah (mulai dari
bokong, paha bagian belakang, tungkai bawah bagian atas). Hal ini dikarenakan
mengikuti jalannya N. Ischiadicus yang mempersarafi tungkai bagian belakang.
 Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut, kemudian ke tungkai
bawah (sifat nyeri radikuler).
 Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk, mengangkat barang berat.
 Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1 (garis antara dua
krista iliaka).
 Nyeri Spontan
 Sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi berbaring ke duduk nyeri bertambah
hebat, sedangkan bila berbaring nyeri berkurang atau hilang.
Pemeriksaan Motoris
 Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri
dengan fleksi di sendi panggul dan lutut, serta kaki yang berjingkat.
 Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.
Pemeriksaan Sensoris
 Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat.
 Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.
Tes-tes Khusus
1. Pemeriksaan range of movement (ROM)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara aktif oleh penderita sendiri maupun
secara pasif oleh pemeriksa. Pemeriksaan ROM ini memperkirakan derajat
nyeri, function laesa, atau untuk memeriksa ada/ tidaknya penyebaran rasa nyeri.
Straight Leg Raise (Laseque) Test:
Tes untuk mengetaui adanya jebakan nervus ischiadicus. Pasien tidur dalam
posisi supinasi dan pemeriksa memfleksikan panggul secara pasif, dengan lutut

32
dari tungkai terekstensi maksimal. Tes ini positif bila timbul rasa nyeri pada saat
mengangkat kaki dengan lurus, menandakan ada kompresi dari akar saraf
lumbar.
2. Lasegue Menyilang
Caranya sama dengan percobaan lasegue, tetapi disini secara otomatis timbul
pula rasa nyeri ditungkai yang tidak diangkat. Hal ini menunjukkan bahwa
radiks yang kontralateral juga turut tersangkut.
3. Tanda Kerning
Pada pemeriksaan ini penderita yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada
persendian panggung sampai membuat sudut 90 derajat. Selain itu tungkai
bawah diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya kita dapat melakukan
ekstensi ini sampai sudut 135 derajat, antara tungkai bawah dan tungkai atas,
bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan
tanda kerning positif.
4. Ankle Jerk Reflex
Dilakukan pengetukan pada tendon Achilles. Jika tidak terjadi dorsofleksi pada
kaki, hal ini mengindikasikan adanya jebakan nervus di tingkat kolumna
vertebra L5-S1.
5. Knee-Jerk Reflex
Dilakukan pengetukan pada tendon lutut. Jika tidak terjadi ekstensi pada lutut,
hal ini mengindikasikan adanya jebakan nervus di tingkat kolumna vertebra L2-
L3-L4.
6. Tes provokasi : tes valsava dan naffziger untuk menaikkan tekanan intratekal.
Penunjang
X-Ray
X-Ray tidak dapat menggambarkan struktur jaringan lunak secara akurat.
Nucleus pulposus tidak dapat ditangkap di X-Ray dan tidak dapat
mengkonfirmasikan herniasi diskus maupun jebakan akar saraf. Namun, X-Ray
dapat memperlihatkan kelainan pada diskus dengan gambaran penyempitan
celah atau perubahan alignment dari vertebra.
Mylogram
Pada myelogram dilakukan injeksi kontras bersifat radio-opaque dalam columna
spinalis. Kontras masuk dalam columna spinalis sehingga pada X-ray dapat
nampak adanya penyumbatan atau hambatan kanalis spinalis.
MRI
Merupakan gold standard diagnosis HNP karena dapat melihat struktur columna
vertebra dengan jelas dan mengidentifikasi letak herniasi
Elektromyografi

33
Untuk melihat konduksi dari nervus, dilakukan untuk mengidentifikasi
kerusakan nervus.
3. 4.5 PENATALAKSANAAN
Terapi Non Farmakologis
1.Terapi fisik pasif
Terapi fisik pasif biasanya digunakan untuk mengurangi nyeri punggung bawah
akut, misalnya:
a. Kompres hangat/dingin Kompres hangat/dingin ini merupakan modalitas yang
mudah dilakukan. Untuk mengurangi spasme otot dan inflamasi. Beberapa
pasien merasakan nyeri hilang pada pengkompresan hangat, sedangkan yang lain
pada pengkompresan dingin.
b. Unit TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulator)
Sebuah unit transcutaneous electrical nerve stimulator (TENS) menggunakan
stimulasi listrik untuk mengurangi sensasi nyeri punggung bawah dengan
mengganggu impuls nyeri yang dikirimkan ke otak
c. Ultrasound Wave Diatermi
Ultrasound merupakan suatu bentuk penghangatan di lapisan dalam dengan
menggunakan gelombang suara pada kulit yang menembus sampai jaringan
lunak dibawahnya. Ultrasound terutama berguna dalam menghilangkan serangan
nyeri akut dan dapat mendorong terjadinya penyembuhan jaringan.

2. Latihan dan modifikasi gaya hidup


Berat badan yang berlebihan harus diturunkan karena akan memperberat tekanan
ke punggung bawah. Program diet dan latihan penting untuk mengurangi NPB
pada pasein yang mempunyai berat badan berlebihan. Direkomendasikan untuk
memulai latihan ringan tanpa stres secepat mungkin. Endurance exercisi latihan
aerobit yang memberi stres minimal pada punggung seperti jalan, naik sepeda
atau berenang dimulai pada minggu kedua setelah awaitan NPB. Conditional
execise yang bertujuan memperkuat otot punggung dimulai sesudah dua minggu
karena bila dimulai pada awal mungkin akan memperberat keluhan pasien.
Latihan memperkuat otot punggung dengan memakai alat tidak terbukti lebih
efektif daripada latihan tanpa alat.

34
Terapi Farmakologis
a. Analgetik dan NSAID ( Non Steroid Anti Inflamation Drug)
obat ini diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi
sehingga mempercepat kesembuhan.
b. Obat pelemas otot (muscle relaxant)
Bermanfaat bila penyebab NPB adalah spasme otot. Efek terapinya tidak
sekuat NSAID, seringkali di kombinasi dengan NSAID. Sekitar 30%
memberikan efek samping mengantuk. Contoh Tinazidin, Eperison hcl dan
Carisoprodol.
c. Opioid
Obat ini terbukti tidak lebih efektif daripada analgetik biasa yang jauh lebih
aman. Pemakaian jangka panjang bisa menimbulkan toleransi dan
ketergantungan obat.
d. kortikosteroid oral
Pemakaian kortikosteroid oral masih kontroversi. Dipakai pada kasus HNP
yang berat dan mengurangi inflamasi jaringan.
e. Analgetik adjuvan
Terutama dipakai pada HNP kronis karena ada anggapan mekanisme nyeri
pada HNP sesuai dengan neuropatik. Contohnya : amitriptilin,
Karbamasepin, Gabapentin.

f. suntikan pada titik picu


Cara pengobatan ini dengan memberikan suntikan campuran anastesi lokal
dan kortikosteroid ke dalam jaringan lunak/otot pada titik picu disekitar
tulang punggung. Cara ini masih kontroversi. Obat yang dipakai antara lain
lidokain, lignokain, deksametason, metilprednisolon dan triamsinolon.
Terapi operatif pada pasien dilakukan jika:
a. Pasien mengalami HNP grade 3 atau 4.
b. Tidak ada perbaikan lebih baik, masih ada gejala nyeri yang tersisa, atau ada
gangguan fungsional setelah terapi konservatif diberikan selama 6 sampai 12
minggu.

35
c. Terjadinya rekurensi yang sering dari gejala yang dialami pasien
menyebabkan keterbatasan fungsional kepada pasien, meskipun terapi
konservatif yang diberikan tiap terjadinya rekurensi dapat menurunkan gejala
dan memperbaiki fungsi dari pasien.
d. Terapi yang diberikan kurang terarah dan berjalan dalam waktu lama.
Pilihan terapi operatif yang dapat diberikan adalah:
a. Distectomy Pengambilan sebagian diskus intervertabralis.
b. Percutaneous distectomy Pengambilan sebagian diskus intervertabralis
dengan menggunakan jarum secara aspirasi.
c.Laminotomy/laminectomy/foraminotomy/facetectomy Melakukan dekompresi
neuronal dengan mengambil beberapa bagian dari vertebra baik parsial maupun
total.
d. Spinal fusion dan sacroiliac joint fusion: Penggunaan graft pada vertebra
sehingga terbentuk koneksi yang rigid diantara vertebra sehingga terjadi
stabilitas.

3.9 PROGNOSIS
 Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi konservatif.
 Sebagian kecil à berkembang menjadi kronik meskipun sudah diterapi.
 Pada pasien yang dioperasi : 90% à membaik terutama nyeri tungkai,
kemungkinan terjadinya kekambuhan adalah 5%

BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang di dapat pada pasien ini. Perempuan usia 50 tahun
disimpulkan bahwa pasien tersebut menderita Ischialgia sinistra ec suspek sindrom
piriformis. Dari anamnesis pasien menguluh nyeri yg begitu berat yang mendadak saat
bangun tidur di bokong kiri yg menjalar ke,paha belakang kiri, lutut belakang kiri, dan
betis di sertai otot terasa kencang, nyeri ini sudah di rasakan ± 8 bulan ini dan memberat
1 hari SMRS. Nyeri terus menerus, aktivitas dibantu keluarga, hal yg memperberat :
Berjalan, bergerak, dan duduk lama dan hal yg memperingan : Istirahat di tempat tidur.

36
Berdasarkan teori keluhan pasien ini merupakan suatu keadaan yang di sebut
Ischialgia, Iskhialgia adalah nyeri pada daerah tertentu sepanjang tungkai yang
merupakan manifestasi rangsangan saraf sensoris perifer dari nervus iskhiadikus. Ahli
lain berpendapat bahwa iskialgia merupakan salah satu manifestasi dari nyeri punggung
bawah yang dikarenakan adanya penjepitan nervus iskiadikus. Iskialgia atau sciatika
adalah nyeri yang menjalar (hipoestesia, parestesia atau disastesia) ke bawah sepanjang
perjalanan akar saraf iskidikus. Terjepitnya saraf ini dapat terjadi karena kompresi dari
musculus piriformis yang dapat menyebabkan sindrom piriformis, adanya perkapuran
tulang belakang atau adanya keadaan yang disebut dengan Herniasi Nukleus Pulposus
(HNP). Ischialgia yang di sebabkan oleh sindrom piriformis memiliki keluhan yang
khas yaitu kram atau nyeri di pantat atau di area hamstring, Rasa sakit sering ke bawah
bagian belakang kaki, kadang-kadang ke kaki medial sehingga kondisi ini akan
menimbulkan nyeri dimulai dari pantat dan berjalan lurus kebawah pada area paha
belakang. Gangguan neuromuscular ini terjadi karena saraf sciatica (nervus
ischiadicus) terkompresi atau teriritasi oleh otot piriformis sehingga menimbulkan nyeri,
kesemutan, pada area bokong sampai perjalanan saraf sciatica. Keluhan pasien dapat
pula berupa nyeri yang semakin memberat jika pasien membungkuk, berlama-lama
duduk, bangun dari duduk, atau saat merotasi internal paha, juga nyeri saat
miksi/defekasi dan dispareunia.
Sekitar 70% - 80% populasi di dunia mengalami nyeri pinggang pada suatu waktu
selama masa kehidupannya, dan diantaranya terdapat subkelompok pasien yang
mengalami nyeri pinggang sekaligus nyeri sciatic. Salah satu diagnosis yang dapat
ditegakkan berdasarkan evaluasi pada pasien sciatic adalah sindrome piriformis. Sekitar
15% dari populasi kasus sciatic(ischialgia) adalah sindrom piriformis. 7Sindrom
piriformis lebih sering terjadi pada wanita daripada pria 6:1, kemungkinan karena faktor
biomekanik yang berhubungan dengan sudut otot quadriceps femoris lebih lebar pada
tulang coxae perempuan.
Pasien bekerja sebagai guru yang memiliki frekuensi duduk yg lama, pasien juga
dulu nya sering ikut membantu suami nya kekebun sawit dan kadang pasien ikut
menggangkat buah sawit. Pasien memiliki riwayat Jatuh 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit.
Berdasarkan penyebabnya sindrom piriformis dapat dibagi atas penyebab primer
dan sekunder. Penyebab primer terjadi akibat kompresi saraf langsung akibat trauma

37
atau faktor intrinsik musculus piriformis, termasuk variasi anomali anatomi otot,
hipertrofi otot, inflamasi kronik otot dan perubahan sekunder akibat trauma semacam
perlengketan. Penyebab sekunder disebabkan oleh adanya faktor yang menginisiasi
munculnya gejala klinis dari proses penyakit seperti, macrotrauma, microtrauma, efek
massa yang iskemik, dan adanya iskemik lokal. Diantara pasien-pasien sindrom
piiformis terdapat sedikitnya 15% kasus yang memiliki penyebab primer.
Piriformis syndrome paling sering disebabkan oleh makrotrauma pada daerah
bokong dan mikrotrauma akibat dari overuse dari otot piriformis seperti berjalan atau
berlari jarak jauh dan terlalu lama atau karena adanya kompresi langsung karena trauma
akibat duduk diatas permukaan yang keras terus-menerus.
Maggs (2010) berpendapat bahwa salah satu penyebab sindrom piriformis adalah
akibat overuse injury, otot piriformis sangat rentan untuk terjadi cedera berulang akibat
gerakan (repetitive motion injury/RMI). RMI terjadi apabila otot bekerja diluar
kemampuannya, atau tidak diberi cukup waktu untuk fase recovery, akibatnya otot
menjadi memendek.
Pada pemeriksaan fisik, kesadaran pasien Compos mentis dan vital sign dalam
batas normal, status internus dan neurologis pasien tidak ditemukan kelainan. Pada
posisi berdiri, tampak punggung condong ke kanan, sebagai upaya untuk mengurangi
tekanan di sebelah kiri. Pada pemeriksaan sensibilitas tungkai tidak didapatkan
sensibilitas raba dan nyeri yang menurun. Pada pemeriksaan refleks patella dan achilles
juga tidak didapatkan penurunan refleks dan pada pemeriksaan motorik tidak di
temukan kelainan.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan tes laseque (+) dimana nyeri muncul pada
sudut 60o eksterimitas sinistra, Bragard (+), Sicard (+), Cross Laseque (-), Valsava (+).
Tes ini menunjukkan adanya gangguan pada regangan saraf ischiadikus. Tes Laseque di
lakukan dengan cara fleksi tungkai yang sakit dalam posisi lulut ekstensi. Tes normal
bila tungkai dapat difleksikan hingga 80-90 derajat. Tes ini positif bila timbul rasa nyeri
di sepanjang perjalanan saraf iskhiadikus sebelum tungkai mencapai kecuraman 70
derajat. Beberapa variasi dari tes ini adalah dorsofleksi kaki yang akan menyebabkan
nyeri bertambah (Bragard’s sign) atau dorsofleksi ibu jari kaki (sicard’s sign).
Penegakan diagnosis pada pasien ini berupa ischialgia sinistra et causa sindrom
piriformis dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dapat juga mengacu pada
kriteria Robinson :

38
1. Riwayat trauma pada gluteus dan sacroiliaca
2. Nyeri pada regio sacroiliaca joint, foramen ischiadiscus major (greater sciatic
notch) dan otot piriformis.
3. Eksaserbasi akut nyeri pada saat membungkuk atau mengangkat
4. Teraba sausage-shape mass di atas otot piriformis
5. Tanda lasegue positif
6. Berdasarkan durasi gejala, atropi gluteal.
Pasien ini di diagnosis dengan sischialgia sinistra et causa suspek sindrom
piriformis dan di diagnosis banding dengan ischialgia sinistra et causa hernia nukleus
pulposus. Hernia nukleus Pulposus juga dapat menyebabkan Ischialgi Berdasarkan teori
Manifestasi klinis yang timbul tergantung lokasi lumbal yang terkena. HNP dapat terjadi
kesegala arah, tetapi kenyataannya lebih sering hanya pada 2 arah, yang pertama ke arah
postero-lateral yang menyebabkan nyeri pinggang, sciatica, dan gejala dan tanda-tanda
sesuai dengan radiks dan saraf mana yang terkena gejala klinis yang paling sering
adalah iskhialgia (nyeri radikuler sepanjang perjalanan nervus iskhiadikus). Nyeri
biasanya bersifat tajam seperti terbakar dan berdenyut menjalar sampai di bawah lutut.
Bila saraf sensorik yang besar terkena akan timbul gejala kesemutan atau rasa tebal
sesuai dengan dermatomnya. Pada kasus berat dapat terjadi kelemahan otot dan
hilangnya refleks tendon patella (KPR) dan Achilles (APR). Berikutnya ke arah
postero-sentral menyebabkan nyeri pinggang dan sindroma kauda equina ditandai
dengan retensi urin dan inkontinensia alvi. Sindrom kauda equina dimana terjadi saddle
anasthesia sehingga menyebabkan nyeri kaki bilateral, hilangnya sensasi perianal
(anus), paralisis kandung kemih, dan kelemahan sfingter ani. Sakit pinggang yang
diderita pun akan semakin parah jika duduk, membungkuk, mengangkat beban, batuk,
meregangkan badan, dan bergerak.

39
Diagnosis klinis sindrom piriformis adalah dengan magnetic resonance imaging
(MRI) dan computed tomography (CT-scan) sebagai alternatif utama untuk melihat
adanya gangguan penyakit lain yang masih saling berhubungan. Pada CT scan dapat
menunjukkan adanya massa besar sisi anterior pada otot piriformis dan CT scan dapat
digunakan sebagai identifikasi stenosis spinal atau perubahan artritis. Pada MRI dapat
ditemukan penyebab lain low back pain seperti heniasi diskus, tumor spinal atau abses,
selain itu pada otot piriformis dapat muncul pembesaran berupa pelebaran pada T1 atau
T2. Elektromyografi dapat menunjukkan perubahan neurologi atau otot. Pada sindrom
piriformis, EMG terlihat normal pada gluteus minimus, gluteus medius dan fascia latae
tensor, sedangkan keadaan abnormal ditemukan pada gluteus maximus dan otot
piriformis.
Penatalaksanaan umum pasien ini adalah tirah baring kemudian secara bertahap
melakukan aktivitas seperti biasa, fisioterapi dan edukasi. Edukasi yang diberikan antara
lain tirah baring pada alas kasur yang keras dan datar untuk mencegah melengkungnya
tulang punggung, kompres es untuk mencegah nyeri secara lokal dan pencegahan
kekambuhan dengan melakukan pelatihan peregangan.
Pada penatalaksanaan awal non-medikamentosa, pasien diberikan advice untuk
rawat inap di rumah sakit agar tirah baring total. Penatalaksanaan medikamentosa
diberikan Infus Nacl 0,9% 20 tpm, Injeksi Metylprednisolon 3 x 125 mg , Inj. Ranitidin
2 x 1 ampul, Gabapentin 2 x 100 mg, Eperison Hcl 3 x 1 tablet, Mecobalamin 2x
500mg, Analtrum 3 X 1 tablet (k/P) dan obat racikan dengan komposisi; Dexketoprofen
35 mg Paracetamol 400mg Diazepam 5mg 2x1. Pada penderita ini didapatkan gejala
yang mengarah pada nyeri nosiseptif dan nyeri neuropati. Pemeriksaan fisik

40
menunjukkan adanya bangkitan nyeri pada prasat pemeriksaan fisik, dan spasme otot
yang jelas. Sehingga, pada penderita ini terapi yang digunakan adalah kombinasi
analgesik, obat-obatan NSAID, steroid, obat pelemas otot (muscle relaxant) dan
Analgetik adjuvant.
Dexketoprofen merupakan obat golongan NSAID, obat ini memiliki efek
analgetik, antipiretik dan antiinflamasi. Mekanisme obat ini adalah menghambat enzim
COX 1 dan COX 2, yang akan mengurangi sintesis prekursor prostaglandin, sehingga
keluhan nyeri pasien dapat berkurang.
Eperison Hcl merupakan jenis obat muscle relaxant agent , Pada penderita ini
didapatkan adanya spasme otot. Spasme otot pada HNP terjadi sebagai akibat refleks
pertahanan tubuh untuk mengurangi gerakan tubuh. Suatu kajian sistematis
menunjukkan bahwa pemberian muscle relaxant agent sangat efektif dalam mereduksi
nyeri, mengurangi ketegangan otot, dan meningkatkan kemampuan mobilitas setelah 1-
2 minggu pemberian terapi.
Methylcobalamin atau mecobalamin adalah salah satu bentuk kimia dari
vitamin B12 (cobalamin), yaitu vitamin larut air yang memegang peranan penting dalam
pembentukan darah serta menjaga fungsi sistem saraf dan otak.
Kortikosteroid merupakan golongan hormon steroid yang sangat penting yang
berefek pada fisiologi manusia. Mekanisme aksi kortikosteroid sebagai anti inflamasi
adalah dengan menghambat sintesis asam arakidonat oleh pospolipid agar tidak
membentuk prostaglandin dan leukotrien untuk mengeluarkan mediator inflamasi serta
menurunkan permeabilitas vaskular pada daerah yang mengalami inflamasi.
Diazepam merupakan turunan bezodiazepin. Kerja utama diazepam yaitu
potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai mediator
pada sistim syaraf pusat. Dimetabolisme menjadi metabolit aktif yaitu N-
desmetildiazepam dan oxazepam. Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 1 – 2 jam
pemberian oral. Waktu paruh bervariasi antara 20 – 50 jam sedang waktu paruh
desmetildiazepam bervariasi hingga 100 jam, tergantung usia dan fungsi hati. Di
gunakan Untuk pengobatan jangka pendek pada gejala ansietas. Sebagai terapi
tambahan untuk meringankan spasme otot rangka karena inflamasi atau trauma.
Parasetamol ini merupakan obat pilihan pertama untuk mengurangi gejala nyeri
dari tingkat ringan sampai sedang. Dimana cara kerja Parasetamol sebagai antinyeri
adalah dengan mempengaruhi zat kimia pada tubuh yang dinamakanprostaglandin, yaitu

41
zat yang dilepaskan sebagi respon tubuh terhadap penyakit ataupun trauma. Parasetamol
bekerja dengan memblokade produksi prostglandin dan membuat tubuh tidak
“menyadari” rasa sakit dan trauma tersebut. Jika digunakan sesuai dosis dan indikasi,
Parasetamol adalah terapi yang paling efektif dan aman untuk membantu mengurangi
serta mengontrol rasa sakit dan meredakan demam. Mekanisme aksi utama dari
parasetamol adalah hambatan terhadap enzim siklooksigenase (COX: cyclooxigenase),
dan penelitian terbaru menunjukkan bahwa obat ini lebih selektif menghambat COX-2.
Meskipun mempunyai aktivitas antipiretik dan analgesik, tetapi aktivitas
antiinflamasinya sangat lemah karena dibatasi beberapa faktor, salah satunya adalah
tingginya kadar peroksida dapat lokasi inflamasi. Hal lain, karena selektivitas
hambatannya pada COX-2, sehingga obat ini tidak menghambat aktivitas tromboksan
yang merupakan zat pembekuan darah.
Gabapentin merupakan analog dari GABA (Gamma Aminobutyric Acid), suatu
asam amino yang banyak terdapat di otak. Mekanisme gabapentin sebagai anti nyeri
melibatkan α2δ-1 yakni sebuah subunit kanal kalsium yang sensitive voltase, dimana
target utama dan pengikatan spesifik subunit ini dapat menghasilkan aksi yang
bertanggung jawab untuk menurunkan nyeri. Pengikatan pada subunit alfa-2 delta (α2δ-
1) menghambat cedera saraf dimana dapat menginduksi transfer α1 pore forming units
kanal kalsium dari sitoplasma ke membran plasma di terminal presinaptik dorsal root
ganglion (DRG) dan syaraf dorsal horn.
Ranitidin injeksi diberikan untuk mengatasi hipersekresi cairan lambung.
Berdasarkan teori, menurut Salter, 90% penderita dengan HNP akan sembuh tanpa
pembedahan. Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan iritasi saraf
sehingga nyeri dan gangguan fungsi akan hilang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dasar, edisi IV, cetakan kelima. Jakarta : PT
Dian Rakyat. 87-95. 1999

42
2. Sidharta, Priguna. Sakit Neuromuskuloskeletal Dalam Praktek Umum. Jakarta :
PT Dian Rakyat. 182-212.
3. Kirschner JS, Foye PM, Cole JL. Piriformis syndrome, diagnosis and treatment.
Muscle Nerve. 2009;40(1):10-18. doi:10.1002/mus.21318.
4. Boyajian, L.A; McClain, R.L; Coleman, M.K; dan Thomas, P.P. 2007.Riview
Article : Diagnosis and Management of Piriformis Syndrome : An Osteopathic
5. R.Putz, P. Pabst. Atlas anatomi manusia sobotta. Edisi 21. Jakarta: EGC. 2000.
6. Lori AB, Rance LM, Michele KC, Pamela PT. Diagnosis and management of
piriformis syndrome: an osteopathic approach. JAOA: Review Article. 2008;
108(11);657-664.
7. Williams PL, Warwick R. Gray’s anatomy. 40th ed. Philadelphia, Pa: WB
Saunders Co; 2008.
8. Papadopoulos EC, Khan SN. Piriformis syndrome and low back pain: a new
classification and review of the literature. Orthop Clin North Am. 2004;35:65-71.
9. Foster MR. Piriformis syndrome. Orthopedics. 2002;25:821-825.
10. Pace JB, Nagle D. Piriformis syndrome. West J Med. 1976;124:435-439.
11. Purwanto ET. Hernia Nukleus Pulposus. Jakarta: Perdossi
12. Sakit Pinggang. In: Neurologi Klinis Dalam Praktik Umum, edisi III, cetakan
kelima. Jakarta : PT Dian Rakyat. 203-205
13. Vitriana. Aspek Anatomi Dan Biomekanik Tulang Lumbosakral Dalam
Hubungannya Dengan Nyeri Pinggang. Bandung: FK Unpad/Rsup Dr.Hasan
Sadikin; 2001
14. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Acuan Panduan Praktik Klinis
Neurologi. 2016
15. Purba JS, Ng DS. Nyeri punggung bawah: patofisiologi, terapi farmakologi dan
non-farmakologi akupunktur. Medicinus 2008; 21(2): 38-42 6.

43

Anda mungkin juga menyukai